Setelah mengusir Nona, Rafa mendaftarkan perceraiannya. Dia benar-benar bertekad menceraikan wanita malang itu, setelah mendapatkan apa yang diinginkan.
“Ingat, kamu jangan mempersulitku. Jangan pula meminta harta gono-gini. Aku selama ini sudah menghidupimu anggap itu sebagai ganti rugi, lagi pula aku sudah banyak mengeluarkan uang untukmu!” Rafa bicara dengan penuh penegasan. Dia tidak mau ada kendala dalam proses perceraiannya dengan Nona. Nona hanya menatap Rafa dengan tatapan benci. Pria itu mengundangnya dan hanya ingin menekankan hal itu kepadanya. Meski Nona sekarang dalam posisi titik terendah, tapi tak lantas membuatnya berniat mengemis ke pria itu. “Apa kamu tuli, hah? Kenapa tidak jawab?” Rafa membentak karena Nona hanya diam. Rafa selama ini tidak pernah mencintai Nona. Dia pura-pura mencintai dan memikat hati Nona agar bisa menikahi wanita itu. Rafa melakukan itu karena Nona adalah putri tunggal seorang pengusaha. Pria itu menikahi Nona hanya untuk memanfaatkan dan mendapatkan harta warisannya saja. Awalnya Rafa sangat baik dan penyayang, tapi setelah ayah Nona meninggal, Rafa berubah dan menunjukkan sifat aslinya. Dia meminta Nona tidak bekerja, dengan alasan tidak ingin membuat Nona lelah. Bahkan membujuk Nona untuk memberikan jabatan direktur di perusahaan almarhum papanya ke Rafa. Lambat-laun Rafa semakin serakah dan perlahan mulai menguasai saham perusahaan milik Nona. Bahkan diam-diam memperdaya Nona agar mau menandatangani surat perpindahan kepemilikan saham dan perusahaan agar bisa menjadi miliknya. Kini setelah semua didapat, Rafa pun membuang Nona layaknya barang yang sudah tidak terpakai. Rafa meninggalkan Nona setelah selesai mengajukan gugatan cerai dan memperingatkan wanita itu. Dia benar-benar licik karena menekan Nona yang mentalnya sedang dalam kondisi tidak stabil. Rafa tidak merasa bersalah sama sekali. Dia bahkan pergi ke apartemen Karin untuk bersenang-senang. “Apa benar kamu sudah mengajukan gugatan cerai ke pengadilan?” tanya Karin seolah tidak percaya. “Tentu saja,” jawab Rafa begitu bangga. “Aku bahkan mengancam Nona agar tidak menuntut apa-apa dariku. Aku yakin dia tidak akan pernah melawanku,” ucap Rafa jumawa. Karin sangat senang, dengan begini akan bisa hidup enak karena bersama pria kaya seperti Rafa. Tidak sia-sia Karin bertahan sebagai orang ketiga, karena pada akhirnya dia akan jadi nyonya besar. ** Di rumah Prabu. Istri dan anak Prabu tampak tidak menyukai kehadiran Nona di rumah itu. Hal itu terlihat jelas saat apa pun yang dilakukan Nona selalu salah di mata bibi dan sepupunya itu. “Ga usah pegang apa-apa. Nanti yang ada malah pecah, memangnya kamu sanggup ganti?” Suara sang bibi mengejutkan Nona. Nona sedang ingin membantu mencuci piring, tapi sang bibi langsung menegurnya dengan kalimat yang tidak mengenakan. “Jangan pura-pura mau ngerjain pekerjaan rumah. Numpang di sini bikin tambah beban keluarga ini saja,” ketus sang bibi lagi. Nona hanya menunduk tidak berani menjawab, semua sikap dan ucapan sang bibi membuatnya semakin merasa kalau kehadirannya di sana memang tidak diterima. Nona tidak bisa melakukan apa pun di rumah. Hendak melakukan pekerjaan rumah pun hanya dianggap pencitraan. Dia lantas memilih bertemu dengan Prabu, Nona hanya tidak ingin menjadi beban serta jadi biang masalah keluarga pamannya. “Paman, mungkin aku lebih baik pergi dari rumah ini. Aku tidak ingin menambah beban