Delapan bulan kemudian.
Suasana sebuah rumah sakit tampak ramai seperti biasa. Di salah satu ruang inap yang ada di sana, Nona berbaring dengan wajah pucat dan tampak lemas karena baru saja melahirkan.
Nona memandang orang-orang yang ada di ruangan bersamanya, meski dia lelah, tapi semua itu terbayarkan dengan melihat senyum orang-orang yang ada di sana, terutama Segara.
“Dia menggemaskan, ‘kan?” tanya Segara ke Mina yang sedang menggendong anaknya dan Nona.
“Iya, dia tampan sekali,” balas Mina dengan tatapan tidak teralihkan dari bayi yang ada di gendongan.
Nona melahirkan anak laki-laki yang sangat tampan. Di saat Nona bahagia dengan kelahiran bayinya, ada Senja yang dua kali lipat merasakan kebahagiaan, sebab sebentar lagi dia bisa menikah dengan Biru.
“Bisa tampan begini, dia mirip siapa ya?” Mina memperhatikan dengan seksama wajah cucunya.
“Sepertinya mirip Nona dan Se
Prang!!Sebuah gelas jatuh ke lantai, hancur berserakan dan menimbulkan suara yang begitu nyaring.Seorang wanita hamil berdiri di dekatnya sambil memegangi perutnya yang besar. Ia sedang hamil sembilan bulan dan tampaknya malam ini sudah ada tanda-tanda hendak melahirkan.Nona Amira Lubna, atau yang kerap disapa Nona, dia terlihat begitu kesakitan karena mengalami kontraksi. Tangannya berpegangan pada sisi meja dan dia pun berusaha mengatur napasnya berulang kali.“Sakit!” rintihnya.Nona berusaha berjalan kembali menuju kamar untuk mengambil ponsel. Meski di rumah besar itu ada pembantu dan sang mertua, tapi sudah sejak empat bulan yang lalu Nona harus melakukan semuanya sendiri. Ia tidak tahu alasan pasti, kenapa mertua dan bahkan suaminya berubah sikap kepadanya.Nona terus mencoba mengatur napas, dia duduk di tepian ranjang dan mencoba menghubungi sang suami.“Halo, Mas. Kamu di mana? Aku sepertinya mau melahirkan.” Nona langsung menyampaikan maksud menghubungi.“Melahirkan itu u
[Apa kamu bisa pulang? Aku benar-benar membutuhkanmu.]Nona mengirimkan pesan ke suaminya karena nomor telepon Rafa tidak bisa dihubungi. Nona tidak tahu jika sang suami memang sengaja memblokir nomornya.Nona putus asa saat kesedihan membelenggunya. Kepada siapa lagi dia harus mengadu jika bukan kepada suaminya, satu-satunya pria yang dimilikinya saat ini.Nona pun mencoba bicara ke mertuanya karena Rafa tidak membalas pesannya, meski tahu jika keluarga sang suami pasti tidak acuh kepadanya.“Mau apa lagi sih kamu?” Suara Maya—ibu Rafa, terdengar menggelegar saat melihat Nona menemuinya di kamar. Maya menatap malas ke Nona yang berdiri di depan pintu kamarnya.Nona sudah tidak terkejut lagi, dia juga sudah menyiapkan hati untuk mendengar suara cacian ataupun amukan dari wanita itu.“Ma, apa bisa bantu hubungi Mas Rafa? Bayi kami meninggal, dia bahkan tidak pulang untuk pemakamannya. Aku sangat membutuhkannya saat ini,” ucap Nona memelas.“Bayimu mati? Itu karena kamu tidak becus me
Seorang pria bertubuh tinggi tampak keluar dari kamar mandi masih dengan mengenakan jubah mandi berwarna putih. Rambutnya masih basah, terlihat jelas dari buliran air yang menetes dari ujung rambutnya.Pria bernama lengkap Segara Sebastian Adam itu berjalan ke arah meja dan mengambil gelas berisi air. Pria yang kerap disapa dengan nama Segara itu baru saja melakukan kegiatan buruknya, yaitu bercinta dengan wanita panggilan untuk memuaskan hasratnya.Segara melepas jubah mandi yang membungkus tubuhnya kemudian melepas dan memakai celana juga kemejanya. Saat baru saja sedang mengancingkan kemeja, ponsel Segara berdering dan nama sang sekretaris terpampang di sana.“Halo, ada apa?” tanya Segara begitu menjawab panggilan dari Emir—sekretarisnya.“Saya hanya mengingatkan, Anda harus datang ke butik untuk fitting baju pernikahan adik Anda hari ini,” jawab Emir.Mendengar nama sang adik, membuat Segara terdiam, apalagi itu tentang pernikahan Biru—adik Segara yang akan menikah dengan seorang
