Natasya bergegas bangkit dari sofa yang berada di depan layar televisi. Ia bisa menebak siapa tamu yang sedang mengetuk pintu di luar rumah. Pasti dia adalah lelaki yang telah menerima pesan yang ia kirimkan lewat aplikasi berwarna hijau itu.Sebelum membuka pintu, Natasya mengikat rambut panjangnya yang tergerai. Memperlihatkan leher jenjangnya. Menarik sedikit pakaiannya dibagian dadanya. Hingga dada besarnya sedikit menyembul hingga tampan belahannya.Setelah memastikan jika penampilannya sudah sempurna. Natasya menekan gagang pintu ke dalam, dan pintu ganda rumah itupun terbuka. Seperti apa yang ada di dalam pikiran Natasya. Lelaki berlesung pipi itu sudah berdiri di luar pintu rumahnya."Kenapa kamu mengunci pintu rumah?" tanya Wisnu dengan wajah sedikit kesal."Maaf!" lirih Natasya dengan nada manja. "Aku terpaksa menguncinya, soalnya Bibik sedang tidak ada di rumah. Dia pamit untuk ke supermarket untuk membeli berapa bahan makanan," ungkap Natasya memasang wajah memelas.Wisnu
Cepat Natasya kembali ke dalam kamar. Ia nampak sibuk mencari sesuatu di dalam laci nakas. Lalu berlari ke arah lemari. Beberapa tas koleksinya ia keluarkan dari dalam lemari. Tangannya masuk ke dalam salah' satu koleksi tasnya, mencari sesuatu yang tidak ia temukan di manapun."Ah, ini dia!" ucap Natasya senang setelah menemukan obat yang ia cari. Itu adalah obat perangs*Ng yang sering ia gunakan dulu saat sedang melayani lelaki hidung belang. Bercinta dengan seseorang yang tidak pernah dicintai bukankah suatu yang mudah dan ia sangat membutuhkan obat itu.Natasya membawa obat itu ke dapur. Sekilas ia melirik pada Wisnu yang nampak tidur sangat nyenyak sekali. Sebelum akhirnya ia akan menjalankan aksinya."Mas, mas Wisnu!" Sentuhan lembut tangan Natasya membangunkan Wisnu. Lelaki itu seketika tergeragap saat melihat Natasya muncul di depan matanya. Cepat Wisnu menggeser tubuhnya ke sudut bangku sofa."Kamu!" Cetus Wisnu dengan nada kesal. Rupanya lelaki itu belum bisa melupakan kejad
Tubuh Natasya terjerembab di atas kasur. Wisnu mendorongnya cukup kuat hingga wanita dengan perut besar itu tidak mampu menahan tubuhnya."Apa yang Mas lakukan?" pekik Natasya menatap kesal pada Wisnu.Wisnu tidak menjawab. Lelaki bertelanjang dada itu segera turun dari atas ranjang. Berjalan menuju kamar mandi yang berada di dalam kamar. Langkahnya yang cepat menunjukkan jika ia sedang kesal."Argh ...""Sial!" Natasya mengacak selimut dan bantal. Matanya menatap penuh kemarahan ke arah pintu kamar mandi. Setelah suara gemericik air kran terdengar mengalir deras dari arah kamar mandi. Malam ini sia-sia sudah apa yang sudah ia rencanakan. Karena semuanya gagal total.______Mata sudah terpejam. Tapi rasa kantuk tidak kunjung datang. Entah sudah berapa kali Asma menggubah posisi tidurnya. Tetapi telinganya tetap bisa mendengar suara deru mesin pendingin yang berada di dalam kamarnya."Ah ... !" decak Asma kesal. Bangun, duduk di atas ranjang."Apakah selama ini aku sudah keterlaluan d
