[Apa kamu bisa pulang? Aku benar-benar membutuhkanmu.]
Nona mengirimkan pesan ke suaminya karena nomor telepon Rafa tidak bisa dihubungi. Nona tidak tahu jika sang suami memang sengaja memblokir nomornya. Nona putus asa saat kesedihan membelenggunya. Kepada siapa lagi dia harus mengadu jika bukan kepada suaminya, satu-satunya pria yang dimilikinya saat ini. Nona pun mencoba bicara ke mertuanya karena Rafa tidak membalas pesannya, meski tahu jika keluarga sang suami pasti tidak acuh kepadanya. “Mau apa lagi sih kamu?” Suara Maya—ibu Rafa, terdengar menggelegar saat melihat Nona menemuinya di kamar. Maya menatap malas ke Nona yang berdiri di depan pintu kamarnya. Nona sudah tidak terkejut lagi, dia juga sudah menyiapkan hati untuk mendengar suara cacian ataupun amukan dari wanita itu. “Ma, apa bisa bantu hubungi Mas Rafa? Bayi kami meninggal, dia bahkan tidak pulang untuk pemakamannya. Aku sangat membutuhkannya saat ini,” ucap Nona memelas. “Bayimu mati? Itu karena kamu tidak becus menjaga dan merawatnya. Memangnya kalau Rafa pulang, dia bisa bikin anakmu hidup lagi, gitu?” Nona tersentak mendengar ucapan mertuanya, kenapa wanita itu tidak mengasihani dirinya dan malah bicara yang bukan-bukan. “Bukan itu maksudku, Ma.” Nona mencoba membela diri. “Halah! Ga usah banyak alasan, kamu ini terlalu menyusahkan. Bicara hanya untuk mengatakan hal yang tidak penting. Dia itu suamimu, seharusnya kalau kamu jadi istri yang baik, pasti tahu di mana dia berada. Ga perlu ganggu-ganggu keluarga kami. Makanya jadi istri yang berguna, biar suamimu juga betah di rumah!” Setelah mengucapkan kata pedas di atas penderitaan Nona, Maya pun menutup pintu dengan kasar. Nona terkejut hingga kedua pundaknya bergedik karena kerasnya pintu yang menghantam kusen, makam bayinya belum kering tapi tidak ada keluarga yang peduli bahkan bersimpati akan nasibnya. Kenapa tidak ada yang memberikannya dukungan moral, sedangkan dia sendiri sedang dalam kondisi kalut karena kehilangan putranya. ** Nona putus asa, suaminya tidak bisa dihubungi dan kini dia sudah kehilangan satu-satunya harapan untuknya bertahan di rumah itu. “Kenapa kamu pergi secepat ini, sayang.” Nona menyentuh pakaian bayinya sedikit gemetar, menyesali ketidaktahuannya hingga membuat bayinya pergi. Bulir-bulir kristal bening itu luruh begitu saja, sesak dan kecewa kini merajai dada. Di saat Nona sedang meratapi kesedihannya, dia mendengar suara mobil berhenti di garasi. Nona menatap ke pintu kamar, senyum mengembang karena suaminya pulang. Dia buru-buru menghapus air matanya, lantas berlari keluar kamar untuk menyambut kedatangan Rafa. Tepat saat Nona hampir sampai di pintu utama, saat itu pula pintu terbuka dan Nona melihat sosok Rafa berdiri di sana. “Mas, akhirnya kamu ….” Nona menghentikan ucapannya karena melihat orang lain kini bersama suaminya. “Ini rumah kamu juga sekarang, kamu akan tinggal di sini bersamaku,” ucap Rafa ke Karin yang ternyata diajak pulang ke rumah itu. Karin terlihat senang, mengedarkan pandangan mengeksplor rumah besar itu. Nona bergeming, menatap Rafa yang menggandeng wanita lain masuk rumahnya. “Siapa dia, Mas? Kenapa kamu membawanya ke rumah kita?” tanya Nona. Belum juga sakit hati akibat kehilangan putranya terobati, kini suaminya menambah luka dengan membawa wanita lain ke rumah itu. Rafa memandang tidak suka ke