Dengan penuh perjuangan akhirnya almara berhasil membuka matanya. Nyala lampu ruangan menyilaukan pandangannya yang masih buram. Mungkin butuh sekitar sepuluh menit sampai pandangannya menjadi normal. Almara memperhatikan sekitarnya. Ah benar saja, dia ada di rumah sakit.
Samar - samar dia melihat sosok lelaki sedang duduk di sofa penunggu pasien. Almara memperjelas pandangannya, ternyata bukan Rangga ataupun Ardan. Bukan pula Ayah atau Adik lelakinya. Wajahnya asing. Almara mulai khawatir, mungkinkah dia lelaki yang menikamnya?
"Maaf Anda siapa?" Almara memberanikan dirinya bertanya pada laki - laki itu. Almara melirik pada tombol untuk memanggil perawat di samping tempat tidurnya, bersiap menekannya kapan saja jika sesuatu menimpa dirinya.
"Kenapa Anda di sini? Di mana keluarga saya?" Almara mulai panik namun berusaha untuk tetap tenang.
"Apakah peristiwa penikaman tadi sore membuatmu istirahat dari pikiran kalutmu yang penuh penyesalan itu Almara?" Bukannya menjawab pertanyaan Almara, laki - laki itu justru memulai pembicaraan lain yang membuat Almara semakin bingung.
"Apa maksud Anda? Anda sebenarnya siapa?"
"Siapa, darimana, dan semua identitasku akan sulit kamu pahami, Almara. Yang jelas aku berasal dari dunia yang berbeda dengan duniamu. Dan tujuanku di sini hanya satu, membantumu hidup bahagia tanpa penyesalan lagi."
Almara masih terdiam. Dia yakin ada kelanjutannya dari penjelasan yang belum tuntas itu.
"Bagaimana jika aku tawarkan padamu untuk memperbaiki hidupmu agar kamu bisa hidup bahagia dengan Ardan tanpa menyakiti suamimu Rangga? Apakah kamu akan mengambil kesempatan yang aku berikan?" Lelaki itu menatap Almara dengan wajah tenang namun misterius.
Almara menelan ludah dan masih terpaku menatap lelaki itu. Lelaki ini, dia seperti tahu betul kehidupan Almara, bahkan apa yang ada di hati dan pikiran Almara selama ini.
"Bagaimana caranya?"
***
1 Hari sebelumnya...
"Almara, I love You," ucap Rangga dengan kelembutannya yang khas. Matanya menatap Almara dengan penuh cinta. Almara balas menatapnya. Namun berbeda dengan Rangga yang merasakan gelombang cinta yang amat besar, Almara justru masih tidak yakin dengan perasaannya. Apakah dia mencintai lelaki ini? Lelaki yang saat ini berbaring di sampingnya, mengelus wajah dan rambutnya, lalu mengecup bibirnya dengan penuh gairah.
