Home / Romansa / Dibalik perbedaan / bab 2 pengorbanan sang pesulap

Share

bab 2 pengorbanan sang pesulap

Author: GNZ Creator
last update Last Updated: 2024-09-05 23:25:18

Malam merangkak di atas kota Ardencia, menyelimuti bangunan-bangunan batu dengan cahaya redup dari lampu-lampu minyak. Suara pasar malam bergema di seluruh sudut kota, dipenuhi dengan teriakan pedagang, tawa anak-anak, dan dentingan alat musik yang dimainkan oleh pengamen jalanan. Di antara keramaian itu, berdiri seorang pria muda dengan jubah lusuh, mempersiapkan pertunjukan kecil yang menjadi sumber penghidupannya: Alaric, pesulap jalanan yang dikenal dengan trik-triknya yang sederhana namun selalu berhasil memukau penonton.

Alaric mengatur alat-alatnya dengan cekatan: topi lusuh, beberapa kartu lusuh, dan sekotak kecil berisi bola-bola kain warna-warni. Baginya, setiap benda memiliki rahasianya sendiri, sama seperti dirinya yang menyimpan banyak hal di balik senyum dan jubah kumalnya. Dia mengangkat kepalanya, menatap sekilas pada kerumunan yang mulai berkumpul. Di matanya, kerumunan ini lebih dari sekadar penonton; mereka adalah pelarian dari kehidupannya yang keras.

"Saudara-saudara, lihatlah keajaiban di depan mata kalian," serunya dengan suara lantang, berusaha mengundang perhatian. Tangan Alaric yang terampil dengan cepat mengeluarkan sehelai kain merah dari topinya, lalu kain itu berubah menjadi burung kecil yang terbang berputar sebelum lenyap di udara. Penonton bersorak, terkesima oleh ilusi yang terlihat begitu nyata. Di tengah tepuk tangan dan tawa, mata Alaric menangkap sosok yang berbeda dari keramaian.

Seorang gadis muda berdiri di sana, mengenakan jubah berwarna biru dengan kerudung yang menutupi sebagian besar wajahnya. Ia bukanlah gadis biasa; dari cara berdirinya yang anggun dan gerak-geriknya yang penuh kehati-hatian, Alaric bisa menebak bahwa dia berasal dari kalangan atas, mungkin dari keluarga bangsawan. Namun, ada sesuatu dalam matanya yang membuatnya terlihat seperti burung dalam sangkar, menatap dunia dengan kerinduan yang dalam. Gadis itu adalah Putri Seraphina, yang malam itu menyamar demi merasakan kebebasan yang tak pernah ia rasakan di balik tembok istana.

Seraphina menyaksikan pertunjukan Alaric dengan penuh minat. Baginya, sulap Alaric bukan sekadar trik biasa; ada sentuhan keajaiban yang ia rindukan, sesuatu yang tak bisa ia temukan dalam hidupnya yang penuh aturan. Ketika pertunjukan berakhir dan orang-orang mulai membubarkan diri, Seraphina memberanikan diri mendekat.

“Kau hebat sekali,” ucapnya pelan namun terdengar jelas di telinga Alaric.

Alaric menoleh, sedikit terkejut oleh keberanian gadis itu untuk mendekat. “Terima kasih, Nona,” jawabnya sopan, meski dalam hatinya ia bertanya-tanya siapa gadis ini sebenarnya. “Kau terlihat baru di sini.”

Seraphina tersenyum, berusaha menutupi kegugupannya. “Aku jarang datang ke tempat seperti ini. Kau membuat semuanya terlihat begitu… ajaib.”

Mendengar kata itu, Alaric tersenyum masam. “Ajaib? Mungkin hanya ilusi. Sama seperti semua hal di dunia ini.” Kata-kata itu lebih dalam dari sekadar tanggapan biasa; bagi Alaric, hidup memang penuh ilusi, terutama untuk orang-orang sepertinya yang harus berjuang setiap hari.

Namun, percakapan mereka tak berlangsung lama. Seorang penjaga kerajaan tiba-tiba muncul dari balik kerumunan, mengenali Seraphina meski dalam samaran. “Putri Seraphina! Apa yang Anda lakukan di sini? Tempat ini tidak aman untuk Anda!” seru penjaga itu dengan nada tegas, menarik perhatian orang-orang di sekitarnya.

Wajah Seraphina seketika pucat, menyadari bahwa rahasianya terungkap. Ia melihat ke arah Alaric, mata mereka bertemu dalam sekejap yang seolah membekukan waktu. Di mata Alaric, ada keterkejutan dan kekhawatiran; ia baru menyadari siapa gadis ini sebenarnya. Namun, sebelum ia sempat berkata apa-apa, Seraphina sudah ditarik menjauh oleh penjaga, kembali ke dalam bayang-bayang istana yang mengekangnya.

Alaric hanya bisa berdiri terpaku, menyaksikan putri itu dibawa pergi, dan seketika ia menyadari bahwa pertemuan singkat ini bukanlah hal yang sepele. Ada sesuatu yang menggantung di antara mereka, sesuatu yang lebih dari sekadar ketertarikan biasa. Tapi di balik tatapan terakhir itu, Alaric juga merasakan ancaman yang mulai mendekat—kerajaan tak akan tinggal diam jika tahu seorang pesulap jalanan berani mendekati putrinya.

