Ustaz Azhar terkejut dengan mobil yang membawa perabotan di depan rumahnya. Ia merasa tidak memesan apapun. Tapi beberapa lelaki sibuk memindahkan kulkas dari atas mobil ke dalam rumahnya.Lelaki dengan peci hitam itu mempercepat mendorong gerobaknya menuju rumah. Ia penasaran. Apalagi dengan gelagat istrinya akhir-akhir ini sangat mencurigakan sekali. Ia sering membeli pakaian dan barang-barang yang lainnya tanpa sepengetahuannya. Meskipun sebenarnya Ustaz Azhar mengetahui hal itu. Tapi ia memilih untuk diam dan sepertinya kali ini ia tidak akan tinggal diam."Mas, maaf, itu mau di bawa kemana?" ucap Ustaz Azhar yang hendak menurunkan mesin cuci dari atas mobil pick up."Oh, mau di bawa masuk, pak!" jawab lelaki berkemeja merah itu mengalihkan tatapannya pada Ustaz Azhar."Masuk ke rumah siapa?" Ustadz Azhar mengeryitkan dahi. Padahal ia tau, tidak ada rumah lagi selain rumahnya."Tentu saja rumah, ini!" Lelaki yang masih berada di atas mobil itu mengarahkan tatapannya pada rumah yan
Hari yang di tunggu akhirnya tiba juga. Di mana Wisnu harus kembali ke Jakarta untuk beberapa urusan pekerjaannya dan juga tentang niatannya untuk menikahi Asma kembali."Tuan yakin ingin menikahi Nyonya Asma?" Hamzah yang duduk di bangku kemudi melirik pada kaca yang berada di atas kemudi. Pada lelaki yang duduk di bangku belakang mobil. Wisnu mengangguk lembut tanpa memberikan jawaban apapun. Netranya tertuju pada jalanan yang berada di depan kaca mobil. Wajahnya nampak sedang memikirkan sesuatu."Bukankah Nyonya Asma sekarang ...!" Hamzah menjeda ucapannya. Sekilas ia menatap pada Wisnu, ia takut jika ucapannya akan menyinggung perasaan Wisnu."Aku tau Hamzah, tapi aku tidak mungkin membiarkan Asma melewati semua masalah sulit ini sendiri. Mungkin saja jika dulu aku tidak mengambil Akbar, dia tidak akan seperti ini." Wisnu menjeda ucapannya. Ada gurat kesedihan dari wajahnya. "Dan aku harus membayar semua kesalahanku ini, Hamzah!" imbuh Wisnu menatap pantulan wajah Hamzah dari kac
"Bagaimana saksi? Sah!"Seketika semua orang yang berada di dalam ruangan itu menyerukan kalimat sah. Penghulu segera membacakan doa untuk pengantin baru, Asma dan Wisnu.Ustadz Azhar hanya mampu membuang nafas berat. Ia tidak bisa melakukan apapun. Sekalipun sebenarnya ia tau apa yang ada di dalam kepala istrinya dan apa yang Asma rasakan."Ya Allah, As!" batin Ustaz Azhar."Akhirnya!" seloroh Rani seraya mengusapkan tangannya pada wajah setelah penghulu selesai dengan doanya.Wisnu mengulurkan tangannya pada Asma. Tapi Asma hanya tertunduk dan tidak merespon apapun. Dengan sabar Wisnu meraih tangan Asma dan menjabatnya. Lalu menuntutnya untuk mencium punggung tangannya. Tidak lupa Wisnu juga menjatuhkan kecupan pada ujung kepala wanita berbalut pakaian pengantin itu.Sebuah mobil terparkir di depan rumah pemberian pemerintah untuk para penduduk transmigrasi tempat tinggal Rani. Janur kuning yang melengkung, menandakan jika di dalam rumah itu sedang di adakan sebuah pesta pernikahan.