Almara tidak ada pilihan lain selain membalas ciuman itu. Jika Almara terlihat tidak bergairah, bisa - bisa Rangga curiga akan perasaan Almara padanya. Selama ini Almara selalu mengatakan pada Rangga dan semua orang bahwa dia juga mencintai lelaki itu."Kenapa kamu gak membalas ucapanku barusan sih Sayang?" Rangga menjeda ciumannya."I love You too, honey," jawab Almara dengan senyuman di bibirnya.Rangga tersenyum puas lalu melanjutkan aktifitas intimnya dengan sang istri. Rangga sekali lagi mencium bibir Almara ketika pergulatan penuh gairah mereka sudah usai.Ketika Rangga sedang membersihkan diri di kamar mandi, Almara melirik jam dinding yang ada di kamarnya, sudah waktunya meminum pil kontrasepsi. Almara memang secara rutin mengkonsumsi pil kontrasepsi. Jika dia ingin bercerai dengan Rangga, dia tidak boleh hamil. Anak akan semakin mengikat hubungan mereka berdua. Itulah mengapa Almara tidak pernah terlewat mengkonsumsi pil kontrasepsinya setiap hari di jam yang sama.Namun Rangga tidak mengetahui jika Almara meminum pil kontrasepsi setiap hari. Yang Rangga tahu justru mereka berdua saat ini sedang melakukan program hamil. Untuk mengelabui Rangga, Almara menganti wadah pil konstrasepsinya dengan wadah vitamin C.Saat sedang meletakkan kembali pil kontrasepsinya ke dalam laci, ponsel Almara berbunyi. Ternyata itu adalah pesan dari Ardan.[Almara, malam ini kita harus ketemu, kita bicarakan kelanjutan dari hubungan kita.][Almara, kenapa kamu cuma read aja ?][Almara please, kamu bilang kamu cinta sama aku ? Aku akan ceraikan Sharon, oke ? Tapi kamu juga harus segera ceraikan Rangga agar kita bisa cepat menikah.]Almara hanya terdiam membaca chat beruntun dari Ardan dan lalu membalas setelah beberapa menit kemudian.[Kasih aku waktu sebentar Ardan.]
Almara melempar ponselnya ke tempat tidur,merasa frustasi. Memang, Almara tidak pernah mencintai Rangga. Namun sejak mereka berpacaran hingga sudah berumah tangga, Rangga selalu memperlakukannya dengan baik. Bagaimana mungkin Almara tega menyakiti Rangga?Sebagai seorang wanita, Almara bisa melihat bahwa Rangga adalah seorang lelaki yang nyaris sempurna. Dia tampan, kaya, dan menyayangi istrinya. Namun mengapa hatinya tidak pernah bisa mencintai Rangga ?"Sayang, Kamu lagi ngelamunin apa?" Suara Rangga membuyarkan lamunan Almara."Eh gak kok, cuma lagi mikirin konsep video untuk klien baru aku," Almara hendak menghampiri Rangga saat dia dikagetkan oleh ponselnya yang berdering kencang. Ternyata itu adalah panggilan w******p dari Kinanti, Mama Almara."Hai Sayang, kamu ada di rumah kan?" Suara Kinanti terdengar dari dalam ponsel sesaat setelah Almara mengucap Halo."Iya Ma, aku di rumah, ada apa?" jawab Almara."Oh baguslah. Ini mama udah mau sampai rumah kamu Sayang. Kamu mau kan temenin Mama ke rumah Tante Weny? Mama mau jenguk dia karena katanya sakit maagnya kemarin kambuh parah dan dia juga udah kangen banget sama kamu, ponakannya yang paling cantik.""Eh oke deh Ma gak papa, aku siap - siap dulu ya," ujar Almara."Okey Sayangku, My Sweetheart Cute Pie," kata Kinanti dengan ceria."Ih Mama apaan sih lebay banget manggilnya," protes Almara. Kinanti meringis saja mendengar respon dari anaknya."Eh ini mama udah masuk parkiran rumah kamu nih Sayang. Bukain pintu depan ya," ucap Kinanti hanya berselang beberapa detik kemudian.