Malam itu, Alaric kembali ke tempat tinggalnya yang sederhana di pinggiran kota, namun pikirannya terus memutar kembali momen singkat bersama Seraphina. Ia tahu, pertemuan itu akan membawa lebih banyak masalah daripada yang bisa ia bayangkan, tapi hati kecilnya merasa bahwa pertemuan itu juga akan mengubah jalan hidupnya. Dan di sisi lain, di kamar megahnya di istana, Seraphina pun tak bisa tidur, memikirkan pesulap yang berbeda dari siapapun yang pernah ia temui.

Pertemuan mereka hanyalah awal dari kisah yang rumit dan penuh bahaya. Di balik perbedaan status dan kehidupan mereka, terjalin takdir yang akan menguji batasan keberanian, cinta, dan harga diri. Alaric dan Seraphina belum tahu bahwa dunia akan menguji mereka, memperhadapkan mereka dengan konflik yang lebih besar dari sekadar pertemuan terlarang; dunia akan memaksa mereka memilih antara cinta dan kewajiban, antara impian dan kenyataan yang pahit.

Pagi di Ardencia diawali dengan kesibukan yang biasa, namun bagi Seraphina, hari itu terasa berbeda. Duduk di meja panjang ruang makan istana, ia mendengarkan dengan setengah hati percakapan orang tuanya tentang urusan kerajaan. Raja Alden dan Ratu Mirabelle tak pernah menyadari keresahan yang diam-diam mengisi hati putri mereka. Seraphina merasa semakin terkungkung dalam istana megah ini, tempat yang seharusnya menjadi rumah, namun kini lebih menyerupai penjara emas baginya.

Sementara itu, di sudut kota yang jauh dari istana, Alaric sedang bersiap untuk memulai hari yang baru. Namun, ketenangan paginya segera terganggu ketika ia mendapati sekelompok penjaga kerajaan yang datang menggerebek tempat pertunjukannya. Alaric tak punya waktu untuk bertanya; para penjaga langsung menangkapnya tanpa banyak bicara.

“Kau dituduh mengganggu ketertiban dengan mendekati anggota keluarga kerajaan,” kata pemimpin penjaga dengan nada dingin. “Kau akan dibawa untuk diinterogasi.”

Alaric berusaha menjelaskan bahwa ia tak tahu Seraphina adalah seorang putri saat mereka bertemu, namun para penjaga tidak peduli. Ia diseret ke dalam gerobak besi, dibawa menuju penjara bawah tanah istana yang terkenal angker. Sepanjang perjalanan, Alaric merasa marah dan bingung. Bagaimana mungkin pertemuan singkat dengan seorang gadis bisa membawanya ke dalam masalah sebesar ini?

Di dalam penjara, Alaric diinterogasi habis-habisan. Mereka menuduhnya sebagai penyusup, bahkan mata-mata dari kerajaan lain yang berusaha mendekati Seraphina untuk tujuan jahat. Alaric hanya bisa tertawa sinis mendengar tuduhan-tuduhan itu. Ia hanyalah seorang pesulap miskin, tak punya kekuatan apapun selain ilusi yang biasa ia mainkan di jalanan.

“Bagaimana mungkin aku menjadi ancaman bagi kerajaan kalian? Aku bahkan tak punya rumah yang layak!” teriak Alaric, namun jawabannya hanya mendapat balasan berupa pukulan keras dari salah satu penjaga.

Sementara Alaric terkurung dalam gelapnya penjara, Seraphina menjalani pertemuan dengan Pangeran Luthar, yang ternyata lebih menyebalkan dari yang ia bayangkan. Pangeran itu sombong dan selalu berbicara tentang dirinya sendiri, tidak peduli pada apa yang Seraphina pikirkan atau rasakan. Ia hanya melihat Seraphina sebagai trofi, seorang putri cantik yang akan memperkuat posisinya sebagai calon penguasa.

Saat pertemuan berakhir, Seraphina merasa semakin terjepit. Ia berjalan cepat kembali ke kamarnya, namun langkahnya terhenti ketika ia mendengar bisikan dua pelayan yang sedang bergosip.

“Katanya ada pesulap jalanan yang ditangkap karena mendekati Putri Seraphina. Dia sedang diinterogasi di penjara bawah tanah,” bisik salah satu pelayan.

Seraphina terkejut mendengar itu. Hatinya langsung dipenuhi rasa bersalah; ia tak pernah berniat menyeret Alaric ke dalam masalah. Didorong oleh rasa bersalah dan keinginan untuk menebus kesalahannya, Seraphina memutuskan untuk melakukan sesuatu yang nekat. Ia menunggu malam tiba, saat penjagaan istana sedikit lebih longgar. Dengan menyamar kembali dalam jubah hitam, ia menyelinap keluar dari kamarnya dan menuju penjara bawah tanah.

Penjara itu dingin dan gelap, dipenuhi suara rintihan dari para tahanan lain. Seraphina berusaha menahan ketakutannya, mencari-cari sosok Alaric di antara sel-sel yang suram. Akhirnya, ia menemukan Alaric yang terduduk lemah di sudut selnya, wajahnya penuh luka. Melihat Seraphina di depan selnya, Alaric terkejut, antara marah dan terharu melihat putri yang menjadi alasan ia berada di tempat mengerikan ini.

“Apa yang kau lakukan di sini?” tanya Alaric dengan nada tajam, namun dalam suaranya terdengar kekhawatiran yang tersembunyi.

“Aku minta maaf… aku tak pernah bermaksud membuatmu terlibat masalah sebesar ini,” jawab Seraphina lirih, matanya penuh penyesalan. “Aku akan membebaskanmu.”

Alaric tersenyum getir. “Bagaimana mungkin? Kau seorang putri, dan aku hanya pesulap jalanan. Dunia kita tak seharusnya bersinggungan.”

