Dengan penuh perjuangan akhirnya almara berhasil membuka matanya. Nyala lampu ruangan menyilaukan pandangannya yang masih buram. Mungkin butuh sekitar sepuluh menit sampai pandangannya menjadi normal. Almara memperhatikan sekitarnya. Ah benar saja, dia ada di rumah sakit.
Samar - samar dia melihat sosok lelaki sedang duduk di sofa penunggu pasien. Almara memperjelas pandangannya, ternyata bukan Rangga ataupun Ardan. Bukan pula Ayah atau Adik lelakinya. Wajahnya asing. Almara mulai khawatir, mungkinkah dia lelaki yang menikamnya?
"Maaf Anda siapa?" Almara memberanikan dirinya bertanya pada laki - laki itu. Almara melirik pada tombol untuk memanggil perawat di samping tempat tidurnya, bersiap menekannya kapan saja jika sesuatu menimpa dirinya.
"Kenapa Anda di sini? Di mana keluarga saya?" Almara mulai panik namun berusaha untuk tetap tenang.
"Apakah peristiwa penikaman tadi sore membuatmu istirahat dari pikiran kalutmu yang penuh penyesalan itu Almara?" Bukannya menjawab pertanyaan Almara, laki - laki itu justru memulai pembicaraan lain yang membuat Almara semakin bingung.
"Apa maksud Anda? Anda sebenarnya siapa?"
"Siapa, darimana, dan semua identitasku akan sulit kamu pahami, Almara. Yang jelas aku berasal dari dunia yang berbeda dengan duniamu. Dan tujuanku di sini hanya satu, membantumu hidup bahagia tanpa penyesalan lagi."
Almara masih terdiam. Dia yakin ada kelanjutannya dari penjelasan yang belum tuntas itu.
"Bagaimana jika aku tawarkan padamu untuk memperbaiki hidupmu agar kamu bisa hidup bahagia dengan Ardan tanpa menyakiti suamimu Rangga? Apakah kamu akan mengambil kesempatan yang aku berikan?" Lelaki itu menatap Almara dengan wajah tenang namun misterius.
Almara menelan ludah dan masih terpaku menatap lelaki itu. Lelaki ini, dia seperti tahu betul kehidupan Almara, bahkan apa yang ada di hati dan pikiran Almara selama ini.
"Bagaimana caranya?"
***
1 Hari sebelumnya...
"Almara, I love You," ucap Rangga dengan kelembutannya yang khas. Matanya menatap Almara dengan penuh cinta. Almara balas menatapnya. Namun berbeda dengan Rangga yang merasakan gelombang cinta yang amat besar, Almara justru masih tidak yakin dengan perasaannya. Apakah dia mencintai lelaki ini? Lelaki yang saat ini berbaring di sampingnya, mengelus wajah dan rambutnya, lalu mengecup bibirnya dengan penuh gairah.
Almara tidak ada pilihan lain selain membalas ciuman itu. Jika Almara terlihat tidak bergairah, bisa - bisa Rangga curiga akan perasaan Almara padanya. Selama ini Almara selalu mengatakan pada Rangga dan semua orang bahwa dia juga mencintai lelaki itu."Kenapa kamu gak membalas ucapanku barusan sih Sayang?" Rangga menjeda ciumannya."I love You too, honey," jawab Almara dengan senyuman di bibirnya.Rangga tersenyum puas lalu melanjutkan aktifitas intimnya dengan sang istri. Rangga sekali lagi mencium bibir Almara ketika pergulatan penuh gairah mereka sudah usai.Ketika Rangga sedang membersihkan diri di kamar mandi, Almara melirik jam dinding yang ada di kamarnya, sudah waktunya meminum pil kontrasepsi. Almara memang secara rutin mengkonsumsi pil kontrasepsi. Jika dia ingin bercerai dengan Rangga, dia tidak boleh hamil. Anak akan semakin mengikat hubungan mereka berdua. Itulah mengapa Almara tidak pernah terlewat mengkonsumsi pil kontrasepsinya setiap hari di jam yang sama.Namun Rangga tidak mengetahui jika Almara meminum pil kontrasepsi setiap hari. Yang Rangga tahu justru mereka berdua saat ini sedang melakukan program hamil. Untuk mengelabui Rangga, Almara menganti wadah pil konstrasepsinya dengan wadah vitamin C.Saat sedang meletakkan kembali pil kontrasepsinya ke dalam laci, ponsel Almara berbunyi. Ternyata itu adalah pesan dari Ardan.[Almara, malam ini kita harus ketemu, kita bicarakan kelanjutan dari hubungan kita.][Almara, kenapa kamu cuma read aja ?][Almara please, kamu bilang kamu cinta sama aku ? Aku akan ceraikan Sharon, oke ? Tapi kamu juga harus segera ceraikan Rangga agar kita bisa cepat menikah.]Almara hanya terdiam membaca chat beruntun dari Ardan dan lalu membalas setelah beberapa menit kemudian.[Kasih aku waktu sebentar Ardan.]
