Sebelah alis Dara terangkat. Baru tadi sore mereka bertemu bukan? Tanda tanya menggantung di kepalanya. Gadis itu enggan untuk membalas, akan tetapi ada yang janggal saat ia abaikan pean itu.“Nggak usah dibalas. Nggak mungkin kamu hanya chat sekali doang, Dara,” larangnya pada diri sendiri. Akan tetapi meski pergulatan batinnya terus saja mencari ketenangan dan kenyamanan. Pilihan Dara adalah—[Tidak ada, hanya bernapas] balasnya.Dara hendak mengubah kata-katanya, terlihat sangat tak acuh. Padahal sebelum ini dia terlihat baik-baik saja. Akan tetapi pesan itu sudah terkirim. Merutuki diri sendiri. Mengetuk dahi berulang kali. Menyesal karena telah membalas pesan dengan nada yang cuek. Padahal belum tentu orang di seberang membacanya dengan nada yang sama.[Suami kamu sudah pulang? Maaf, kalau aku ganggu kamu malam-malam. Aku hanya ingin memastikan kamu baik-baik saja] balas Aaron dengan cepat.Sepertinya dia laki-laki yang terbuka. Dia jujur, kan? Gumam Dara dalam batin. Ia tersenyu
Dara celingukan mencari mobil milik Aaron, dia melukapan jaket yang sudah ia siapkan di kursi kayu sebelumnya. Sial bukan? Ketika hendak berangkat ponselnya berdering, dia kira siapa, ternyata telepon anonim. Manipulasi insiden kecelakaan keluarga untuk mencari keuntungan pribadi.“Dara!” panggil Arron dan membuat gadis berbaju hitam itu menoleh pada asal suara.Pantas saja, sampai mati buyutan, Dara tidak akan menemukan mobil yang dikendarai oleh Aaron, pria itu memakai motor. Dara mengerutkan dahi. Tatapan yang sarat akan pertanyaan, kenapa pria itu justru membawa motor saat malam-malam begini?Motor merek MNax warna hitam. Dara mendekati pria itu dengan memeluk lengannya sendiri. Ia hanya menggunakan celana jeans riped hitam dengan kaos berlengan panjang model turtleneck, dengan warna yang senada.“Hai,” sapa Dara. Gadis itu menurunkan tangannya, melerai pelukan pada lengannya sendiri, kemudian tersenyum kearah Aaron. Lantas dibalas oleh Aaron.Ia melepaskan resleting jaket yang dia
Pandangan mata Dara meliar. Ia nikmati dersik angin malam ini. lantas memejamkan mata mendengarkan nyanyian dahan pohon yang tertiup angin. Senyum tipisnya terbit, ia merasa begitu hidup ketika hampir dua tahun terkurung dalam hubungan yang tidak jelas.“Kalau dia bisa kabur dan lepas tanggung jawab terhadapmu. Kurasa jalan dengan Aaron bukan satu-satunya kesalahan dalam hubungan kalian.” Bisikan dalam kepala Dara terus saja membaur disemua situasi yang ada.“Kamu suka tempat ini, Dara?” Mata Dara seketika terbuka. Sorot hitam miliknya langsung bersitatap dengan netra milik pria yang rambutnya tampak berantakan akibat berkendara sebelumnya.“Gila! Ke mana kamu selama ini, Dara? Dia jauh lebih baik ketimbang Raka, kan? Angkut sajalah.” Dorongan menggila itu tiba-tiba saja muncul seiring dengan terpesonanya Dara pada pria yang beberapa bulan terakhir dekat dengannya.“Dara?” ulang Aaron yang tidak kunjung memdapat respon.“Ah— ya, aku tidak bisa mengatakan bahwa tempat ini buruk. Nyatan
"Hai! Wah! Wah! Ketemu lagi. Sepertinya kalian berada di mana-mana," celetuk pria yang memakai sweater dengan model yang sama layak Dara. Memiliki leher turtleneck dengan warna hijau botol. Celana hitam model riped. Siapa lagi jika bukan Abby."Ck, kebalik. Kamu yang ada di mana-mana. Jangan-jangan, kamu buntuti kami 'kan?!" tuduh Dara dengan mata yang memicing tajam bak elang menemukan mangsa. Siap menerkam dengan kukunya yang tajam dan mencabik secara habis-habisan.Entah bagaimana, begitu tiba di kursinya, mereka harus kembali bertemu dengan laki-laki itu. Dara teramat geram dengan tingkah polah laki-laki seperti bocah itu. ah— lihat saja,pakaian itu aksesoris di telinga dan juga jari telunjuknya.“Not bad,” sergah pikiran Dara.“Dia justru pria terburuk, Dara! penampilannya sebagai bukti bahwa dia tidak bisa dipercaya,” tampik sisi Dara lainnya.“Berhenti berseteru!” kembali, Dara memekik secara tiba-tiba, membuat dua pria yang tengah menatapnya menajamkan pandang padanya.“Sorry,