Namun Seraphina tak peduli. Ia memaksa membuka pintu sel dengan kunci yang berhasil ia curi dari penjaga yang lengah. Meski Alaric sempat menolak, Seraphina bersikeras bahwa mereka harus kabur bersama. Setelah melewati beberapa penjaga dengan hati-hati, mereka berhasil keluar dari penjara, berlari menembus malam kota Ardencia yang seolah menyembunyikan mereka dalam kegelapan.

Di luar, Seraphina merasakan desiran kebebasan yang begitu nyata, namun juga ketakutan yang mencengkeram. Alaric menuntun Seraphina melewati gang-gang sempit yang ia kenal baik, berharap bisa membawa mereka ke tempat aman. Namun, langkah mereka tiba-tiba terhenti ketika sekelompok prajurit kerajaan sudah menunggu di ujung jalan.

“Akhirnya kita bertemu lagi, Pesulap Jalanan,” ujar salah satu prajurit dengan nada sinis, sambil menghunus pedangnya. “Dan kau, Putri Seraphina, sungguh mengecewakan melihatmu bersama orang rendahan ini.”

Seraphina dan Alaric terpojok, tak punya tempat untuk lari. Di saat genting itu, Alaric tahu bahwa mereka harus melakukan sesuatu yang nekat. Ia menggenggam tangan Seraphina erat, menatap dalam-dalam matanya.

“Kita harus melawan, atau kita akan kalah sebelum mencoba,” bisik Alaric, sambil menarik serangkaian kartu dari balik jubahnya—satu-satunya senjata yang ia miliki.

Dalam hitungan detik, Alaric melemparkan kartu-kartu itu ke udara, menciptakan ledakan cahaya yang memukau. Para prajurit terkejut dan mundur, memberi mereka waktu untuk melarikan diri. Dengan keterampilan dan sedikit keberanian, mereka berhasil lolos dari kepungan dan bersembunyi di dalam gang sempit yang gelap.

Di balik napas yang terengah, Seraphina merasakan detak jantungnya berpacu. Ia sadar, sejak malam itu, tak ada jalan kembali. Keputusannya untuk melarikan diri bersama Alaric telah mengubah takdirnya selamanya. Sementara Alaric, meski tersenyum lega, juga merasakan beban baru di pundaknya: ia bukan hanya seorang pelarian, tapi kini menjadi pelindung bagi seorang putri yang rela meninggalkan segalanya demi sebuah kebebasan yang selama ini hanya ia impikan.

Di tengah gelapnya malam Ardencia, dua jiwa yang berbeda latar belakang kini bersatu melawan dunia yang terus menekan mereka. Konflik baru saja dimulai, dan perjuangan mereka baru akan memasuki babak paling berbahaya.

**Bab 20: Penyelamatan di Tengah Malam**

Malam itu, angin bertiup kencang di atas benteng istana yang dingin, membawa serta suara-suara samar dari balik dinding tebal. Seraphina dan Alaric duduk di dalam sel yang sempit, kelelahan dan hampir putus asa. Kematian Marcus telah meninggalkan luka yang dalam di hati mereka, dan sekarang, mereka hanya bisa menunggu nasib yang tampaknya semakin tak menentu. Harapan mereka hampir padam, seperti nyala lilin yang tertiup angin.

Namun, di luar penjara yang sunyi, sesuatu sedang bergerak. Bayangan-bayangan yang tidak biasa muncul di sepanjang lorong istana. Sosok-sosok yang bergerak dengan kecepatan dan keahlian tinggi, menyelinap tanpa suara melewati penjaga-penjaga yang tidak curiga. Mereka adalah para prajurit elit yang terlatih, namun bukan dari pasukan Duke Alistair. Mereka adalah orang-orang yang setia kepada Pangeran Luthar.

Pangeran Luthar, yang selama ini memilih untuk bertindak dari balik layar, tidak bisa lagi diam melihat kekejaman Duke Alistair. Dia tahu bahwa tindakan brutal Duke tidak hanya mengancam rakyatnya, tetapi juga kestabilan kerajaan itu sendiri. Dan ketika dia mendengar tentang nasib Seraphina dan Alaric, serta eksekusi Marcus, dia tahu saatnya telah tiba untuk bertindak.

Di bawah naungan malam yang gelap, Luthar memimpin misi penyelamatan ini sendiri. Dengan ketenangan yang dipelajari selama bertahun-tahun sebagai seorang pangeran yang selalu waspada, Luthar bergerak seperti bayangan di tengah kegelapan. Hatinya dipenuhi tekad untuk menyelamatkan dua orang yang, meskipun secara langsung bukan tanggung jawabnya, kini dia anggap sebagai kunci untuk menghentikan Duke Alistair.

Di lorong bawah tanah yang dingin dan lembab, Luthar dan anak buahnya menghampiri sel tempat Seraphina dan Alaric ditahan. Dengan satu isyarat tangan, salah satu prajurit menggunakan alat untuk membuka kunci besi yang berat. Pintu penjara berderit terbuka, dan di dalam, Luthar melihat Seraphina dan Alaric, yang segera berdiri dengan keterkejutan saat melihat siapa yang datang.

“Pangeran Luthar?” Seraphina mengucapkan nama itu dengan nada tidak percaya.

Luthar memberi mereka senyum tipis, meskipun situasinya sangat genting. “Aku datang untuk menjemput kalian. Kita tidak punya banyak waktu, Duke Alistair akan segera menyadari ini.”

Alaric, meskipun lelah, merasakan secercah harapan yang ia pikir telah hilang. “Mengapa Anda melakukan ini? Anda tahu ini akan membuat Anda berada dalam bahaya besar.”

