Hari berikutnya. Nona terkejut melihat Emir datang ke rumah Prabu pagi-pagi. Belum lagi kedatangan pria itu ke sana ternyata untuk menjemputnya.
“Kamu bersikaplah yang baik, jangan membuat malu!” pinta Prabu yang hari itu memang sengaja berangkat siang agar bisa bertemu Emir. “Aku tidak mau pergi dengan pria itu, Paman.” Nona ingin menolak, tapi Prabu langsung melotot. “Kamu tidak bisa menolak atau membantah, apa kamu lupa dengan apa yang aku bicarakan kemarin!” Prabu mengingatkan perdebatan yang sempat terjadi di antara mereka. Nona diam tak bersuara, akhirnya dia pun mengikuti perintah Prabu. Arum—istri Prabu tampak keheranan karena Nona dijemput Emir sepagi ini, sedangkan Sandra—sepupu Nona, juga bingung kenapa Nona dijemput menggunakan unit sedan mewah. Belum lagi Prabu tampak begitu hormat ke Emir, membuat Arum semakim bertanya-tanya siapa gerangan pria itu. Namun, dia dan sang putri tak berani mendekat, mereka banya bisa memandang dari depan pintu. “Ingat, jaga sikapmu,” ucap Prabu saat mengantar Nona sampai ke mobil Emir. Nona terlihat takut, dia benar-benar merasa seperti dijual oleh pamannya. Namun, Nona juga tidak bisa mengelak hingga terpaksa masuk mobil Emir. “Kami pergi dulu,” ucap Emir ke Prabu. “Oh iya, sampaikan salamku untuk Pak Segara,” balas Prabu menjilat dan berusaha bersikap baik demi keberlangsungan perusahaannya. Emir hanya mengangguk, kemudian masuk mobil dan pergi bersama Nona. Setelah Emir dan Nona pergi. Arum dan Sandra langsung menghampiri Prabu, karena ingin tahu siapa Emir dan kenapa membawa Nona. “Memangnya siapa pria itu? Kenapa Papa sangat sopan kepadanya?” tanya Arum penasaran. “Dia itu anak buah Pak Segara. Nona secara tidak langsung sudah membantu kita bernapas lega selama satu tahun ini. Jadi kalian perlakukan dia dengan baik, jangan menyinggung perasaannya,” ujar Prabu menjelaskan. Arum dan Sandra pun mengangguk, meski tidak paham apa yang sebenarnya sudah dilakukan Nona untuk keluarga mereka. *** Di dalam mobil, Nona melirik tajam ke Emir yang sedang menyetir. Dia takut jika pria itu dan Segara melakukan sesuatu kepadanya. “Sebenarnya kamu ingin membawaku ke mana? Kenapa sepagi ini sudah mengajak pergi?” tanya Nona dengan sedikit nada ketus. “Memangnya kamu tidak takut aku laporkan ke polisi? Kamu bisa ditangkap dengan tuduhan penculikan, ini tindakan kriminal” imbuhnya. Emir malah tertawa mendengar ucapan Nona, hingga kemudian berkata- "Kriminal apa? Kamu seharusnya senang bisa menikah dengan Pak Segara. Hidupmu pasti terjamin jika menikah dengannya. Apa kamu tidak tahu kalau Pak Segara itu keponakan Daniel Tyaga? Pak Nic-papanya adalah pemilik ABI TV, ABI Market, dan juga ABI water park - taman bermain terbesar di kota ini," ucap Emir. "Oh...ya, Jangan lupakan bibinya pemilik KIM Hospital. Harusnya kamu bersyukur,” imbuhnya meledek Nona yang malah menuduh yang bukan-bukan. Nona diam mendengar Emir mengabsen bibit, bobot, bebet Segara, meski begitu dia tetap tidak tertarik, apalagi melihat Segara yang bersikap dingin dan galak. "Kenapa? Apa kamu bingung ada orang sehebat itu?" cibir Emir. Nona masih tak menjawab, dia memilih membuang muka ke arah jendela di sisa perjalanannya. Wanita itu tak menyangka, kalau Emir akan membawanya pergi ke mall. Dia semakin bingung karena mall pun masih tutup. “Untuk apa ke mall pagi-pagi? Lihat saja mall ini masih tutup,” kata Nona yang melihat pintu utama tertutup dan masih terlihat sepi. “Mall ini milik keluarga