Ucapan-ucapan yang terlontar dari mulut Asma masih mendengung di dalam Indra pendengaran Wisnu. Bagiamana wanita yang sangat ia cintai itu selalu merendahkannya. Itulah alasannya mengapa Wisnu masih enggan untuk kembali pulang ke rumah Asma. Ia teramat sakit hati sekali.Entah butuh waktu beberapa lama Wisnu untuk memaafkan sikap Asma. Rasa lelah kerap kali menjalar dalam hati, hingga terbesit pilihan untuk ikhlas mengakhiri semua yang telah terjadi. Tanpa peduli dengan apa yang telah terlewati.Tetapi, lagi-lagi Wisnu mempertimbangkan perasaan itu. Ada ribuan salah' yang sudah ia lakukan kepada Asma dan mungkin tidak akan terlupakan jika hanya dengan kata maaf dan ia menganggap wajar jika Asma bersikap seperti itu. Mungkin saja jika itu terjadi pada dirinya, Wisnu juga akan melakukan hal yang sama."Tuan, meeting akan segera dimulai!" ucapan Hamzah membuyarkan lamunan Wisnu. Sesaat Wisnu tergeragap. Ia segera bangkit dari bangku meja kerjanya. "Iya, aku akan segera ke ruang meeting,
Tiga puluh menit telah berlalu. Wisnu masih belum beranjak dari bangku kantin. Padahal sebentar lagi akan memasuki jam istirahat. Wajah Wisnu nampak berpikir keras. Sementara Danil telah berpamitan pergi karena ada urusan mendadak beberapa menit yang lalu. Begitulah ucap lelaki bertubuh jangkung itu sebelum berpamitan pada Wisnu.Semalaman Wisnu menguyur dirinya di bawa kucuran air kran di kamar mandi. Rasa panas yang ditimbulkan oleh obat perangsang itu sangat menyiksanya. Ia tau jika Natasya telah memasukan obat perangsang ke dalam minumannya. Wisnu tau semua itu setelah ia berkonsultasi dengan dokter kepercayaannya."Aku tidak mungkin kembali ke rumah Natasya!" guman Wisnu dengan wajah berfikir. "Tapi aku juga tidak ingin kembali ke rumah Asma." Wajah Wisnu nampak menerawang jauh. Benaknya sedang berpikir keras.Wisnu menghela nafas panjang, sebelum akhirnya ia bangkit dari bangku kantin kantor. Karena sebentar lagi pasti para karyawan perusahaannya akan menyerbu kantin.______Tat
Sesak berkelindan dengan cepat di dalam dada Asma. Wanita tidak asing itu terus bergelayut manja di lengan Wisnu. Meskipun ia tahu, jika Wisnu terus berusaha untuk melepaskan lingkaran tangan wanita dengan perut' bucit yang sama seperti dirinya itu. Tetapi tetep saja, rasa sakit seakan menusuk-nusuk di dalam hati Asma."As, aku bisa menjelaskan semuanya!" ucap Wisnu menarik paksa tubuhnya menjauh dari Natasya.Sejenak Asma tidak bergeming. Wajahnya datar menatap pada Wisnu. Degupan jantungnya berdebar kencang. Tetapi ia tetap bersikap biasa saja di depan Wisnu. Sekalipun Asma sudah bersumpah pada dirinya sendiri untuk berhenti mencintai Wisnu. Tetapi tetap saja, melihat wanita lain bergelayut manja pada bahu Wisnu, hatinya remuk berkeping-keping."Oh, tidak apa-apa, Bang!" balas Asma setelah beberapa saat ia menyadarkan dirinya. Gerombolan air mata, sudah memenuhi pelupuk. Sesekali Asma membuang tatapannya dari Wisnu, seraya mengedip-ngedipkan matanya. Agar genangan itu luruh dan tida
Wisnu mengalihkan tatapannya sekilas pada Asma. Mencoba menebak tamu yang datang ke rumahnya di pagi-pagi buta seperti ini."Aku akan melihat ke luar dulu!" ucap Wisnu pada Asma. Seketika Asma membuang tatapannya dari Wisnu. Wanita berambut panjang itu memasang wajah acuh, tidak peduli.Kedua mata Wisnu membulat. Melihat lelaki yang muncul di balik pintu rumahnya. Menatap dari ujung kaki hingga ujung kepala lelaki bertopi hitam yang Kini berdiri memunggunginya."Si-siapa ya?" tanya Wisnu dengan nada sedikit terbata. Matanya menelisik pada lelaki asing itu.Lelaki bertopi hitam itu seketika memutar tubuhnya ke arah Wisnu."Selamat pagi Tuan Wisnu." Lelaki berkumis tebal itu melemparkan senyuman ramah pada Wisnu yang berdiri di ambang pintu rumah dengan wajah penuh tanya."Selamat pagi!" balas Wisnu dengan wajah berpikir. Ia berusaha mengingat, barang kali wajah lelaki yang berdiri di hadapannya pernah terselip di dalam memorinya di masalalu.Setelah cukup lama berusaha untuk mengingat
