Nona terlihat ketakutan saat Segara meminta Prabu dan Emir meninggalkan mereka, dia mengepalkan tangannya yang gemetaran dan menyembunyikannya di sisi badan.
“Paman!” Nona mencegah Prabu pergi, tapi sang paman malah melengos mengabaikan. Pria itu dan Emir keluar dari ruangan, meninggalkan Nona bersama Segara sendirian. “Kamu tahu berapa hutang pamanmu kepadaku?” tanya Segara saat pintu sudah ditutup oleh Emir. Nona menggelengkan kepala karena jelas tidak tahu tentang urusan pribadi Prabu. “Hutang pamanmu, tidak sebanding dengan tubuhmu. Aku merasa heran karena dia ingin menukarmu untuk membalas hutangnya. Memangnya kamu masih perawan?” tanya Segara. Ucapannya itu cukup menohok hati Nona. Wanita itu pun membulatkan bola mata lebar mendengar pertanyaan Segara. Hingga kemudian menjawab, “Aku sudah pernah menikah.” Nona merasa Segara menjatuhkan harga dirinya dengan melontarkan pertanyaan itu, tapi Segara malah tertawa mengejek mendengar jawabannya. “Ternyata kamu janda.” Terlihat jelas ekspresi cibiran di wajah pria itu. “Memangnya kenapa kalau janda? Pria seperti Anda memang pernah merasakan seperti apa tidur dengan perawan? Apa ada salah dengan janda?” Nona bicara ketus karena Segara meremehkan dirinya. Pria itu terlihat kesal karena dia berani melawannya. Hingga Segara pun berdiri dan mendekat ke tempat Nona duduk. Dia menggunakan kedua tangan untuk bertumpu di sandaran sofa dan mengunci Nona di sana. Dia bahkan memberikan tatapan dingin ke wanita itu. Nona terkejut melihat apa yang dilakukan Segara, belum lagi tatapan dingin yang begitu menusuk pria itu membuatnya sampai menelan ludah susah payah. “Kamu tahu apa yang paling aku benci?” tanya Segara masih menatap tajam Nona. Nona bergeming menatap Segara, dia bahkan bisa merasakan embusan napas pria itu menerpa wajahnya karena jarak mereka yang sangat dekat. “Aku benci dengan wanita sombong. Dan kamu, kamu bukanlah lawan yang sebanding denganku, jadi jangan pernah berpikir untuk bermain-main denganku!” Segara bicara dengan penuh penekanan. Nona begitu ketakutan melihat tatapan Segara, hingga memukul lengan pria itu untuk menyingkir dari hadapannya. “Menyingkir dari hadapanku!” Nona berusaha membuat Segara menjauh darinya. Segara malah tertawa melihat Nona yang ketakutan, hingga kemudian menegakkan badan dan menjauh dari Nona. Segara lantas berjalan menuju pintu, meminta Emir dan Prabu kembali masuk. Prabu masuk bersama Emir, hingga tampak bingung menatap Segara yang terlihat tenang, sedangkan Nona tampak ketakutan. “Aku menerima tawaranmu untuk menukar keponakanmu. Tapi bukan untuk melunasai hutangmu, hutangmu akan tetap berjalan, aku hanya akan memberikan kelonggaran waktu pembayaran selama satu tahun,” ujar Segara memberikan penawaran. Meski awalnya terkejut, tapi Prabu sedikit senang karena setidaknya dia tidak akan kehilangan perusahaannya, satu tahun cukup untuk mengumpulkan uang guna membayar hutangnya ke Segara. Nona membulatkan bola mata lebar, apakah benar kalau dia akan dijadikan alat tukar hutang, serta harus melayani pria itu. Nona tidak bisa melakukannya. Dia takut dan menggelengkan kepala ke Prabu tanda menolak, tapi Segara