"Oke siap Ma ... " Almara menutup teleponnya lalu berpaling ke arah Rangga. "Sayang, aku mau temani Mama ke rumah Tante Weny dulu gak masalah kan?""Gak masalah dong sayang, yaudah kamu siap - siap aja sekarang," respon Rangga sambil mengecup kening Almara.Almara bangkit dari tempat tidur, mengganti lingerie tipisnya dengan daster yang lebih tebal lalu keluar menuju pintu depan. Rangga mengikutinya dari belakang."Hai sweetie ... " sapa Kinanti sambil merentangkan tanggannya untuk memeluk Almara saat pintu dibuka."Hai Ma ... Mama kok gak bilang dulu sih kalau mau kesini? Malah bilangnya mendadak pas udah deket rumah. Kalau aku pas gak ada di rumah gimana coba?" protes Almara sambil memonyongkan bibirnya."Iya maaf deh Sayang. Mama tadi sebenernya mau kesana sendiri tapi di jalan Tante Weni telpon dan bilang dia kangen banget sama kamu jadi yaudah deh mama nyetir kesini siapa tau bisa jemput kamu sekalian. Eh, mama gak ganggu kesibukan kalian kan?"Seketika Rangga memeluk Almara dari belakang dan berkata, "Mama mengganggu kesibukan suami istri barusan," Rangga mengedipkan matanya dengan nakal ke arah mama mertuanya. Almara sontak mencubitnya dengan keras."Oh ya? Ops sorry Honey, apa Mama mending pulang dan kapan - kapan aja kita ke rumah Tante Weni?"Rangga melepas pelukannya dan tersenyum meneduhkan, "Rangga cuma bercanda aja kok Ma barusan. Gak papa Mama berangkat aja sama Mara.""Hmmm oke deeeh ..." balas Kinanti dengan senyum yang sama meneduhkannya."Yaudah kalau gitu aku mandi dulu ya Ma," Almara sudah hendak melangkahkan kakinya ke kamar mandi ketika Rangga menarik lengannya."Eh, sendirian aja? Aku gak diajak?" Goda Rangga yang lagi - lagi direspon dengan cubitan keras oleh Almara.Kinanti hanya bisa tertawa bahagia menyaksikan tingkah anak dan menantunya itu."Mama seneng deh kalian mesra banget," ucap Kinanti saat sudah berdua saja dengan Rangga."Gimana gak mesra Ma kalau serumah sama anak Mama yang paling cantik itu," Lagi - lagi Kinanti tertawa bahagia. Dia sangat bersyukur Almara berjodoh dengan Rangga. Lelaki sopan, tampan, dan mapan. Walaupun usia Rangga dan Almara terpaut 10 tahun, itu tidak menjadi masalah, karena Rangga benar - benar sosok lelaki idaman wanita dan mertua.Hampir satu jam Almara bersiap - siap. Langkah kecilnya menghampiri Rangga dan Mamanya yang sedang berbincang asik di ruang keluarga. "Aku udah siap Ma, yuk berangkat sekarang. Sayang aku pergi dulu ya,"Kinanti pun bangkit dari sofanya yang nyaman dan mengikuti anaknya yang berjalan ke arah mobilnya di Parkiran. Almara otomatis duduk di samping kursi supir sedangkan Mamanya yang menyetir. Sebelum berangkat, Almara membuka jendela untuk kembali berpamitan pada suaminya."Seatbealt udah?" Rangga melongok ke dalam mobil dan mengecek apakah Almara memasang seatbeltnya dengan benar."Ckckck, perhatian banget sih menantu Mama ini," Kinanti tersenyum mengomentari aksi Rangga. Sedangkan Almara hanya tersenyum tipis.Kinanti berpamitan pada Rangga dan sebelum Almara menutup jendelanya, Rangga berbisik padanya, "Jangan nakal ya di sana. Jaga diri kamu. Nanti aku bisa mati kalau kamu kenapa - napa. Hati - hati ya Sayang," Almara hanya membalas dengan senyuman. Rangga mengecup leher Almara