pikiran Paman atau Bibi,” ucap Nona saat menemui Prabu. Prabu yang memang sedang dalam kondisi buruk, kini menyalahkan Nona atas semua yang menimpa keponakannya itu. “Ini juga semua salahmu. Andai kamu tidak mudah dibodohi oleh suamimu, hidupmu juga tidak akan terlunta-lunta seperti ini!” Nona semakin merasa bersalah hingga menundukkan kepala. Prabu sendiri sebenarnya dalam kondisi bingung, perusahaannya hampir bangkrut dan juga memiliki banyak hutang di perusahaan Segara, hal ini membuat Prabu tidak bisa berpikir jernih. “Maaf Paman, aku benar-benar tidak tahu kalau mas Rafa akan mempermainkan serta memanfaatkanku saja,” ucap Nona yang bingung. Prabu terlihat seperti sedang berpikir, hingga terlintas ide gila di kepalanya. Dia ingat sekretarisnya pernah bilang kalau Segara adalah seorang casanova. Mungkin bisa saja dia memanfaatkan Nona untuk menolongnya lepas dari hutang yang menjeratnya. Dengan memberikan wanita ke Segara, siapa tahu Segara bisa melunak kemudian memberikannya waktu tenggang lagi. “Begini saja. Aku akan memikirkan solusi, untuk saat ini kamu tetap di rumah paman dulu,” ucap Prabu membujuk. ** Malam harinya Prabu menghubungi Segara. Dia hendak melaksanakan ide yang melintas di kepala. Prabu mengajak bertemu Segara di sebuah klub, dia juga mengajak Nona untuk dipertemukan dengan pria itu. “Paman, kenapa kita pergi ke tempat seperti ini?” tanya Nona yang ragu untuk masuk ke klub. “Sudah, kamu jangan bertanya. Kamu ikut saja apa kataku. Kamu harus membantuku jika ingin tetap tinggal di rumahku,” ucap Prabu mencoba meyakinkan Nona agar mau mengikuti ucapannya. Nona merasa ragu, tapi karena Prabu terus memaksa, akhirnya dia ikut masuk ke klub malam itu. Saat diajak masuk ke sebuah ruangan pribadi, Nona melihat ada Segara di sana. Segara jelas terkejut melihat Nona bersama Prabu, penasaran kenapa Prabu membawa wanita itu ikut serta. Prabu menyapa Segara, dia mengajak bicara dan membahas masalah pekerjaan untuk berbasa-basi. Segara sendiri mendengarkan, meski sebenarnya tahu kalau Prabu hanya sedang berusaha merayunya. “Untuk masalah hutang, saya belum bisa membayar seluruh hutang yang saya miliki,” ucap Prabu di akhir pembicaraan. “Lalu?” Segara bicara dengan tatapan dingin. Prabu melirik Nona, hingga kemudian kembali menatap Segara. “Sebenarnya saya ingin menawarkan keponakan saya. Mungkin dia bisa menjadi pemuas Anda dan setidaknya mengurangi hutang saya,” ucap Prabu terang-terangan menjadikan Nona sebagai alat tukar hutangnya. Nona sangat terkejut dan begitu syok, bagaimana bisa sang paman hendak menjualnya seperti pelacur. “Tidak, aku tidak mau!” Nona berdiri dan berlari ke arah pintu, tapi sayangnya pintu itu dikunci oleh Prabu. Segara tidak senang melihat Nona yang hendak kabur, hingga kemudian menyindir Prabu. “Kamu mau menukar hutangmu dengan seorang wanita, tapi sayangnya kamu malah menawarkan wanita yang tidak mau melakukannya.” Segara tersenyum mencibir. Prabu kesal karena Nona menolak, hingga mengejar Nona dan mencengkram lengan keponakannya itu. Dia pun mengajak keluar Nona untuk bicara empat mata. “Paman, aku tidak mau, kenapa paman tega menjualku?” tanya Nona. Ia hampir menangis mengetahui Prabu ingin menjualnya. “Kamu pikir paman mau? Paman terpaksa melakukan ini. Hutang paman kepada pria itu sangat banyak, kalau paman tidak membayarnya, maka perusahaan paman akan diminta dan sudah jelas paman akan jatuh miskin! Kamu