melihat hal itu dan langsung memberikan tatapan licik ke Nona. “Kamu harus menjadi istriku,” ucap Segara ke Nona. Semua orang di sana terkejut mendengar ucapan Segara. Nona bahkan menatap pria itu dengan rasa tidak percaya, berpikir apa yang sebenarnya diinginkan Segara. “Ap-apa maksudnya itu?” Nona sampai tergagap karena terkejut. “Apa pun maksudku, itu urusanku. Ingat kamu sudah dijual kepadaku!” Segara bicara lantas memulas seringai di wajah. ** Setelah Prabu dan Segara mencapai kesepakatan, akhirnya Nona pun pulang bersama Prabu. Nona sangat kesal karena sang paman tega menjualnya ke pria tak dikenal. “Kenapa Paman melakukan ini? Kenapa Paman tega menjualku!” amuk Nona saat berada di mobil. “Kamu ini tidak tahu diuntung! Bukankah bagus kalau kamu dijadikan istri olehnya! Dia itu kaya, aku jamin hidupmu tidak akan susah!” Prabu malah balas memarahi Nona. “Apanya yang bagus? Aku yakin dia menikahiku hanya untuk dijadikan tawanan karena hutang Paman!” sanggah Nona masih kesal. “Paman benar-benar tega dengan melakukan ini semua!” “Diam kamu! Sampai kapan kamu akan terus membantah! Apa kamu tidak sadar posisimu sekarang, hah! Seandainya saja perusahaan papamu tidak jatuh ke Rafa, pasti aku masih bisa bertahan dengan bantuan dari perusahaannya. Tapi apa? Gara-gara kebodohan dan kamu yang dibutakan cinta, semua jadi seperti ini!” Prabu malah menyalahkan Nona. Nona tak percaya mendapati sikap pamannya yang seperti ini. Padahal saat pertama kali mengadu ke Prabu, sang paman tidak bersikap licik dan tampak baik kepadanya. Namun, kenapa sekarang seolah menikamnya dari belakang, menjerumuskannya ke jurang yang sama gelapnya seperti saat disakiti Rafa dan kehilangan bayinya. Sementara itu, Emir mengantar Segara pulang seperti biasa. Dia masih bingung karena tiba-tiba atasannya itu ingin menikah. “Kenapa Anda tiba-tiba ingin menikah?” tanya Emir. “Kamu tidak perlu tahu alasannya,” jawab Segara tanpa menatap ke arah sekretarisnya itu. “Apa ini karena kembaran Anda? Anda pasti tidak mau kalah dengan kembaran Anda, sebab itu Anda juga ingin menikah,” ujar Emir menebak. Segara berdecak mendengar ucapan Emir, hingga kemudian berkata, “Kenapa kamu sekarang sangat cerewet?” Segara sedikit kesal karena Emir terlalu banyak bicara. Ia memasang muka masam dan memalingkan wajah ke arah jendela. “Saya hanya ingin tahu,” balas Emir dengan santainya. “Tidak ada yang perlu kamu tahu. Yang terpenting sekarang, lakukan saja apa yang aku perintahkan. Besok jemput Nona di rumah Prabu, ajak dia belanja pakaian dan segala kebutuhannya. Dandani dia seperti wanita berkelas!” perintah Segara agar Emir tidak lagi bicara. “Kenapa Anda melakukan itu? Untuk apa?” tanya Emir lagi. Ia malah semakin tak bisa membendung rasa penasarannya. Bukannya menjawab, Segara malah tampak tersenyum miring mendengar pertanyaan Emir. “Dia harus mulai bekerja untukku.”Hari berikutnya. Nona terkejut melihat Emir datang ke rumah Prabu pagi-pagi. Belum lagi kedatangan pria itu ke sana ternyata untuk menjemputnya. “Kamu bersikaplah yang baik, jangan membuat malu!” pinta Prabu yang hari itu memang sengaja berangkat siang agar bisa bertemu Emir.