Nona, melihat betapa buruknya kondisi Nona saat ini, membuat Rafa tidak menyiakan kesempatan untuk semakin membuat Nona menderita. “Ini kekasihku, wanita yang sangat aku cintai,” ucap Rafa sambil merangkul pundak Karin hingga merapat ke tubuhnya, lantas mendaratkan sebuah kecupan di kening wanita itu. Nona terperangah tidak percaya, jantungnya berdegup cepat dan seluruh aliran darah mendesir hebat. “Ke-kasih? Apa maksudnya, Mas? Aku ini istrimu.” Nona bicara sambil menepuk dada, memperlihatkan keberadaannya sebagai seorang istri di rumah itu. Karin tersenyum miring melihat kondisi dan penampilan Nona yang tidak ada seujung kukunya, bahkan dia dengan sengaja memeluk Rafa untuk membuat Nona cemburu. “Ya, kamu memang istriku! Tapi, asal kamu tahu saja, aku tidak pernah mencintaimu!” hardik Rafa. Hati Nona remuk dihancurkan oleh pengakuan Rafa yang amat menyakitkan, bagaimana bisa setelah kebersamaan mereka, kini suaminya malah berkata tidak mencintainya. “Aku melahirkan hingga merawat anak kita sendirian, sampai akhirnya anak kita meninggal, kamu bahkan tidak peduli sama sekali. Kini, kamu pulang membawa wanita ke rumah ini, di saat kita masih berkabung karena kehilangan, apa kamu tidak punya hati?” Nona menatap Rafa dengan bola mata berkaca-kaca. “Aku tidak peduli dengan kondisimu. Lagian bukan aku yang berkabung, tapi kamu. Aku tidak pernah mengharapkan bayi itu!” Ucapan Rafa benar-benar menghancurkan hati Nona. Rasanya begitu sakit hingga dia mencengkram erat bagian dada untuk menahannya. “Mas! Tapi aku ini istrimu!” teriak Nona sudah tidak bisa menahan amarah dan rasa sakit yang dirasakan. “Lalu kamu mau apa?” Rafa mengangkat dagu untuk menantang. “Usir dia, Mas! Aku lebih berhak di sini daripada dia!” hardik Nona yang sudah tidak bisa menahan diri. “Kamu berani ngusir dia!” Rafa melotot mendengar bentakkan Nona. Saat Nona dan Rafa bersitegang, Maya dan anggota keluarga lain keluar untuk melihat apa yang terjadi. Maya melihat Karin, tapi tidak terkejut karena sejak awal sudah mengenal dan tahu kalau Rafa memang berselingkuh dengan Karin. “Ada apa ini? Malam-malam malah bikin keributan!” amuk Maya. “Ma, Mas Rafa pulang membawa wanita lain. Tolong beritahu dia kalau aku sedang berkabung karena kehilangan bayi kami.” Nona mencoba mengadu, berpikir jika Maya akan sedikit mengerti akan kesedihannya. Namun, harapan Nona hanyalah sebuah angan semata, kenyataannya Maya dan yang lainnya tidak peduli akan hal itu. “Jangan salahin Rafa kalau pulang bawa wanita lain!” Maya sewot karena Nona mengadu. Nona sangat terkejut, hingga menatap satu persatu anggota keluarga rumah itu, termasuk Karin yang tersenyum menghina kepadanya. “Kamu kalau bisa nyenengin suami, pasti suamimu ga akan bawa wanita lain ke rumah. Kamu ini bener-bener ga guna selain hamil, jadi jangan salahkan kalau suamimu selingkuh!” Bukannya membela yang benar, Maya malah membela kelakuan putranya. Nona benar-benar tidak menyangka jika mertuanya malah memojokkan dirinya. Di sini sudah jelas jika Rafa yang bersalah, tapi malah Nona yang dituduh tidak berguna mengurus suami. “Kamu itu sudah ga ada gunanya di rumah ini. Bener-bener wanita yang suka nyusahin orang!” amuk Maya lagi. “Pergi saja kamu dari sini!” Maya lantas mengusir Nona untuk angkat kaki dari rumah itu. Nona sangat terkejut, hingga kemudian menatap Rafa. “Mas, kamu