Beranda / Romansa / Dibalik perbedaan / bab 5 musuh yang tak terduga

Share

bab 5 musuh yang tak terduga

Penulis: GNZ Creator
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-22 15:43:43

Raja Alden masih berdiri dengan ekspresi marah, tangannya mengepal di atas meja besar yang dipenuhi peta strategi dan laporan kerusuhan. Di hadapannya, Seraphina mencoba menjelaskan, namun kata-katanya tenggelam dalam kemarahan Raja. Di sekeliling ruangan, para penasehat kerajaan hanya bisa berbisik, terlalu takut untuk ikut campur dalam perselisihan antara raja dan putrinya.

“Kau telah mempermalukan kerajaan,” bentak Raja Alden, suaranya menggema di ruangan yang dingin. “Ini bukan hanya tentang desa itu lagi, Seraphina. Kau menyeret seluruh kerajaan ke dalam kekacauan dengan membiarkan mereka menyerang kita.”

Seraphina menghela napas, berusaha tetap tenang meski hatinya penuh dengan kepedihan. “Ayah, aku tahu ini terlihat buruk, tapi mereka terdesak. Orang-orang di desa disabotase oleh pihak-pihak dari kerajaan kita sendiri. Mereka tidak tahu harus percaya pada siapa lagi.”

Raja Alden menatap Seraphina dengan tajam. “Dan kau pikir mereka akan percaya padamu? Sejak awal, aku tahu perjanjian ini lemah. Kau tidak bisa mengubah keadaan dengan belas kasihan saja.”

Ratu Mirabelle yang sejak tadi diam akhirnya angkat bicara. “Alden, mungkin kita bisa mencari solusi lain. Kekerasan bukan jawabannya. Kita masih bisa...”

“Apa kau tidak lihat apa yang terjadi?” Raja Alden memotong, suaranya penuh frustrasi. “Mereka membakar gudang kita! Mereka menyerang wilayah kita! Ini adalah pemberontakan, dan kita harus menghentikannya.”

Seraphina tahu bahwa kali ini tidak ada lagi kata-kata yang bisa mengubah pikiran ayahnya. Ia dipanggil keluar oleh para penjaga, diberi tahu bahwa ia akan diisolasi sementara situasi ditinjau ulang. Seraphina menatap ibunya dengan mata memohon, namun Ratu Mirabelle hanya bisa memberikan tatapan penuh kesedihan. Ia ditarik pergi, meninggalkan ruangan dengan rasa sakit di hatinya.

***

Di desa, situasi semakin memanas. Serangan yang dipimpin Marcus membuat penduduk terpecah menjadi dua kelompok besar: mereka yang percaya bahwa perlawanan keras adalah satu-satunya jalan, dan mereka yang masih berharap pada solusi damai yang dipelopori oleh Seraphina dan Alaric. Ketegangan antara kedua kelompok ini memuncak ketika prajurit kerajaan memperketat blokade, membuat pasokan makanan dan air semakin sulit didapat.

Marcus, yang kini menjadi pemimpin kelompok perlawanan, semakin keras dalam tindakannya. Ia dan pengikutnya mulai merencanakan aksi-aksi yang lebih berani, termasuk menyabotase jalur pasokan kerajaan. Mereka beroperasi di malam hari, menghancurkan jembatan dan menyerang patroli kerajaan yang berjaga di sekitar desa.

Alaric, yang masih berusaha menjadi jembatan antara kedua kelompok, kini menghadapi dilema terbesar dalam hidupnya. Ia tidak bisa sepenuhnya menyalahkan Marcus dan para pemuda yang memilih jalan perlawanan, namun ia juga tahu bahwa kekerasan hanya akan membawa kehancuran yang lebih besar. Di tengah konflik ini, Alaric semakin kehilangan arah, dan bayang-bayang tanggung jawab membuatnya merasa tercekik.