“Aku tidak mau pergi dengan pria itu, Paman.” Nona ingin menolak, tapi Prabu langsung melotot. “Kamu tidak bisa menolak atau membantah, apa kamu lupa dengan apa yang aku bicarakan kemarin!” Prabu mengingatkan perdebatan yang sempat terjadi di antara mereka.Nona diam tak bersuara, akhirnya dia pun mengikuti perintah Prabu. Arum—istri Prabu tampak keheranan karena Nona dijemput Emir sepagi ini, sedangkan Sandra—sepupu Nona, juga bingung kenapa Nona dijemput menggunakan unit sedan mewah. Belum lagi Prabu tampak begitu hormat ke Emir, membuat Arum semakim bertanya-tanya siapa gerangan pria itu. Namun, dia dan sang putri tak berani mendekat, mereka banya bisa memandang dari depan pintu.“Ingat, jaga sikapmu,” ucap
Setelah memilih baju yang pas dikenakan, Nona kini berada di mobil bersama Segara. Wanita itu memerhatikan jalanan yang dilewati, dahinya berkerut halus karena jalan itu tidak mengarah ke rumah Prabu.“Kita mau ke mana lagi? Ini bukan jalan menuju rumah Paman. Bukankah kamu bilang kita akan pulang?” tanya Nona keheranan.“Tidak ada yang bilang kamu akan pulang ke rumah pamanmu.” Hanya kalimat itu yang terlontar dari bibir Segara.Nona semakin bingung, kenapa Segara bicara ambigu. Kalau tidak ke rumah Prabu, lalu ke mana pria sombong ini akan membawanya. Namun, tak berselang lama pertanyaan Nona itu terjawab. “Ini rumah siapa?”“Rumahku,” jawab Segara singkat.Nona menatap rumah besar itu, dan berpikir pasti banyak yang tinggal di sana.“Kamu tinggal bersama orangtuamu? Kenapa mengajakku ke sini?” tanya Nona lagi.“Aku tinggal sendiri,” jawab Segara sambil memarkirkan mobilnya.Nona melongo mengetahui Segara tinggal di rumah sebesar itu sendirian. Ia pun kembali bertanya,“Maksudmu ben
Segara menoleh Nona mendengar pertanyaan Mina. Dia memulas senyum, lantas mengulurkan tangan ke wanita yang dibawanya ke rumah itu.Nona memandang tangan Segara yang terulur ke arahnya dengan ragu, tapi kemudian menyambutnya karena tidak mungkin menolak, hingga akhirnya Nona berdiri sejajar dengan Segara.“Perkenalkan, Ma. Ini Nona, calon istriku,” ucap Segara memperkenalkan Nona ke sang mama dan juga seluruh anggota keluarga.Seluruh anggota keluarga pun kaget, mereka tidak pernah tahu kalau Segara memiliki pacar, tapi sekarang malah pulang memperkenalkan calon istri.Nona hanya mengulas senyum, kemudian mengangguk pelan ke arah keluarga Segara sebagai rasa hormatnya.Segara melirik Senja, terlihat senyum sinis di wajah ketika melihat Senja melongo karena melihatnya pulang membawa calon istri.Mina tidak berpikir berlebih, malah tersenyum dan menyambut hangat kedatangan Nona.“Ayo masuk!” ajak Mina dengan ramah, karena semua orang sudah menunggu dan siap untuk makan malam sambil memb
