Adi Nugraha atau Nugie, lelaki muda yang besar dalam keluarga biasa. Namun karakternya saat ini terbentuk dari masa kecilnya yang keras. Nugie dididik orangtuanya menjadi seorang pejuang. Meskipun hidup tidak berkelimpahan harta, tapi martabat harus selalu dijaga dengan sikap dan kerendahatian. Hal itu yang membuat Nugie menjadi salah satu orang yang dipercaya atasannya untuk menangani proyek-proyek besar. Jika ada masalah, pelampiasannya tidak dengan amarah namun masuk dalam pekerjaannya. Seolah pembalasannya dengan bekerja, sehingga orang melihatnya sebagai seorang yang pekerja keras. Namun, sosok Nugie tetap hanya seorang lelaki biasaya. Lelaki yang sejak kecil besar dan terlatih dalam kerasnya hidup, ketia ada seorang perempuan masuk dalam hidupnya dengan kelembutan Nugie menjadi limbung. Kekosongan hatinya mulai terisi, namun begitulah cinta, tiada yang benar-benar indah. Luka dan airmata akan menjadi hiasan di dalamnya. Begitulah yang dirasakan Nugie, saat bertemu dengan Sally. Ketertatihan hatinya, membuat ia akhirnya jatuh pada Zahrah yang sering lebih manja. Hal itu tidak membuat Nugie terbebas dalam luka dan deritanya cinta, tapi harus merasakan pukulan bertubi-tubi karena harus menambatkan hatinya pada Sally atau Zahrah.
View MoreTeruntuk keluarga Zahrah yang sempat saya tahu:Mas Ben dan Mbak NayBagaimana kabar Mas Ben dan Mbak Nay di sana? Semoga dalam kondisi sehat selalu. Sebenarnya saya ingin bisa bicara langsung, sebab terlalu banyak yang ingin saya bicarakan. Akan tetapi, hal itu tidak mungkin nampaknya. Dulu, sewaktu Mbak Nay menghubungi saya via email dan mengatakan Zahrah di rumah sakit dalam kondisi masih belum sadar. Keesokan harinya, saya kirim email. Menanyakan kabar Zahrah. Ia masih belum sadar dan ia terus menyebut nama saya. Saya diminta Mbak Nay menelpon ke nomor Zahrah, pura-pura sedang berbicara dengannya. Saya ngobrol sampai 18 menit. Setelah itu, saya matikan. Kemudian mengirim email pada Mbak Nay bertanya ikhwal keadaan Zahrah. Katanya, setelah mendengar suara saya ada respon. Meskipun responnya airmata yang ia teteskan dalam ketidaksadaran. Ah, saya taktahu itu pertanda baik atau buruk. Saya semakin kacau.
Aku benar-benar terkejut dengan semua yang terjadi akhir-akhir ini. Aku merasa ini sesuatu yang amat sulit aku terima. Terlalu berat. Rasanya aku ingin bercerita kepada Pak Tarman, namun saat di kantor mulut ini rasanya seperti tercekat dan tidak ada kata-kata yang mau terlontar. Aku pun urung bercerita, hanya sekadar ngobrol dan bercanda untuk mengusir kesedihan yang menggelayuti hati. Sebenarnya aku masih belum bisa menerima semua ini, namun kabar itu membuatku telah layu. Semangat kerjaku pun rapuh. Tiada lagi rasa menggebu untuk menyelesaikan pekerjaan, bahkan yang ada hanya ingin segera pulang dan membenamkan kepala di bawah bantal. Lalu menangis sejadi-jadinya tanpa suara dan membiarkan airmata menjadi saksi bahwa luka ini benar-benar nyata dan begitu menyiksa. Semuanya meledak. Hatiku koyak-moyak dibuatnya. Sebulan menanti kabar dari Nay, dan ketika ia mengabari kemarin aku malah ingin menarik kembali waktu agar Nay tidak menjawab pertanyaanku. “Ia sudah tenan