Pak Segara, jadi suka-suka dialah mau masuk dan belanja kapan,” jawab Emir santai. “Lagipula, meski mallnya tutup, tapi pegawai setiap Marchant yang ada pasti sudah datang. Jadi kamu tidak perlu cemas." Emir pun mengajak Nona masuk, dia sadar wanita itu terpaksa karena bibirnya cemberut. Emir membawa Nona ke salon, di sana pria itu menginstruksi pegawai salon, agar melakukan manicure dan pedicure ke Nona. “Jangan lupa, ganti potongan rambutnya agar lebih modis." “Apa?” Nona sangat terkejut mengetahui Emir dengan seenaknya meminta orang memotong rambutnya. “Kenapa?” tanya Emir dengan santai. “Aku tidak mau potongan rambutku diubah sesuai keinginan bosmu, aku tidak mau rambutku jadi aneh!” tolak Nona. Emir menatap Nona dengan tegas, lantas meminta kapster untuk langsung saja memotong rambut Nona, sesuai permintaan Segara. Nona mencoba menghalau kapster yang berusaha memotong rambutnya, bahkan wanita itu menjerit histeris seperti hendak dianiaya. Emir tertawa terpingkal melihat lucunya Nona, dia pun mengambil foto wanita itu yang sedang memberontak, kemudian mengirimkannya ke Segara. *** Di perusahaan, Segara sedang berada di ruang rapat. Pria itu tertawa melihat foto-foto Nona yang dikirimkan Emir. Nic dan Biru yang juga ada di ruangan itu, tampak keheranan melihat Segara yang tiba-tiba tertawa sendiri sambil menatap layar ponsel. “Apa terjadi sesuatu?” tanya Nic berbisik ke Biru. “Entahlah, Pa.” Biru menggeleng karena juga bingung. Segara menyadari semua orang di ruangan itu kebingungan karena tingkahnya. Hingga dia pun berdeham dan mencoba duduk dengan tegap. “Maaf, aku sedang senang hari ini. Apa rapatnya bisa dilanjutkan?” Segara kembali bersikap tegas setelah meminta maaf. Rapat pun dimulai, tapi senyum tak lekang dari bibir Segara kala mengingat betapa lucunya ekspresi wajah Nona. Setelah rapat selesai, Nic mengajak bicara Segara sebelum mereka pergi dari ruang rapat. “Ga, jangan lupa untuk datang makan malam keluarga untuk membahas pernikahan Biru dan Senja,” ucap Nic mengingatkan. Segara yang sudah bersiap pergi pun berhenti melangkah, lantas menoleh Nic dan menyindir sang papa. “Mau membahas pernikahan dengan siapa? Senja saja anak Papa, dia tidak punya keluarga lainnya.” Nic terkejut mendengar ucapan ketus Segara, hingga Biru juga kaget dan membalas ucapan Saudara kembarnya itu. “Kenapa kamu bicara seperti itu?” tanya Biru keheranan. Segara tersenyum miring mendengar pertanyaan Biru, tapi tidak berniat menjawab. Dia lantas menatap Nic, sebelum kemudian berkata, “Papa tenang saja, aku pasti akan pulang untuk makan malam, sekalian ingin memperkenalkan seseorang ke kalian semua.” Setelah mengucapkan kalimat itu, Segara pun pergi meninggalkan Nic dan Biru yang pikirannya dipenuhi dengan tanda tanya. Segara pergi ke butik di mana Nona sudah menunggu di sana. Nona sendiri menggerutu karena sudah menunggu dua jam lamanya di butik dan Segara baru saja datang, seolah pria itu sengaja ingin berlaku semena-mena terhadapnya. Belum lagi Emir tiba-tiba pergi entah ke mana tidak pamit, meninggalkan Nona dan membuat bingung karena sendirian di sana. “Tutup tokonya!” perintah Segara saat masuk ke butik. Pegawai butik pun langsung menutup toko, hal itu dilakukan dengan tujuan agar tidak ada yang mengganggu. Segara menghampiri Nona, lantas duduk dengan santai di samping wanita itu. Nona sedikit bergeser saat Segara duduk di sebelahnya, hanya merasa kurang nyaman berada terlalu dekat dengan pria