Setelah makan malam selesai dan satu persatu keluarga pergi dari rumah, Biru nampak terdiam menatap fotonya dengan Segara saat masih kecil. Di sana mereka terlihat saling merangkul dan tertawa lepas dan sangat bahagia.Nic melihat Biru yang berdiri termangu. Hingga kemudian mendekat dan berdiri di samping putranya itu.“Sedang mengenang masa lalu?” tanya Nic sambil melirik Biru.“Hem … “ jawab Biru kemudian diam cukup lama, sebelum kembali buka suara. “Menurut Papa, apa aku egois?” “Kenapa kamu bertanya seperti itu?” Nic mengerutkan dahi keheranan.Biru tersenyum getir, hingga kemudian menjawab, “Aku sudah membuat hati Segara terluka. Aku tahu Segara menyukai Senja, tapi aku malah akan menikahinya.”Nic tentu saja sangat terkejut mendengar ucapan Biru, padahal selama ini dia pikir Biru tidak tahu tentang perasaan Segara ke Senja.“Sekarang, ingin mundur pun aku tidak bisa, semua sudah berjalan sejauh ini. Aku tidak mungkin memutuskan pernikahan dengan Senja, karena itu pasti akan mel
“Apa Nona sudah kenal lama dengan Pak Segara?” tanya Karin ke Rafa. Mereka masih memperhatikan ke arah Segara mengajak pergi Nona.“Mungkin. Kalau tidak, mana mungkin orang penting seperti Pak Segara mau mengajak Nona pergi,” jawab Rafa.Sebenarnya mereka bingung dan menganggap kalau Segara sudah mengenal Nona sejak lama. Keduanya masih terus memperhatikan, masih banyak pertanyaan di kepala karena rasa penasaran yang mendera.Segara sendiri tidak mengenal dan tidak tahu siapa Rafa. Namun, saat melihat Nona yang menoleh ke arah pria itu, membuat Segara sadar kalau pria yang berdiri bersama wanita tadi pastilah mantan Nona.“Tidak usah menoleh!” Segara melarang Nona yang hendak menoleh ke belakang. Wanita itu pun akhirnya malah memandang ke arah Segara, melihat pria itu yang bicara tanpa menoleh ke arahnya.Segara membukakan pintu untuk Nona, memperlihatkan kalau dia perhatian kepada wanita itu. Nona pun masuk, berpikir apa yang akan dilakukan Segara setelah ini.“Kamu mau mengajakku
Segara pulang setelah selesai memuaskan hasratnya ke wanita malam. Saat masuk ke rumah, Segara tiba-tiba melepas sepatunya sembarangan, lantas melempar serampangan.Pembantu rumah yang membukakan pintu untuk Segara pun keheranan, tumben-tumbenan majikannya itu melepas sepatu sebelum masuk kamar. Wanita itu pun hendak memungut sepatu Segara, tapi langsung dicegah oleh pria itu.“Jangan diambil, Mbok. Biar Nona saja yang memungutnya!” Segara bicara dengan lantang, membuat pembantunya urung mengambil sepatu yang tergeletak di lantai.“Di mana Nona?” tanyanya sambil mengedarkan pandangan.Belum juga pembantu rumahnya itu menjawab, Segara sudah lebih dulu memanggil-manggil nama Nona seperti orang kesurupan.Nona yang sedang berada di lantai atas pun bergegas turun saat mendengar suara Segara.Sesampainya di lantai bawah, Nona memandang Segara dengan tatapan heran. Segara melepas jasnya begitu melihat Nona, lantas memberikan jas itu ke tangannya.“Ini bawa ke belakang, sekalian sepatu itu b
Beberapa menit yang lalu, Mina dan Senja sedang berada di mobil dalam perjalanan pulang. Mereka baru saja pergi bersama dan membeli banyak makanan, salah satunya martabak telur kesukaan Segara.“Bagaimana kalau Kak Ega tidak di rumah?” tanya Senja saat mobil yang mereka tumpangi masuk ke pekarangan rumah Segara.“Kalau dia nggak di rumah, nanti titipin saja ke pembantunya,” jawab Mina.Senja pun mengangguk, sampai akhirnya mobil berhenti di dekat garasi, dan Mina melihat mobil yang biasa digunakan Segara, wanita itu pun tersenyum karena yakin putranya pasti sudah berada di rumah.“Sepertinya Ega sudah pulang kok,” ucap Mina.Senja pun memandang ke arah garasi dan melihat mobil Segara, lantas turun bersama Mina.Saat masuk rumah, Mina melihat sepatu Segara sudah ada di rak. Namun, Mina juga terkejut karena ada sepatu wanita juga di sana.Mbok Munah yang melihat kedatangan Mina dan Senja bergegas menyambut kedatangan keluarga majikannya itu. Ia membungkuk dan memberi salam.“Malam, Nyah