Satu malam, Alaric memutuskan untuk menemui Marcus secara diam-diam. Mereka bertemu di bekas gudang tua yang kini menjadi markas sementara kelompok perlawanan. Marcus sedang merancang peta strategis serangan berikutnya ketika Alaric datang. Wajahnya yang dulu penuh semangat kini tampak keras dan penuh amarah.

“Alaric, kau datang untuk menentangku lagi?” tanya Marcus dingin, tanpa menoleh dari peta yang dipegangnya.

“Marcus, ini tidak akan membawa kita ke mana-mana,” kata Alaric, mencoba menahan emosinya. “Seranganmu hanya membuat kerajaan semakin keras. Mereka akan menghancurkan desa ini, dan semua yang kita perjuangkan akan sia-sia.”

Marcus tertawa pahit. “Kita sudah mencoba cara damai. Dan lihat apa yang terjadi? Mereka hanya memberi kita janji kosong. Kau tahu, Alaric, kau terlalu naif. Kerajaan tidak akan pernah benar-benar peduli pada kita.”

Alaric menghela napas, mendekat ke Marcus. “Aku mengerti kemarahanmu, tapi kita harus menemukan cara lain. Jika kita terus menyerang, Raja Alden tidak akan segan-segan menghancurkan desa ini.”

Marcus akhirnya menatap Alaric, mata mereka bertemu dalam kesunyian yang mencekam. “Lalu apa yang kau usulkan, Alaric? Berlutut dan memohon? Karena aku sudah lelah hidup seperti ini.”

Kata-kata Marcus membuat Alaric tersentak. Ia tahu bahwa Marcus tidak akan mundur, dan kali ini Alaric harus membuat keputusan besar: berdiri bersama Marcus dalam perlawanan atau mencari cara lain untuk menyelamatkan desanya.

***

Di istana, Seraphina yang kini diisolasi tidak tinggal diam. Ia bertekad untuk mencari jalan keluar meski harus menghadapi ayahnya lagi. Dalam keterbatasan, ia berusaha berkomunikasi dengan para bangsawan yang masih memiliki simpati terhadap rakyat desa, mencoba mendapatkan dukungan yang cukup untuk menghentikan rencana penghancuran desa. Namun, jalannya tidak mudah. Banyak bangsawan yang merasa terancam dengan ide-ide Seraphina yang dianggap radikal, dan sedikit yang berani menentang Raja secara terbuka.

Di tengah isolasi ini, Seraphina menerima kunjungan dari seseorang yang tak disangka-sangka: Marcus. Ia diselundupkan masuk ke istana dengan bantuan seorang pelayan yang diam-diam bersimpati pada desa. Seraphina terkejut melihat Marcus di ruang isolasinya, namun segera menyadari betapa berbahayanya situasi ini.

“Apa yang kau lakukan di sini? Ini berbahaya!” seru Seraphina, suaranya rendah namun penuh kekhawatiran.

Marcus tersenyum tipis. “Aku tahu ini gila, tapi aku tidak bisa membiarkan semua ini terjadi tanpa mencoba sesuatu. Aku datang untuk bicara—kita butuh strategi lain, dan aku ingin tahu apa yang bisa kau tawarkan.”

Seraphina menatap Marcus dengan bingung. “Aku pikir kau sudah memutuskan untuk berperang. Kenapa kau berubah pikiran?”

Marcus menggeleng. “Aku tidak berubah pikiran soal kerajaan, tapi aku mulai sadar bahwa ini tidak bisa diselesaikan hanya dengan senjata. Kau punya akses yang aku tidak punya, dan aku ingin tahu apa yang bisa kita lakukan bersama.”

Seraphina merasakan secercah harapan. Meski kecil, Marcus mau mendengarkan berarti masih ada peluang untuk menyelamatkan desa tanpa harus berperang total. Mereka berbincang sepanjang malam, menyusun rencana baru yang bisa menghentikan blokade tanpa memperparah konflik.