akan tinggal diam saja aku diusir?” Nona masih berharap Rafa mempertahankannya. Karin semakin menempel Rafa, merangkul lengan pria itu untuk menunjukkan jika Rafa tidak akan lagi memihak ke Nona. “Aku sebenarnya juga sudah muak denganmu. Mulai saat ini, aku akan menceraikanmu, jadi angkat kaki dari sini! Kemasi barang-barangmu dan pergi!” Rafa pun ikut mengusir Nona. Nona benar-benar tidak menyangka jika suaminya akan sekejam ini kepadanya. “Kenapa kamu setega ini kepadaku, Mas? Kenapa?” “Karena kamu sudah tidak ada gunanya lagi. Aku menikahimu karena ingin harta warisan ayahmu. Sekarang aku sudah memiliki semuanya, jadi aku tidak membutuhkanmu lagi!”Seorang pria bertubuh tinggi tampak keluar dari kamar mandi masih dengan mengenakan jubah mandi berwarna putih. Rambutnya masih basah, terlihat jelas dari buliran air yang menetes dari ujung rambutnya.Pria bernama lengkap Segara Sebastian Adam itu berjalan ke arah meja dan mengambil gelas berisi air. Pria yang kerap disapa dengan nama Segara itu baru saja melakukan kegiatan buruknya, yaitu bercinta dengan wanita panggilan untuk memuaskan hasratnya.Segara melepas jubah mandi yang membungkus tubuhnya kemudian melepas dan memakai celana juga kemejanya. Saat baru saja sedang mengancingkan kemeja, ponsel Segara berdering dan nama sang sekretaris terpampang di sana.“Halo, ada apa?” tanya Segara begitu menjawab panggilan dari Emir—sekretarisnya.“Saya hanya mengingatkan, Anda harus datang ke butik untuk fitting baju pernikahan adik Anda hari ini,” jawab Emir.Mendengar nama sang adik, membuat Segara terdiam, apalagi itu tentang pernikahan Biru—adik Segara yang akan menikah dengan seorang
“Paman!” Nona langsung berdiri begitu melihat Prabu datang.“Ada apa? Kenapa penampilanmu tampak berantakan seperti ini?” tanya Prabu begitu berhadapan dengan sang keponakan. Prabu pun mengajak Nona untuk duduk dulu, bahkan meminta sekretarisnya untuk membuatkan minuman.“Ada Apa? Rafa menyakitimu lagi?” tanya Prabu menebak, seolah sudah biasa mendengar hal itu.Nona menunduk karena merasa malu sebab dulu sering membantah apa yang diperingatkan sang paman, menyesal karena semua perkataan pamannya itu benar.“Maaf Paman karena tidak mempercayaimu. Aku benar-benar tidak tahu harus bagaimana sekarang,” ujar Nona. Air matanya kembali menetes di pipi, kesedihan kini benar-benar sedang membelenggunya.Prabu menghela napas kasar, lantas mengambil tisu dan memberikan ke Nona.“Coba ceritakan apa yang terjadi kepada Paman,” kata Prabu sambil menyodorkan lembaran berwarna putih itu ke sang ponakan.Nona pun mengambil tisu itu, lantas menceritakan semua yang terjadi, termasuk perselingkuhan jug
Setelah mengusir Nona, Rafa mendaftarkan perceraiannya. Dia benar-benar bertekad menceraikan wanita malang itu, setelah mendapatkan apa yang diinginkan.“Ingat, kamu jangan mempersulitku. Jangan pula meminta harta gono-gini. Aku selama ini sudah menghidupimu anggap itu sebagai ganti rugi, lagi pula aku sudah banyak mengeluarkan uang untukmu!” Rafa bicara dengan penuh penegasan. Dia tidak mau ada kendala dalam proses perceraiannya dengan Nona.Nona hanya menatap Rafa dengan tatapan benci. Pria itu mengundangnya dan hanya ingin menekankan hal itu kepadanya. Meski Nona sekarang dalam posisi titik terendah, tapi tak lantas membuatnya berniat mengemis ke pria itu.“Apa kamu tuli, hah? Kenapa tidak jawab?” Rafa membentak karena Nona hanya diam.Rafa selama ini tidak pernah mencintai Nona. Dia pura-pura mencintai dan memikat hati Nona agar bisa menikahi wanita itu. Rafa melakukan itu karena Nona adalah putri tunggal seorang pengusaha. Pria itu menikahi Nona hanya untuk memanfaatkan dan menda