"Saya adalah salah satu wanita yang tidak beruntung di dunia ini, yang mulia. Karena saya tidak bisa memberikan keturunan untuk suami saya. Dan hari itu saya memutuskan untuk mengizinkan suami saya menikah lagi." Suara Nada menggema di dalam ruang persidangan. Tidak ada gurat kesedihan ataupun ketakutan. Ia nampak tenang sepanjang kasus persidangan yang menimpanya sedang berlangsung."Tapi saya sama sekali tidak bisa menahan kecemburuan saya pada istri muda suami saya, yang mulia hakim. Saya merasa suami saya telah menghianati kesepakatan yang telah kami buat. Jika setelah bayi itu lahir suami saya akan kembali kepada saya.""Apakah anda tahu jika kesepakatan itu adalah sesuatu yang tidak baik? Anda dan suami anda sudah mempermainkan sebuah ikatan pernikahan," sahut hakim memotong ucapan Nada.Wanita yang duduk di kursi terdakwa itupun mengangguk lembut. "Saya tau Yang mulia. Tapi saya sama sekali tidak bisa membohongi perasaan saya. Hingga rencana itu terbesit dalam pikiran saya. Unt
Wanita berambut panjang menjuntai itu menarik senyuman nakal pada Danil. Lelaki yang masih berdiri di ambang pintu itu membuang nafas lega. Gerakan tangan wanita yang mengenakan dress berwarna merah itu terhenti. Saat sosok Gala muncul dari belakang punggung Danil."Danil!" Wanita bernama Natasya itu menaikan kedua alisnya. Sekilas menatap pada Gala, sebelum ia mengalihkan tatapannya pada Danil kembali."Apa yang sedang kamu lakukan di sini, Nat?" tanya Danil menatap lekat pada gadis muda itu.Natasya membenarkan posisi berdirinya. "Aku menunggu kamu!" jawab Natasya. Sekilas ia mencuri-curi pandang pada Gala. Bocah lelaki itu terlihat sangat canggung sekali melihat dua orang dewasa berdiri di depannya. Natasya menatap lekat pada Gala. Lalu mengalihkan tatapannya pada Danil."Dia adalah anakku!" jawab Danil seketika membuat Natasya tersentak dengan wajah terkejut."Anak?" Wanita berhidung mancung dengan warna bibir merah cabe itu nampak menyakinkan diri atas apa yang Danil ucapkan.Da
Sudah satu bulan lebih Asma tinggal di Jakarta. Kondisi kejiwaan Asma pun semakin membaik. Jauh saat ia pertama kali mengalami depresi setelah Wisnu membawa putranya. Meskipun sesekali ia masih mengalami kepanikan dan tubuh' gemetaran jika perasaan itu datang. Pagi ini Asma telah bertekad untuk membuka lembaran baru hidupnya. Beberapa bulan lagi, Wisnu mengatakan jika Akbar akan pulang dari luar negeri. Karena selama ini, putranya bersekolah di luar negeri.Asma melangkah kakinya menuju kamar Wisnu yang berada di lantai atas. Sekalipun ia sudah menikah, tapi Asma menolak untuk tinggal satu kamar dengan Wisnu dan Wisnu menghargai keputusan itu.Beberapa kali Asma mengetuk daun pintu kamar Wisnu. Sesekali senyuman nampak merekah dari bibirnya. Seperti suasana hatinya yang sedang bahagia."Ada apa, As?" ucap Wisnu dari balik pintu kamar yang terbuka. Wisnu nampak senang' melihat wanita bergamis ungu yang berdiri di depan pintu kamarnya mengunjungi kamarnya."Bang, apakah aku boleh berta