lalu mengeluarkan badannya dari mobil agar Almara bisa menutup kaca jendela.Pesan kasih sayang Rangga meremas hati Almara. Sudah siapkah dia menjadi istri paling jahat dengan mematahkan hati suami yang sangat manis seperti Rangga ?Almara termenung. Hari ini bukan hari yang sibuk. Dia memiliki banyak waktu untuk melakukan hobinya seperti membaca novel misteri di perpustakaan kota, berkutat di dapur mencoba resep kue terbaru atau sekedar duduk di kamarnya yang lapang menonton drama korea secara maraton.Biasanya siang hari seperti saat ini, dia pasti sedang sibuk - sibuknya menyunting video dari kliennya. Jika antriannya panjang, sampai malam tiba pun dia tetap berjibaku duduk di depan laptop miliknya, mengedit dengan penuh gairah setiap video dari kliennya.Pekerjaannya sebagai penyunting video lepas lumayan menghasilkan juga. Walaupun jumlah klien setiap bulannya naik turun tapi dalam sebulan Almara belum pernah menghasilkan uang di bawah 6 juta.Uang 6 juta mungkin jumlah yang sedikit baginya sekarang. Semenjak menikahi seorang pengusaha muda yang sukses, hidup Almara menjadi terjamin dan serba cukup. Namun pekerjaan ini sudah menjadi hobi yang t
Tubuh Almara terkulai lemah. Almara sebetulnya sudah sadar, namun berat sekali rasanya untuk membuka mata dan menggerakkan badannya. Seolah - olah energinya telah terserap habis oleh kasur tempat dia berbaring. Dia masih ingat kejadian saat di taman, saat sosok yang tak dia kenal tiba - tiba menikamnya hingga ambruk. Tadinya dia pikir, mungkin inilah akhir hidupnya, mati ditikam entah oleh siapa. Tapi melihat keadaannya saat ini, Almara yakin dia tidak mati. Dengan penuh perjuangan akhirnya almara berhasil membuka matanya. Nyala lampu ruangan menyilaukan pandangannya yang masih buram. Mungkin butuh sekitar sepuluh menit sampai pandangannya menjadi normal. Almara memperhatikan sekitarnya.Ah benar saja, dia ada di rumah sakit. Samar - samar dia melihat sosok lelaki sedang duduk di sofa penunggu pasien. Almara memperjelas pandangannya, ternyata bukan Rangga ataupun Ardan. Bukan pula Ayah atau A
Jantung Almara semakin berdebar, jika saja tidak ada tulang rusuknya, jantungnya pasti sudah melompat keluar. Kembali terduduk di atas ranjangnya, kedua tangannya menggosok - gosok mukanya seperti barusaha bangun dari mimpi.Almara mencubit pipinya sekeras mungkin sampai dia menjerit kesakitan."Oh no no no, bukan mimpi, oh Tuhan, Astaga, Astaga ..." Almara menggelengkan kepalanya merasa tidak percaya dengan apa yang dialaminya.Almara meraih ponselnya, dilihatnya tanggal yang tertera. Senin, 19Januari 2015 pukul 05.15 pagi. Almara menghitung dengan jarinya, jika dia tidak salah hitung, ini berarti dia sedang menempuh kuliah semester 8 di tanggal ini.Almara mencoba menenangkan dirinya. Dia menarik nafas dalam - dalam, menahannya sebentar lalu menghembuskan secara perlahan. Proses relaksasi itu dia lakukan berulang kali sambil memejamkan mata. Lalu tiba - tiba dia tering