***

Di luar, ketegangan semakin memuncak ketika pasukan kerajaan mulai berkumpul di perbatasan desa, bersiap untuk serangan besar-besaran. Komandan Garreth telah mempersiapkan skenario terburuk, memastikan bahwa desa akan ditundukkan tanpa ada sisa perlawanan. Alaric, yang merasa semakin terjepit di antara dua kekuatan yang bertikai, sadar bahwa waktunya hampir habis.

Sementara itu, Seraphina dan Marcus berhasil menyusup keluar dari istana dengan bantuan beberapa sekutu tak terduga. Mereka membawa bukti sabotase dan rencana Garreth untuk menghancurkan desa, dan berencana membeberkan semuanya di depan publik. Mereka berharap dengan membuka mata semua orang, bahkan Raja Alden sekalipun, akan melihat bahwa konflik ini hanyalah permainan dari orang-orang yang haus kekuasaan.

Namun, di tengah perjalanan mereka, Marcus terluka parah saat mencoba melawan patroli kerajaan. Seraphina berhasil melarikan diri dengan bantuan Alaric yang muncul tepat waktu, namun kehilangan Marcus membuatnya terpukul. Marcus, yang telah mulai berubah dan bersedia berjuang bersama, kini tergolek tak berdaya di ambang kematian.

Dengan sisa tenaga dan amarah, Seraphina bersama Alaric kembali ke desa, membawa bukti yang bisa mengubah segalanya. Mereka memperlihatkan semua yang mereka temukan pada penduduk desa, yang akhirnya mulai mengerti bahwa sabotase dan blokade adalah bagian dari rencana jahat Garreth.

Namun, situasi semakin genting ketika prajurit kerajaan mulai menyerang. Di tengah kekacauan, Seraphina dan Alaric harus membuat keputusan yang sulit: melawan dengan kekuatan penuh atau menggunakan momen ini untuk membuka mata seluruh kerajaan tentang kebohongan yang terjadi.

Seraphina akhirnya memutuskan untuk maju, berdiri di depan prajurit dengan membawa bukti di tangannya. Di tengah medan pertempuran, ia berteriak lantang, memanggil Raja Alden dan membeberkan semua yang telah terjadi. “Lihatlah kebenaran ini, Ayah! Semua ini adalah permainan Garreth, bukan kehendak rakyat!”

Raja Alden, yang menyaksikan langsung di garis depan, akhirnya terdiam. Di tengah konflik yang semakin memanas, kebenaran yang dibawa Seraphina mulai menggoyahkan hatinya. Komandan Garreth, yang merasa posisinya terancam, langsung memerintahkan serangan penuh

Bab terkait

  • Dibalik perbedaan   bab 6 Diambang keputusasaan

    Seraphina berdiri di atas bukit kecil di tepi desa, memandang pasukan kerajaan yang bersiap menyerang. Suara dentang logam dan derap kaki kuda memenuhi udara, membangkitkan ketegangan yang semakin menyiksa. Matahari yang terbenam memancarkan sinar keemasan, seakan menjadi pertanda bahwa hari itu bisa menjadi akhir dari segala harapan. Di bawahnya, desa tampak seperti sarang semut yang panik, penduduk berlarian mencari perlindungan sementara para pemberontak bersiap menghadapi apa pun yang akan datang. Di tengah kerumunan, Alaric mencoba memimpin penduduk untuk bertahan. Ia berusaha mengatur pasokan yang semakin menipis dan memastikan semua orang—terutama anak-anak dan orang tua—mendapat tempat yang aman. Namun, dalam hatinya, Alaric tahu bahwa apa pun yang mereka lakukan hanyalah penundaan dari kehancuran yang tak terelakkan. “Alaric!” teriak Seraphina, berlari ke arahnya dengan napas tersengal. Wajahnya memerah, dan matanya penuh kekhawatiran. “Pasukan akan menyerang dalam hitung