itu. “Keluarkan gaun model terbaru yang kalian miliki!” perintah Segara ke pegawai butik. “Baik.” Beberapa gaun indah pun diperlihatkan ke Segara, hingga pria itu memilih beberapa yang sesuai dengan seleranya. “Kamu coba pakaian itu, apakah pas di badanmu!” perintah Segara ke Nona. Nona sebenarnya enggan, tapi melihat tatapan tajam Segara, membuat Nona akhirnya mengikuti perintahnya. Nona mencoba gaun yang dipilihkan Segara, tapi merasa tidak nyaman karena kelihatan bagian punggung juga belahan dadanya. “Sepertinya ini tidak cocok untukku,” ucap Nona seraya menaikkan ujung atas gaun untuk menutupi belahan dada. “Itu bagus.” Segara mengamati penampilan Nona. “Apa dia gila? Bagaimana bisa aku diminta memakai pakaian seperti ini?” Nona menggerutu dalam hati. Nona pun berpikir, hingga akhirnya mencoba bernegosiasi. “Memangnya kamu mau mengajakku ke mana? Kalau aku memakai pakaian yang kurang cocok, dan tidak nyaman memakainya, pasti aku terlihat aneh dan kamu sendiri yang akan malu nantinya. Apa kamu tidak bisa membiarkanku memilih pakaian yang sesuai dengan karakter dan cocok di tubuhku,” ujar Nona mencoba membujuk Segara agar tidak memaksakan kehendak. Segara menaikkan satu sudut alis, kemudian bertanya, “Memang bagaimana karaktermu?”Setelah memilih baju yang pas dikenakan, Nona kini berada di mobil bersama Segara. Wanita itu memerhatikan jalanan yang dilewati, dahinya berkerut halus karena jalan itu tidak mengarah ke rumah Prabu.“Kita mau ke mana lagi? Ini bukan jalan menuju rumah Paman. Bukankah kamu bilang kita akan pulang?” tanya Nona keheranan.“Tidak ada yang bilang kamu akan pulang ke rumah pamanmu.” Hanya kalimat itu yang terlontar dari bibir Segara.Nona semakin bingung, kenapa Segara bicara ambigu. Kalau tidak ke rumah Prabu, lalu ke mana pria sombong ini akan membawanya. Namun, tak berselang lama pertanyaan Nona itu terjawab. “Ini rumah siapa?”“Rumahku,” jawab Segara singkat.Nona menatap rumah besar itu, dan berpikir pasti banyak yang tinggal di sana.“Kamu tinggal bersama orangtuamu? Kenapa mengajakku ke sini?” tanya Nona lagi.“Aku tinggal sendiri,” jawab Segara sambil memarkirkan mobilnya.Nona melongo mengetahui Segara tinggal di rumah sebesar itu sendirian. Ia pun kembali bertanya,“Maksudmu ben
Segara menoleh Nona mendengar pertanyaan Mina. Dia memulas senyum, lantas mengulurkan tangan ke wanita yang dibawanya ke rumah itu.Nona memandang tangan Segara yang terulur ke arahnya dengan ragu, tapi kemudian menyambutnya karena tidak mungkin menolak, hingga akhirnya Nona berdiri sejajar dengan Segara.“Perkenalkan, Ma. Ini Nona, calon istriku,” ucap Segara memperkenalkan Nona ke sang mama dan juga seluruh anggota keluarga.Seluruh anggota keluarga pun kaget, mereka tidak pernah tahu kalau Segara memiliki pacar, tapi sekarang malah pulang memperkenalkan calon istri.Nona hanya mengulas senyum, kemudian mengangguk pelan ke arah keluarga Segara sebagai rasa hormatnya.Segara melirik Senja, terlihat senyum sinis di wajah ketika melihat Senja melongo karena melihatnya pulang membawa calon istri.Mina tidak berpikir berlebih, malah tersenyum dan menyambut hangat kedatangan Nona.“Ayo masuk!” ajak Mina dengan ramah, karena semua orang sudah menunggu dan siap untuk makan malam sambil memb