Setelah selesai kelas periklanan, Almara tidak ada kegiatan lain selain melanjutkan progres tugas akhirnya di Perpustakaan Kampus. Memang di semester akhir ini tanggungan kuliah Almara hanya tersisa 14 SKS saja yang mana 8 SKS untuk tugas akhir dan 6 SKS sisanya untuk kelas Periklanan dan Managemen Desain masing - masing 3 SKS.Almara lumayan cepat mengerjakan tugas akhirnya, karena bagaimanapun Almara pernah mengerjakan tugas akhir ini dulu, dan sekarang hanya tinggal mengulang. Saat ini dia baru mengerjakan bab 2, jika dia berhasil menyetorkan bab ini ke dosen pembimbingnya tanpa revisi maka dia akan mulai mengerjakan bab selanjutnya.Mengingat hal itu tiba - tiba hati Almara mencelos. Dia baru sadar, bahwa dulu tugas akhirnya ini lah yang membuat dia pertama kali mengenal Rangga. Tugas akhir Almara adalah mengenai perancangan metode promosi visual untuk produk perawatan kulit wanita. Dan saat itu Almara mengajukan proposal ke
"Almara, apakah kamu merasa pantas mendampingi anak saya?"Seperti menerima kejutan listrik tegangan tinggi, Almara seketika kehabisan kata - kata. Susunan kalimat perkenalan yang sudah dia siapkan semalam mendadak buyar begitu saja. Bodohnya dia, tidak menyiapkan jawaban atas pertanyaan ini. Seharusnya dia sudah tahu bahwa pertanyaan semacam ini kemungkinan besar akan muncul.Tapi ini sudah kepalang tanggung, Almara harus tetap maju."Ma ... " Ardan baru saja akan protes dengan sikap mamanya yang menyudutkan Almara, namun Almara keburu menyentuh tangannya sebagai kode bahwa Almara akan menghadapi pertanyaan Melissa.Billy masih diam. Dia pun penasaran jawaban apa yang akan dilontarkan oleh gadis pujaan hati anaknya itu."Tante," Almara mulai bersuara dengan gaya yang dia buat setenang mungkin."Tentu saja saya tidak mungkin menj
Dia adalah Rangga Adiputera.Almara tidak tahu sebelumnya jika Rangga juga menghadiri pesta ulang tahun Ardan. Saat itu pikirannya kalut,sebelum acara dimulai, dia mengakhiri hubungannya dengan Ardan secara sepihak. Jadi dia tidak tahu jika ada Rangga pada pesta ini. Lagipula dia juga belum mengenal Rangga saat itu.Baru sekarang dia tahu, ternyata Rangga juga hadir. Dan yang lebih fantastis, pasangannya malam ini ada adalah seorang model top dunia. Almara mulai berpikir, jika seorang top model saja bisa menemani Rangga menghadiri sebuah pesta, bagaimana bisa Rangga justru jatuh cinta pada gadis seperti dia?Tapi berita baiknya, jika pada masa ini dia berhasil membuat Rangga tidak mengenalinya, itu bukanlah kerugian bagi Rangga, toh teman wanita Rangga pasti banyak yang melebihi dirinya.Rangga dan Fiolina Chowberjalan ke dalam hall. Beberapa orang mulai menyapa mereka d
”Ya, saya Rangga. Maaf Anda siapa?”Almara tertegun, sesaat dia lupa jika ini adalah tahun 2015. Almara terlalu tenggelam dalam pikirannya sendiri bahwa seharusnya Rangga tidak sedekat itu dengan Fiolina Chow.“Almara?” Ardan menghampiri Almara. ”Ada apa?”“Hm ... Aku ...” Almara bingung harus menjawab apa. Dia menoleh pada Rangga lalu berkata, ”Maaf, Saya salah orang,” Tanpa menunggu respon dari siapa pun, Almara berjalan pergi.Rangga mengerutkan alisnya, namun memilih untuk mengabaikan saja.Ardan mengejar Almara dan meraih tangannya. “Almara, Kamu kenapa?”“Gak papa, maaf tadi Aku kurang fokus. Aku ke toilet dulu ya,” Almara berjalan meninggalkan Ardan menuju ke toilet.Di dalam toilet, Almara membasuh wajahnya, menyesali tindakan gegabahnya.&n