  • Dibalik perbedaan   bab 7 luka yang terlalu dalam

    Di sebuah gudang tua yang hampir roboh, mereka menemukan Marcus yang diikat dan terluka. Dengan cepat, Alaric menghancurkan rantai yang mengikat Marcus, sementara Seraphina menghalau para prajurit yang mengejar. Marcus, meski lemah, berusaha bangkit. Wajahnya penuh luka, namun sorot matanya masih menyala dengan semangat. "Terima kasih... kalian datang tepat waktu," ujar Marcus dengan suara serak, mencoba tersenyum meski rasa sakit terus mendera. Namun, kegembiraan mereka tak bertahan lama. Tepat ketika mereka berusaha melarikan diri, sekelompok prajurit tambahan yang dipimpin oleh salah satu tangan kanan Garreth, Lord Caelan, muncul menghadang jalan keluar. Caelan dikenal karena kecerdikannya dan kejam dalam pertempuran. Wajahnya yang penuh luka pertempuran dan tatapan dinginnya membuat siapa pun yang melihatnya merasa ngeri. "Seraphina, Alaric, dan Marcus... Betapa menyedihkan melihat kalian berjuang sia-sia. Ini adalah akhir dari semua perlawanan kalian," ujar Caelan dengan

  • Dibalik perbedaan   bab 8 pengorbanan diujung harapan

    Pagi mulai menyingsing di atas pegunungan, tetapi bagi Seraphina dan kelompok kecilnya, cahaya pagi itu terasa lebih seperti ancaman daripada harapan. Mereka telah bergerak sepanjang malam, bersembunyi dari patroli prajurit yang terus memburu mereka. Kondisi Alaric semakin kritis; napasnya tersengal, dan kulitnya semakin pucat. Luka di bahunya telah terinfeksi, mengeluarkan bau busuk yang mengkhawatirkan. Setiap langkah mereka seperti perlombaan melawan waktu, dan kekuatan Alaric semakin menipis. Di tengah perjalanan mereka, kelompok itu tiba di tepi hutan gelap, yang dikenal sebagai Hutan Gelap Larang. Konon, tempat ini dipenuhi makhluk gaib dan sihir kuno yang tak terduga. Lady Elys ragu-ragu untuk memasuki hutan tersebut, tetapi Seraphina memaksa. Ini satu-satunya cara untuk menghindari pengejaran pasukan kerajaan. “Kita tidak punya pilihan lain,” kata Seraphina dengan tegas, matanya menatap lurus ke dalam hutan yang dipenuhi pepohonan tinggi yang tampak seperti penjaga misterius

  • Dibalik perbedaan   bab 9 Sekutu tersembunyi

    Di hutan yang semakin pekat, Seraphina dan Alaric beristirahat sejenak di bawah pepohonan rimbun. Seraphina menatap luka-luka Alaric yang semakin parah. Darah mengalir membasahi pakaian Alaric, membuat Seraphina bergegas merobek sebagian pakaiannya untuk membalut luka tersebut. Tangannya gemetar, berusaha menahan rasa takut yang menggerogoti hatinya. Namun, tatapan Alaric yang meski lemah namun penuh ketenangan, seakan memberi Seraphina sedikit harapan.“Kau harus istirahat, Alaric. Kalau tidak, kau bisa mati karena luka ini,” ucap Seraphina dengan suara serak. Namun Alaric, dengan senyum kecil yang dipaksakan, hanya menggeleng.“Kita tidak punya waktu, Seraphina,” jawab Alaric sambil mengerang pelan. “Kita harus terus bergerak, atau mereka akan menemukan kita.”Malam itu terasa lebih dingin dari biasanya, seolah-olah alam pun tidak ingin memberi mereka kenyamanan. Di kejauhan, mereka bisa mendengar suara langkah kaki para prajurit yang terus mencari mereka. Seraphina tahu mereka haru

  • Dibalik perbedaan   bab 10 antara nyawa dan harapan

    Angin malam berhembus dingin, menusuk sampai ke tulang. Alaric berjalan cepat di antara pepohonan, langkahnya tergesa meski rasa sakit di luka-lukanya masih terasa perih. Setiap langkah seolah mengguncang tubuhnya yang sudah lemah, namun pikirannya hanya tertuju pada satu hal: Seraphina. Mereka telah berpisah beberapa hari yang lalu, namun kecemasan yang menggerogoti hatinya seolah tak pernah pergi.Setiap suara ranting yang patah atau bayangan samar di antara pohon membuatnya siaga, waspada akan kemungkinan prajurit Eirik yang mungkin masih mengejar. Alaric tahu mereka tidak akan berhenti begitu saja. Eirik bukan hanya sekadar prajurit kerajaan; dia adalah tangan kanan Raja Alden, seorang yang tak akan pernah berhenti sampai mendapatkan apa yang dia inginkan. Di sebuah tepi jurang kecil, Alaric berhenti sejenak. Ia menarik napas panjang, mencoba meredakan kecemasan yang terus menghantuinya. Dia memandang jauh ke arah langit, yang gelap tanpa bintang, seperti cerminan dari pikirannya

  • Dibalik perbedaan   bab 11 Terpisah oleh takdir

    Hari sudah menjelang senja ketika pasukan pemberontak yang dipimpin Marcus berhasil memukul mundur pasukan kerajaan. Seraphina memandang sekeliling dengan napas terengah-engah, darah dan keringat bercampur di wajahnya. Teriakan kemenangan dan ratapan kesedihan bercampur jadi satu di antara hiruk-pikuk pertempuran yang baru saja berakhir. Namun, di tengah keramaian itu, hanya ada satu hal yang memenuhi pikirannya: Alaric.Seraphina berlari ke segala penjuru, mencari sosok yang paling ingin dilihatnya. Matanya berusaha menembus kerumunan para prajurit yang terluka, para pemberontak yang merayakan kemenangan kecil mereka, dan mayat-mayat yang bergelimpangan di tanah. Namun, Alaric tidak ada di sana. Seraphina merasakan jantungnya berdegup kencang, ketakutan mulai merayapi pikirannya. “Apa ada yang melihat Alaric?” teriaknya pada siapa pun yang mau mendengarkan. Tapi tak ada jawaban yang memuaskan. Marcus, yang tengah mengatur barisan prajurit untuk mundur d

  • Dibalik perbedaan   bab 12 dibawah bayang bayang pengkhianatan

    Alaric dan Seraphina duduk di sudut kabin kapal yang sempit, mencoba menghangatkan diri setelah pelarian yang nyaris berakhir tragis. Suara ombak yang menghantam lambung kapal terdengar berirama, namun jauh dari menenangkan. Marcus masuk ke dalam kabin, membawa sepotong roti dan air untuk Seraphina. Wajahnya tegang, matanya tidak bisa lepas dari peta yang terhampar di meja. “Kita harus bergerak cepat,” ujar Marcus sambil menunjuk titik di peta. “Pasukan kerajaan pasti sudah menyadari pelarian kita. Mereka akan mengejar.” Seraphina mengangguk, meski pikirannya masih kalut. Pengkhianatan ayahnya, pengasingan yang ia alami, dan kini, pelarian yang baru saja berakhir dengan keajaiban, semua itu masih membebani hatinya. Namun yang paling mengganggunya adalah sebuah firasat buruk yang belum bisa ia jelaskan. “Apa rencana kita selanjutnya?” tanya Seraphina, memecah keheningan. “Kita tidak bisa terus bersembunyi. Ayahku pasti akan mengirim pasuka