Setelah makan malam selesai dan satu persatu keluarga pergi dari rumah, Biru nampak terdiam menatap fotonya dengan Segara saat masih kecil. Di sana mereka terlihat saling merangkul dan tertawa lepas dan sangat bahagia.Nic melihat Biru yang berdiri termangu. Hingga kemudian mendekat dan berdiri di samping putranya itu.“Sedang mengenang masa lalu?” tanya Nic sambil melirik Biru.“Hem … “ jawab Biru kemudian diam cukup lama, sebelum kembali buka suara. “Menurut Papa, apa aku egois?” “Kenapa kamu bertanya seperti itu?” Nic mengerutkan dahi keheranan.Biru tersenyum getir, hingga kemudian menjawab, “Aku sudah membuat hati Segara terluka. Aku tahu Segara menyukai Senja, tapi aku malah akan menikahinya.”Nic tentu saja sangat terkejut mendengar ucapan Biru, padahal selama ini dia pikir Biru tidak tahu tentang perasaan Segara ke Senja.“Sekarang, ingin mundur pun aku tidak bisa, semua sudah berjalan sejauh ini. Aku tidak mungkin memutuskan pernikahan dengan Senja, karena itu pasti akan mel
“Apa Nona sudah kenal lama dengan Pak Segara?” tanya Karin ke Rafa. Mereka masih memperhatikan ke arah Segara mengajak pergi Nona.“Mungkin. Kalau tidak, mana mungkin orang penting seperti Pak Segara mau mengajak Nona pergi,” jawab Rafa.Sebenarnya mereka bingung dan menganggap kalau Segara sudah mengenal Nona sejak lama. Keduanya masih terus memperhatikan, masih banyak pertanyaan di kepala karena rasa penasaran yang mendera.Segara sendiri tidak mengenal dan tidak tahu siapa Rafa. Namun, saat melihat Nona yang menoleh ke arah pria itu, membuat Segara sadar kalau pria yang berdiri bersama wanita tadi pastilah mantan Nona.“Tidak usah menoleh!” Segara melarang Nona yang hendak menoleh ke belakang. Wanita itu pun akhirnya malah memandang ke arah Segara, melihat pria itu yang bicara tanpa menoleh ke arahnya.Segara membukakan pintu untuk Nona, memperlihatkan kalau dia perhatian kepada wanita itu. Nona pun masuk, berpikir apa yang akan dilakukan Segara setelah ini.“Kamu mau mengajakku
Segara pulang setelah selesai memuaskan hasratnya ke wanita malam. Saat masuk ke rumah, Segara tiba-tiba melepas sepatunya sembarangan, lantas melempar serampangan.Pembantu rumah yang membukakan pintu untuk Segara pun keheranan, tumben-tumbenan majikannya itu melepas sepatu sebelum masuk kamar. Wanita itu pun hendak memungut sepatu Segara, tapi langsung dicegah oleh pria itu.“Jangan diambil, Mbok. Biar Nona saja yang memungutnya!” Segara bicara dengan lantang, membuat pembantunya urung mengambil sepatu yang tergeletak di lantai.“Di mana Nona?” tanyanya sambil mengedarkan pandangan.Belum juga pembantu rumahnya itu menjawab, Segara sudah lebih dulu memanggil-manggil nama Nona seperti orang kesurupan.Nona yang sedang berada di lantai atas pun bergegas turun saat mendengar suara Segara.Sesampainya di lantai bawah, Nona memandang Segara dengan tatapan heran. Segara melepas jasnya begitu melihat Nona, lantas memberikan jas itu ke tangannya.“Ini bawa ke belakang, sekalian sepatu itu b
Beberapa menit yang lalu, Mina dan Senja sedang berada di mobil dalam perjalanan pulang. Mereka baru saja pergi bersama dan membeli banyak makanan, salah satunya martabak telur kesukaan Segara.“Bagaimana kalau Kak Ega tidak di rumah?” tanya Senja saat mobil yang mereka tumpangi masuk ke pekarangan rumah Segara.“Kalau dia nggak di rumah, nanti titipin saja ke pembantunya,” jawab Mina.Senja pun mengangguk, sampai akhirnya mobil berhenti di dekat garasi, dan Mina melihat mobil yang biasa digunakan Segara, wanita itu pun tersenyum karena yakin putranya pasti sudah berada di rumah.“Sepertinya Ega sudah pulang kok,” ucap Mina.Senja pun memandang ke arah garasi dan melihat mobil Segara, lantas turun bersama Mina.Saat masuk rumah, Mina melihat sepatu Segara sudah ada di rak. Namun, Mina juga terkejut karena ada sepatu wanita juga di sana.Mbok Munah yang melihat kedatangan Mina dan Senja bergegas menyambut kedatangan keluarga majikannya itu. Ia membungkuk dan memberi salam.“Malam, Nyah