Jantung Almara mencelos. Dalam waktu sepersekian detik, Almara berhasil sembunyi di titik yang tidak dapat dilihat oleh Rangga dan Fiolina Chow.Almara ingin pergi, namun hatinya ingin dia tetap di sana.“Please Fio, stop,” Rangga menjauhkan tubuh Fiolina Chow dari dirinya.“Maaf,” Fiolina terdiam untuk sesaat. “Rangga, apa ada seorang wanita yang saat ini kamu suka?”Rangga menggeleng.“Lalu kenapa gak kita coba ...” Belum tuntas Fiolina bicara, Rangga sudah menyela kalimatnya.“Fio, Aku kan pernah bilang sama Kamu, bagiku Kamu adalah adikku. Cuma itu perasaan yang Aku punya untuk Kamu,” terang Rangga.Fiolina tersenyum, “Apa Aku sama sekali gak punya harapan?”Rangga menyentuh kedua bahu Fiolina lalu berkata,”Jangan menaruh harapa
“Gimana kabar kamu Fi? Lama banget deh gak ketemu. Seru jalan – jalan ke Eropanya?” tanya Sharon saat Fiolina baru datang dan duduk di hadapannya dan Almara. “Seru dong. Maaf ya telat, aku bangun kesiangan,” jawab Fiolina sambil merapikan make up nya. Mereka bertiga berjanji untuk bertemu di sebuah cafe setelah 2 bulan Fiolina berlibur di Eropa. “Eh Fi, jadi kamu sama sekali gak denger kabar apapun dari perkembangan kasus Nayra, Mama Kinanti dan Billy?” tanya Almara. “Iya lah. Aku kan ngelarang kalian cerita apapun soal itu selama aku healing di Eropa dan aku juga ngelarang semua orang untuk kasih tahu aku supaya aku gak terganggu sama masalah mereka lagi selama di sana,” jawab Fiolina. Memang benar, tiga bulan sudah berlalu semenjak penangkapan Billy, Fiolina memutuskan untuk berjalan – jalan dan tidak mendengar kabar apa pun soal kasus itu selama dua bulan terakhir. “Emangnya ada kabar apa?” tanya Fiolina kepada Almara dan Sharon yang terlihat sedikit tegang. “Billy bunuh diri
Almara menjalani kehidupan barunya sebagai seorang ibu dengan ceria. Sekalipun banyak hal yang membuatnya kaget bahkan kelelahan namun dia tetap menikmati prosesnya. Dia dibantu oleh Hardian dan juga Rangga yang super semangat merawat Rama sekalipun mereka berdua banyak melakukan kesalahan konyol.Saat Rama genap berusia satu bulan, Rangga dengan antusias memiliki ide untuk merayakan. Almara bersikeras menolak, “Gak gak buat apa sih. Namanya ulang tahun itu ya setiap tahun, tunggu umur satu tahun. Lagian emangnya kamu mau merayakan setiap bulan?”“ya gak papa dong,” kekeh Rangga.“Gak usah, pemborosan. Dan gak wajar juga jadinya.”“Hm... oke oke ya udah, aku nurut bundanya Rama aja deh,” ujar Rangga.“It’s okay. Papa dulu juga terlampau semangat gitu kok waktu baru pertama kali jadi ayah pas Almara lahir hehe,” Hardian kali ini maju untuk membela Rangga karena merasakan kesamaan nasib sebagai ayah.“Tuh kan, berarti gak cuma aku,” saut Rangga.Di tengah kecerian mereka, ponsel Rangga
“Apa kabar Fi?” tanya Rangga kepada sosok mungil di hadapannya.Fiolina menyempatkan menyeruput minumannya sebelum menjawab pertanyaan basa – basi Rangga. Hari ini, tiga hari setelah sidang pertama kasus penikaman Almara, Rangga dan Fiolina berjanji untuk bertemu di sebuah cafe.“Aku dalam keadaan yang super baik,” jawab Fiolina, “Almara tahu kamu ketemu sama aku?”Rangga mengangguk, “Tahu dong.”“Dia gak masalah kita ketemu berdua? Gak cemburu?”“Aku sempat berpikir kalau dia mungkin bakal ngelarang aku ketemu berdua aja sama kamu, tapi waktu aku minta ijin ternyata dia gak keberatan. Dia bilang, dia yakin kamu orang baik jadi dia gfak khawatir.”Fiolina tertawa ringan, “Itu karena dia gak tahu aja dulu aku cinta banget sama kamu. Kalau dia tahu, dia pasti cemburu dan berpikir kalau aku mungkin berniat merebut kamu dari dia.”“Gak kok. Dia tahu.”“Kamu yang cerita?”“Sedikit detailnya iya. Tapi dia udah tahu sebelum aku cerita?”“Tahu dari mana?”“Hm... itu agak panjang dan kompleks