Nona terlihat ketakutan saat Segara meminta Prabu dan Emir meninggalkan mereka, dia mengepalkan tangannya yang gemetaran dan menyembunyikannya di sisi badan.“Paman!” Nona mencegah Prabu pergi, tapi sang paman malah melengos mengabaikan. Pria itu dan Emir keluar dari ruangan, meninggalkan Nona bersama Segara sendirian.“Kamu tahu berapa hutang pamanmu kepadaku?” tanya Segara saat pintu sudah ditutup oleh Emir.Nona menggelengkan kepala karena jelas tidak tahu tentang urusan pribadi Prabu.“Hutang pamanmu, tidak sebanding dengan tubuhmu. Aku merasa heran karena dia ingin menukarmu untuk membalas hutangnya. Memangnya kamu masih perawan?” tanya Segara. Ucapannya itu cukup menohok hati Nona.Wanita itu pun membulatkan bola mata lebar mendengar pertanyaan Segara. Hingga kemudian menjawab, “Aku sudah pernah menikah.”Nona merasa Segara menjatuhkan harga dirinya dengan melontarkan pertanyaan itu, tapi Segara malah tertawa mengejek mendengar jawabannya.“Ternyata kamu janda.” Terlihat jelas
Hari berikutnya. Nona terkejut melihat Emir datang ke rumah Prabu pagi-pagi. Belum lagi kedatangan pria itu ke sana ternyata untuk menjemputnya. “Kamu bersikaplah yang baik, jangan membuat malu!” pinta Prabu yang hari itu memang sengaja berangkat siang agar bisa bertemu Emir.“Aku tidak mau pergi dengan pria itu, Paman.” Nona ingin menolak, tapi Prabu langsung melotot. “Kamu tidak bisa menolak atau membantah, apa kamu lupa dengan apa yang aku bicarakan kemarin!” Prabu mengingatkan perdebatan yang sempat terjadi di antara mereka.Nona diam tak bersuara, akhirnya dia pun mengikuti perintah Prabu. Arum—istri Prabu tampak keheranan karena Nona dijemput Emir sepagi ini, sedangkan Sandra—sepupu Nona, juga bingung kenapa Nona dijemput menggunakan unit sedan mewah. Belum lagi Prabu tampak begitu hormat ke Emir, membuat Arum semakim bertanya-tanya siapa gerangan pria itu. Namun, dia dan sang putri tak berani mendekat, mereka banya bisa memandang dari depan pintu.“Ingat, jaga sikapmu,” ucap
Setelah memilih baju yang pas dikenakan, Nona kini berada di mobil bersama Segara. Wanita itu memerhatikan jalanan yang dilewati, dahinya berkerut halus karena jalan itu tidak mengarah ke rumah Prabu.“Kita mau ke mana lagi? Ini bukan jalan menuju rumah Paman. Bukankah kamu bilang kita akan pulang?” tanya Nona keheranan.“Tidak ada yang bilang kamu akan pulang ke rumah pamanmu.” Hanya kalimat itu yang terlontar dari bibir Segara.Nona semakin bingung, kenapa Segara bicara ambigu. Kalau tidak ke rumah Prabu, lalu ke mana pria sombong ini akan membawanya. Namun, tak berselang lama pertanyaan Nona itu terjawab. “Ini rumah siapa?”“Rumahku,” jawab Segara singkat.Nona menatap rumah besar itu, dan berpikir pasti banyak yang tinggal di sana.“Kamu tinggal bersama orangtuamu? Kenapa mengajakku ke sini?” tanya Nona lagi.“Aku tinggal sendiri,” jawab Segara sambil memarkirkan mobilnya.Nona melongo mengetahui Segara tinggal di rumah sebesar itu sendirian. Ia pun kembali bertanya,“Maksudmu ben