Tiap kali aku memandang foto Zahrah, rindu dalam hatiku begitu meluap-luap dan rasanya ingin tumpah. Apalagi ketika mendengar kabar kalau ia sedang sakit dan sudah tidak sadarkan diri selama 3 bulan. Duh, rasanya benar-benar kelimpungan. Aku merasa bersalah telah berburuk sangka karena ia lama menghilang, bagai ditelan bumi. Tiada kabar sedikit pun. Namun ketika ada kabar dan aku masih tetap tidak bisa menjenguknya. Aku sungguh berat mengiyakan jawaban Nay agar segera ke sana menemaninya. Aku tidak bisa meninggalkan ibu. Dua orang perempuan yang kusayang sedang sakit. Ingin rasanya aku menjenguk Zahrah, tapi sungguh tidak pantas aku meninggalkan ibu yang juga membutuhkanku untuk di sampingnya. Sedangkan untuk makan ibu harus diambilkan. Jika harus ke kamar mandi, maka harus dipapah. Duh, aku benar-benar limbung. Linglung. Sosok ibu memang sosok perempuan yang palih teduh. Tatkala aku murung saja saat menemaninya, ibu tiba-tiba saja bertanya. “K
Kemurungan tidak bisa lepas dari kehidupan manusia. Dan kali ini, kemurungan itu bertamu kepadaku. Entah, rasanya ia begitu nyaman bertamu di ruang batinku. Kepergian Sally rasanya membuatku menjadi hampa. Sapaannya tiap waktu memang serupa candu. Senyumnya bagai pupuk yang selalu mampu memunculkan benih suka dalam diriku. Gengaman tangannya membuatku tegar menghadapi hidup yang hingar-bingar. Dan pelukannya membuatku menjadi lelaki yang begitu tangguh. Ah, mana janjimu dulu Sally. Janji akan selalu berada di balik punggungku. Kenapa kini kaupergi setelah semua benih itu tumbuh dalam hatiku. Kepergianmu rasanya seperti mencabut akar semangatku untuk hidup. Aku kini seperti pohon layu yang bersiap-siap tumbang. Pekerjaan yang sedari dulu membuatku penuh gairah, kini sudah takmampu membuatku tersenyum menyapanya. Rasanya aku sudah enggan melakukan rutinitas. Rasanya aku ingin mengejarmu saja, tanpa harus bekerja dan melakukan aktivitas lainnya. Teman-teman di kantor pun selalu
Aku kemarin bercerita kepada ibu. Bercerita tentang kedekatanku dengan Zahrah. Aku bercerita bagaimana kita mengawali cerita ini. Cerita yang membuat kita sering berbagi kisah, bahkan mencuri waktu dan jam kerja. Namun, ibu tidak suka kalau aku mendekatinya. Ibu berkata begitu tentu bukan tanpa alasan, tetapi ibu berpikir seperti dulu yang telah aku pikirkan: dikira merebut pacar orang. “Berarti ibu tidak suka terhadapku ya Mas?” “Bukan begitu Za, ini tidak ada hubungan antara suka dan tidak suka.” “Tapi katamu tadi, ibu melarangmu berhubungan denganku.” “Iya, memang seperti itu. Tetapi kamu harus tahu, ibu berkata seperti itu karena ibu tidak mau anaknya ini dikatakan merebut pacar orang. Merebutmu dari Kun.” “Sama saja.” “Sudahlah Za, aku telpon kamu bukan untuk bertengkar. Aku ingin mengobati rinduku padamu, tapi jika kamu malah mengajakku bertengkar, lebih baik aku menutup telponnya saja.” Tut…tut…tut… *
Tuhan kenapa ujian ini terasa begitu berat buatku? Apakah aku tidak berhak merasakan sebuah kebahagian?Ketika aku sudah di atas pohon yang mulai rapuh, aku begitu takut jatuh. Aku merasa tidak akan lama pohon ini bisa terus menahan diriku di atasnya, sehingga aku pun mulai berpikir harus mencari pohon baru yang lebih kuat untuk bisa kupanjat. Akan tetapi ketika aku berusaha memanjat pohon lain, aku salah menapakkan kaki pada ranting yang kering dan terjatuh. Begitulah, seperti diriku yang menjalin hubungan dengan Sally yang sudah rapuh dan sering bertengkar. Dan aku mulai goyah ketika mendapatkan perhatian dari Zahrah. Harapanku memang bisa mendapatkan pijakan yang lebih kuat, ternyata semua itu tidak seindah seperti yang dibayangkan.“Za kamu di mana? Aku mencoba menghubungi dari sore tadi, tapi nomormu tidak aktif. Aku menunggumu 5 jam seperti orang linglung.”“Aku sudah di Jakarta Mas.”“Hah…..di Jakarta?