  • Dibalik perbedaan   bab 13 kebangkitan magis Alaric

    Di dalam penjara bawah tanah istana, Seraphina meringkuk dalam kegelapan. Suara tetesan air yang monoton menjadi satu-satunya irama yang menemaninya. Tubuhnya lemah, dan hatinya dipenuhi oleh kepahitan setelah melihat ayahnya berpaling darinya. Namun, meskipun dia berada di dasar keputusasaan, pikiran Seraphina tetap berputar; ia tak bisa menyerah sekarang. Ada terlalu banyak yang dipertaruhkan. Sementara itu, di luar istana, Alaric dan Marcus berusaha mati-matian mencari cara untuk menyelamatkan Seraphina. Mereka tahu bahwa waktu mereka terbatas, dan setiap detik yang berlalu semakin mendekatkan Seraphina pada nasib yang mengerikan di tangan Duke Alistair. Namun, kali ini situasinya berbeda. Kerajaan telah memperkuat keamanan istana dengan prajurit-prajurit terlatih, dan mata-mata berkeliaran di setiap sudut kota. “Alaric, kita tidak bisa menyerbu begitu saja,” kata Marcus sambil memandangi istana dari kejauhan. “Duke Alistair sudah siap.

Bab terbaru

  • Dibalik perbedaan   bab 25 konfrontasi besar di istana

    Alaric, Seraphina, Miranda, dan Jameson, bersama sisa-sisa kelompok perlawanan, terus bergerak melintasi Ardencia yang kini berubah menjadi ladang perburuan. Pasukan Raja Alden menyebar di seluruh penjuru kota, menutup setiap jalan keluar, dan menyisir setiap sudut yang mungkin menjadi tempat persembunyian mereka. Dari balik jendela-jendela yang pecah, warga kota yang ketakutan menyaksikan kejar-kejaran yang tak berkesudahan ini, melihat dengan mata mereka sendiri betapa kerasnya rezim Alden dalam menghadapi setiap ancaman terhadap kekuasaannya. Dengan Seraphina yang baru saja diselamatkan dan Albrecht yang gugur di pertempuran sebelumnya, kelompok ini terpaksa bersembunyi di pinggiran kota yang terpencil, jauh dari hiruk-pikuk pasukan kerajaan. Mereka bersembunyi di sebuah gubuk tua yang tersembunyi di dalam hutan lebat, sebuah tempat yang hanya diketahui oleh sedikit orang. Gubuk ini dulunya milik seorang pemburu yang sekarang sudah lama pergi, menjadi sa

  • Dibalik perbedaan   bab 24 kepungan dimalam hari

    Saat matahari mulai merangkak naik di langit Ardencia, suasana kota dipenuhi ketegangan yang terasa seperti petir di udara. Serangan besar di gerbang istana semalam membuahkan hasil yang mengejutkan; pasukan perlawanan berhasil mendesak penjaga istana mundur, meskipun belum mampu menembus ke dalam. Rakyat mulai percaya bahwa kemenangan bukanlah mimpi yang tak terjangkau. Namun, di balik sorak sorai kemenangan kecil itu, bayang-bayang pengkhianatan mulai merayap di dalam kelompok perlawanan. Alaric, Miranda, Jameson, dan Albrecht berkumpul kembali di rumah persembunyian mereka yang tersembunyi di pinggiran kota. Wajah-wajah mereka mencerminkan kelelahan sekaligus tekad yang tak tergoyahkan. Mereka tahu bahwa perlawanan ini belum selesai—masih banyak rintangan yang harus mereka hadapi. Namun, saat mereka sedang mempersiapkan strategi berikutnya, seorang pria yang tidak asing tiba-tiba memasuki ruangan dengan ekspresi yang mencurigakan.

  • Dibalik perbedaan   bab 23 kebangkitan perlawanan

    Kabar tentang ledakan besar di gudang persenjataan istana Ardencia tersebar luas bagaikan api yang tak terkendali. Malam itu, kota yang dulunya sunyi dan tercekam berubah menjadi medan pertempuran batin bagi setiap penduduknya. Para prajurit kerajaan bergerak lebih waspada, meningkatkan pengawasan, sementara rakyat Ardencia mulai merasakan harapan yang lama hilang. Mereka tahu, ada seseorang yang berani melawan tirani Raja Alden, dan itu cukup untuk menyalakan kembali api perlawanan di hati mereka. Di sebuah rumah tua di pinggiran kota, sebuah kelompok kecil berkumpul dalam kerahasiaan. Alaric, Miranda, Jameson, dan Albrecht duduk melingkar di sekitar meja kayu yang usang, dipenuhi peta Ardencia dan catatan-catatan tentang pergerakan pasukan kerajaan. Malam ini adalah malam yang penting; mereka sedang merencanakan kebangkitan perlawanan yang lebih besar dari sekadar serangan mendadak. Alaric, sang pesulap yang pernah menjadi tulang punggung

