"Dara kamu— kamu mandi?" mata Aaron terbeliak. Hampir tidak memercayai apa yang dia lihat pada gadis itu.Rambut basah, pakaian yang sedikit lembab. Sekarang, ia hanya nyengir kuda. Mengusap tengkuk kikuk. Mungkin sekarang ia berpikir pasti Aaron mengira kalau dirinya adalah gadis yang aneh."Kalau masuk angin gimana? Kamu kenapa?"Dara hanya menggeleng. Mana mungkin dia mengatakan alasannya pada pria yang kini ada di depannya. Aaron pasti berpikir kalau gadis itu kurang belaian suami. Sehingga hanya melihat adegan fiksi sampai harus mandi malam hari di tempat umum."Hanya gerah saja. Maaf, kamu pasti ketinggalan akhir filmnya," lirih Dara sembari menundukkan kepala. Menatap ujung sepatu, ia menyesal dan salah tingkah."Jangan merasa bersalah. Aku bisa lihat lain waktu lagi. Kamu mau bercerita?" tanya Aaron penasaran."Ya elah, ternyata suami lo nggak peka. Sini deh, biar gue jelasin. Lo pernah horny atau bahsa lainnya sange. Lo pernah rasain itu kan? Dara, tuh lagi mengaminya! Kurang
"Aku langsung balik, ya," pamit Aaron. Belum sempat Dara menjawabnya, motor hitam besar itu sudah melesat jauh.Mulut Dara menganga karena urung memanggil namanya. Dara tidak sempat mengembalikan jaket yang dia pakai saat ini. Helm pun masih Dara pakai sampai saat ini.Gadis itu segera masuk. Kembali mengunci pintu dan suasananya tetap sama. Sepi, hening, tenang, seperti hatinya saat ini. Dara kembali merasa kesepian. Ia lepaskan helm dan meletakkan pada meja di sebelah jendela.Ia melangkah memasuki kamar, mematikan semua lampu, melepaskan sepatu dan menghempaskan tubuh di atas kasur. Meraih boneka, memeluk dan melingkarkan kaki pada kaki boneka. Dara terpejam tidak lama dari itu.Memakai pakaian yang sama, jaket dan baju yang basah akibat rambut masih basah. Mengukir sebuah mimpi yang mungkin akan membuat gadis itu jauh lebih baik keesokan paginya.*Sepasang tangan dengan lihai melepaskan pengait celana jeans yang dikenakan oleh Dara. Tatapan memuja itu sangat terlihat di mata Dara
Tepat jam enam Dara sudah tiba di gedung sekolah tempat dia mengajar. Hari ini Dara datang lebih pagi dari biasanya. Tugas kemarin belum sepenuhnya selesai, terlebih dirinya juga harus membersihkan ruang kelas sebelum anak-anak didiknya datang.Setengah tujuh, satu persatu murid datang. Mereka siap menerima pelajaran baru, baik pelajaran adab, tauhid, dan ilmu pengetahuan umum lainnya. Belajar menggambar dan sebagainya.Dara selalu menyambutnya di depan pintu gerbang. Senyum ayu di wajahnya tidak pernah pudar. Memiliki anak adalah impiannya. Seraya menanti kehadiran anak-anak, Dara sempatkan untuk mengirim pesan lagi pada Raka. Mengirim satu foto bocah berserta dua orang tuanya dengan caption. “Impian kita, mas.” "Selamat pagi, Bryan." ungkap Dara. ia bangkit dan merentangkan ke dua tangan untuk bocah laki-laki itu. Bryan memeluk Dara dan beralihmencium punggung tangan sang guru, disusul satu pria yang juga ikut menunduk di balik tudung Hoodie yang dia kenakan.Dara mengerutkan kenin
“Baiklah, Ibu harap bisa dengar kabar baik dari kalian setelah ujian nanti. jangan lupa pelajari kembali apa yang kita bahas hari ini di rumah, oke?”“Siap, Bu.” satu persatu dari mereka mencium punggung tangan Dara dan meninggalkan rumah mungil itu.Dara mengintip perjalanan mereka dan mengembuskan napas lega. Siklus kehidupan yang sangat membosankan. Namun, gadis ini diharuskan untuk tetap bertahan. Belum lagi Dara harus dikejar-kejar oleh pembacanya yang tidak sabar menantikan bab-bab seru cerita karangannya.Hal itu membuat dirinya senang juga sedih. Karena Dara tidak bisa memfokuskan dunianya pada kehaluan. Dara juga butuh kedok. Tidak mungkin dengan gamblang dia menyebutkan bahwa dia hanya seorang penulis. Apalagi penulis yang ceritanya ada bumbu-bumbu erotisme. Ini memalukan bukan?Terlebih jika dia hanya jadi penulis, kalau-kalau suatu kejadian tidak mengenakkan hati terjadi dia akan kesulitan. Seperti sebuah peraturan atau kebijakan baru dari platform yang terkadang belum ses