“Sudah sejak Tuan menempati tempat ini. Ya, sudah sekitar dua tahunan,” jawab Mbok Munah.Nona yang berpikir dua tahun bukan waktu yang lama hanya manggut-manggut. Ia malah penasaran apakah wanita paruh baya itu betah bekerja dengan Segaara.“Mbok Munah betah ya kerja sama orang seperti dia.”Mbok Munah hanya menanggapi ucapan Nona dengan senyum kecil, dia tidak mungkin mengemukakan pendapat pribadinya soal Segara yang dia nilai sangat kesepian, dan seperti dibuang keluarganya sendiri.Nona pun melanjutkan menyantap makanannya sampai habis sambil berbincang, dia duduk lumayan lama di sana bersama Mbok Munah, karena tempat itu terasa begitu tenang.Setelah puas mengobrol, Nona pun kembali ke dapur untuk mencuci piringnya sebelum kembali ke kamar. Namun, dia tiba-tiba berpikir tentang masa depannya setelah perjanjian Prabu dan Segara berakhir.“Apa yang harus aku lakukan setelah lepas dari pria arogan ini?” Nona tampak berpikir dengan keras. “Aku harus mendapatkan pekerjaan, kalau tidak
***Nona terlihat kesal siang itu, dia bersiap pergi tapi Segara tidak memberinya uang.“Ternyata, selain aneh, otoriter, dia juga pelit,” gerutu Nona. “Bagaimana bisa dia tidak memberiku uang operasional? Aku tahu dia menjadikanku kekasih palsu untuk mengeruk keuntungan, aku harus tahu alasan pria jelek itu melakukan semua ini.”Meski sambil merutuki Segara, tapi Nona tetap Bersiap pergi menemui Mina. Dia sudah berpakaian rapi dan kini sedang naik taksi menuju butik untuk bertemu ibunda Segara itu.Sesampainya di butik, ternyata Mina belum datang dan sepertinya akan terlambat. Nona pun akhirnya menunggu di ruang tunggu butik dan bingung harus melakukan apa. Dia akhirnya hanya duduk sambil bermain ponsel.“Ngapain kamu di sini?” Dua orang wanita tiba-tiba mendekat, mereka berdiri di hadapan Nona lalu menghardik.Nona langsung mendongak mendengar suara yang taka sing di telinga, hingga betapa terkejutnya dia melihat Maya—sang mantan mertua ada di butik itu.Nona terlihat kebingungan,
Delapan bulan kemudian.Suasana sebuah rumah sakit tampak ramai seperti biasa. Di salah satu ruang inap yang ada di sana, Nona berbaring dengan wajah pucat dan tampak lemas karena baru saja melahirkan.Nona memandang orang-orang yang ada di ruangan bersamanya, meski dia lelah, tapi semua itu terbayarkan dengan melihat senyum orang-orang yang ada di sana, terutama Segara.“Dia menggemaskan, ‘kan?” tanya Segara ke Mina yang sedang menggendong anaknya dan Nona.“Iya, dia tampan sekali,” balas Mina dengan tatapan tidak teralihkan dari bayi yang ada di gendongan.Nona melahirkan anak laki-laki yang sangat tampan. Di saat Nona bahagia dengan kelahiran bayinya, ada Senja yang dua kali lipat merasakan kebahagiaan, sebab sebentar lagi dia bisa menikah dengan Biru.“Bisa tampan begini, dia mirip siapa ya?” Mina memperhatikan dengan seksama wajah cucunya.“Sepertinya mirip Nona dan Se