“Paman!” Nona langsung berdiri begitu melihat Prabu datang.“Ada apa? Kenapa penampilanmu tampak berantakan seperti ini?” tanya Prabu begitu berhadapan dengan sang keponakan. Prabu pun mengajak Nona untuk duduk dulu, bahkan meminta sekretarisnya untuk membuatkan minuman.“Ada Apa? Rafa menyakitimu lagi?” tanya Prabu menebak, seolah sudah biasa mendengar hal itu.Nona menunduk karena merasa malu sebab dulu sering membantah apa yang diperingatkan sang paman, menyesal karena semua perkataan pamannya itu benar.“Maaf Paman karena tidak mempercayaimu. Aku benar-benar tidak tahu harus bagaimana sekarang,” ujar Nona. Air matanya kembali menetes di pipi, kesedihan kini benar-benar sedang membelenggunya.Prabu menghela napas kasar, lantas mengambil tisu dan memberikan ke Nona.“Coba ceritakan apa yang terjadi kepada Paman,” kata Prabu sambil menyodorkan lembaran berwarna putih itu ke sang ponakan.Nona pun mengambil tisu itu, lantas menceritakan semua yang terjadi, termasuk perselingkuhan jug
Setelah mengusir Nona, Rafa mendaftarkan perceraiannya. Dia benar-benar bertekad menceraikan wanita malang itu, setelah mendapatkan apa yang diinginkan.“Ingat, kamu jangan mempersulitku. Jangan pula meminta harta gono-gini. Aku selama ini sudah menghidupimu anggap itu sebagai ganti rugi, lagi pula aku sudah banyak mengeluarkan uang untukmu!” Rafa bicara dengan penuh penegasan. Dia tidak mau ada kendala dalam proses perceraiannya dengan Nona.Nona hanya menatap Rafa dengan tatapan benci. Pria itu mengundangnya dan hanya ingin menekankan hal itu kepadanya. Meski Nona sekarang dalam posisi titik terendah, tapi tak lantas membuatnya berniat mengemis ke pria itu.“Apa kamu tuli, hah? Kenapa tidak jawab?” Rafa membentak karena Nona hanya diam.Rafa selama ini tidak pernah mencintai Nona. Dia pura-pura mencintai dan memikat hati Nona agar bisa menikahi wanita itu. Rafa melakukan itu karena Nona adalah putri tunggal seorang pengusaha. Pria itu menikahi Nona hanya untuk memanfaatkan dan menda
Nona terlihat ketakutan saat Segara meminta Prabu dan Emir meninggalkan mereka, dia mengepalkan tangannya yang gemetaran dan menyembunyikannya di sisi badan.“Paman!” Nona mencegah Prabu pergi, tapi sang paman malah melengos mengabaikan. Pria itu dan Emir keluar dari ruangan, meninggalkan Nona bersama Segara sendirian.“Kamu tahu berapa hutang pamanmu kepadaku?” tanya Segara saat pintu sudah ditutup oleh Emir.Nona menggelengkan kepala karena jelas tidak tahu tentang urusan pribadi Prabu.“Hutang pamanmu, tidak sebanding dengan tubuhmu. Aku merasa heran karena dia ingin menukarmu untuk membalas hutangnya. Memangnya kamu masih perawan?” tanya Segara. Ucapannya itu cukup menohok hati Nona.Wanita itu pun membulatkan bola mata lebar mendengar pertanyaan Segara. Hingga kemudian menjawab, “Aku sudah pernah menikah.”Nona merasa Segara menjatuhkan harga dirinya dengan melontarkan pertanyaan itu, tapi Segara malah tertawa mengejek mendengar jawabannya.“Ternyata kamu janda.” Terlihat jelas