harus membantu paman, agar tetap bisa tinggal di rumah. Memangnya kamu mau tinggal di jalanan dan jadi gelandangan, hah!” Prabu malah memarahi Nona, serta meminta wanita itu memahami kondisinya dan membantu. “Pokoknya kamu harus mau melayaninya!” Di dalam ruangan. Emir yang ikut Segara merasa keheranan karena Prabu tega menjual keponakannya sendiri. “Bagaimana bisa dia menjual keponakannya?” Emir mencibir. Baru kali ini dia melihat seorang paman begitu tega kepada keponakannya. Segara terlihat berpikir, hingga kemudian berkata, “Tapi wanita itu boleh juga.” "Apa Pak?" Emir terkejut mendengar perkataan Segara dan menoleh ke atasannya itu dengan tatapan heran. Emir belum mendapatkan jawaban dari Segara, tapi Prabu lebih dulu kembali ke ruangan itu bersama Nona. Dia mencengkram lengan Nona agar tidak kabur, sedangkan wanita itu hanya menundukkan kepala karena takut. "Maaf, dia.... " Belum juga Prabu menyelesaikan kalimatnya, Segara sudah lebih dulu memberi perintah. “Kalian semua keluar! aku ingin bicara berdua dengan dia.”Nona terlihat ketakutan saat Segara meminta Prabu dan Emir meninggalkan mereka, dia mengepalkan tangannya yang gemetaran dan menyembunyikannya di sisi badan.“Paman!” Nona mencegah Prabu pergi, tapi sang paman malah melengos mengabaikan. Pria itu dan Emir keluar dari ruangan, meninggalkan Nona bersama Segara sendirian.“Kamu tahu berapa hutang pamanmu kepadaku?” tanya Segara saat pintu sudah ditutup oleh Emir.Nona menggelengkan kepala karena jelas tidak tahu tentang urusan pribadi Prabu.“Hutang pamanmu, tidak sebanding dengan tubuhmu. Aku merasa heran karena dia ingin menukarmu untuk membalas hutangnya. Memangnya kamu masih perawan?” tanya Segara. Ucapannya itu cukup menohok hati Nona.Wanita itu pun membulatkan bola mata lebar mendengar pertanyaan Segara. Hingga kemudian menjawab, “Aku sudah pernah menikah.”Nona merasa Segara menjatuhkan harga dirinya dengan melontarkan pertanyaan itu, tapi Segara malah tertawa mengejek mendengar jawabannya.“Ternyata kamu janda.” Terlihat jelas
Hari berikutnya. Nona terkejut melihat Emir datang ke rumah Prabu pagi-pagi. Belum lagi kedatangan pria itu ke sana ternyata untuk menjemputnya. “Kamu bersikaplah yang baik, jangan membuat malu!” pinta Prabu yang hari itu memang sengaja berangkat siang agar bisa bertemu Emir.“Aku tidak mau pergi dengan pria itu, Paman.” Nona ingin menolak, tapi Prabu langsung melotot. “Kamu tidak bisa menolak atau membantah, apa kamu lupa dengan apa yang aku bicarakan kemarin!” Prabu mengingatkan perdebatan yang sempat terjadi di antara mereka.Nona diam tak bersuara, akhirnya dia pun mengikuti perintah Prabu. Arum—istri Prabu tampak keheranan karena Nona dijemput Emir sepagi ini, sedangkan Sandra—sepupu Nona, juga bingung kenapa Nona dijemput menggunakan unit sedan mewah. Belum lagi Prabu tampak begitu hormat ke Emir, membuat Arum semakim bertanya-tanya siapa gerangan pria itu. Namun, dia dan sang putri tak berani mendekat, mereka banya bisa memandang dari depan pintu.“Ingat, jaga sikapmu,” ucap