“Aku tidak bisa membiarkan ini berlanjut,” jawab Luthar tegas. “Duke Alistair sudah melampaui batas. Aku tahu apa yang harus dilakukan, dan untuk itu, aku membutuhkan bantuan kalian.”

Tanpa waktu untuk penjelasan lebih lanjut, Luthar memberi isyarat kepada anak buahnya untuk membawa Seraphina dan Alaric keluar dari sel. Mereka bergerak cepat, mengikuti jalur rahasia yang hanya diketahui segelintir orang di dalam istana. Luthar memimpin di depan, memastikan bahwa jalan mereka aman. Sepanjang perjalanan, mereka bertemu beberapa penjaga, namun semuanya dilumpuhkan dalam sekejap oleh keahlian pasukan Luthar yang terlatih.

Ketika mereka hampir mencapai gerbang belakang istana, suara langkah kaki berat terdengar mendekat. Dari bayangan, muncul Duke Alistair dengan ekspresi marah yang sulit disembunyikan. Dia telah mengetahui penyusupan ini lebih cepat daripada yang diharapkan, dan kini dia berdiri di hadapan mereka, menatap Luthar dengan penuh kebencian.

“Luthar,” Duke Alistair meludah, “Apa yang kau pikirkan? Mengkhianati keluargamu sendiri demi pengkhianat?”

Luthar menatap Duke Alistair dengan dingin. “Kau yang mengkhianati kerajaan, Duke. Apa yang kau lakukan pada rakyat, pada Marcus… itu adalah tindakan pengecut.”

“Kau bodoh jika berpikir mereka layak untuk diselamatkan,” balas Duke Alistair dengan suara yang semakin rendah dan berbahaya. “Kerajaan butuh tangan besi, bukan belas kasihan.”

“Kerajaan butuh keadilan,” potong Luthar. “Dan itulah yang tidak akan pernah kau pahami.”

Pertarungan antara Luthar dan Duke Alistair tidak bisa dihindari. Luthar, yang meskipun ahli strategi dan pemimpin yang bijak, bukanlah tandingan Duke Alistair dalam duel fisik. Duke Alistair adalah seorang petarung yang kejam dan berpengalaman, sementara Luthar lebih terbiasa dengan pertempuran di ruang taktik daripada di medan perang.

Namun, Luthar bukan sendirian. Ketika Duke Alistair bergerak maju dengan kecepatan luar biasa, mencoba menyerang Luthar dengan serangan mematikan, Alaric tiba-tiba melangkah ke depan. Dengan kekuatan magis yang baru saja ia gunakan untuk menyelamatkan Seraphina, Alaric mengangkat tangannya, menciptakan perisai energi yang menahan serangan Duke Alistair.

Duke Alistair terkejut, langkahnya tertahan oleh kekuatan tak terlihat yang memisahkan dia dan Luthar. Dia menatap Alaric dengan kemarahan yang tak tertahankan. “Kau! Penyihir terkutuk!”

Alaric tidak menghiraukan hinaan itu. Dia tahu bahwa ini adalah kesempatan mereka satu-satunya. Dengan kekuatan yang tersisa, Alaric memusatkan energinya pada Duke Alistair, menciptakan gelombang kekuatan yang menghantam sang Duke dengan kekuatan yang cukup untuk membuatnya terjatuh ke tanah.

Luthar tidak membuang waktu. “Kita harus pergi sekarang!” serunya kepada yang lain.

Mereka berlari menuju gerbang belakang, meninggalkan Duke Alistair yang tergeletak, terluka tetapi masih hidup. Meski Duke Alistair mencoba bangkit, tubuhnya terlalu lemah untuk mengejar. Alaric, Seraphina, dan Luthar berhasil mencapai gerbang, di mana mereka segera disambut oleh para prajurit Luthar yang sudah menunggu dengan kuda-kuda mereka.

Mereka melompat ke atas kuda, dan tanpa melihat ke belakang, mereka melesat keluar dari istana menuju hutan yang gelap, tempat yang telah direncanakan Luthar sebagai titik pertemuan.

***

Di dalam hutan, jauh dari jangkauan Duke Alistair, mereka berhenti sejenak untuk bernapas. Seraphina masih merasakan ketegangan di tubuhnya, tetapi ia juga merasakan kelegaan yang luar biasa. Alaric, yang sudah kelelahan, hampir terjatuh dari kudanya, namun berhasil ditangkap oleh salah satu prajurit Luthar.

“Kita selamat,” kata Seraphina dengan suara bergetar.

“Untuk sekarang,” jawab Luthar sambil menatap ke arah istana yang sudah jauh di belakang mereka. “Tapi ini belum selesai. Duke Alistair tidak akan menyerah begitu saja. Kita harus bergerak cepat dan membuat rencana untuk melawannya.”

Seraphina mengangguk, meskipun pikirannya masih dipenuhi oleh kematian Marcus dan semua yang telah mereka lalui. Ia menatap Alaric, yang terbaring lemah di tanah. “Alaric, kau sudah melakukan lebih dari yang seharusnya. Kau menyelamatkanku, dan kita semua berhutang padamu.”

Alaric tersenyum lemah. “Ini belum berakhir, Seraphina. Kita harus menghormati pengorbanan Marcus dengan melanjutkan perjuangan ini.”

Luthar memandang keduanya dengan rasa hormat yang mendalam. Dia tidak pernah mengira bahwa dua orang yang begitu berbeda dari dirinya bisa memiliki dampak yang begitu besar dalam hidupnya. “Kita akan melawan Duke Alistair bersama,” katanya dengan suara penuh tekad. “Aku akan mengumpulkan sekutu yang masih setia pada tahta yang sah, dan kita akan mengembalikan keadilan ke negeri ini.”