“Sudah sejak Tuan menempati tempat ini. Ya, sudah sekitar dua tahunan,” jawab Mbok Munah.Nona yang berpikir dua tahun bukan waktu yang lama hanya manggut-manggut. Ia malah penasaran apakah wanita paruh baya itu betah bekerja dengan Segaara.“Mbok Munah betah ya kerja sama orang seperti dia.”Mbok Munah hanya menanggapi ucapan Nona dengan senyum kecil, dia tidak mungkin mengemukakan pendapat pribadinya soal Segara yang dia nilai sangat kesepian, dan seperti dibuang keluarganya sendiri.Nona pun melanjutkan menyantap makanannya sampai habis sambil berbincang, dia duduk lumayan lama di sana bersama Mbok Munah, karena tempat itu terasa begitu tenang.Setelah puas mengobrol, Nona pun kembali ke dapur untuk mencuci piringnya sebelum kembali ke kamar. Namun, dia tiba-tiba berpikir tentang masa depannya setelah perjanjian Prabu dan Segara berakhir.“Apa yang harus aku lakukan setelah lepas dari pria arogan ini?” Nona tampak berpikir dengan keras. “Aku harus mendapatkan pekerjaan, kalau tidak
Delapan bulan kemudian.Suasana sebuah rumah sakit tampak ramai seperti biasa. Di salah satu ruang inap yang ada di sana, Nona berbaring dengan wajah pucat dan tampak lemas karena baru saja melahirkan.Nona memandang orang-orang yang ada di ruangan bersamanya, meski dia lelah, tapi semua itu terbayarkan dengan melihat senyum orang-orang yang ada di sana, terutama Segara.“Dia menggemaskan, ‘kan?” tanya Segara ke Mina yang sedang menggendong anaknya dan Nona.“Iya, dia tampan sekali,” balas Mina dengan tatapan tidak teralihkan dari bayi yang ada di gendongan.Nona melahirkan anak laki-laki yang sangat tampan. Di saat Nona bahagia dengan kelahiran bayinya, ada Senja yang dua kali lipat merasakan kebahagiaan, sebab sebentar lagi dia bisa menikah dengan Biru.“Bisa tampan begini, dia mirip siapa ya?” Mina memperhatikan dengan seksama wajah cucunya.“Sepertinya mirip Nona dan Se
Setelah makan siang di kantin. Nona kembali ke ruang kerja bersama Segara. Di sana dia duduk di sofa sambil memandang suaminya yang kini sudah fokus ke pekerjaan.“Apa benar kalau kamu yang melaporkan Austin ke polisi?” tanya Nona yang sejak tadi penasaran.“Bukan, aku hanya cepu,” jawab Segara dengan entengnya.Nona berdecak mendengar jawaban sang suami. “Itu sama saja,” balasnya gemas.Segara melirik Nona yang terlihat cemberut dan kesal karena ucapannya, hingga dia tersenyum-senyum dan membuat Nona akhirnya tertawa.“Oh ya. Tante Maya ingin pergi dari panti asuhan bu Dewi untuk melanjutkan hidupnya.”Segara mengerutkan kening menatap Nona sekilas, kemudian berkata, “Baguslah, setidaknya dia tidak patah semangat dan tidak terus bergantung kepada orang lain.”“Hem … meski sebenarnya aku merasa sangat kasihan, tapi mau bagaimana lagi,” ujar Nona sambi