Segara menoleh Nona mendengar pertanyaan Mina. Dia memulas senyum, lantas mengulurkan tangan ke wanita yang dibawanya ke rumah itu.Nona memandang tangan Segara yang terulur ke arahnya dengan ragu, tapi kemudian menyambutnya karena tidak mungkin menolak, hingga akhirnya Nona berdiri sejajar dengan Segara.“Perkenalkan, Ma. Ini Nona, calon istriku,” ucap Segara memperkenalkan Nona ke sang mama dan juga seluruh anggota keluarga.Seluruh anggota keluarga pun kaget, mereka tidak pernah tahu kalau Segara memiliki pacar, tapi sekarang malah pulang memperkenalkan calon istri.Nona hanya mengulas senyum, kemudian mengangguk pelan ke arah keluarga Segara sebagai rasa hormatnya.Segara melirik Senja, terlihat senyum sinis di wajah ketika melihat Senja melongo karena melihatnya pulang membawa calon istri.Mina tidak berpikir berlebih, malah tersenyum dan menyambut hangat kedatangan Nona.“Ayo masuk!” ajak Mina dengan ramah, karena semua orang sudah menunggu dan siap untuk makan malam sambil memb
Setelah makan malam selesai dan satu persatu keluarga pergi dari rumah, Biru nampak terdiam menatap fotonya dengan Segara saat masih kecil. Di sana mereka terlihat saling merangkul dan tertawa lepas dan sangat bahagia.Nic melihat Biru yang berdiri termangu. Hingga kemudian mendekat dan berdiri di samping putranya itu.“Sedang mengenang masa lalu?” tanya Nic sambil melirik Biru.“Hem … “ jawab Biru kemudian diam cukup lama, sebelum kembali buka suara. “Menurut Papa, apa aku egois?” “Kenapa kamu bertanya seperti itu?” Nic mengerutkan dahi keheranan.Biru tersenyum getir, hingga kemudian menjawab, “Aku sudah membuat hati Segara terluka. Aku tahu Segara menyukai Senja, tapi aku malah akan menikahinya.”Nic tentu saja sangat terkejut mendengar ucapan Biru, padahal selama ini dia pikir Biru tidak tahu tentang perasaan Segara ke Senja.“Sekarang, ingin mundur pun aku tidak bisa, semua sudah berjalan sejauh ini. Aku tidak mungkin memutuskan pernikahan dengan Senja, karena itu pasti akan mel
Delapan bulan kemudian.Suasana sebuah rumah sakit tampak ramai seperti biasa. Di salah satu ruang inap yang ada di sana, Nona berbaring dengan wajah pucat dan tampak lemas karena baru saja melahirkan.Nona memandang orang-orang yang ada di ruangan bersamanya, meski dia lelah, tapi semua itu terbayarkan dengan melihat senyum orang-orang yang ada di sana, terutama Segara.“Dia menggemaskan, ‘kan?” tanya Segara ke Mina yang sedang menggendong anaknya dan Nona.“Iya, dia tampan sekali,” balas Mina dengan tatapan tidak teralihkan dari bayi yang ada di gendongan.Nona melahirkan anak laki-laki yang sangat tampan. Di saat Nona bahagia dengan kelahiran bayinya, ada Senja yang dua kali lipat merasakan kebahagiaan, sebab sebentar lagi dia bisa menikah dengan Biru.“Bisa tampan begini, dia mirip siapa ya?” Mina memperhatikan dengan seksama wajah cucunya.“Sepertinya mirip Nona dan Se
Setelah makan siang di kantin. Nona kembali ke ruang kerja bersama Segara. Di sana dia duduk di sofa sambil memandang suaminya yang kini sudah fokus ke pekerjaan.“Apa benar kalau kamu yang melaporkan Austin ke polisi?” tanya Nona yang sejak tadi penasaran.“Bukan, aku hanya cepu,” jawab Segara dengan entengnya.Nona berdecak mendengar jawaban sang suami. “Itu sama saja,” balasnya gemas.Segara melirik Nona yang terlihat cemberut dan kesal karena ucapannya, hingga dia tersenyum-senyum dan membuat Nona akhirnya tertawa.“Oh ya. Tante Maya ingin pergi dari panti asuhan bu Dewi untuk melanjutkan hidupnya.”Segara mengerutkan kening menatap Nona sekilas, kemudian berkata, “Baguslah, setidaknya dia tidak patah semangat dan tidak terus bergantung kepada orang lain.”“Hem … meski sebenarnya aku merasa sangat kasihan, tapi mau bagaimana lagi,” ujar Nona sambi