Sebuah alamat tertulis pada pesan yang muncul pada layar ponsel Asma. Beberapa kali ia mencoba menghubungi nomor sang pengirim pesan. Tetapi tetap saja, nomor itu sama sekali tidak menjawab panggilan Asma."Apa maksudnya ini?" gerutu Asma mengeryitkan dahi. Benaknya dilanda rasa penasaran yang hebat. "Apakah aku harus mendatangi alamat ini?" monolog Asma pada dirinya sendiri. Sejenak ia nampak berpikir apa yang harus ia lakukan._____Taksi online yang Asma pesan sudah menunggu di luar pintu pagar rumah. Cepat, Asma berjalan' menuju ke arah pintu rumah. Tekadnya sudah bulat untuk mendatangi alamat rumah yang seseorang kirimkan kepadanya. Pasti ada suatu di sana."Nyonya mau kemana?" Asma tertangkap basah. Saat ia hendak keluar dari pintu rumah. Tiba-tiba Bibik mengangetkannya.Asma memutar tubuhnya ke arah Bibik. "Ehm, aku sedang ada janji dengan teman, Bik!" Jawab Asma dengan nada mengeja. Wajahnya terlihat gugup sekali.Kedua alis Bibik berkerut seketika. "Nanti kalau Tuan mencari
Tidak ada yang bisa menyembuhkan kerinduan kecuali pertemuan. Segalanya nelangsa sirna, saat raga mampu mendekap tubuh yang terkasih secara sempurna. Jarak yang membelah, kini hanya menjadi sepenggal cerita manis. Melebur menjadi sebuah kisah bahagia."Ibu!" Gala terisak di dalam pelukan Nada. Tangis dua manusia yang tidak memiliki hubungan darah itu pecah. Menumpahkan segala dahaga yang selama ini tertahan."Maafkan ibu, Gala!" lirih Nada di sela-sela tangisannya. "Jangan tinggalkan ibu!" pinta Nada, memohon.Gala mengusap lembut pipi Nada yang basah oleh air mata. Menjatuhkan tatapan teduh pada wanita yang lebih tinggi darinya itu."Tidak Bu, aku tidak akan meninggalkan ibu!" ucap Gala, suaranya terdengar sumbang. Karena terlalu banyak menangis.Wisnu yang mematung di halaman rumah hanya terdiam seraya menarik sebelah sudut bibirnya tersenyum kecil. Ia tidak menyangka jika darah dagingnya bisa sesayang itu pada Nada. Wanita yang telah ia benci selama ini._____Satu bulan telah berl
Nada memutar tubuhnya sembilan puluh derajat. Melihat ke arah wanita dengan setelan seragam kerja yang sedang menatap ke arahnya."Saya sedang mencari pemilik apartemen ini?" Nada mengarahkan jari telunjuknya pada pintu apartemen yang ada di depannya."Saya pemilik apartemen ini!" jawab Hanum dengan tatapan sedikit bingung. Tetapi entah mengapa ia merasa pernah melihat sosok Nada sebelumnya. Tetapi lupa di mana ia pernah melihatnya.Kepulan asap putih dari gelas yang berada di depan Nada menyeruak ke udara. Aroma terapi Jasmine sedikit menghilangkan perasaan khawatir yang sejak tadi melanda hati Nada."Saya Nada, saya mencari keberadaan Gala?" seloroh Nada setelah meletakkan gelas teh yang baru saja ia sesap.Wajah Hanum berubah sesaat. Tatapan yang sulit sekali untuk Nada artikan."Apakah anda orang itu?" celetuk Hanum menebak. Puzzle kisah cinta segitiga Wisnu, Asma dan wanita yang duduk di sudut bangku ruangannya telah sempurna. Sekarang ia bisa membingkainya dengan baik.Dari pert