[Terima kasih Nona, karena kamu sudah mau membantu kami.][ Oh… ya apa mungkin kamu mau membeli rumah Papa? Kami akan menjual rumah itu untuk mencari rumah yang agak kecil ]Nona terdiam. Ia tiba-tiba saja merasa kasihan, tapi tidak mungkin bisa membantu dengan membeli rumah itu. Mencoba untuk bersikap biasa, Nona pun membalas pesan Sandra.[Bagaimana kondisi Paman?]Nona mengirimkan pesan itu dan menunggu jawaban dari sang sepupu, hingga beberapa saat kemudian Sandra membalas.[ Kondisi Papa sudah membaik setelah menjalani operasi.]Meski membenci prabu, tapi Nona merasa lega. Ia pun meminta Sandra untuk terus menjaga Prabu dengan baik.Segara yang baru selesai rapat tampak berjalan sambil memasukkan tangan kirinya ke saku celana. Ia pun menyapa Emir dan diberitahu kalau Nona ada di ruangan. Segara terlihat senang dan langsung masuk. Begitu melihat Nona yang sedang fokus menatap ponsel, pria itu pun mendekat dan langsung mereb
Mata Nona langsung berbinar, dia senang mendengar kata rujak yang baru saja Senja ucapkan.“Kamu turun dulu, aku akan menyusul,” balas Nona.Senja mengangguk dan meninggalkan Nona lebih dulu. Kakak iparnya itu berniat pamit ke Segara.“Mama bikin rujak, aku mau ikut makan,” kata Nona tanpa mendekat karena takut ditahan oleh sang suami.“Tidak! kamu tidak boleh keluar dari sini. Kamu harus membayar hutang dulu,” balas Segara.“Tapi aku pengen banget. Kamu harus tahan dulu nafsumu, ini demi anak kita.”Setelah mengatakan itu, Nona pun kabur keluar kamar. Ia berjalan cepat takut jika sampai sang suami mencegah.Segara pun berteriak-teriak frustasi melihat Nona kabur, hingga akhirnya dia pun memilih keluar dari kamar dan menyusul Nona ke bawah.Segara ikut makan rujak, sengaja menunggui Nona agar cepat selesai dan segera kembali ke kamar.
Hari Minggu pagi Nona memilih pergi ke rumah mertuanya bersama sang suami. Pembantu rumah mengatakan jika Mina dan Senja ada di belakang sedang berkebun, sehingga Nona pun memilih menyusul ke sana meninggalkan Segara yang berbelok ke dapur untuk mengambil minum.Saat sampai di belakang rumah. Nona melihat Senja sedang membantu Mina menanam bunga, Nona pun mendekat dan langsung menyapa.“Eh, kamu datang sama Segara 'kan?” tanya Mina saat melihat sang mantu.“Iya, Ma. Dia di dalam tuh, langsung mau minum katanya,” jawab Nona.“Kayak habis lari-lari aja dia, datang-datang langsung minum,” seloroh Senja.Mina dan Nona pun tertawa mendengar candaan Senja. Semenjak dibantu gadis itu dari penculik yang ingin membuatnya celaka, Nona memang bersikap baik ke Senja.“Ngomong-ngomong Nona, apa kamu tidak ngidam?” tanya Mina tiba-tiba. Ia sampai menghentikan gerakan tangannya yang sedang memegang sekop kecil untuk menoleh Nona.&nb
Segara benar-benar berubah menjadi suami idaman yang sangat perhatian. Sosoknya yang kaku seperti kanebo kering kini hangat bak selimut bulu.Nona melebarkan senyum, dia senang karena Segara menemaninya seharian. Mereka duduk sofa yang terdapat di kamar, menikmati buah sambil menonton acara televisi.Hingga saluran televisi yang sedang ditonton Nona, menayangkan acara sekilas info, yang berisi berita atau peristiwa terbaru.“Buka mulutmu,” perintah Segara yang siap menyuapi Nona dengan potongan buah mangga.Nona membuka mulut dan membiarkan sang suami menyuapi, bahkan mengabaikan pembawa berita yang sedang membacakan berita terkini.‘Seorang wanita menjadi korban penusukan. Di depan banyak pengunjung sebuah kafe, pria berinisial RF menusuk wanita bernama KR berulang kali, hingga membuat korban terluka sebelum akhirnya meninggal dunia.’Mendengar inisial nama yang seperti familiar di tel