Seraphina dan Alaric setuju, dan dengan begitu, mereka menyusun rencana baru. Kali ini, mereka tidak hanya bertarung untuk bertahan hidup, tetapi untuk menghentikan tirani yang telah lama menindas rakyat. Dengan kekuatan magis Alaric, kecerdikan Luthar, dan keberanian Seraphina, mereka bertekad untuk menghadapi Duke Alistair dalam pertempuran terakhir yang akan menentukan nasib kerajaan.

Malam itu, di tengah hutan yang sunyi, mereka bersumpah untuk tidak berhenti sampai Duke Alistair dikalahkan dan keadilan ditegakkan. Dan meskipun jalan di depan masih panjang dan penuh bahaya, mereka tahu bahwa dengan bersatu, mereka bisa menghadapi apa pun yang akan datang.

Related chapters

  • Dibalik perbedaan   bab 3 bayang bayang kekuasaan

    Langit malam Ardencia tampak kelabu, dan suasana di desa semakin mencekam seiring dengan meningkatnya tekanan dari kerajaan. Meski Alaric dan Seraphina berhasil kembali, mereka tahu bahwa perdamaian ini hanya sementara. Kembalinya mereka tidak meredakan masalah, malah membuat desa semakin menjadi pusat perhatian kerajaan. Desas-desus mengenai pesulap yang memimpin perlawanan semakin menyebar, dan bagi banyak orang di desa, Alaric kini menjadi simbol harapan sekaligus bahaya.Di tengah ketegangan ini, Seraphina mulai mengenal lebih dekat kehidupan di desa. Dia bekerja bahu-membahu dengan penduduk, membantu di ladang, merawat anak-anak, dan mendengar cerita-cerita tentang kesulitan mereka. Setiap hari, Seraphina semakin sadar bahwa orang-orang ini bukanlah musuh, melainkan korban dari sistem yang tidak adil. Dan setiap hari, ia semakin yakin bahwa ia harus menjadi bagian dari perlawanan ini.Namun, keadaan menjadi semakin sulit ketika penyakit mulai menyebar di desa. Air bersih semakin

    Last Updated : 2024-09-05
  • Dibalik perbedaan   bab 4 Pengkhianatan

    Di bawah langit yang mendung, penduduk desa berkumpul di lapangan utama, menatap Seraphina dan para utusan kerajaan dengan rasa campur aduk antara harapan dan kecemasan. Di antara kerumunan, Alaric berdiri di samping Seraphina, mencoba menenangkan kegelisahan yang terus membayang. Utusan kerajaan, mengenakan pakaian resmi mereka yang berwarna mencolok, tampak canggung di tengah desa yang sederhana dan penuh debu. Mereka mulai membacakan isi perjanjian damai, namun suara mereka tertelan oleh desahan warga yang masih ragu. Alaric menatap wajah-wajah penduduk yang pucat dan kelelahan, lalu menoleh ke Seraphina. “Mereka butuh lebih dari sekadar kata-kata,” bisiknya. “Mereka butuh tindakan nyata.” Seraphina mengangguk. Ia tahu bahwa membangun kembali kepercayaan adalah tugas yang jauh lebih sulit daripada membuat perjanjian. Ia melangkah maju, berdiri di depan penduduk desa dengan sikap penuh tekad. “Aku tahu kalian telah melalui banyak penderitaan,” ucapnya lantang. “Dan aku tidak memin

    Last Updated : 2024-09-06
  • Dibalik perbedaan   bab 5 musuh yang tak terduga

    Raja Alden masih berdiri dengan ekspresi marah, tangannya mengepal di atas meja besar yang dipenuhi peta strategi dan laporan kerusuhan. Di hadapannya, Seraphina mencoba menjelaskan, namun kata-katanya tenggelam dalam kemarahan Raja. Di sekeliling ruangan, para penasehat kerajaan hanya bisa berbisik, terlalu takut untuk ikut campur dalam perselisihan antara raja dan putrinya.“Kau telah mempermalukan kerajaan,” bentak Raja Alden, suaranya menggema di ruangan yang dingin. “Ini bukan hanya tentang desa itu lagi, Seraphina. Kau menyeret seluruh kerajaan ke dalam kekacauan dengan membiarkan mereka menyerang kita.”Seraphina menghela napas, berusaha tetap tenang meski hatinya penuh dengan kepedihan. “Ayah, aku tahu ini terlihat buruk, tapi mereka terdesak. Orang-orang di desa disabotase oleh pihak-pihak dari kerajaan kita sendiri. Mereka tidak tahu harus percaya pada siapa lagi.”Raja Alden menatap Seraphina dengan tajam. “Dan kau pikir mereka akan percaya padamu? Sejak awal, aku tahu perj

    Last Updated : 2024-09-06
  • Dibalik perbedaan   bab 6 Diambang keputusasaan

    Seraphina berdiri di atas bukit kecil di tepi desa, memandang pasukan kerajaan yang bersiap menyerang. Suara dentang logam dan derap kaki kuda memenuhi udara, membangkitkan ketegangan yang semakin menyiksa. Matahari yang terbenam memancarkan sinar keemasan, seakan menjadi pertanda bahwa hari itu bisa menjadi akhir dari segala harapan. Di bawahnya, desa tampak seperti sarang semut yang panik, penduduk berlarian mencari perlindungan sementara para pemberontak bersiap menghadapi apa pun yang akan datang. Di tengah kerumunan, Alaric mencoba memimpin penduduk untuk bertahan. Ia berusaha mengatur pasokan yang semakin menipis dan memastikan semua orang—terutama anak-anak dan orang tua—mendapat tempat yang aman. Namun, dalam hatinya, Alaric tahu bahwa apa pun yang mereka lakukan hanyalah penundaan dari kehancuran yang tak terelakkan. “Alaric!” teriak Seraphina, berlari ke arahnya dengan napas tersengal. Wajahnya memerah, dan matanya penuh kekhawatiran. “Pasukan akan menyerang dalam hitung