Wisnu membuang nafas lega. Seraya menutup daun pintu kamar Asma. Hampir satu jam ia berada di dalam kamar itu. Bercerita panjang lebar menghibur Asma, dengan cerita karangannya. Berusaha untuk menyembuhkan jiwa Asma yang telah terluka olehnya.Sekilas Wisnu melirik pada arloji yang melingkar di pergelangan tangannya waktu sudah menunjukkan pukul setengah delapan pagi. Ia bergegas naik ke lantai atas dan mengambil tas kerjanya. Pagi ini ada sebuah meeting penting yang harus ia lakukan dengan sebuah perusahan.Wisnu meminta pada sopir pribadinya untuk mempercepat laju mobil menuju kantor. Ia tidak ingin terlambat tiba di sana. Ia hanya memiliki waktu tiga puluh menit untuk sampai. Sementara saat ini, mobil yang membawanya tiba di jalanan yang sangat macet sekali."Ah, sial!" Wisnu berdecak kesal, menarik tubuhnya dari kaca jendela mobil setelah melihat jika mobilnya entah berada di urutan yang keberapa dari mobil lainnya yang juga terjebak macet di jalan panjang itu."Bagaimana ini, Sar
"Sial!" Natasya membanting kasar ponselnya pada bangku yang berada di sampingnya. Mobilnya melaju dengan kecepatan yang sangat tinggi meninggalkan halaman luas yang berada di depan gedung Perusahaan Wisnu Hutama. Wanita itu seolah tidak peduli dengan jalanan yang sedang ramai. _____"Maaf saya terlambat!" Semua tatapan mata tertuju pada Wisnu yang muncul dari balik pintu ruangan yang terbuka. Lelaki bertubuh tinggi besar yang duduk pada deretan bangku paling ujung itupun bangkit menghampiri Wisnu."Meeting belum di mulai, Tuan. Investor kita juga belum datang," bisik Hamzah ya h berjalan mensejajari Wisnu.Wisnu membuang nafas berat. Menyeret langkah kakinya pelan seraya mengatur nafasnya yang mulai berangsur normal. Lelaki berlesung pipi itu menjatuhkan tubuhnya duduk pada bangku yang berada di samping Hamzah."Tadi sekretaris investor kita menelepon, jika mereka akan tiba terlambat di kantor kita," bisik Hamzah pada Wisnu. Lelaki dengan tatanan rambut miring' ke samping itupun me
Tidak ada yang bisa menyembuhkan kerinduan kecuali pertemuan. Segalanya nelangsa sirna, saat raga mampu mendekap tubuh yang terkasih secara sempurna. Jarak yang membelah, kini hanya menjadi sepenggal cerita manis. Melebur menjadi sebuah kisah bahagia."Ibu!" Gala terisak di dalam pelukan Nada. Tangis dua manusia yang tidak memiliki hubungan darah itu pecah. Menumpahkan segala dahaga yang selama ini tertahan."Maafkan ibu, Gala!" lirih Nada di sela-sela tangisannya. "Jangan tinggalkan ibu!" pinta Nada, memohon.Gala mengusap lembut pipi Nada yang basah oleh air mata. Menjatuhkan tatapan teduh pada wanita yang lebih tinggi darinya itu."Tidak Bu, aku tidak akan meninggalkan ibu!" ucap Gala, suaranya terdengar sumbang. Karena terlalu banyak menangis.Wisnu yang mematung di halaman rumah hanya terdiam seraya menarik sebelah sudut bibirnya tersenyum kecil. Ia tidak menyangka jika darah dagingnya bisa sesayang itu pada Nada. Wanita yang telah ia benci selama ini._____Satu bulan telah berl
Nada memutar tubuhnya sembilan puluh derajat. Melihat ke arah wanita dengan setelan seragam kerja yang sedang menatap ke arahnya."Saya sedang mencari pemilik apartemen ini?" Nada mengarahkan jari telunjuknya pada pintu apartemen yang ada di depannya."Saya pemilik apartemen ini!" jawab Hanum dengan tatapan sedikit bingung. Tetapi entah mengapa ia merasa pernah melihat sosok Nada sebelumnya. Tetapi lupa di mana ia pernah melihatnya.Kepulan asap putih dari gelas yang berada di depan Nada menyeruak ke udara. Aroma terapi Jasmine sedikit menghilangkan perasaan khawatir yang sejak tadi melanda hati Nada."Saya Nada, saya mencari keberadaan Gala?" seloroh Nada setelah meletakkan gelas teh yang baru saja ia sesap.Wajah Hanum berubah sesaat. Tatapan yang sulit sekali untuk Nada artikan."Apakah anda orang itu?" celetuk Hanum menebak. Puzzle kisah cinta segitiga Wisnu, Asma dan wanita yang duduk di sudut bangku ruangannya telah sempurna. Sekarang ia bisa membingkainya dengan baik.Dari pert