Hari berikutnya. Nona terkejut melihat Emir datang ke rumah Prabu pagi-pagi. Belum lagi kedatangan pria itu ke sana ternyata untuk menjemputnya. “Kamu bersikaplah yang baik, jangan membuat malu!” pinta Prabu yang hari itu memang sengaja berangkat siang agar bisa bertemu Emir.“Aku tidak mau pergi dengan pria itu, Paman.” Nona ingin menolak, tapi Prabu langsung melotot. “Kamu tidak bisa menolak atau membantah, apa kamu lupa dengan apa yang aku bicarakan kemarin!” Prabu mengingatkan perdebatan yang sempat terjadi di antara mereka.Nona diam tak bersuara, akhirnya dia pun mengikuti perintah Prabu. Arum—istri Prabu tampak keheranan karena Nona dijemput Emir sepagi ini, sedangkan Sandra—sepupu Nona, juga bingung kenapa Nona dijemput menggunakan unit sedan mewah. Belum lagi Prabu tampak begitu hormat ke Emir, membuat Arum semakim bertanya-tanya siapa gerangan pria itu. Namun, dia dan sang putri tak berani mendekat, mereka banya bisa memandang dari depan pintu.“Ingat, jaga sikapmu,” ucap
Setelah memilih baju yang pas dikenakan, Nona kini berada di mobil bersama Segara. Wanita itu memerhatikan jalanan yang dilewati, dahinya berkerut halus karena jalan itu tidak mengarah ke rumah Prabu.“Kita mau ke mana lagi? Ini bukan jalan menuju rumah Paman. Bukankah kamu bilang kita akan pulang?” tanya Nona keheranan.“Tidak ada yang bilang kamu akan pulang ke rumah pamanmu.” Hanya kalimat itu yang terlontar dari bibir Segara.Nona semakin bingung, kenapa Segara bicara ambigu. Kalau tidak ke rumah Prabu, lalu ke mana pria sombong ini akan membawanya. Namun, tak berselang lama pertanyaan Nona itu terjawab. “Ini rumah siapa?”“Rumahku,” jawab Segara singkat.Nona menatap rumah besar itu, dan berpikir pasti banyak yang tinggal di sana.“Kamu tinggal bersama orangtuamu? Kenapa mengajakku ke sini?” tanya Nona lagi.“Aku tinggal sendiri,” jawab Segara sambil memarkirkan mobilnya.Nona melongo mengetahui Segara tinggal di rumah sebesar itu sendirian. Ia pun kembali bertanya,“Maksudmu ben
Delapan bulan kemudian.Suasana sebuah rumah sakit tampak ramai seperti biasa. Di salah satu ruang inap yang ada di sana, Nona berbaring dengan wajah pucat dan tampak lemas karena baru saja melahirkan.Nona memandang orang-orang yang ada di ruangan bersamanya, meski dia lelah, tapi semua itu terbayarkan dengan melihat senyum orang-orang yang ada di sana, terutama Segara.“Dia menggemaskan, ‘kan?” tanya Segara ke Mina yang sedang menggendong anaknya dan Nona.“Iya, dia tampan sekali,” balas Mina dengan tatapan tidak teralihkan dari bayi yang ada di gendongan.Nona melahirkan anak laki-laki yang sangat tampan. Di saat Nona bahagia dengan kelahiran bayinya, ada Senja yang dua kali lipat merasakan kebahagiaan, sebab sebentar lagi dia bisa menikah dengan Biru.“Bisa tampan begini, dia mirip siapa ya?” Mina memperhatikan dengan seksama wajah cucunya.“Sepertinya mirip Nona dan Se