    Last Updated : 2024-09-06
  • Dibalik perbedaan   bab 7 luka yang terlalu dalam

    Di sebuah gudang tua yang hampir roboh, mereka menemukan Marcus yang diikat dan terluka. Dengan cepat, Alaric menghancurkan rantai yang mengikat Marcus, sementara Seraphina menghalau para prajurit yang mengejar. Marcus, meski lemah, berusaha bangkit. Wajahnya penuh luka, namun sorot matanya masih menyala dengan semangat. "Terima kasih... kalian datang tepat waktu," ujar Marcus dengan suara serak, mencoba tersenyum meski rasa sakit terus mendera. Namun, kegembiraan mereka tak bertahan lama. Tepat ketika mereka berusaha melarikan diri, sekelompok prajurit tambahan yang dipimpin oleh salah satu tangan kanan Garreth, Lord Caelan, muncul menghadang jalan keluar. Caelan dikenal karena kecerdikannya dan kejam dalam pertempuran. Wajahnya yang penuh luka pertempuran dan tatapan dinginnya membuat siapa pun yang melihatnya merasa ngeri. "Seraphina, Alaric, dan Marcus... Betapa menyedihkan melihat kalian berjuang sia-sia. Ini adalah akhir dari semua perlawanan kalian," ujar Caelan dengan

    Last Updated : 2024-09-06
  • Dibalik perbedaan   bab 8 pengorbanan diujung harapan

    Pagi mulai menyingsing di atas pegunungan, tetapi bagi Seraphina dan kelompok kecilnya, cahaya pagi itu terasa lebih seperti ancaman daripada harapan. Mereka telah bergerak sepanjang malam, bersembunyi dari patroli prajurit yang terus memburu mereka. Kondisi Alaric semakin kritis; napasnya tersengal, dan kulitnya semakin pucat. Luka di bahunya telah terinfeksi, mengeluarkan bau busuk yang mengkhawatirkan. Setiap langkah mereka seperti perlombaan melawan waktu, dan kekuatan Alaric semakin menipis. Di tengah perjalanan mereka, kelompok itu tiba di tepi hutan gelap, yang dikenal sebagai Hutan Gelap Larang. Konon, tempat ini dipenuhi makhluk gaib dan sihir kuno yang tak terduga. Lady Elys ragu-ragu untuk memasuki hutan tersebut, tetapi Seraphina memaksa. Ini satu-satunya cara untuk menghindari pengejaran pasukan kerajaan. “Kita tidak punya pilihan lain,” kata Seraphina dengan tegas, matanya menatap lurus ke dalam hutan yang dipenuhi pepohonan tinggi yang tampak seperti penjaga misterius

    Last Updated : 2024-09-06
  • Dibalik perbedaan   bab 9 Sekutu tersembunyi

    Di hutan yang semakin pekat, Seraphina dan Alaric beristirahat sejenak di bawah pepohonan rimbun. Seraphina menatap luka-luka Alaric yang semakin parah. Darah mengalir membasahi pakaian Alaric, membuat Seraphina bergegas merobek sebagian pakaiannya untuk membalut luka tersebut. Tangannya gemetar, berusaha menahan rasa takut yang menggerogoti hatinya. Namun, tatapan Alaric yang meski lemah namun penuh ketenangan, seakan memberi Seraphina sedikit harapan.“Kau harus istirahat, Alaric. Kalau tidak, kau bisa mati karena luka ini,” ucap Seraphina dengan suara serak. Namun Alaric, dengan senyum kecil yang dipaksakan, hanya menggeleng.“Kita tidak punya waktu, Seraphina,” jawab Alaric sambil mengerang pelan. “Kita harus terus bergerak, atau mereka akan menemukan kita.”Malam itu terasa lebih dingin dari biasanya, seolah-olah alam pun tidak ingin memberi mereka kenyamanan. Di kejauhan, mereka bisa mendengar suara langkah kaki para prajurit yang terus mencari mereka. Seraphina tahu mereka haru

    Last Updated : 2024-09-06
  • Dibalik perbedaan   bab 10 antara nyawa dan harapan

    Angin malam berhembus dingin, menusuk sampai ke tulang. Alaric berjalan cepat di antara pepohonan, langkahnya tergesa meski rasa sakit di luka-lukanya masih terasa perih. Setiap langkah seolah mengguncang tubuhnya yang sudah lemah, namun pikirannya hanya tertuju pada satu hal: Seraphina. Mereka telah berpisah beberapa hari yang lalu, namun kecemasan yang menggerogoti hatinya seolah tak pernah pergi.Setiap suara ranting yang patah atau bayangan samar di antara pohon membuatnya siaga, waspada akan kemungkinan prajurit Eirik yang mungkin masih mengejar. Alaric tahu mereka tidak akan berhenti begitu saja. Eirik bukan hanya sekadar prajurit kerajaan; dia adalah tangan kanan Raja Alden, seorang yang tak akan pernah berhenti sampai mendapatkan apa yang dia inginkan. Di sebuah tepi jurang kecil, Alaric berhenti sejenak. Ia menarik napas panjang, mencoba meredakan kecemasan yang terus menghantuinya. Dia memandang jauh ke arah langit, yang gelap tanpa bintang, seperti cerminan dari pikirannya