Cuaca panas tidak hanya terjadi di kota Medan. Hampir di seluruh kota yang berada di Indonesia. Hal seperti ini akan terjadi selama kurang lebih enam bulan ke depan. Hingga musim kemarau berakhir dan berganti dengan musim penghujan.Pengacara Arif membawa Nada menuju sebuah restauran cepat saji yang berada di pusat kota. Sebuah restoran yang menjual makan khas Padang."Nyonya mau makan apa?" ucap pengacara Arif mengalihkan tatapannya dari buku menu pada Nada. "Terserah Pak Arif saja," balas Nada tanpa menunjukkan ekspresi apapun. Wanita itu melipat kedua tangannya di atas meja. Netranya terus mengawasi Sekertaris Arif yang semakin lama menjadi salah tingkah oleh tatapan Nada.Setelah memesan makanan lelaki itu mulia dengan tujuannya untuk mendatangi Nada ke pulau seberang.Wajah pengacara yang tidak lagi muda itu berubah lesu, penuh dengan penyesalan. Sesekali ekor matanya melirik pada Nada yang sejenak tadi mengawasinya dengan tatapan tidak suka."Saya minta maaf, Nyonya Nada. Karen
Tubuh Gala terhuyun jatuh di lantai. Wisnu tidak sempat menghalangi peluru yang hendak menembus dada Gala. Timah panas itu melesat cepat dan berhenti tepat di jantung Gala."Gala, bangun Gala!" Wisnu menarik tubuhnya Gala di atas pangkuannya. Dar*h dengan cepat menyebar pada bagian dada Gala yang tertembus timah panas. Kemeja putih yang Gala kenakan, berubah warna menjadi merah dar*h"Polisi, tolong!" teriak Wisnu panik.Wajah Danil mendadak berubah cemas. Para polisi yang sejak tadi memang mengintai cepat mengeluarkan diri dari persembunyiannya. "Sialan!" decak Danil meradang. Beberapa lelaki berseragam kepolisian muncul satu persatu masuk ke dalam ruangannya."Gala, bangun Gala!" Wisnu mengucang tubuh' Gala. Nafasnya yang mulia melemah membuat Wisnu semakin takut.Kedipan mata Gala melemah. Sakit yang mendadak menyiksanya, perlahan menjalar ke seluruh tubuhnya."Ibu ....!" lirih Gala sebelum akhirnya ia memejamkan kedua matanya dan tidak sadarkan diri."Gala, bangun!" teriak Wisnu
Memilih tidak menceritakan apapun pada Wisnu adalah pilihan Gala. Sekalipun lelaki itu terus mendesaknya dan hampir seperti memaksa. Tetapi Gala tetap menyimpan permasalahan yang terjadi antara dirinya dan Danil sendirian.Berita kematian Gala semakin menyebar luas. Setelah sebulan berlalu di temukannya mobil yang Gala kendarai meringsek ke dalam jurang. Meskipun jenazah Gala tidak di temukan, tetapi media membuat berita sedemikian rupa. Jurang yang dalam menjadi dugaan tempat jasad Gala berada. Apalagi di bawah jurang itu ada aliran sungai yang cukup deras. Membuat pihak sars menyudahi pencarian setelah semua usaha tidak mendapatkan hasil.Selama pemulihan Gala memilih bersembunyi di rumah Wisnu. Hanya lelaki itulah yang menjadi andalan Gala saat ini. Menghilang dari Danil agar lelaki itu senang karena mengetahui jika Gala telah tiada."Sudah tidak terlalu sakit, Hanum!" suara yang terdengar seperti rengekan itu menghentikan langkah kaki Wisnu yang hendak menuju pintu utama rumah.Ke
Aroma anyir menusuk pangkal hidung Wisnu. Perlahan setelah kesadarannya kembali. Tetapi entah mengapa kepalanya terasa sangat sakit sekali. Tanpa sadar, tangan kanan Wisnu memegangi sudut pelipisnya. Dan ia bisa merasakan ada sesuatu yang keluar dari pelipis lelaki itu dan sangat perih sekali.Wisnu membiarkan tubuhnya terbaring di atas rerumputan beberapa saat. Rekaman kejadian yang terjadi beberapa saat yang lalu berputar kembali di dalam kepalanya. Bergegas ia bangkit saat teringat dengan Gala dan mobil yang terperosok hampir masuk ke dalam jurang."Gala, di mana dia?" Wisnu bangkit dengan wajah panik duduk di atas rerumputan. Tatapannya menyapu ke sekeliling tebing. Tetapi ia tidak melihat keberadaan Gala. Hanya sebuah mobil yang terangkut pada pohon yang ada di bibir jurang.Perasaan khawatir seketika menguasai Wisnu. Seingatnya sebelum mobil yang kini tersangkut pada pohon yang berada di tepi jurang itu meringsek, Wisnu telah mendorong tubuh Gala ke arah pintu. Tetapi dia tidak