Almara melempar ponselnya ke tempat tidur,merasa frustasi. Memang, Almara tidak pernah mencintai Rangga. Namun sejak mereka berpacaran hingga sudah berumah tangga, Rangga selalu memperlakukannya dengan baik. Bagaimana mungkin Almara tega menyakiti Rangga?Sebagai seorang wanita, Almara bisa melihat bahwa Rangga adalah seorang lelaki yang nyaris sempurna. Dia tampan, kaya, dan menyayangi istrinya. Namun mengapa hatinya tidak pernah bisa mencintai Rangga ?"Sayang, Kamu lagi ngelamunin apa?" Suara Rangga membuyarkan lamunan Almara."Eh gak kok, cuma lagi mikirin konsep video untuk klien baru aku," Almara hendak menghampiri Rangga saat dia dikagetkan oleh ponselnya yang berdering kencang. Ternyata itu adalah panggilan w******p dari Kinanti, Mama Almara."Hai Sayang, kamu ada di rumah kan?" Suara Kinanti terdengar dari dalam ponsel sesaat setelah Almara mengucap Halo."Iya Ma, aku di rumah, ada apa?" jawab Almara."Oh baguslah. Ini mama udah mau sampai rumah kamu Sayang. Kamu mau kan temenin Mama ke rumah Tante Weny? Mama mau jenguk dia karena katanya sakit maagnya kemarin kambuh parah dan dia juga udah kangen banget sama kamu, ponakannya yang paling cantik.""Eh oke deh Ma gak papa, aku siap - siap dulu ya," ujar Almara."Okey Sayangku, My Sweetheart Cute Pie," kata Kinanti dengan ceria."Ih Mama apaan sih lebay banget manggilnya," protes Almara. Kinanti meringis saja mendengar respon dari anaknya."Eh ini mama udah masuk parkiran rumah kamu nih Sayang. Bukain pintu depan ya," ucap Kinanti hanya berselang beberapa detik kemudian.