    Last Updated : 2024-09-07

Latest chapter

  • Dibalik perbedaan   bab 25 konfrontasi besar di istana

    Alaric, Seraphina, Miranda, dan Jameson, bersama sisa-sisa kelompok perlawanan, terus bergerak melintasi Ardencia yang kini berubah menjadi ladang perburuan. Pasukan Raja Alden menyebar di seluruh penjuru kota, menutup setiap jalan keluar, dan menyisir setiap sudut yang mungkin menjadi tempat persembunyian mereka. Dari balik jendela-jendela yang pecah, warga kota yang ketakutan menyaksikan kejar-kejaran yang tak berkesudahan ini, melihat dengan mata mereka sendiri betapa kerasnya rezim Alden dalam menghadapi setiap ancaman terhadap kekuasaannya. Dengan Seraphina yang baru saja diselamatkan dan Albrecht yang gugur di pertempuran sebelumnya, kelompok ini terpaksa bersembunyi di pinggiran kota yang terpencil, jauh dari hiruk-pikuk pasukan kerajaan. Mereka bersembunyi di sebuah gubuk tua yang tersembunyi di dalam hutan lebat, sebuah tempat yang hanya diketahui oleh sedikit orang. Gubuk ini dulunya milik seorang pemburu yang sekarang sudah lama pergi, menjadi sa

  • Dibalik perbedaan   bab 24 kepungan dimalam hari

    Saat matahari mulai merangkak naik di langit Ardencia, suasana kota dipenuhi ketegangan yang terasa seperti petir di udara. Serangan besar di gerbang istana semalam membuahkan hasil yang mengejutkan; pasukan perlawanan berhasil mendesak penjaga istana mundur, meskipun belum mampu menembus ke dalam. Rakyat mulai percaya bahwa kemenangan bukanlah mimpi yang tak terjangkau. Namun, di balik sorak sorai kemenangan kecil itu, bayang-bayang pengkhianatan mulai merayap di dalam kelompok perlawanan. Alaric, Miranda, Jameson, dan Albrecht berkumpul kembali di rumah persembunyian mereka yang tersembunyi di pinggiran kota. Wajah-wajah mereka mencerminkan kelelahan sekaligus tekad yang tak tergoyahkan. Mereka tahu bahwa perlawanan ini belum selesai—masih banyak rintangan yang harus mereka hadapi. Namun, saat mereka sedang mempersiapkan strategi berikutnya, seorang pria yang tidak asing tiba-tiba memasuki ruangan dengan ekspresi yang mencurigakan.

  • Dibalik perbedaan   bab 23 kebangkitan perlawanan

    Kabar tentang ledakan besar di gudang persenjataan istana Ardencia tersebar luas bagaikan api yang tak terkendali. Malam itu, kota yang dulunya sunyi dan tercekam berubah menjadi medan pertempuran batin bagi setiap penduduknya. Para prajurit kerajaan bergerak lebih waspada, meningkatkan pengawasan, sementara rakyat Ardencia mulai merasakan harapan yang lama hilang. Mereka tahu, ada seseorang yang berani melawan tirani Raja Alden, dan itu cukup untuk menyalakan kembali api perlawanan di hati mereka. Di sebuah rumah tua di pinggiran kota, sebuah kelompok kecil berkumpul dalam kerahasiaan. Alaric, Miranda, Jameson, dan Albrecht duduk melingkar di sekitar meja kayu yang usang, dipenuhi peta Ardencia dan catatan-catatan tentang pergerakan pasukan kerajaan. Malam ini adalah malam yang penting; mereka sedang merencanakan kebangkitan perlawanan yang lebih besar dari sekadar serangan mendadak. Alaric, sang pesulap yang pernah menjadi tulang punggung

  • Dibalik perbedaan   bab 22 penyusupan yang beresiko

    Seraphina merapatkan selimut tipis di tubuhnya yang menggigil. Meskipun malam semakin larut, ia tidak bisa memejamkan mata. Kata-kata Duke Alistair masih terngiang di benaknya, menjadi api kecil yang membakar kegelisahan di hatinya. Ia tahu bahwa Alaric berada dalam bahaya, dan ia tidak bisa membiarkan dirinya menjadi umpan dalam permainan kotor Raja Alden dan para pejabatnya. Seraphina bukanlah wanita yang bisa dipermainkan begitu saja; ia adalah seorang pejuang yang sudah terbiasa menghadapi kematian dan pengkhianatan. Di sudut sel, Seraphina memandangi batu yang retak dan dinding yang penuh lumut. Ia menelusuri celah-celah kecil yang mungkin bisa menjadi jalan keluar. Satu-satunya cara untuk menghentikan rencana Raja Alden adalah dengan keluar dari tempat ini. Namun, melarikan diri dari penjara paling ketat di Aldencia bukanlah hal yang mudah, terlebih dengan penjagaan ketat dan penjaga yang tak kenal ampun. Seraphina tahu bahwa ia tidak bisa melakukan ini se