  • Dibalik perbedaan   bab 22 penyusupan yang beresiko

    Seraphina merapatkan selimut tipis di tubuhnya yang menggigil. Meskipun malam semakin larut, ia tidak bisa memejamkan mata. Kata-kata Duke Alistair masih terngiang di benaknya, menjadi api kecil yang membakar kegelisahan di hatinya. Ia tahu bahwa Alaric berada dalam bahaya, dan ia tidak bisa membiarkan dirinya menjadi umpan dalam permainan kotor Raja Alden dan para pejabatnya. Seraphina bukanlah wanita yang bisa dipermainkan begitu saja; ia adalah seorang pejuang yang sudah terbiasa menghadapi kematian dan pengkhianatan. Di sudut sel, Seraphina memandangi batu yang retak dan dinding yang penuh lumut. Ia menelusuri celah-celah kecil yang mungkin bisa menjadi jalan keluar. Satu-satunya cara untuk menghentikan rencana Raja Alden adalah dengan keluar dari tempat ini. Namun, melarikan diri dari penjara paling ketat di Aldencia bukanlah hal yang mudah, terlebih dengan penjagaan ketat dan penjaga yang tak kenal ampun. Seraphina tahu bahwa ia tidak bisa melakukan ini se

  • Dibalik perbedaan   bab 21 perjuangan pangeran luthar

    Di dalam penjara Aldencia yang gelap dan suram, Seraphina duduk sendirian di sudut selnya, mencoba bertahan dari dinginnya malam dan kesendirian yang membayangi setiap detik yang berlalu. Dinding batu yang dingin dan lembap seakan-akan menutup setiap harapan yang pernah ia miliki, membuatnya merasa terjebak di dalam mimpi buruk yang tak berujung. Suara tetesan air yang jatuh dari langit-langit menjadi satu-satunya hiburan yang menemani hari-harinya yang sepi. Seraphina telah berada di dalam sel sempit ini selama berbulan-bulan, dipisahkan dari dunia luar, dari Alaric, dan dari semua yang ia cintai. Sejak penangkapannya, Seraphina tidak pernah diberi penjelasan apa pun oleh para penjaga. Ia hanya diberitahu bahwa ia adalah tahanan politik yang dianggap sebagai ancaman bagi kerajaan. Namun, di balik semua itu, ia tahu bahwa dirinya hanyalah pion dalam permainan kekuasaan Raja Aldencia, alat untuk menjebak Alaric. Meski kondisi fisiknya tampak melemah, sem

  • Dibalik perbedaan   bab 20 Hasrat tak terbendung

    Latihan keras dan pertempuran tak henti-hentinya membuat Alaric, Jameson, dan Miranda semakin dekat. Setiap hari mereka berlatih bersama, berbagi canda tawa di tengah rasa lelah, dan menjadi sandaran satu sama lain saat kesulitan menghampiri. Namun, di balik keakraban mereka, ada momen-momen pribadi yang tak terucap, terutama antara Alaric dan Miranda. Malam itu, Alaric duduk di tepi sungai dengan pandangan menerawang. Luka di wajahnya masih terasa perih, namun yang lebih menyakitkan adalah luka di dalam hatinya. Ia merenung, menatap bayangan dirinya yang terpantul di air sungai. Dengan satu mata yang tersisa, Alaric melihat sosoknya yang berubah; tidak lagi pesulap muda yang penuh percaya diri, melainkan seorang pria yang dihantui oleh kehilangan. Miranda datang mendekat, membawa kain bersih dan semangkuk air hangat. Ia duduk di sebelah Alaric tanpa banyak bicara, lalu mulai mengganti perban di wajah Alaric dengan tangan yang lembut. Mata birunya menat