Setelah memilih baju yang pas dikenakan, Nona kini berada di mobil bersama Segara. Wanita itu memerhatikan jalanan yang dilewati, dahinya berkerut halus karena jalan itu tidak mengarah ke rumah Prabu.“Kita mau ke mana lagi? Ini bukan jalan menuju rumah Paman. Bukankah kamu bilang kita akan pulang?” tanya Nona keheranan.“Tidak ada yang bilang kamu akan pulang ke rumah pamanmu.” Hanya kalimat itu yang terlontar dari bibir Segara.Nona semakin bingung, kenapa Segara bicara ambigu. Kalau tidak ke rumah Prabu, lalu ke mana pria sombong ini akan membawanya. Namun, tak berselang lama pertanyaan Nona itu terjawab. “Ini rumah siapa?”“Rumahku,” jawab Segara singkat.Nona menatap rumah besar itu, dan berpikir pasti banyak yang tinggal di sana.“Kamu tinggal bersama orangtuamu? Kenapa mengajakku ke sini?” tanya Nona lagi.“Aku tinggal sendiri,” jawab Segara sambil memarkirkan mobilnya.Nona melongo mengetahui Segara tinggal di rumah sebesar itu sendirian. Ia pun kembali bertanya,“Maksudmu ben
Segara menoleh Nona mendengar pertanyaan Mina. Dia memulas senyum, lantas mengulurkan tangan ke wanita yang dibawanya ke rumah itu.Nona memandang tangan Segara yang terulur ke arahnya dengan ragu, tapi kemudian menyambutnya karena tidak mungkin menolak, hingga akhirnya Nona berdiri sejajar dengan Segara.“Perkenalkan, Ma. Ini Nona, calon istriku,” ucap Segara memperkenalkan Nona ke sang mama dan juga seluruh anggota keluarga.Seluruh anggota keluarga pun kaget, mereka tidak pernah tahu kalau Segara memiliki pacar, tapi sekarang malah pulang memperkenalkan calon istri.Nona hanya mengulas senyum, kemudian mengangguk pelan ke arah keluarga Segara sebagai rasa hormatnya.Segara melirik Senja, terlihat senyum sinis di wajah ketika melihat Senja melongo karena melihatnya pulang membawa calon istri.Mina tidak berpikir berlebih, malah tersenyum dan menyambut hangat kedatangan Nona.“Ayo masuk!” ajak Mina dengan ramah, karena semua orang sudah menunggu dan siap untuk makan malam sambil memb
Setelah makan malam selesai dan satu persatu keluarga pergi dari rumah, Biru nampak terdiam menatap fotonya dengan Segara saat masih kecil. Di sana mereka terlihat saling merangkul dan tertawa lepas dan sangat bahagia.Nic melihat Biru yang berdiri termangu. Hingga kemudian mendekat dan berdiri di samping putranya itu.“Sedang mengenang masa lalu?” tanya Nic sambil melirik Biru.“Hem … “ jawab Biru kemudian diam cukup lama, sebelum kembali buka suara. “Menurut Papa, apa aku egois?” “Kenapa kamu bertanya seperti itu?” Nic mengerutkan dahi keheranan.Biru tersenyum getir, hingga kemudian menjawab, “Aku sudah membuat hati Segara terluka. Aku tahu Segara menyukai Senja, tapi aku malah akan menikahinya.”Nic tentu saja sangat terkejut mendengar ucapan Biru, padahal selama ini dia pikir Biru tidak tahu tentang perasaan Segara ke Senja.“Sekarang, ingin mundur pun aku tidak bisa, semua sudah berjalan sejauh ini. Aku tidak mungkin memutuskan pernikahan dengan Senja, karena itu pasti akan mel
“Apa Nona sudah kenal lama dengan Pak Segara?” tanya Karin ke Rafa. Mereka masih memperhatikan ke arah Segara mengajak pergi Nona.“Mungkin. Kalau tidak, mana mungkin orang penting seperti Pak Segara mau mengajak Nona pergi,” jawab Rafa.Sebenarnya mereka bingung dan menganggap kalau Segara sudah mengenal Nona sejak lama. Keduanya masih terus memperhatikan, masih banyak pertanyaan di kepala karena rasa penasaran yang mendera.Segara sendiri tidak mengenal dan tidak tahu siapa Rafa. Namun, saat melihat Nona yang menoleh ke arah pria itu, membuat Segara sadar kalau pria yang berdiri bersama wanita tadi pastilah mantan Nona.“Tidak usah menoleh!” Segara melarang Nona yang hendak menoleh ke belakang. Wanita itu pun akhirnya malah memandang ke arah Segara, melihat pria itu yang bicara tanpa menoleh ke arahnya.Segara membukakan pintu untuk Nona, memperlihatkan kalau dia perhatian kepada wanita itu. Nona pun masuk, berpikir apa yang akan dilakukan Segara setelah ini.“Kamu mau mengajakku