Billy menghilang. Sebagaimana Hardian, Melissa juga tinggal di rumah Ardan dan Sharon karena tak ingin sendirian. Hari – harinya diisi dengan tidur dan menangis. Ardan nyaris putus asa tak tahu harus bagaimana menghibur mamanya gar bangkit dari keterpurukan.Sidang Sharon terus berlanjut. Julio bahkan menghadirkan Frans dan istrinya sebagai saksi. Pengacara itu dengan brilian membalikkan keadaan, membuat Sharon terlepas dari segala tuduhan dan berganti status sebagai saksi.Sidang – sidang selanjutnya berubah menjadi Nayra dan Kinanti yang sudah menjadi terdakwa. Namun Billy masih menjadi buronan.“Mama, gimana kalau kita jalan – jalan? Kita bisa menikmati puncak atau pantai buat refreshing,” bujuk Sharon kepada mama mertuanya.“Yuk Ma, bagus tuh idenya Sharon. Sekalian kita rayain kebebasannya Sharon karena dia udah lepas dari fitnah dan bukan tahanan rumah lagi,” tambah Ardan.Melissa hanya tersenyum dan mengangguk, “Ya udah ayok besok kita jalan – jalan.”“Yey.... gitu dong Ma,” s
Kinanti bergegas keluar dari mobil begitu Hardian memarkir mobilnya di depan rumah. Sepanjang perjalanan, tak ada satu kata pun yang terucap dari bibir wanita itu sekalipun Hardian berjuta kali meminta penjelasan padanya.Almara dan Rangga yang berhenti tepat di belakang mobil Hardian menyaksikan bagaimana Kinanti keluar dari mobil dan bergegas masuk ke rumah lalu disusul Hardian yang mengikutinya dari belakang.“Ayo,” Rangga meraih tangan Almara untuk turun dari mobil setelah dia membukakan pintu.“Aku takut Rangga,” ucap Almara terbata – bata sembari menghapus air matanya sendiri.“Apa yang kamu takutin? Kan ada aku. Aku akan lindungi kamu. Mama Kinanti gak akan bisa sakitin kamu.”Almara menggeleng, “Bukan itu. Aku takut dengan kenyataan yang akan aku denger nanti. Aku terlalu gak siap.”Rangga berlutut lalu menggenggam tangan Almara, “Tapi ini harus dihadapi. Gak ada gunanya bertahan dalam keindahan tapi semuanya bohong Almara. Seperti...”“Seperti apa?”“Seperti saat dulu kamu pu
Fiolina datang bersama seorang pria muda tampan di sisinya. Dia dengan anggun berjalan ke kursi saksi. Saat melewati Rangga, dia menoleh dan menyempatkan memberikan senyuman kecil untuk lelaki itu.Julio mengernyitkan dahinya menatap Fiolina. Memang langkah wanita itu terlihat tenang dan anggun, tapi Julio merasa pakaian dan dandanannya berlebihan untuk sebuah acara sidang.Julio menghela nafas, tidak mau ambil pusing mengenai hal itu. Bagaimanapun dia paham, Fiolina adalah seorang model internasional, jadi di mana pun dia berada, dia mungkin harus mempertahankan citranya.“Ehem,” deham Julio seperti biasa memulai pertanyaan kepada Fiolina, “Saudari Fiolina, apakah benarFairy Tale Karaoke adalah salah satu bisnis milik keluarga Anda?”“Tidak benar. Fairy Tale adalah milik saya. Keluarga saya tidak memiliki bagian apapun dalam pembangunan dan bisnisnya,” jawab Fiolina dengan santai.“Begitu rupanya. Anda sering ke luar negeri untuk pekerjaan Anda sebagai model, seberapa sering Anda men