“Aku kangen,” ujarmu di tengah percakapan kita.“Kau sudah menemukan kekasih baru ya?” Tanyaku.“Belum,” ia menjawab dengan singkat, “Aku merindukan ibu.”“Pulanglah, kunjungilah pusaranya. Tumpahkan rindumu di sana. Ceritakan segala kisah yang telah alpa dari pengelihatannya. Setidaknya dengan begitu kaubisa mengobati kerinduanmu Za.”Kemudian kita terdiam. Tidak ada kata yang mampu terlontar, seolah kita berbicara dengan dengus napas.Hening.Tiba-tiba di sana ia terisak.“Aku kangen ibu Mas. Berikan aku pelukan, agar aku merasa sedikit tenang.”“Sini dekatkan dirimu, biar aku bisa memelukmu.”Meskipun kita hanya telpon, kita seolah sedang bertatap muka. Yah, seperti bilang memeluk atau mencium. Hanya dengan cara itu kita berusaha merasa satu dan mendekatkan diri. Lekat dan lebur dalam rasa.“Makasih ya Mas. Semoga suatu ke
Kedekatanku dengan Zahrah membuat ia kerap muncul di ingatanku. Terkadang juga muncul dalam setiap berbincanganku, bahkan ketika berbicara dengan ibu. Sungguh, semua terjadi begitu saja. Seolah sudah tertata dan terprogram dengan rapi di memori otakku.“Bu, aku mencintainya.”“Sudahlah, jangan dekati dia.”“Tetapi aku benar-benar mencintainya.”“Lantas bagaimana dengan Sally?”Aku tiba-tiba terdiam. Tak ada jawaban yang bisa kulontarkan kepada ibu. Aku merasa benar-benar tidak punya alasan lagi untuk perasaanku itu. Perasaan yang tak semestinya ada. Ia hadir di antara aku dan Sally.Lantas aku harus berbuat apa Bu? Aku bingung dengan ini semua. Di saat aku sudah mulai yakin dengan Sally, ia nampaknya semakin menjauh. Kita sudah sering bertengkar, terkadang pertengkaran antara kita hanya karena hal-hal sepele.Aku jadi merasakan sebuah keane han. Padahal aku dan Sallysudah merenc
Teman-teman tiba-tiba saja duduk menyendiri. Mereka seolah-olah tidak mau mengganggu aku bercengkrama dengan Sally. Ah, aku jadi malu, tapi aku senang karena bisa leluasa ngobrol dengan Sally.“Aku malam ini betul-betul merindukanmu Sal.”“Ah, gombal.”“Loh….” aku terdiam sesaat. “kenapa ya setiap aku berkata jujur aku selalu dibilang orang ngombal? Perkataanku terlihat berlebihan atau seperti merayukah?”“Ya jelas, wong dari tadi aku sudah menemanimu. Kok ya masih bilang kangen.”“Padahal aku berkata apa yang kurasakan. Kenapa sih semua orang tidak pernah bisa memercayai apa yang aku rasakan? Apa yang aku unggapkan walaupun itu benar?” tiba-tiba saja aku merasa sebal dan sedih.“Maaf, maaf, iya, aku faham kok kalau kamu memang kangen sama aku. Jangan serius-serius dong.” sembari Sally memegang tanganku.Dan melihat Sally memegang tanga
Bertemu, penasaran, rindu, dan berakhir pada perpisahan. Siklus cinta yang selalu saja membuatku terjatuh berkali-kali dan anehnya aku tidak pernah takut terjatuh. Sampai detik ini, aku pun belum bisa menemukan titik paling absurd yang sulit dijamah. Titik yang mempertemukan dua belah jiwa. * Mbak Lila, perempuan manis penunggu ruang tamu. Yah, aku lebih suka menyebutnya dengan perempuan penunggu ruang tamu daripada resepsionis. Tapi, jangan menganggap tempat kerjaku di sebuah hotel. Aku bekerja di sebuah kantor penerbitan. Mbak Lila, inilah yang dengan telaten dan piawai mengatur jadwal pertemuan antara para penulis, distributor, dan para tamu. Dan entah, ia rasanya tak pernah kehabisan bekal senyuman. Aku diam-diam sering mengamatinya, bukan hanya karena waj...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments