Sudah satu bulan lebih Asma tinggal di Jakarta. Kondisi kejiwaan Asma pun semakin membaik. Jauh saat ia pertama kali mengalami depresi setelah Wisnu membawa putranya. Meskipun sesekali ia masih mengalami kepanikan dan tubuh' gemetaran jika perasaan itu datang. Pagi ini Asma telah bertekad untuk membuka lembaran baru hidupnya. Beberapa bulan lagi, Wisnu mengatakan jika Akbar akan pulang dari luar negeri. Karena selama ini, putranya bersekolah di luar negeri.Asma melangkah kakinya menuju kamar Wisnu yang berada di lantai atas. Sekalipun ia sudah menikah, tapi Asma menolak untuk tinggal satu kamar dengan Wisnu dan Wisnu menghargai keputusan itu.Beberapa kali Asma mengetuk daun pintu kamar Wisnu. Sesekali senyuman nampak merekah dari bibirnya. Seperti suasana hatinya yang sedang bahagia."Ada apa, As?" ucap Wisnu dari balik pintu kamar yang terbuka. Wisnu nampak senang' melihat wanita bergamis ungu yang berdiri di depan pintu kamarnya mengunjungi kamarnya."Bang, apakah aku boleh berta
Wisnu membuang nafas lega. Seraya menutup daun pintu kamar Asma. Hampir satu jam ia berada di dalam kamar itu. Bercerita panjang lebar menghibur Asma, dengan cerita karangannya. Berusaha untuk menyembuhkan jiwa Asma yang telah terluka olehnya.Sekilas Wisnu melirik pada arloji yang melingkar di pergelangan tangannya waktu sudah menunjukkan pukul setengah delapan pagi. Ia bergegas naik ke lantai atas dan mengambil tas kerjanya. Pagi ini ada sebuah meeting penting yang harus ia lakukan dengan sebuah perusahan.Wisnu meminta pada sopir pribadinya untuk mempercepat laju mobil menuju kantor. Ia tidak ingin terlambat tiba di sana. Ia hanya memiliki waktu tiga puluh menit untuk sampai. Sementara saat ini, mobil yang membawanya tiba di jalanan yang sangat macet sekali."Ah, sial!" Wisnu berdecak kesal, menarik tubuhnya dari kaca jendela mobil setelah melihat jika mobilnya entah berada di urutan yang keberapa dari mobil lainnya yang juga terjebak macet di jalan panjang itu."Bagaimana ini, Sar
"Sial!" Natasya membanting kasar ponselnya pada bangku yang berada di sampingnya. Mobilnya melaju dengan kecepatan yang sangat tinggi meninggalkan halaman luas yang berada di depan gedung Perusahaan Wisnu Hutama. Wanita itu seolah tidak peduli dengan jalanan yang sedang ramai. _____"Maaf saya terlambat!" Semua tatapan mata tertuju pada Wisnu yang muncul dari balik pintu ruangan yang terbuka. Lelaki bertubuh tinggi besar yang duduk pada deretan bangku paling ujung itupun bangkit menghampiri Wisnu."Meeting belum di mulai, Tuan. Investor kita juga belum datang," bisik Hamzah ya h berjalan mensejajari Wisnu.Wisnu membuang nafas berat. Menyeret langkah kakinya pelan seraya mengatur nafasnya yang mulai berangsur normal. Lelaki berlesung pipi itu menjatuhkan tubuhnya duduk pada bangku yang berada di samping Hamzah."Tadi sekretaris investor kita menelepon, jika mereka akan tiba terlambat di kantor kita," bisik Hamzah pada Wisnu. Lelaki dengan tatanan rambut miring' ke samping itupun me
"Siapa yang mengantarkan kamu ke sini, As?" Wisnu berjalan menghampiri Asma. Menuntun wanita bergamis besar itu duduk pada bangku yang berada di depan meja kerjanya."Aku ke sini bersama Pak Sardi, Bang!" jawab Asma melebarkan senyuman hangat pada kedua sudut bibirnya."Kenapa kamu tidak menghubungiku jika mau datang ke sini," tutur Wisnu nampak cemas. Baru kali ini Asma meninggalkan rumah tanpa dirinya.."Aku jenuh di rumah sendirian. Bibik juga tidak ada di rumah. Jadi aku memutuskan untuk pergi jalan-jalan bersama Pak Sardi. Aku penasaran dengan kantor Abang," tutur Asma menatap ke sekeliling ruangan.Wisnu menarik kedua sudut bibirnya tersenyum kecil. Netranya menatap penuh binar pada Asma yang duduk pada bangku di sampingnya."Maafkan aku, jika aku sibuk dengan pekerjaanku. Aku akan berusaha untuk meluangkan lebih banyak waktu lagi untuk kamu," ucap Wisnu memasang wajah penuh menyesalan.Asma tidak menjawab. Netranya menatap ke sekeliling ruangan berudara dingin tempatnya berada.