Setelah Danil menolak ajakan sarapan paginya, Gala terpaksa menikmati serapan itu sendirian. Sebenarnya ia tahu, pasti Danil saat itu sangat marah karena niatannya untuk menyingkirkan Gala tidak berhasil. Sementara nasib Bibik, Gala belum tahu pasti. Yang jelas wanita itu pasti kena hukuman berat. Begitu dugaan Gala.Ekor mata Gala melirik pada jam dinding yang masih menunjukkan pukul setengah tujuh pagi. Masih ada waktu yang cukup lama untuk ia berangkat ke kantor.Rasa penasaran masih menganggu pikiran Gala. Tegang surat wasiat yang Nada katakan kepadanya. Jika sebenarnya dirinyalah pewaris utama seluruh harta Tuan Seno. Tetapi sampai detik ini, Gala tidak menemukan di mana lelaki bertubuh jangkung itu menyembunyikan surat wasiat itu.Cukup pelan Gala menyeret langkah kakinya menaiki anak tangga menuju kamar Danil. Dugaan Gala kali ini, Danil menyembunyikan surat wasiat itu di dalam kamarnya. Hanya ada dua tempat di rumah itu yang memungkinkan Danil menyimpan sesuatu. Yaitu ruang ke
Bergegas Gala turun dari bangku. Memperhatikan dengan seksama kucing berwarna orange yang mendadak kejang dengan mulut berbusa. Melihat dari tanda-tandanya kucing itu sepertinya mengalami keracunan."Tidak salah lagi!" guman Gala yakin dengan apa yang ada di dalam pikirannya. Jika ada seseorang yang menginginkannya mati.Gala bangkit berdiri. Tatapannya tajam melihat ke arah makanan yang tersaji di atas meja makan. Beruntungnya belum ada satupun makanan yang masuk ke dalam mulut Gala. "Aku harus lebih berhati-hati lagi!" monolog Gala dengan tatapan serius.____Danil menatap terkejut saat baru kembali ke rumah. Pemuda tampan itulah yang membukakan pintu rumah untuknya. Keringat dingin seketika membahasi sekujur tubuh Danil.Sepersekian detik Danil mematung di depan pintu rumah. Menatap pada Gala yang tengah melemparkan senyuman kepadanya dengan wajah yang sedikit malas khas seorang yang baru bangun dari tidur."Ayah, kenapa pulang larut malam sekali?" seloroh Gala terdengar malas. Ke
"Gala kamu kenapa?" seloroh Wisnu.Gala terseret kembali dari lamunannya. Sekarang ia sudah menemukan siapa wanita yang sudah melahirkannya ke dunia. Jawaban yang sudah sangat jelas sekali.Tidak terasa sudut mata Gala pun telah basah. Cepat ia mengusap genangan itu agar tidak berjejak. Ia tidak ingin Wisnu melihat hal itu.Bagaimana tidak sakit, menemukan wanita yang telah melahirkannya tetapi dalam perpisahan yang menyakitkan. Hanya sebait kenangan yang bisa Gala ingat. Jika Asma juga tidak kalah sayangnya kepadanya. Hingga hampir gila saat Nada mengambil Gala dari kehidupannya."Aku banyak sekali bersalah pada Asma." Helaan nafas Wisnu terdengar jelas. Suaranya yang menggelar terdengar penuh kesedihan.Kerongkongan Gala terasa kering. Hanya sedikit ia menelan salivanya. Selebihnya, tatapan matanya tidak beralih sedikitpun dari Wisnu."Memangnya kesalahan apa yang sudah Om Wisnu lakukan?" ucap Gala."Banyak Gala. Kesalahanku sudah tidak termaafkan oleh Asma." Tatapan mata Wisnu meli