Dara semakin penasaran dan tidak melepaskan pandangan dari raut wajah laki-laki yang kini ada di depannya. Dia terus bungkam dengan penuh tanda tanya. Dara ingin semuanya jelas dan terbuka tentang Raka. Dara ingin tahu semua yang Raka lakukan, apa yang tidak dia ketahui selama ini— Dara ingin tahu segalanya.Aaron membalas tatapan mata gadis itu. Haruskah dia bercerita? Tentu saja, dia sudah datang mana mungkin dia pergi tanpa memberi penjelasan. Aaron menarik napas dengan dalam sebelum dia mulai bercerita. Aaron menyatukan kedua jemarinya agar dia tidak tegang. Kondisi saat ini benar-benar sangat menegangkan, terlebih Dara terlihat kacau.“Cepat! Kenapa kamu tidak ceritakan dari awal?” hardik Dara. Dia tidak sabar, hampir dua puluh menit terlewat Aaron tidak juga kunjung menjawab pertanyaan Dara dan juga membuka suara.“Iya— Dara, sebelumnya aku mau minta maaf. Sungguh aku tidak tahu kalau akhirnya jadi seperti ini. Pertama, aku kira Raka sudah bercerita sama kamu. Makanya aku berani
“Hari itu jaringan perbank-an sedang trobel jadi gaji diberikan secara manual, niatnya—” ucapan Aaron menggntung. Dia ragu mengatakannya hingga hanyaterkulum di batin. Namun, justru akan dimanfaatkan oleh Raka yang memiliki keberanian super nekat.Wajah Dara yang syok karena mendengar kata mencuri. Belum usai— lalu kini Aaron katakan kalau Raka mengatakan hal yang lebih gila lagi. Dara menantikan lanjutannya dengan tatapan mata nanar. Lagi-lagi netranya tertutup oleh siluet. Aaron mengambil lagi gelas yang Dara letakkan di meja depan mereka.“Minum dulu. Baru aku lanjutkan.” Dara menyahutnya dengan napas besarnya dia menghabiskan semua air yang ada dalam gelas itu. Agar jangan ada lagi drama ‘minum dulu’ dia sudah deg-degan, apa yang sebenarnya terjadi. Apa yang dikatakan oleh Raka?“Jadi— Raka bilang kalau istrinya lahiran. Apakah benar? Kamu sudah punya anak?” Dara menampakkan wajah keterkejutan yang luar biasa. Melahirkan? Hamil saja tidak!“Aku tahu biaya melahirkan sangat banyak,
Dara kembali tersenyum kecut. Mentertawakan semua sandiwara yang ada. “Jika kamu jadi aku, apa yang akan kamu lakukan, Aaron? Selama itu kamu dibohongi. Kamu tahu, berapa uang yang diberikan padaku? Siapa yang memutar otak untuk apa yang dia berikan? Bahkan aku sampai harus menghabiskan waktuku dengan bekerja demi apa? Demi laki-laki yang seperti itu.”“Dua juta lima ratus ribu. Apakah gaji seorang karyawan provider segitu? Apakah itu cukup untuk makan untuk bayar biaya sewa rumah ini? Apakah lembur sampai tengah malam hanya segitu yang didapatkan? Ah— sudahlah, lupakan. Percuma juga orangnya nggak ada.” Dara mengembuskan napasnya letih.Sebuah kalimat yang terdengar sangat pasrah dan lelah. Dara sudah tidak mau lagi mengurus dan mengatur apa pun. Raka memberikan uang akan dia terima dan akan dia gunakan untuk membayar rumah. Selebihnya sungguh, Dara akan bertekat untuk tidak lagi memohon. Jika mau, dia akan menggugat pria itu. Namun, apakah masuk akal jika hanya dengan alasan ketidak
Merenung, meratap, dan berbenah diri. Padahal, kesalahan bukan ada padanya, kekeliruan murni karena ketololan yang dimiliki oleh laki-laki tidak pandai bersyukur itu.Dara berjalan dengan lunglai mendekati lemari. Kemudian membukanya dan menarik pakaian dengan asal. Yang serba rapi, yang serba berhati-hati kini gadis itu melakukan di dengan ceroboh. Menarik baju yang berakibat fatal. Semua baju terjatuh di atas lantai. Lagi-lagi, Dara melakukan kebodohan seperti yang dia lakukan beberapa waktu lalu. Namun, setiap dia menjatuhkan barang-barang, ia selalu menemukan hal baru yang aneh. Kali ini, dia bisa mengecek tanpa takut ketahuan oleh sang suami."Buku tabungan? Bank Rich? Sejak kapan, Mas Raka jadi nasabah Rich?" gumam Dara.Sejauh yang dia ketahui, Raka tidak pernah menggunakan atau menyimpan uangnya di bank manapun kecuali LaIndo. Dara sedikit terkejut dan merasa bangga, karena diam-diam pria itu menyiapkan dan menyimpan uang. Dara berpikir jika Raka melakuk