“Ya, kacau. Aku yakin kalau Segara membeberkan masalah ini ke perusahaan-perusahaan yang bekerjasama denganku. Sehingga mereka kini juga ikut mundur dan tidak mau bekerjasama. Mereka tidak mau karena takut aku tipu!” geram Rafa hingga memukul pahanya sendiriKarin syok mendengar ucapan Rafa, jika seperti ini bisa dipastikan kalau perusahaan Rafa sebentar lagi akan bangkrut.“Jika mereka membatalkan kerjasama, apa itu artinya kamu akan bangkrut?” tanya Karin dengan ekspresi wajah cemas. Dia takut Rafa tidak akan memiliki apa-apa lagi dan tidak bisa menjadi ATM berjalannya. Tentu saja Karin tidak mau hidup miskin.Rafa mengusap kasar wajahnya berulang kali. Dia benar-benar tidak bisa berpikir dan otaknya terasa buntu.“Rafa, jawab! Apa kamu akan bangkrut dan kamu akan jatuh miskin!” Karin geram dan terus memastikan kelanjutan nasib perusahaan kekasihnya itu.“Kemungkinan itu akan terjadi, apalagi bebera
Hari itu Rafa berada di ruangannya sibuk mengecek berkas. Dia juga masih bingung karena tekanan dan ancaman Segara. Hingga tiba-tiba sekretarisnya masuk dan membuat Rafa terkejut.“Ada apa? Apa kamu tidak bisa mengetuk pintu lebih dulu sebelum masuk, hah!” bentak Rafa yang geram karena dia sendiri sedang banyak beban pikiran. Belum lagi Maya yang tiba-tiba menghilang dari rumah sakit, membuatnya cemas jika sampai wanita itu membocorkan perbuatan buruk yang sudah dia lakukan.Sekretaris Rafa tampak takut juga bingung, apalagi dia harus menyampaikan sesuatu yang mungkin akan membuat Rafa semakin murka.“Ada apa? Kenapa kamu sekarang diam?” Rafa membentak, wajahnya memerah sudah dipenuhi oleh amarah.“Itu, Pak. Kita baru saja mendapatkan konfirmasi pembatalan sepihak dari beberapa perusahaan yang ingin bekerjasama dengan kita,” jawab sekretaris Rafa.“Apa?” Rafa syok bahkan terbengong m
Beberapa menit berselang, Senja pun sudah berada di kafe tempatnya janjian bertemu Sandra, dia menunggu di sana cukup lama karena Sandra tidak kunjung datang. Hingga akhirnya sepupu Nona itu tiba dan Senja pun langsung memicingkan mata."Bukankah aku pernah bilang untuk tidak mendekati kak Biru, kenapa kamu masih terus mendekatinya!" ketus Senja."Ya, suka-suka aku. Biru juga tidak keberatan," balas Sandra.Senja dengan penuh percaya diri menunjukkan cincin yang tersemat di jari manis, kemudian berkata, "Aku dan kak Biru sudah kembali bersama, jadi kamu tidak usah macam-macam."Sandra terkejut, tapi tentunya tidak terima begitu saja."Kamu pasti bohong hanya agar aku tidak mendekati Biru."Senja kesal karena Sandra tidak percaya, dia pun bersiap menjawab, tapi terlebih dulu ada suara lain yang membalas."Dia tidak berbohong."Senja dan Sandra pun menoleh bersamaan, mereka sama-sama terkejut dan tak menyangka melihat