"Oke siap Ma ... " Almara menutup teleponnya lalu berpaling ke arah Rangga. "Sayang, aku mau temani Mama ke rumah Tante Weny dulu gak masalah kan?""Gak masalah dong sayang, yaudah kamu siap - siap aja sekarang," respon Rangga sambil mengecup kening Almara.Almara bangkit dari tempat tidur, mengganti lingerie tipisnya dengan daster yang lebih tebal lalu keluar menuju pintu depan. Rangga mengikutinya dari belakang."Hai sweetie ... " sapa Kinanti sambil merentangkan tanggannya untuk memeluk Almara saat pintu dibuka."Hai Ma ... Mama kok gak bilang dulu sih kalau mau kesini? Malah bilangnya mendadak pas udah deket rumah. Kalau aku pas gak ada di rumah gimana coba?" protes Almara sambil memonyongkan bibirnya."Iya maaf deh Sayang. Mama tadi sebenernya mau kesana sendiri tapi di jalan Tante Weni telpon dan bilang dia kangen banget sama kamu jadi yaudah deh mama nyetir kesini siapa tau bisa jemput kamu sekalian. Eh, mama gak ganggu kesibukan kalian kan?"Seketika Rangga memeluk Almara dari belakang dan berkata, "Mama mengganggu kesibukan suami istri barusan," Rangga mengedipkan matanya dengan nakal ke arah mama mertuanya. Almara sontak mencubitnya dengan keras."Oh ya? Ops sorry Honey, apa Mama mending pulang dan kapan - kapan aja kita ke rumah Tante Weni?"Rangga melepas pelukannya dan tersenyum meneduhkan, "Rangga cuma bercanda aja kok Ma barusan. Gak papa Mama berangkat aja sama Mara.""Hmmm oke deeeh ..." balas Kinanti dengan senyum yang sama meneduhkannya."Yaudah kalau gitu aku mandi dulu ya Ma," Almara sudah hendak melangkahkan kakinya ke kamar mandi ketika Rangga menarik lengannya."Eh, sendirian aja? Aku gak diajak?" Goda Rangga yang lagi - lagi direspon dengan cubitan keras oleh Almara.Kinanti hanya bisa tertawa bahagia menyaksikan tingkah anak dan menantunya itu."Mama seneng deh kalian mesra banget," ucap Kinanti saat sudah berdua saja dengan Rangga."Gimana gak mesra Ma kalau serumah sama anak Mama yang paling cantik itu," Lagi - lagi Kinanti tertawa bahagia. Dia sangat bersyukur Almara berjodoh dengan Rangga. Lelaki sopan, tampan, dan mapan. Walaupun usia Rangga dan Almara terpaut 10 tahun, itu tidak menjadi masalah, karena Rangga benar - benar sosok lelaki idaman wanita dan mertua.Hampir satu jam Almara bersiap - siap. Langkah kecilnya menghampiri Rangga dan Mamanya yang sedang berbincang asik di ruang keluarga. "Aku udah siap Ma, yuk berangkat sekarang. Sayang aku pergi dulu ya,"Kinanti pun bangkit dari sofanya yang nyaman dan mengikuti anaknya yang berjalan ke arah mobilnya di Parkiran. Almara otomatis duduk di samping kursi supir sedangkan Mamanya yang menyetir. Sebelum berangkat, Almara membuka jendela untuk kembali berpamitan pada suaminya."Seatbealt udah?" Rangga melongok ke dalam mobil dan mengecek apakah Almara memasang seatbeltnya dengan benar."Ckckck, perhatian banget sih menantu Mama ini," Kinanti tersenyum mengomentari aksi Rangga. Sedangkan Almara hanya tersenyum tipis.Kinanti berpamitan pada Rangga dan sebelum Almara menutup jendelanya, Rangga berbisik padanya, "Jangan nakal ya di sana. Jaga diri kamu. Nanti aku bisa mati kalau kamu kenapa - napa. Hati - hati ya Sayang," Almara hanya membalas dengan senyuman. Rangga mengecup leher Almara lalu mengeluarkan badannya dari mobil agar Almara bisa menutup kaca jendela.Pesan kasih sayang Rangga meremas hati Almara. Sudah siapkah dia menjadi istri paling jahat dengan mematahkan hati suami yang sangat manis seperti Rangga ?Almara termenung. Hari ini bukan hari yang sibuk. Dia memiliki banyak waktu untuk melakukan hobinya seperti membaca novel misteri di perpustakaan kota, berkutat di dapur mencoba resep kue terbaru atau sekedar duduk di kamarnya yang lapang menonton drama korea secara maraton.Biasanya siang hari seperti saat ini, dia pasti sedang sibuk - sibuknya menyunting video dari kliennya. Jika antriannya panjang, sampai malam tiba pun dia tetap berjibaku duduk di depan laptop miliknya, mengedit dengan penuh gairah setiap video dari kliennya.Pekerjaannya sebagai penyunting video lepas lumayan menghasilkan juga. Walaupun jumlah klien setiap bulannya naik turun tapi dalam sebulan Almara belum pernah menghasilkan uang di bawah 6 juta.Uang 6 juta mungkin jumlah yang sedikit baginya sekarang. Semenjak menikahi seorang pengusaha muda yang sukses, hidup Almara menjadi terjamin dan serba cukup. Namun pekerjaan ini sudah menjadi hobi yang t
Tubuh Almara terkulai lemah. Almara sebetulnya sudah sadar, namun berat sekali rasanya untuk membuka mata dan menggerakkan badannya. Seolah - olah energinya telah terserap habis oleh kasur tempat dia berbaring. Dia masih ingat kejadian saat di taman, saat sosok yang tak dia kenal tiba - tiba menikamnya hingga ambruk. Tadinya dia pikir, mungkin inilah akhir hidupnya, mati ditikam entah oleh siapa. Tapi melihat keadaannya saat ini, Almara yakin dia tidak mati. Dengan penuh perjuangan akhirnya almara berhasil membuka matanya. Nyala lampu ruangan menyilaukan pandangannya yang masih buram. Mungkin butuh sekitar sepuluh menit sampai pandangannya menjadi normal. Almara memperhatikan sekitarnya.Ah benar saja, dia ada di rumah sakit. Samar - samar dia melihat sosok lelaki sedang duduk di sofa penunggu pasien. Almara memperjelas pandangannya, ternyata bukan Rangga ataupun Ardan. Bukan pula Ayah atau A
Jantung Almara semakin berdebar, jika saja tidak ada tulang rusuknya, jantungnya pasti sudah melompat keluar. Kembali terduduk di atas ranjangnya, kedua tangannya menggosok - gosok mukanya seperti barusaha bangun dari mimpi.Almara mencubit pipinya sekeras mungkin sampai dia menjerit kesakitan."Oh no no no, bukan mimpi, oh Tuhan, Astaga, Astaga ..." Almara menggelengkan kepalanya merasa tidak percaya dengan apa yang dialaminya.Almara meraih ponselnya, dilihatnya tanggal yang tertera. Senin, 19Januari 2015 pukul 05.15 pagi. Almara menghitung dengan jarinya, jika dia tidak salah hitung, ini berarti dia sedang menempuh kuliah semester 8 di tanggal ini.Almara mencoba menenangkan dirinya. Dia menarik nafas dalam - dalam, menahannya sebentar lalu menghembuskan secara perlahan. Proses relaksasi itu dia lakukan berulang kali sambil memejamkan mata. Lalu tiba - tiba dia tering
Setelah selesai kelas periklanan, Almara tidak ada kegiatan lain selain melanjutkan progres tugas akhirnya di Perpustakaan Kampus. Memang di semester akhir ini tanggungan kuliah Almara hanya tersisa 14 SKS saja yang mana 8 SKS untuk tugas akhir dan 6 SKS sisanya untuk kelas Periklanan dan Managemen Desain masing - masing 3 SKS.Almara lumayan cepat mengerjakan tugas akhirnya, karena bagaimanapun Almara pernah mengerjakan tugas akhir ini dulu, dan sekarang hanya tinggal mengulang. Saat ini dia baru mengerjakan bab 2, jika dia berhasil menyetorkan bab ini ke dosen pembimbingnya tanpa revisi maka dia akan mulai mengerjakan bab selanjutnya.Mengingat hal itu tiba - tiba hati Almara mencelos. Dia baru sadar, bahwa dulu tugas akhirnya ini lah yang membuat dia pertama kali mengenal Rangga. Tugas akhir Almara adalah mengenai perancangan metode promosi visual untuk produk perawatan kulit wanita. Dan saat itu Almara mengajukan proposal ke