[Terima kasih Nona, karena kamu sudah mau membantu kami.][ Oh… ya apa mungkin kamu mau membeli rumah Papa? Kami akan menjual rumah itu untuk mencari rumah yang agak kecil ]Nona terdiam. Ia tiba-tiba saja merasa kasihan, tapi tidak mungkin bisa membantu dengan membeli rumah itu. Mencoba untuk bersikap biasa, Nona pun membalas pesan Sandra.[Bagaimana kondisi Paman?]Nona mengirimkan pesan itu dan menunggu jawaban dari sang sepupu, hingga beberapa saat kemudian Sandra membalas.[ Kondisi Papa sudah membaik setelah menjalani operasi.]Meski membenci prabu, tapi Nona merasa lega. Ia pun meminta Sandra untuk terus menjaga Prabu dengan baik.Segara yang baru selesai rapat tampak berjalan sambil memasukkan tangan kirinya ke saku celana. Ia pun menyapa Emir dan diberitahu kalau Nona ada di ruangan. Segara terlihat senang dan langsung masuk. Begitu melihat Nona yang sedang fokus menatap ponsel, pria itu pun mendekat dan langsung mereb
Mata Nona langsung berbinar, dia senang mendengar kata rujak yang baru saja Senja ucapkan.“Kamu turun dulu, aku akan menyusul,” balas Nona.Senja mengangguk dan meninggalkan Nona lebih dulu. Kakak iparnya itu berniat pamit ke Segara.“Mama bikin rujak, aku mau ikut makan,” kata Nona tanpa mendekat karena takut ditahan oleh sang suami.“Tidak! kamu tidak boleh keluar dari sini. Kamu harus membayar hutang dulu,” balas Segara.“Tapi aku pengen banget. Kamu harus tahan dulu nafsumu, ini demi anak kita.”Setelah mengatakan itu, Nona pun kabur keluar kamar. Ia berjalan cepat takut jika sampai sang suami mencegah.Segara pun berteriak-teriak frustasi melihat Nona kabur, hingga akhirnya dia pun memilih keluar dari kamar dan menyusul Nona ke bawah.Segara ikut makan rujak, sengaja menunggui Nona agar cepat selesai dan segera kembali ke kamar.
Hari Minggu pagi Nona memilih pergi ke rumah mertuanya bersama sang suami. Pembantu rumah mengatakan jika Mina dan Senja ada di belakang sedang berkebun, sehingga Nona pun memilih menyusul ke sana meninggalkan Segara yang berbelok ke dapur untuk mengambil minum.Saat sampai di belakang rumah. Nona melihat Senja sedang membantu Mina menanam bunga, Nona pun mendekat dan langsung menyapa.“Eh, kamu datang sama Segara 'kan?” tanya Mina saat melihat sang mantu.“Iya, Ma. Dia di dalam tuh, langsung mau minum katanya,” jawab Nona.“Kayak habis lari-lari aja dia, datang-datang langsung minum,” seloroh Senja.Mina dan Nona pun tertawa mendengar candaan Senja. Semenjak dibantu gadis itu dari penculik yang ingin membuatnya celaka, Nona memang bersikap baik ke Senja.“Ngomong-ngomong Nona, apa kamu tidak ngidam?” tanya Mina tiba-tiba. Ia sampai menghentikan gerakan tangannya yang sedang memegang sekop kecil untuk menoleh Nona.&nb