Segara pulang setelah selesai memuaskan hasratnya ke wanita malam. Saat masuk ke rumah, Segara tiba-tiba melepas sepatunya sembarangan, lantas melempar serampangan.Pembantu rumah yang membukakan pintu untuk Segara pun keheranan, tumben-tumbenan majikannya itu melepas sepatu sebelum masuk kamar. Wanita itu pun hendak memungut sepatu Segara, tapi langsung dicegah oleh pria itu.“Jangan diambil, Mbok. Biar Nona saja yang memungutnya!” Segara bicara dengan lantang, membuat pembantunya urung mengambil sepatu yang tergeletak di lantai.“Di mana Nona?” tanyanya sambil mengedarkan pandangan.Belum juga pembantu rumahnya itu menjawab, Segara sudah lebih dulu memanggil-manggil nama Nona seperti orang kesurupan.Nona yang sedang berada di lantai atas pun bergegas turun saat mendengar suara Segara.Sesampainya di lantai bawah, Nona memandang Segara dengan tatapan heran. Segara melepas jasnya begitu melihat Nona, lantas memberikan jas itu ke tangannya.“Ini bawa ke belakang, sekalian sepatu itu b
Beberapa menit yang lalu, Mina dan Senja sedang berada di mobil dalam perjalanan pulang. Mereka baru saja pergi bersama dan membeli banyak makanan, salah satunya martabak telur kesukaan Segara.“Bagaimana kalau Kak Ega tidak di rumah?” tanya Senja saat mobil yang mereka tumpangi masuk ke pekarangan rumah Segara.“Kalau dia nggak di rumah, nanti titipin saja ke pembantunya,” jawab Mina.Senja pun mengangguk, sampai akhirnya mobil berhenti di dekat garasi, dan Mina melihat mobil yang biasa digunakan Segara, wanita itu pun tersenyum karena yakin putranya pasti sudah berada di rumah.“Sepertinya Ega sudah pulang kok,” ucap Mina.Senja pun memandang ke arah garasi dan melihat mobil Segara, lantas turun bersama Mina.Saat masuk rumah, Mina melihat sepatu Segara sudah ada di rak. Namun, Mina juga terkejut karena ada sepatu wanita juga di sana.Mbok Munah yang melihat kedatangan Mina dan Senja bergegas menyambut kedatangan keluarga majikannya itu. Ia membungkuk dan memberi salam.“Malam, Nyah
Delapan bulan kemudian.Suasana sebuah rumah sakit tampak ramai seperti biasa. Di salah satu ruang inap yang ada di sana, Nona berbaring dengan wajah pucat dan tampak lemas karena baru saja melahirkan.Nona memandang orang-orang yang ada di ruangan bersamanya, meski dia lelah, tapi semua itu terbayarkan dengan melihat senyum orang-orang yang ada di sana, terutama Segara.“Dia menggemaskan, ‘kan?” tanya Segara ke Mina yang sedang menggendong anaknya dan Nona.“Iya, dia tampan sekali,” balas Mina dengan tatapan tidak teralihkan dari bayi yang ada di gendongan.Nona melahirkan anak laki-laki yang sangat tampan. Di saat Nona bahagia dengan kelahiran bayinya, ada Senja yang dua kali lipat merasakan kebahagiaan, sebab sebentar lagi dia bisa menikah dengan Biru.“Bisa tampan begini, dia mirip siapa ya?” Mina memperhatikan dengan seksama wajah cucunya.“Sepertinya mirip Nona dan Se