Setelah makan siang di kantin. Nona kembali ke ruang kerja bersama Segara. Di sana dia duduk di sofa sambil memandang suaminya yang kini sudah fokus ke pekerjaan.“Apa benar kalau kamu yang melaporkan Austin ke polisi?” tanya Nona yang sejak tadi penasaran.“Bukan, aku hanya cepu,” jawab Segara dengan entengnya.Nona berdecak mendengar jawaban sang suami. “Itu sama saja,” balasnya gemas.Segara melirik Nona yang terlihat cemberut dan kesal karena ucapannya, hingga dia tersenyum-senyum dan membuat Nona akhirnya tertawa.“Oh ya. Tante Maya ingin pergi dari panti asuhan bu Dewi untuk melanjutkan hidupnya.”Segara mengerutkan kening menatap Nona sekilas, kemudian berkata, “Baguslah, setidaknya dia tidak patah semangat dan tidak terus bergantung kepada orang lain.”“Hem … meski sebenarnya aku merasa sangat kasihan, tapi mau bagaimana lagi,” ujar Nona sambi
[Terima kasih Nona, karena kamu sudah mau membantu kami.][ Oh… ya apa mungkin kamu mau membeli rumah Papa? Kami akan menjual rumah itu untuk mencari rumah yang agak kecil ]Nona terdiam. Ia tiba-tiba saja merasa kasihan, tapi tidak mungkin bisa membantu dengan membeli rumah itu. Mencoba untuk bersikap biasa, Nona pun membalas pesan Sandra.[Bagaimana kondisi Paman?]Nona mengirimkan pesan itu dan menunggu jawaban dari sang sepupu, hingga beberapa saat kemudian Sandra membalas.[ Kondisi Papa sudah membaik setelah menjalani operasi.]Meski membenci prabu, tapi Nona merasa lega. Ia pun meminta Sandra untuk terus menjaga Prabu dengan baik.Segara yang baru selesai rapat tampak berjalan sambil memasukkan tangan kirinya ke saku celana. Ia pun menyapa Emir dan diberitahu kalau Nona ada di ruangan. Segara terlihat senang dan langsung masuk. Begitu melihat Nona yang sedang fokus menatap ponsel, pria itu pun mendekat dan langsung mereb
Mata Nona langsung berbinar, dia senang mendengar kata rujak yang baru saja Senja ucapkan.“Kamu turun dulu, aku akan menyusul,” balas Nona.Senja mengangguk dan meninggalkan Nona lebih dulu. Kakak iparnya itu berniat pamit ke Segara.“Mama bikin rujak, aku mau ikut makan,” kata Nona tanpa mendekat karena takut ditahan oleh sang suami.“Tidak! kamu tidak boleh keluar dari sini. Kamu harus membayar hutang dulu,” balas Segara.“Tapi aku pengen banget. Kamu harus tahan dulu nafsumu, ini demi anak kita.”Setelah mengatakan itu, Nona pun kabur keluar kamar. Ia berjalan cepat takut jika sampai sang suami mencegah.Segara pun berteriak-teriak frustasi melihat Nona kabur, hingga akhirnya dia pun memilih keluar dari kamar dan menyusul Nona ke bawah.Segara ikut makan rujak, sengaja menunggui Nona agar cepat selesai dan segera kembali ke kamar.
Hari Minggu pagi Nona memilih pergi ke rumah mertuanya bersama sang suami. Pembantu rumah mengatakan jika Mina dan Senja ada di belakang sedang berkebun, sehingga Nona pun memilih menyusul ke sana meninggalkan Segara yang berbelok ke dapur untuk mengambil minum.Saat sampai di belakang rumah. Nona melihat Senja sedang membantu Mina menanam bunga, Nona pun mendekat dan langsung menyapa.“Eh, kamu datang sama Segara 'kan?” tanya Mina saat melihat sang mantu.“Iya, Ma. Dia di dalam tuh, langsung mau minum katanya,” jawab Nona.“Kayak habis lari-lari aja dia, datang-datang langsung minum,” seloroh Senja.Mina dan Nona pun tertawa mendengar candaan Senja. Semenjak dibantu gadis itu dari penculik yang ingin membuatnya celaka, Nona memang bersikap baik ke Senja.“Ngomong-ngomong Nona, apa kamu tidak ngidam?” tanya Mina tiba-tiba. Ia sampai menghentikan gerakan tangannya yang sedang memegang sekop kecil untuk menoleh Nona.&nb