Cuaca panas tidak hanya terjadi di kota Medan. Hampir di seluruh kota yang berada di Indonesia. Hal seperti ini akan terjadi selama kurang lebih enam bulan ke depan. Hingga musim kemarau berakhir dan berganti dengan musim penghujan.Pengacara Arif membawa Nada menuju sebuah restauran cepat saji yang berada di pusat kota. Sebuah restoran yang menjual makan khas Padang."Nyonya mau makan apa?" ucap pengacara Arif mengalihkan tatapannya dari buku menu pada Nada. "Terserah Pak Arif saja," balas Nada tanpa menunjukkan ekspresi apapun. Wanita itu melipat kedua tangannya di atas meja. Netranya terus mengawasi Sekertaris Arif yang semakin lama menjadi salah tingkah oleh tatapan Nada.Setelah memesan makanan lelaki itu mulia dengan tujuannya untuk mendatangi Nada ke pulau seberang.Wajah pengacara yang tidak lagi muda itu berubah lesu, penuh dengan penyesalan. Sesekali ekor matanya melirik pada Nada yang sejenak tadi mengawasinya dengan tatapan tidak suka."Saya minta maaf, Nyonya Nada. Karen
Tubuh Gala terhuyun jatuh di lantai. Wisnu tidak sempat menghalangi peluru yang hendak menembus dada Gala. Timah panas itu melesat cepat dan berhenti tepat di jantung Gala."Gala, bangun Gala!" Wisnu menarik tubuhnya Gala di atas pangkuannya. Dar*h dengan cepat menyebar pada bagian dada Gala yang tertembus timah panas. Kemeja putih yang Gala kenakan, berubah warna menjadi merah dar*h"Polisi, tolong!" teriak Wisnu panik.Wajah Danil mendadak berubah cemas. Para polisi yang sejak tadi memang mengintai cepat mengeluarkan diri dari persembunyiannya. "Sialan!" decak Danil meradang. Beberapa lelaki berseragam kepolisian muncul satu persatu masuk ke dalam ruangannya."Gala, bangun Gala!" Wisnu mengucang tubuh' Gala. Nafasnya yang mulia melemah membuat Wisnu semakin takut.Kedipan mata Gala melemah. Sakit yang mendadak menyiksanya, perlahan menjalar ke seluruh tubuhnya."Ibu ....!" lirih Gala sebelum akhirnya ia memejamkan kedua matanya dan tidak sadarkan diri."Gala, bangun!" teriak Wisnu
Memilih tidak menceritakan apapun pada Wisnu adalah pilihan Gala. Sekalipun lelaki itu terus mendesaknya dan hampir seperti memaksa. Tetapi Gala tetap menyimpan permasalahan yang terjadi antara dirinya dan Danil sendirian.Berita kematian Gala semakin menyebar luas. Setelah sebulan berlalu di temukannya mobil yang Gala kendarai meringsek ke dalam jurang. Meskipun jenazah Gala tidak di temukan, tetapi media membuat berita sedemikian rupa. Jurang yang dalam menjadi dugaan tempat jasad Gala berada. Apalagi di bawah jurang itu ada aliran sungai yang cukup deras. Membuat pihak sars menyudahi pencarian setelah semua usaha tidak mendapatkan hasil.Selama pemulihan Gala memilih bersembunyi di rumah Wisnu. Hanya lelaki itulah yang menjadi andalan Gala saat ini. Menghilang dari Danil agar lelaki itu senang karena mengetahui jika Gala telah tiada."Sudah tidak terlalu sakit, Hanum!" suara yang terdengar seperti rengekan itu menghentikan langkah kaki Wisnu yang hendak menuju pintu utama rumah.Ke
Aroma anyir menusuk pangkal hidung Wisnu. Perlahan setelah kesadarannya kembali. Tetapi entah mengapa kepalanya terasa sangat sakit sekali. Tanpa sadar, tangan kanan Wisnu memegangi sudut pelipisnya. Dan ia bisa merasakan ada sesuatu yang keluar dari pelipis lelaki itu dan sangat perih sekali.Wisnu membiarkan tubuhnya terbaring di atas rerumputan beberapa saat. Rekaman kejadian yang terjadi beberapa saat yang lalu berputar kembali di dalam kepalanya. Bergegas ia bangkit saat teringat dengan Gala dan mobil yang terperosok hampir masuk ke dalam jurang."Gala, di mana dia?" Wisnu bangkit dengan wajah panik duduk di atas rerumputan. Tatapannya menyapu ke sekeliling tebing. Tetapi ia tidak melihat keberadaan Gala. Hanya sebuah mobil yang terangkut pada pohon yang ada di bibir jurang.Perasaan khawatir seketika menguasai Wisnu. Seingatnya sebelum mobil yang kini tersangkut pada pohon yang berada di tepi jurang itu meringsek, Wisnu telah mendorong tubuh Gala ke arah pintu. Tetapi dia tidak