Setelah makan siang di kantin. Nona kembali ke ruang kerja bersama Segara. Di sana dia duduk di sofa sambil memandang suaminya yang kini sudah fokus ke pekerjaan.“Apa benar kalau kamu yang melaporkan Austin ke polisi?” tanya Nona yang sejak tadi penasaran.“Bukan, aku hanya cepu,” jawab Segara dengan entengnya.Nona berdecak mendengar jawaban sang suami. “Itu sama saja,” balasnya gemas.Segara melirik Nona yang terlihat cemberut dan kesal karena ucapannya, hingga dia tersenyum-senyum dan membuat Nona akhirnya tertawa.“Oh ya. Tante Maya ingin pergi dari panti asuhan bu Dewi untuk melanjutkan hidupnya.”Segara mengerutkan kening menatap Nona sekilas, kemudian berkata, “Baguslah, setidaknya dia tidak patah semangat dan tidak terus bergantung kepada orang lain.”“Hem … meski sebenarnya aku merasa sangat kasihan, tapi mau bagaimana lagi,” ujar Nona sambi
[Terima kasih Nona, karena kamu sudah mau membantu kami.][ Oh… ya apa mungkin kamu mau membeli rumah Papa? Kami akan menjual rumah itu untuk mencari rumah yang agak kecil ]Nona terdiam. Ia tiba-tiba saja merasa kasihan, tapi tidak mungkin bisa membantu dengan membeli rumah itu. Mencoba untuk bersikap biasa, Nona pun membalas pesan Sandra.[Bagaimana kondisi Paman?]Nona mengirimkan pesan itu dan menunggu jawaban dari sang sepupu, hingga beberapa saat kemudian Sandra membalas.[ Kondisi Papa sudah membaik setelah menjalani operasi.]Meski membenci prabu, tapi Nona merasa lega. Ia pun meminta Sandra untuk terus menjaga Prabu dengan baik.Segara yang baru selesai rapat tampak berjalan sambil memasukkan tangan kirinya ke saku celana. Ia pun menyapa Emir dan diberitahu kalau Nona ada di ruangan. Segara terlihat senang dan langsung masuk. Begitu melihat Nona yang sedang fokus menatap ponsel, pria itu pun mendekat dan langsung mereb
Mata Nona langsung berbinar, dia senang mendengar kata rujak yang baru saja Senja ucapkan.“Kamu turun dulu, aku akan menyusul,” balas Nona.Senja mengangguk dan meninggalkan Nona lebih dulu. Kakak iparnya itu berniat pamit ke Segara.“Mama bikin rujak, aku mau ikut makan,” kata Nona tanpa mendekat karena takut ditahan oleh sang suami.“Tidak! kamu tidak boleh keluar dari sini. Kamu harus membayar hutang dulu,” balas Segara.“Tapi aku pengen banget. Kamu harus tahan dulu nafsumu, ini demi anak kita.”Setelah mengatakan itu, Nona pun kabur keluar kamar. Ia berjalan cepat takut jika sampai sang suami mencegah.Segara pun berteriak-teriak frustasi melihat Nona kabur, hingga akhirnya dia pun memilih keluar dari kamar dan menyusul Nona ke bawah.Segara ikut makan rujak, sengaja menunggui Nona agar cepat selesai dan segera kembali ke kamar.
Hari Minggu pagi Nona memilih pergi ke rumah mertuanya bersama sang suami. Pembantu rumah mengatakan jika Mina dan Senja ada di belakang sedang berkebun, sehingga Nona pun memilih menyusul ke sana meninggalkan Segara yang berbelok ke dapur untuk mengambil minum.Saat sampai di belakang rumah. Nona melihat Senja sedang membantu Mina menanam bunga, Nona pun mendekat dan langsung menyapa.“Eh, kamu datang sama Segara 'kan?” tanya Mina saat melihat sang mantu.“Iya, Ma. Dia di dalam tuh, langsung mau minum katanya,” jawab Nona.“Kayak habis lari-lari aja dia, datang-datang langsung minum,” seloroh Senja.Mina dan Nona pun tertawa mendengar candaan Senja. Semenjak dibantu gadis itu dari penculik yang ingin membuatnya celaka, Nona memang bersikap baik ke Senja.“Ngomong-ngomong Nona, apa kamu tidak ngidam?” tanya Mina tiba-tiba. Ia sampai menghentikan gerakan tangannya yang sedang memegang sekop kecil untuk menoleh Nona.&nb