Segara benar-benar berubah menjadi suami idaman yang sangat perhatian. Sosoknya yang kaku seperti kanebo kering kini hangat bak selimut bulu.Nona melebarkan senyum, dia senang karena Segara menemaninya seharian. Mereka duduk sofa yang terdapat di kamar, menikmati buah sambil menonton acara televisi.Hingga saluran televisi yang sedang ditonton Nona, menayangkan acara sekilas info, yang berisi berita atau peristiwa terbaru.“Buka mulutmu,” perintah Segara yang siap menyuapi Nona dengan potongan buah mangga.Nona membuka mulut dan membiarkan sang suami menyuapi, bahkan mengabaikan pembawa berita yang sedang membacakan berita terkini.‘Seorang wanita menjadi korban penusukan. Di depan banyak pengunjung sebuah kafe, pria berinisial RF menusuk wanita bernama KR berulang kali, hingga membuat korban terluka sebelum akhirnya meninggal dunia.’Mendengar inisial nama yang seperti familiar di tel
“Ya, kacau. Aku yakin kalau Segara membeberkan masalah ini ke perusahaan-perusahaan yang bekerjasama denganku. Sehingga mereka kini juga ikut mundur dan tidak mau bekerjasama. Mereka tidak mau karena takut aku tipu!” geram Rafa hingga memukul pahanya sendiriKarin syok mendengar ucapan Rafa, jika seperti ini bisa dipastikan kalau perusahaan Rafa sebentar lagi akan bangkrut.“Jika mereka membatalkan kerjasama, apa itu artinya kamu akan bangkrut?” tanya Karin dengan ekspresi wajah cemas. Dia takut Rafa tidak akan memiliki apa-apa lagi dan tidak bisa menjadi ATM berjalannya. Tentu saja Karin tidak mau hidup miskin.Rafa mengusap kasar wajahnya berulang kali. Dia benar-benar tidak bisa berpikir dan otaknya terasa buntu.“Rafa, jawab! Apa kamu akan bangkrut dan kamu akan jatuh miskin!” Karin geram dan terus memastikan kelanjutan nasib perusahaan kekasihnya itu.“Kemungkinan itu akan terjadi, apalagi bebera
Hari itu Rafa berada di ruangannya sibuk mengecek berkas. Dia juga masih bingung karena tekanan dan ancaman Segara. Hingga tiba-tiba sekretarisnya masuk dan membuat Rafa terkejut.“Ada apa? Apa kamu tidak bisa mengetuk pintu lebih dulu sebelum masuk, hah!” bentak Rafa yang geram karena dia sendiri sedang banyak beban pikiran. Belum lagi Maya yang tiba-tiba menghilang dari rumah sakit, membuatnya cemas jika sampai wanita itu membocorkan perbuatan buruk yang sudah dia lakukan.Sekretaris Rafa tampak takut juga bingung, apalagi dia harus menyampaikan sesuatu yang mungkin akan membuat Rafa semakin murka.“Ada apa? Kenapa kamu sekarang diam?” Rafa membentak, wajahnya memerah sudah dipenuhi oleh amarah.“Itu, Pak. Kita baru saja mendapatkan konfirmasi pembatalan sepihak dari beberapa perusahaan yang ingin bekerjasama dengan kita,” jawab sekretaris Rafa.“Apa?” Rafa syok bahkan terbengong m
Beberapa menit berselang, Senja pun sudah berada di kafe tempatnya janjian bertemu Sandra, dia menunggu di sana cukup lama karena Sandra tidak kunjung datang. Hingga akhirnya sepupu Nona itu tiba dan Senja pun langsung memicingkan mata."Bukankah aku pernah bilang untuk tidak mendekati kak Biru, kenapa kamu masih terus mendekatinya!" ketus Senja."Ya, suka-suka aku. Biru juga tidak keberatan," balas Sandra.Senja dengan penuh percaya diri menunjukkan cincin yang tersemat di jari manis, kemudian berkata, "Aku dan kak Biru sudah kembali bersama, jadi kamu tidak usah macam-macam."Sandra terkejut, tapi tentunya tidak terima begitu saja."Kamu pasti bohong hanya agar aku tidak mendekati Biru."Senja kesal karena Sandra tidak percaya, dia pun bersiap menjawab, tapi terlebih dulu ada suara lain yang membalas."Dia tidak berbohong."Senja dan Sandra pun menoleh bersamaan, mereka sama-sama terkejut dan tak menyangka melihat