Segara benar-benar berubah menjadi suami idaman yang sangat perhatian. Sosoknya yang kaku seperti kanebo kering kini hangat bak selimut bulu.Nona melebarkan senyum, dia senang karena Segara menemaninya seharian. Mereka duduk sofa yang terdapat di kamar, menikmati buah sambil menonton acara televisi.Hingga saluran televisi yang sedang ditonton Nona, menayangkan acara sekilas info, yang berisi berita atau peristiwa terbaru.“Buka mulutmu,” perintah Segara yang siap menyuapi Nona dengan potongan buah mangga.Nona membuka mulut dan membiarkan sang suami menyuapi, bahkan mengabaikan pembawa berita yang sedang membacakan berita terkini.‘Seorang wanita menjadi korban penusukan. Di depan banyak pengunjung sebuah kafe, pria berinisial RF menusuk wanita bernama KR berulang kali, hingga membuat korban terluka sebelum akhirnya meninggal dunia.’Mendengar inisial nama yang seperti familiar di tel
“Ya, kacau. Aku yakin kalau Segara membeberkan masalah ini ke perusahaan-perusahaan yang bekerjasama denganku. Sehingga mereka kini juga ikut mundur dan tidak mau bekerjasama. Mereka tidak mau karena takut aku tipu!” geram Rafa hingga memukul pahanya sendiriKarin syok mendengar ucapan Rafa, jika seperti ini bisa dipastikan kalau perusahaan Rafa sebentar lagi akan bangkrut.“Jika mereka membatalkan kerjasama, apa itu artinya kamu akan bangkrut?” tanya Karin dengan ekspresi wajah cemas. Dia takut Rafa tidak akan memiliki apa-apa lagi dan tidak bisa menjadi ATM berjalannya. Tentu saja Karin tidak mau hidup miskin.Rafa mengusap kasar wajahnya berulang kali. Dia benar-benar tidak bisa berpikir dan otaknya terasa buntu.“Rafa, jawab! Apa kamu akan bangkrut dan kamu akan jatuh miskin!” Karin geram dan terus memastikan kelanjutan nasib perusahaan kekasihnya itu.“Kemungkinan itu akan terjadi, apalagi bebera
Hari itu Rafa berada di ruangannya sibuk mengecek berkas. Dia juga masih bingung karena tekanan dan ancaman Segara. Hingga tiba-tiba sekretarisnya masuk dan membuat Rafa terkejut.“Ada apa? Apa kamu tidak bisa mengetuk pintu lebih dulu sebelum masuk, hah!” bentak Rafa yang geram karena dia sendiri sedang banyak beban pikiran. Belum lagi Maya yang tiba-tiba menghilang dari rumah sakit, membuatnya cemas jika sampai wanita itu membocorkan perbuatan buruk yang sudah dia lakukan.Sekretaris Rafa tampak takut juga bingung, apalagi dia harus menyampaikan sesuatu yang mungkin akan membuat Rafa semakin murka.“Ada apa? Kenapa kamu sekarang diam?” Rafa membentak, wajahnya memerah sudah dipenuhi oleh amarah.“Itu, Pak. Kita baru saja mendapatkan konfirmasi pembatalan sepihak dari beberapa perusahaan yang ingin bekerjasama dengan kita,” jawab sekretaris Rafa.“Apa?” Rafa syok bahkan terbengong m
Beberapa menit berselang, Senja pun sudah berada di kafe tempatnya janjian bertemu Sandra, dia menunggu di sana cukup lama karena Sandra tidak kunjung datang. Hingga akhirnya sepupu Nona itu tiba dan Senja pun langsung memicingkan mata."Bukankah aku pernah bilang untuk tidak mendekati kak Biru, kenapa kamu masih terus mendekatinya!" ketus Senja."Ya, suka-suka aku. Biru juga tidak keberatan," balas Sandra.Senja dengan penuh percaya diri menunjukkan cincin yang tersemat di jari manis, kemudian berkata, "Aku dan kak Biru sudah kembali bersama, jadi kamu tidak usah macam-macam."Sandra terkejut, tapi tentunya tidak terima begitu saja."Kamu pasti bohong hanya agar aku tidak mendekati Biru."Senja kesal karena Sandra tidak percaya, dia pun bersiap menjawab, tapi terlebih dulu ada suara lain yang membalas."Dia tidak berbohong."Senja dan Sandra pun menoleh bersamaan, mereka sama-sama terkejut dan tak menyangka melihat