Dara menoleh ke arah Aaron kemudian mengeleng— yang memiliki dua arti. Baik-baik saja dan tidak sedang dalam keadaan baik. Aaron kembali menaikkan satu alisnya memperjelas apa arti dari gelengan kepala Dara."Nggak— apa-apa kok. Lan— lanjut saja." Memberikan senyum kikuk. Keringat di dahinya sudah sebesar jagung.Aaron melihat sekitarnya. Semuanya terlihat normal bahkan tidak ada orang lain yang berkeringat. Juga Aaron, pria itu malah merasakan dingin. Lalu kenapa Dara bisa sampai berkeringat dengan sangat banyak? Itulah yang saat ini ada dalam benak pria tersebut."Nih! Lo butuh ini." Abby mengulurkan sapu tangan miliknya. Dia melihat dan mendengar perbincangan lirih dari Aaron dan juga Dara. Ia juga melihat hal yang sama yang dilihat oleh Aaron pada Dara.Dara menyahutnya dengan cepat. Mengelap wajah dengan kasar sembari tetap senyum. Tawa yang seolah tidak enak hati dengan dua pria itu. Tawa yang menutupi kegelisahannya sendiri. Kecemasa dalam diri Dara tidak akan pernah bisa berhe
"Dara kamu— kamu mandi?" mata Aaron terbeliak. Hampir tidak memercayai apa yang dia lihat pada gadis itu.Rambut basah, pakaian yang sedikit lembab. Sekarang, ia hanya nyengir kuda. Mengusap tengkuk kikuk. Mungkin sekarang ia berpikir pasti Aaron mengira kalau dirinya adalah gadis yang aneh."Kalau masuk angin gimana? Kamu kenapa?"Dara hanya menggeleng. Mana mungkin dia mengatakan alasannya pada pria yang kini ada di depannya. Aaron pasti berpikir kalau gadis itu kurang belaian suami. Sehingga hanya melihat adegan fiksi sampai harus mandi malam hari di tempat umum."Hanya gerah saja. Maaf, kamu pasti ketinggalan akhir filmnya," lirih Dara sembari menundukkan kepala. Menatap ujung sepatu, ia menyesal dan salah tingkah."Jangan merasa bersalah. Aku bisa lihat lain waktu lagi. Kamu mau bercerita?" tanya Aaron penasaran."Ya elah, ternyata suami lo nggak peka. Sini deh, biar gue jelasin. Lo pernah horny atau bahsa lainnya sange. Lo pernah rasain itu kan? Dara, tuh lagi mengaminya! Kurang
"Aku langsung balik, ya," pamit Aaron. Belum sempat Dara menjawabnya, motor hitam besar itu sudah melesat jauh.Mulut Dara menganga karena urung memanggil namanya. Dara tidak sempat mengembalikan jaket yang dia pakai saat ini. Helm pun masih Dara pakai sampai saat ini.Gadis itu segera masuk. Kembali mengunci pintu dan suasananya tetap sama. Sepi, hening, tenang, seperti hatinya saat ini. Dara kembali merasa kesepian. Ia lepaskan helm dan meletakkan pada meja di sebelah jendela.Ia melangkah memasuki kamar, mematikan semua lampu, melepaskan sepatu dan menghempaskan tubuh di atas kasur. Meraih boneka, memeluk dan melingkarkan kaki pada kaki boneka. Dara terpejam tidak lama dari itu.Memakai pakaian yang sama, jaket dan baju yang basah akibat rambut masih basah. Mengukir sebuah mimpi yang mungkin akan membuat gadis itu jauh lebih baik keesokan paginya.*Sepasang tangan dengan lihai melepaskan pengait celana jeans yang dikenakan oleh Dara. Tatapan memuja itu sangat terlihat di mata Dara
Tepat jam enam Dara sudah tiba di gedung sekolah tempat dia mengajar. Hari ini Dara datang lebih pagi dari biasanya. Tugas kemarin belum sepenuhnya selesai, terlebih dirinya juga harus membersihkan ruang kelas sebelum anak-anak didiknya datang.Setengah tujuh, satu persatu murid datang. Mereka siap menerima pelajaran baru, baik pelajaran adab, tauhid, dan ilmu pengetahuan umum lainnya. Belajar menggambar dan sebagainya.Dara selalu menyambutnya di depan pintu gerbang. Senyum ayu di wajahnya tidak pernah pudar. Memiliki anak adalah impiannya. Seraya menanti kehadiran anak-anak, Dara sempatkan untuk mengirim pesan lagi pada Raka. Mengirim satu foto bocah berserta dua orang tuanya dengan caption. “Impian kita, mas.” "Selamat pagi, Bryan." ungkap Dara. ia bangkit dan merentangkan ke dua tangan untuk bocah laki-laki itu. Bryan memeluk Dara dan beralihmencium punggung tangan sang guru, disusul satu pria yang juga ikut menunduk di balik tudung Hoodie yang dia kenakan.Dara mengerutkan kenin