Setelah makan siang di kantin. Nona kembali ke ruang kerja bersama Segara. Di sana dia duduk di sofa sambil memandang suaminya yang kini sudah fokus ke pekerjaan.“Apa benar kalau kamu yang melaporkan Austin ke polisi?” tanya Nona yang sejak tadi penasaran.“Bukan, aku hanya cepu,” jawab Segara dengan entengnya.Nona berdecak mendengar jawaban sang suami. “Itu sama saja,” balasnya gemas.Segara melirik Nona yang terlihat cemberut dan kesal karena ucapannya, hingga dia tersenyum-senyum dan membuat Nona akhirnya tertawa.“Oh ya. Tante Maya ingin pergi dari panti asuhan bu Dewi untuk melanjutkan hidupnya.”Segara mengerutkan kening menatap Nona sekilas, kemudian berkata, “Baguslah, setidaknya dia tidak patah semangat dan tidak terus bergantung kepada orang lain.”“Hem … meski sebenarnya aku merasa sangat kasihan, tapi mau bagaimana lagi,” ujar Nona sambi
[Terima kasih Nona, karena kamu sudah mau membantu kami.][ Oh… ya apa mungkin kamu mau membeli rumah Papa? Kami akan menjual rumah itu untuk mencari rumah yang agak kecil ]Nona terdiam. Ia tiba-tiba saja merasa kasihan, tapi tidak mungkin bisa membantu dengan membeli rumah itu. Mencoba untuk bersikap biasa, Nona pun membalas pesan Sandra.[Bagaimana kondisi Paman?]Nona mengirimkan pesan itu dan menunggu jawaban dari sang sepupu, hingga beberapa saat kemudian Sandra membalas.[ Kondisi Papa sudah membaik setelah menjalani operasi.]Meski membenci prabu, tapi Nona merasa lega. Ia pun meminta Sandra untuk terus menjaga Prabu dengan baik.Segara yang baru selesai rapat tampak berjalan sambil memasukkan tangan kirinya ke saku celana. Ia pun menyapa Emir dan diberitahu kalau Nona ada di ruangan. Segara terlihat senang dan langsung masuk. Begitu melihat Nona yang sedang fokus menatap ponsel, pria itu pun mendekat dan langsung mereb
Mata Nona langsung berbinar, dia senang mendengar kata rujak yang baru saja Senja ucapkan.“Kamu turun dulu, aku akan menyusul,” balas Nona.Senja mengangguk dan meninggalkan Nona lebih dulu. Kakak iparnya itu berniat pamit ke Segara.“Mama bikin rujak, aku mau ikut makan,” kata Nona tanpa mendekat karena takut ditahan oleh sang suami.“Tidak! kamu tidak boleh keluar dari sini. Kamu harus membayar hutang dulu,” balas Segara.“Tapi aku pengen banget. Kamu harus tahan dulu nafsumu, ini demi anak kita.”Setelah mengatakan itu, Nona pun kabur keluar kamar. Ia berjalan cepat takut jika sampai sang suami mencegah.Segara pun berteriak-teriak frustasi melihat Nona kabur, hingga akhirnya dia pun memilih keluar dari kamar dan menyusul Nona ke bawah.Segara ikut makan rujak, sengaja menunggui Nona agar cepat selesai dan segera kembali ke kamar.
Hari Minggu pagi Nona memilih pergi ke rumah mertuanya bersama sang suami. Pembantu rumah mengatakan jika Mina dan Senja ada di belakang sedang berkebun, sehingga Nona pun memilih menyusul ke sana meninggalkan Segara yang berbelok ke dapur untuk mengambil minum.Saat sampai di belakang rumah. Nona melihat Senja sedang membantu Mina menanam bunga, Nona pun mendekat dan langsung menyapa.“Eh, kamu datang sama Segara 'kan?” tanya Mina saat melihat sang mantu.“Iya, Ma. Dia di dalam tuh, langsung mau minum katanya,” jawab Nona.“Kayak habis lari-lari aja dia, datang-datang langsung minum,” seloroh Senja.Mina dan Nona pun tertawa mendengar candaan Senja. Semenjak dibantu gadis itu dari penculik yang ingin membuatnya celaka, Nona memang bersikap baik ke Senja.“Ngomong-ngomong Nona, apa kamu tidak ngidam?” tanya Mina tiba-tiba. Ia sampai menghentikan gerakan tangannya yang sedang memegang sekop kecil untuk menoleh Nona.&nb