  • Dibalik perbedaan   bab 19 Latihan dan persiapan

    Setelah pertempuran yang memisahkan Seraphina darinya, Alaric terjebak dalam kegelapan yang lebih pekat daripada sekadar kehilangan penglihatannya. Satu matanya yang tersisa kini menjadi satu-satunya jendela bagi dunianya yang terasa kian menyempit. Setiap kali ia menutup mata, yang ia lihat hanyalah bayangan Seraphina yang dibawa paksa oleh prajurit Ardencia. Rasanya, luka di matanya tak seberapa dibandingkan dengan luka yang mengoyak hatinya. Keheningan malam terasa seperti menghimpit, dan rasa bersalah terus menghantuinya, membisikkan bahwa ia gagal melindungi satu-satunya orang yang berarti dalam hidupnya. Beberapa hari berlalu, dan Alaric berusaha keras untuk memulihkan diri. Namun, meski luka di tubuhnya mulai berangsur membaik, luka di hatinya tetap menganga lebar. Di rumah sederhana tempatnya dirawat oleh penduduk desa, Alaric terbaring dengan perban yang masih melilit kepalanya. Kesakitan dan keputusasaan menjadikannya lebih pendiam daripada biasanya. Setiap

  • Dibalik perbedaan   bab 18 kembalinya ancaman dari ardencia

    Keputusan Alaric untuk menolak Miranda bukanlah hal yang mudah. Setelah malam yang panjang, Alaric akhirnya memutuskan untuk berbicara jujur kepada Miranda dan mengakhiri semua yang telah ia mulai. Ia sadar bahwa hubungan gelap ini bukan hanya mengancam hubungannya dengan Seraphina, tetapi juga harga dirinya sebagai seorang pria yang seharusnya menjaga komitmen dan kehormatan.Keesokan harinya, Alaric menemui Miranda di vila mewahnya. Miranda menyambutnya dengan senyuman manis dan pandangan penuh harap, seolah yakin bahwa Alaric akhirnya akan menerima tawarannya untuk meninggalkan Seraphina dan menjalani kehidupan baru bersamanya.“Alaric, aku tahu kau akan datang. Aku sudah menyiapkan segalanya untuk kita,” kata Miranda sambil mendekat, jemarinya menyentuh lembut tangan Alaric.Namun, Alaric dengan tegas menarik tangannya. “Miranda, kita harus bicara. Aku tidak bisa melanjutkan ini lagi. Seraphina adalah segalanya bagiku, dan aku tidak ingin kehilangan di

  • Dibalik perbedaan   bab 17 orang ketiga

    Keesokan harinya, kehidupan kembali ke rutinitas mereka yang sederhana. Alaric mempersiapkan dirinya untuk pertunjukan harian di alun-alun kota, sementara Seraphina tinggal di rumah, merapikan sedikit dagangan kerajinan yang ia buat untuk menambah penghasilan mereka. Kehidupan mereka mungkin tidak berlebihan, tapi cukup untuk membuat mereka merasa bahagia.Namun, tanpa mereka sadari, sebuah badai baru perlahan mendekat, membawa ancaman yang tidak pernah mereka duga sebelumnya.Di tengah keramaian kota, Alaric menarik perhatian banyak orang dengan sulapnya yang memukau. Anak-anak dan orang dewasa terkagum-kagum melihat trik-triknya yang selalu berhasil membuat mereka terheran-heran. Di antara para penonton, seorang wanita berambut merah menyala dengan mata tajam memperhatikan Alaric dengan penuh minat. Namanya adalah Miranda, seorang pedagang yang baru tiba di kota itu. Penampilannya menarik perhatian dengan pakaian mahal dan sikapnya yang penuh percaya diri, berbed

DMCA.com Protection Status