Kedua mata Wisnu membulat penuh. Ia segera bangkit dan menarik kasar tangan Natasya pergi ke arah pintu kantin."Kenapa Mas!" Gadis cantik yang masih duduk di bangku kuliah itupun terkejut. "Ayo ikut denganku!" Paksa Wisnu. Baru kali ini ia melihat lelaki selembut Wisnu bisa bersikap kasar. Selama ini Natasya telah dibuat jatuh hati oleh sikap lembut Wisnu kepadanya.Wisnu menarik Natasya hingga keluar dari dalam kantin. Wajah gadis itupun bersunggut-sunggut. Ia memegangi pergelangan tangannya yang terasa sakit oleh cengkeram Wisnu."Kenapa Mas? Aku hanya bercanda? Aku tidak serius!" debat Natasya memasang wajah kesel. Sesaat kemudian menatap pada pergelangan tangannya.Wisnu menyugar rambutnya kasar. Sesekali melongokkan tubuhnya pada pintu kanti, menatap pada Asma yang masih terdiam."Maaf, Nat, aku minta maaf!" Wisnu berusaha menjelaskan. Ia sadar jika sikapnya telah salah. Tapi ia terpaksa harus melakukannya.Gadis berambut panjang menjuntai itu membuang wajahnya ke arah lain. Bi
"As, tolong buka pintunya!" teriak Wisnu. Ia berusaha mendorong pintu kamar Asma. Tapi usahanya percuma. Karena Asma sudah mengunci pintu kamarnya dari dalam.Sementara suara benda terjatuh dan amukan dari dalam kamar terdengar begitu ramai. Bahkan diikuti tangisan Asma yang histeris. Wisnu semakin panik, takut sesuatu buruk terjadi pada Asma."A ...!" teriak Wisnu kesal karena tidak dapat melakukan hal apapun.Wisnu memutar tubuhnya menuju lantai atas. Ia ingat jika semua pintu di rumah barunya memiliki kunci cadangan. Langkah Wisnu tertuju pada nakas yang berada di samping ujung ranjang. Dengan cepat ia menarik laci nakas. Di dalam tempat itulah ia menyembunyikan kunci-kunci cadangan itu.Dengan langkah cepat Wisnu menuruni anak tangga. Membawa beberapa kunci yang terikat menjadi satu menuju kamar Asma. Ia mencoba satu persatu kunci itu hingga akhirnya pintu kamar Asma dapat terbuka."Astaghfirullahlazim!" Wisnu terkesiap, semua benda berserakan di atas lantai. Sementara Asma terdu
"Bagaimana Miss?" Wisnu segera bangkit dari bangku saat wanita berambut kecoklatan dengan kuncir kuda itu muncul dari balik pintu kamar Asma."Kita bicara di ruang tamu saja, Tuan Wisnu!" balas Mis Sisi diikuti senyuman kecil. Setelah menutup daun pintu kamar Asma. "Baiklah!" Wisnu mengangguk lembut mengikuti langkah Miss Sisi menuju ke arah ruang tamu."Sebenernya apa yang telah terjadi, Tuan?" tanya Miss Sisi menjatuhkan tatapan serius pada Wisnu yang duduk pada bangku di depannya."Aku tidak tahu Miss." Wisnu mengendikan bahunya. "Apa mungkin karena kejadian kemarin di kantin kantor?" ucap Wisnu dengan wajah menerka. "Memangnya apa yang telah terjadi di kantin kantor?" Mis Sisi berusaha mendengar cerita Wisnu dengan seksama. Ia ingin mengetahui penyebab Asma mengamuk."Saya bertemu dengan teman perempuan saya. Itu saja!" balas Wisnu."Nah, mungkin itu yang menjadi penyebabnya, Tuan Wisnu." Miss Sisi mengangguk lembut. Akhirnya ia menemukan penyebab Asma kembali kambuh."Ibu Asma
Hanya mesin pendingin yang terdengar mendengung. Suasana di dalam ruangan Wisnu begitu hening. Hamzah dan Wisnu sama-sama saling terdiam satu sama lain dengan wajah berpikir. Mencari jalan keluar atas masalah yang sedang mereka hadapi."Harusnya Tuan mengatakan yang sejujurnya kepada Nyonya Asma!" celetuk Hamzah memecah keheningan yang tercipta. Netranya menatap pada Wisnu.Wisnu mengalihkan tatapannya kepada Hamzah. "Aku tau aku salah Hamzah. Aku hanya ingin bersama Asma. Tapi itu adalah hal yang mustahil. Karena dia sangat membenciku dan jalan satu-satunya adalah Akbar," jelas Wisnu dengan wajah risua. Ia membuang tatapannya dari Hamzah. "Jika aku tidak mengatakan kalau Akbar masih bersamaku, Asma tidak akan mau kembali padaku," imbuh Wisnu.Lelaki bertubuh tinggi besar itu hanya terdiam. Tanpa menjawab apapun."Lalu ke mana kita akan mencari anak yang mau menyelamatkan anda, Tuan?" tutur Hamzah dengan wajah berpikir. Mencari anak seusia Akbar bukanlah hal yang mudah. Apalagi untuk