Segara benar-benar berubah menjadi suami idaman yang sangat perhatian. Sosoknya yang kaku seperti kanebo kering kini hangat bak selimut bulu.Nona melebarkan senyum, dia senang karena Segara menemaninya seharian. Mereka duduk sofa yang terdapat di kamar, menikmati buah sambil menonton acara televisi.Hingga saluran televisi yang sedang ditonton Nona, menayangkan acara sekilas info, yang berisi berita atau peristiwa terbaru.“Buka mulutmu,” perintah Segara yang siap menyuapi Nona dengan potongan buah mangga.Nona membuka mulut dan membiarkan sang suami menyuapi, bahkan mengabaikan pembawa berita yang sedang membacakan berita terkini.‘Seorang wanita menjadi korban penusukan. Di depan banyak pengunjung sebuah kafe, pria berinisial RF menusuk wanita bernama KR berulang kali, hingga membuat korban terluka sebelum akhirnya meninggal dunia.’Mendengar inisial nama yang seperti familiar di tel
“Ya, kacau. Aku yakin kalau Segara membeberkan masalah ini ke perusahaan-perusahaan yang bekerjasama denganku. Sehingga mereka kini juga ikut mundur dan tidak mau bekerjasama. Mereka tidak mau karena takut aku tipu!” geram Rafa hingga memukul pahanya sendiriKarin syok mendengar ucapan Rafa, jika seperti ini bisa dipastikan kalau perusahaan Rafa sebentar lagi akan bangkrut.“Jika mereka membatalkan kerjasama, apa itu artinya kamu akan bangkrut?” tanya Karin dengan ekspresi wajah cemas. Dia takut Rafa tidak akan memiliki apa-apa lagi dan tidak bisa menjadi ATM berjalannya. Tentu saja Karin tidak mau hidup miskin.Rafa mengusap kasar wajahnya berulang kali. Dia benar-benar tidak bisa berpikir dan otaknya terasa buntu.“Rafa, jawab! Apa kamu akan bangkrut dan kamu akan jatuh miskin!” Karin geram dan terus memastikan kelanjutan nasib perusahaan kekasihnya itu.“Kemungkinan itu akan terjadi, apalagi bebera
Hari itu Rafa berada di ruangannya sibuk mengecek berkas. Dia juga masih bingung karena tekanan dan ancaman Segara. Hingga tiba-tiba sekretarisnya masuk dan membuat Rafa terkejut.“Ada apa? Apa kamu tidak bisa mengetuk pintu lebih dulu sebelum masuk, hah!” bentak Rafa yang geram karena dia sendiri sedang banyak beban pikiran. Belum lagi Maya yang tiba-tiba menghilang dari rumah sakit, membuatnya cemas jika sampai wanita itu membocorkan perbuatan buruk yang sudah dia lakukan.Sekretaris Rafa tampak takut juga bingung, apalagi dia harus menyampaikan sesuatu yang mungkin akan membuat Rafa semakin murka.“Ada apa? Kenapa kamu sekarang diam?” Rafa membentak, wajahnya memerah sudah dipenuhi oleh amarah.“Itu, Pak. Kita baru saja mendapatkan konfirmasi pembatalan sepihak dari beberapa perusahaan yang ingin bekerjasama dengan kita,” jawab sekretaris Rafa.“Apa?” Rafa syok bahkan terbengong m
Beberapa menit berselang, Senja pun sudah berada di kafe tempatnya janjian bertemu Sandra, dia menunggu di sana cukup lama karena Sandra tidak kunjung datang. Hingga akhirnya sepupu Nona itu tiba dan Senja pun langsung memicingkan mata."Bukankah aku pernah bilang untuk tidak mendekati kak Biru, kenapa kamu masih terus mendekatinya!" ketus Senja."Ya, suka-suka aku. Biru juga tidak keberatan," balas Sandra.Senja dengan penuh percaya diri menunjukkan cincin yang tersemat di jari manis, kemudian berkata, "Aku dan kak Biru sudah kembali bersama, jadi kamu tidak usah macam-macam."Sandra terkejut, tapi tentunya tidak terima begitu saja."Kamu pasti bohong hanya agar aku tidak mendekati Biru."Senja kesal karena Sandra tidak percaya, dia pun bersiap menjawab, tapi terlebih dulu ada suara lain yang membalas."Dia tidak berbohong."Senja dan Sandra pun menoleh bersamaan, mereka sama-sama terkejut dan tak menyangka melihat