  • Dibalik perbedaan   bab 21 perjuangan pangeran luthar

    Di dalam penjara Aldencia yang gelap dan suram, Seraphina duduk sendirian di sudut selnya, mencoba bertahan dari dinginnya malam dan kesendirian yang membayangi setiap detik yang berlalu. Dinding batu yang dingin dan lembap seakan-akan menutup setiap harapan yang pernah ia miliki, membuatnya merasa terjebak di dalam mimpi buruk yang tak berujung. Suara tetesan air yang jatuh dari langit-langit menjadi satu-satunya hiburan yang menemani hari-harinya yang sepi. Seraphina telah berada di dalam sel sempit ini selama berbulan-bulan, dipisahkan dari dunia luar, dari Alaric, dan dari semua yang ia cintai. Sejak penangkapannya, Seraphina tidak pernah diberi penjelasan apa pun oleh para penjaga. Ia hanya diberitahu bahwa ia adalah tahanan politik yang dianggap sebagai ancaman bagi kerajaan. Namun, di balik semua itu, ia tahu bahwa dirinya hanyalah pion dalam permainan kekuasaan Raja Aldencia, alat untuk menjebak Alaric. Meski kondisi fisiknya tampak melemah, sem

  • Dibalik perbedaan   bab 20 Hasrat tak terbendung

    Latihan keras dan pertempuran tak henti-hentinya membuat Alaric, Jameson, dan Miranda semakin dekat. Setiap hari mereka berlatih bersama, berbagi canda tawa di tengah rasa lelah, dan menjadi sandaran satu sama lain saat kesulitan menghampiri. Namun, di balik keakraban mereka, ada momen-momen pribadi yang tak terucap, terutama antara Alaric dan Miranda. Malam itu, Alaric duduk di tepi sungai dengan pandangan menerawang. Luka di wajahnya masih terasa perih, namun yang lebih menyakitkan adalah luka di dalam hatinya. Ia merenung, menatap bayangan dirinya yang terpantul di air sungai. Dengan satu mata yang tersisa, Alaric melihat sosoknya yang berubah; tidak lagi pesulap muda yang penuh percaya diri, melainkan seorang pria yang dihantui oleh kehilangan. Miranda datang mendekat, membawa kain bersih dan semangkuk air hangat. Ia duduk di sebelah Alaric tanpa banyak bicara, lalu mulai mengganti perban di wajah Alaric dengan tangan yang lembut. Mata birunya menat

  • Dibalik perbedaan   bab 19 Latihan dan persiapan

    Setelah pertempuran yang memisahkan Seraphina darinya, Alaric terjebak dalam kegelapan yang lebih pekat daripada sekadar kehilangan penglihatannya. Satu matanya yang tersisa kini menjadi satu-satunya jendela bagi dunianya yang terasa kian menyempit. Setiap kali ia menutup mata, yang ia lihat hanyalah bayangan Seraphina yang dibawa paksa oleh prajurit Ardencia. Rasanya, luka di matanya tak seberapa dibandingkan dengan luka yang mengoyak hatinya. Keheningan malam terasa seperti menghimpit, dan rasa bersalah terus menghantuinya, membisikkan bahwa ia gagal melindungi satu-satunya orang yang berarti dalam hidupnya. Beberapa hari berlalu, dan Alaric berusaha keras untuk memulihkan diri. Namun, meski luka di tubuhnya mulai berangsur membaik, luka di hatinya tetap menganga lebar. Di rumah sederhana tempatnya dirawat oleh penduduk desa, Alaric terbaring dengan perban yang masih melilit kepalanya. Kesakitan dan keputusasaan menjadikannya lebih pendiam daripada biasanya. Setiap

  • Dibalik perbedaan   bab 18 kembalinya ancaman dari ardencia

    Keputusan Alaric untuk menolak Miranda bukanlah hal yang mudah. Setelah malam yang panjang, Alaric akhirnya memutuskan untuk berbicara jujur kepada Miranda dan mengakhiri semua yang telah ia mulai. Ia sadar bahwa hubungan gelap ini bukan hanya mengancam hubungannya dengan Seraphina, tetapi juga harga dirinya sebagai seorang pria yang seharusnya menjaga komitmen dan kehormatan.Keesokan harinya, Alaric menemui Miranda di vila mewahnya. Miranda menyambutnya dengan senyuman manis dan pandangan penuh harap, seolah yakin bahwa Alaric akhirnya akan menerima tawarannya untuk meninggalkan Seraphina dan menjalani kehidupan baru bersamanya.“Alaric, aku tahu kau akan datang. Aku sudah menyiapkan segalanya untuk kita,” kata Miranda sambil mendekat, jemarinya menyentuh lembut tangan Alaric.Namun, Alaric dengan tegas menarik tangannya. “Miranda, kita harus bicara. Aku tidak bisa melanjutkan ini lagi. Seraphina adalah segalanya bagiku, dan aku tidak ingin kehilangan di

  • Dibalik perbedaan   bab 17 orang ketiga

    Keesokan harinya, kehidupan kembali ke rutinitas mereka yang sederhana. Alaric mempersiapkan dirinya untuk pertunjukan harian di alun-alun kota, sementara Seraphina tinggal di rumah, merapikan sedikit dagangan kerajinan yang ia buat untuk menambah penghasilan mereka. Kehidupan mereka mungkin tidak berlebihan, tapi cukup untuk membuat mereka merasa bahagia.Namun, tanpa mereka sadari, sebuah badai baru perlahan mendekat, membawa ancaman yang tidak pernah mereka duga sebelumnya.Di tengah keramaian kota, Alaric menarik perhatian banyak orang dengan sulapnya yang memukau. Anak-anak dan orang dewasa terkagum-kagum melihat trik-triknya yang selalu berhasil membuat mereka terheran-heran. Di antara para penonton, seorang wanita berambut merah menyala dengan mata tajam memperhatikan Alaric dengan penuh minat. Namanya adalah Miranda, seorang pedagang yang baru tiba di kota itu. Penampilannya menarik perhatian dengan pakaian mahal dan sikapnya yang penuh percaya diri, berbed

DMCA.com Protection Status