"Almara, apakah kamu merasa pantas mendampingi anak saya?"Seperti menerima kejutan listrik tegangan tinggi, Almara seketika kehabisan kata - kata. Susunan kalimat perkenalan yang sudah dia siapkan semalam mendadak buyar begitu saja. Bodohnya dia, tidak menyiapkan jawaban atas pertanyaan ini. Seharusnya dia sudah tahu bahwa pertanyaan semacam ini kemungkinan besar akan muncul.Tapi ini sudah kepalang tanggung, Almara harus tetap maju."Ma ... " Ardan baru saja akan protes dengan sikap mamanya yang menyudutkan Almara, namun Almara keburu menyentuh tangannya sebagai kode bahwa Almara akan menghadapi pertanyaan Melissa.Billy masih diam. Dia pun penasaran jawaban apa yang akan dilontarkan oleh gadis pujaan hati anaknya itu."Tante," Almara mulai bersuara dengan gaya yang dia buat setenang mungkin."Tentu saja saya tidak mungkin menj
Dia adalah Rangga Adiputera.Almara tidak tahu sebelumnya jika Rangga juga menghadiri pesta ulang tahun Ardan. Saat itu pikirannya kalut,sebelum acara dimulai, dia mengakhiri hubungannya dengan Ardan secara sepihak. Jadi dia tidak tahu jika ada Rangga pada pesta ini. Lagipula dia juga belum mengenal Rangga saat itu.Baru sekarang dia tahu, ternyata Rangga juga hadir. Dan yang lebih fantastis, pasangannya malam ini ada adalah seorang model top dunia. Almara mulai berpikir, jika seorang top model saja bisa menemani Rangga menghadiri sebuah pesta, bagaimana bisa Rangga justru jatuh cinta pada gadis seperti dia?Tapi berita baiknya, jika pada masa ini dia berhasil membuat Rangga tidak mengenalinya, itu bukanlah kerugian bagi Rangga, toh teman wanita Rangga pasti banyak yang melebihi dirinya.Rangga dan Fiolina Chowberjalan ke dalam hall. Beberapa orang mulai menyapa mereka d
”Ya, saya Rangga. Maaf Anda siapa?”Almara tertegun, sesaat dia lupa jika ini adalah tahun 2015. Almara terlalu tenggelam dalam pikirannya sendiri bahwa seharusnya Rangga tidak sedekat itu dengan Fiolina Chow.“Almara?” Ardan menghampiri Almara. ”Ada apa?”“Hm ... Aku ...” Almara bingung harus menjawab apa. Dia menoleh pada Rangga lalu berkata, ”Maaf, Saya salah orang,” Tanpa menunggu respon dari siapa pun, Almara berjalan pergi.Rangga mengerutkan alisnya, namun memilih untuk mengabaikan saja.Ardan mengejar Almara dan meraih tangannya. “Almara, Kamu kenapa?”“Gak papa, maaf tadi Aku kurang fokus. Aku ke toilet dulu ya,” Almara berjalan meninggalkan Ardan menuju ke toilet.Di dalam toilet, Almara membasuh wajahnya, menyesali tindakan gegabahnya.&n
Jantung Almara mencelos. Dalam waktu sepersekian detik, Almara berhasil sembunyi di titik yang tidak dapat dilihat oleh Rangga dan Fiolina Chow.Almara ingin pergi, namun hatinya ingin dia tetap di sana.“Please Fio, stop,” Rangga menjauhkan tubuh Fiolina Chow dari dirinya.“Maaf,” Fiolina terdiam untuk sesaat. “Rangga, apa ada seorang wanita yang saat ini kamu suka?”Rangga menggeleng.“Lalu kenapa gak kita coba ...” Belum tuntas Fiolina bicara, Rangga sudah menyela kalimatnya.“Fio, Aku kan pernah bilang sama Kamu, bagiku Kamu adalah adikku. Cuma itu perasaan yang Aku punya untuk Kamu,” terang Rangga.Fiolina tersenyum, “Apa Aku sama sekali gak punya harapan?”Rangga menyentuh kedua bahu Fiolina lalu berkata,”Jangan menaruh harapa