Setelah Danil menolak ajakan sarapan paginya, Gala terpaksa menikmati serapan itu sendirian. Sebenarnya ia tahu, pasti Danil saat itu sangat marah karena niatannya untuk menyingkirkan Gala tidak berhasil. Sementara nasib Bibik, Gala belum tahu pasti. Yang jelas wanita itu pasti kena hukuman berat. Begitu dugaan Gala.Ekor mata Gala melirik pada jam dinding yang masih menunjukkan pukul setengah tujuh pagi. Masih ada waktu yang cukup lama untuk ia berangkat ke kantor.Rasa penasaran masih menganggu pikiran Gala. Tegang surat wasiat yang Nada katakan kepadanya. Jika sebenarnya dirinyalah pewaris utama seluruh harta Tuan Seno. Tetapi sampai detik ini, Gala tidak menemukan di mana lelaki bertubuh jangkung itu menyembunyikan surat wasiat itu.Cukup pelan Gala menyeret langkah kakinya menaiki anak tangga menuju kamar Danil. Dugaan Gala kali ini, Danil menyembunyikan surat wasiat itu di dalam kamarnya. Hanya ada dua tempat di rumah itu yang memungkinkan Danil menyimpan sesuatu. Yaitu ruang ke
Bergegas Gala turun dari bangku. Memperhatikan dengan seksama kucing berwarna orange yang mendadak kejang dengan mulut berbusa. Melihat dari tanda-tandanya kucing itu sepertinya mengalami keracunan."Tidak salah lagi!" guman Gala yakin dengan apa yang ada di dalam pikirannya. Jika ada seseorang yang menginginkannya mati.Gala bangkit berdiri. Tatapannya tajam melihat ke arah makanan yang tersaji di atas meja makan. Beruntungnya belum ada satupun makanan yang masuk ke dalam mulut Gala. "Aku harus lebih berhati-hati lagi!" monolog Gala dengan tatapan serius.____Danil menatap terkejut saat baru kembali ke rumah. Pemuda tampan itulah yang membukakan pintu rumah untuknya. Keringat dingin seketika membahasi sekujur tubuh Danil.Sepersekian detik Danil mematung di depan pintu rumah. Menatap pada Gala yang tengah melemparkan senyuman kepadanya dengan wajah yang sedikit malas khas seorang yang baru bangun dari tidur."Ayah, kenapa pulang larut malam sekali?" seloroh Gala terdengar malas. Ke
"Gala kamu kenapa?" seloroh Wisnu.Gala terseret kembali dari lamunannya. Sekarang ia sudah menemukan siapa wanita yang sudah melahirkannya ke dunia. Jawaban yang sudah sangat jelas sekali.Tidak terasa sudut mata Gala pun telah basah. Cepat ia mengusap genangan itu agar tidak berjejak. Ia tidak ingin Wisnu melihat hal itu.Bagaimana tidak sakit, menemukan wanita yang telah melahirkannya tetapi dalam perpisahan yang menyakitkan. Hanya sebait kenangan yang bisa Gala ingat. Jika Asma juga tidak kalah sayangnya kepadanya. Hingga hampir gila saat Nada mengambil Gala dari kehidupannya."Aku banyak sekali bersalah pada Asma." Helaan nafas Wisnu terdengar jelas. Suaranya yang menggelar terdengar penuh kesedihan.Kerongkongan Gala terasa kering. Hanya sedikit ia menelan salivanya. Selebihnya, tatapan matanya tidak beralih sedikitpun dari Wisnu."Memangnya kesalahan apa yang sudah Om Wisnu lakukan?" ucap Gala."Banyak Gala. Kesalahanku sudah tidak termaafkan oleh Asma." Tatapan mata Wisnu meli