Segara benar-benar berubah menjadi suami idaman yang sangat perhatian. Sosoknya yang kaku seperti kanebo kering kini hangat bak selimut bulu.Nona melebarkan senyum, dia senang karena Segara menemaninya seharian. Mereka duduk sofa yang terdapat di kamar, menikmati buah sambil menonton acara televisi.Hingga saluran televisi yang sedang ditonton Nona, menayangkan acara sekilas info, yang berisi berita atau peristiwa terbaru.“Buka mulutmu,” perintah Segara yang siap menyuapi Nona dengan potongan buah mangga.Nona membuka mulut dan membiarkan sang suami menyuapi, bahkan mengabaikan pembawa berita yang sedang membacakan berita terkini.‘Seorang wanita menjadi korban penusukan. Di depan banyak pengunjung sebuah kafe, pria berinisial RF menusuk wanita bernama KR berulang kali, hingga membuat korban terluka sebelum akhirnya meninggal dunia.’Mendengar inisial nama yang seperti familiar di tel
“Ya, kacau. Aku yakin kalau Segara membeberkan masalah ini ke perusahaan-perusahaan yang bekerjasama denganku. Sehingga mereka kini juga ikut mundur dan tidak mau bekerjasama. Mereka tidak mau karena takut aku tipu!” geram Rafa hingga memukul pahanya sendiriKarin syok mendengar ucapan Rafa, jika seperti ini bisa dipastikan kalau perusahaan Rafa sebentar lagi akan bangkrut.“Jika mereka membatalkan kerjasama, apa itu artinya kamu akan bangkrut?” tanya Karin dengan ekspresi wajah cemas. Dia takut Rafa tidak akan memiliki apa-apa lagi dan tidak bisa menjadi ATM berjalannya. Tentu saja Karin tidak mau hidup miskin.Rafa mengusap kasar wajahnya berulang kali. Dia benar-benar tidak bisa berpikir dan otaknya terasa buntu.“Rafa, jawab! Apa kamu akan bangkrut dan kamu akan jatuh miskin!” Karin geram dan terus memastikan kelanjutan nasib perusahaan kekasihnya itu.“Kemungkinan itu akan terjadi, apalagi bebera
Hari itu Rafa berada di ruangannya sibuk mengecek berkas. Dia juga masih bingung karena tekanan dan ancaman Segara. Hingga tiba-tiba sekretarisnya masuk dan membuat Rafa terkejut.“Ada apa? Apa kamu tidak bisa mengetuk pintu lebih dulu sebelum masuk, hah!” bentak Rafa yang geram karena dia sendiri sedang banyak beban pikiran. Belum lagi Maya yang tiba-tiba menghilang dari rumah sakit, membuatnya cemas jika sampai wanita itu membocorkan perbuatan buruk yang sudah dia lakukan.Sekretaris Rafa tampak takut juga bingung, apalagi dia harus menyampaikan sesuatu yang mungkin akan membuat Rafa semakin murka.“Ada apa? Kenapa kamu sekarang diam?” Rafa membentak, wajahnya memerah sudah dipenuhi oleh amarah.“Itu, Pak. Kita baru saja mendapatkan konfirmasi pembatalan sepihak dari beberapa perusahaan yang ingin bekerjasama dengan kita,” jawab sekretaris Rafa.“Apa?” Rafa syok bahkan terbengong m
Beberapa menit berselang, Senja pun sudah berada di kafe tempatnya janjian bertemu Sandra, dia menunggu di sana cukup lama karena Sandra tidak kunjung datang. Hingga akhirnya sepupu Nona itu tiba dan Senja pun langsung memicingkan mata."Bukankah aku pernah bilang untuk tidak mendekati kak Biru, kenapa kamu masih terus mendekatinya!" ketus Senja."Ya, suka-suka aku. Biru juga tidak keberatan," balas Sandra.Senja dengan penuh percaya diri menunjukkan cincin yang tersemat di jari manis, kemudian berkata, "Aku dan kak Biru sudah kembali bersama, jadi kamu tidak usah macam-macam."Sandra terkejut, tapi tentunya tidak terima begitu saja."Kamu pasti bohong hanya agar aku tidak mendekati Biru."Senja kesal karena Sandra tidak percaya, dia pun bersiap menjawab, tapi terlebih dulu ada suara lain yang membalas."Dia tidak berbohong."Senja dan Sandra pun menoleh bersamaan, mereka sama-sama terkejut dan tak menyangka melihat