Kinanti mengepalkan tangannya saat melhat mantan ART nya maju ke depan, ekspresinya campur aduk antara marah sekaligus takut.Saat Kinanti hendak berdiri meninggalkan ruang sidang, Rangga menahannya, “Mau ke mana Ma?”“Eh Hm... Mama mau ke toilet dulu ya Rangga,” jawab Kinanti sedikit terbata.Rangga tersenyum lalu menarik tubuh Kinanti dengan agak kuat sehingga Kinanti terduduk di kursinya lagi, “Mama yakin mau ke toilet? Lebih baik Mama tunggu di sini. Karena kalau Mama kabur, resikonya mungkin lebih berat.”“Apa maksud kamu Rangga? Mama gak ngerti.”“Lihat itu Ma,” Rangga menunjuk ke arah seorang lelaki yang juga merupakan penonton sidang.“Itu juga,” Rangga kembali menunjuk ke arah seorang lelaki yang lain, “Dan itu. Intinya di ruangan ini banyak orang yang sebenarnya adalah orang – orangku. Di luar ruangan juga ada. Mereka akan mengawasi Mama kemanapun Mama pergi. Jadi percuma aja kalau Mama mau melarikan diri.”“Tapi... Tapi kenapa?”“Kalau Mama gak melakukan kejahatan, Mama gak
Sidang dimulai kembali dengan melanjutkan pemeriksaan Lia sebagai saksi oleh JPU. JPU hanya menanyakan beberapa hal karena sebagian besar sudah dia tanyakan sebelum sidang di skors.Hakim menanyakan apakah pihak terdakwa memiliki pendapat mengenai keterangan saksi yang dihadirkan.Julio meminta ijin hakim untuk menanyakan beberapa hal kepada Lia. Setelah mendapat ijin dari hakim, Julio bersiap mengajukan pertanyaannya.Lelaki kharismatik itu menatap tajam ke arah Lia dengan senyuman misterius yang tertoreh pada wajah tampannya.“Ehem,” Julio memulai, “Saudari Lia Saputri, apa benar Anda bekerja di rumah keluarga Sagara dengan gaji dua juta perbulan?”Lia sedikit mengerutkan keningnya, tidak menyangka dia akan menerima pertanyaan mengenai gajinya yang dia pikir tidak ada hubungannya dengan kasus ini, “Iya benar,” jawabnya.“Apakah Anda memiliki suami?”“Tidak, suami saya sudah meninggal beberapa tahun yang lalu.”“Lalu selain Anda siapa yang turut membantu ekonomi keluarga Anda?”“Tida
“Ck ck ck mereka berdua emang paling jago buat jadi berita viral melebihi aku yang artis,” ujar Ardan saat dia asyik bermain dengan media sosialnya. “Siapa?” tanya Sharon. “Rangga dan Almara.” “Mereka masuk berita viral lagi? Kenapa emangnya? Oh, pasti karena Rangga poligami ya?” “No... Jadi di pernikahan yang harusnya dilaksanakan kemarin, polisi menangkap Nayra. Dan ternyata... Rangga yang laporin dia ke polisi. Trus satu lagi, karena Rangga dan Nayra gak jadi menikah, pestanya berubah jadi pesta anniversary Rangga dan Almara.” “What?” Sharon yang terkejut dengan penjelasan Ardan nyaris melompat dari tempat duduknya. “Iya, coba baca aja di sini, rame banget di semua media sosial,” Ardan melempar ponselnya kepada Sharon, “Kamu sih ngelarang aku dateng kemarin. Ah, tahu gitu kan aku bisa lihat live kejadiannya. Pasti seru.” “Ya mana aku tahu kalau bakal kayak gitu kejadiannya? Almara kan temenku jadi aku sebel banget sama acara pernikahan itu,” Kali ini Sharon asyik menggulir po