Cekitan pintu terdengar, malam telah datang sebagai alasan kedatangan Vivian di kamar bernuansa klasik tersebut. Jam dinding menunjukan pukul 09.00 waktu yang tepat untuk semua orang beristirahat.Saat mata Vivian menangkap sosok pria diranjang sana terlihat penampakan memanjakan mata. Setelan piama tidur yang membuka bagian depan dada bidang Max sontak membuat Vivian melempar pandangan. Begitu pula Max, manik biru bercahaya itu langsung tertuju pada sang istri di awang pintu. Wajahnya terlihat membalik ke arah lain seolah menghindari kontak mata seperti tadi.Loker ditarik, Max mengambil saputangan hijau yang masih dibungkus plastik, lalu dilempar dengan perhitungan tepat agar Vivian dapat meraih benda tersebut."Punyamu," ucap Max lalu mengambil majalah dan membacanya.Kini saputangan itu telah berada ditangan Vivian, sedikit senyuman ingin terukir namun sengaja ditahan. Dan ketika manik coklat melihat setiap sudut kamar, masalah lain muncul, Vivian tidak menemukan adanya sofa, ter
Tiba di restoran, Vivian duduk menghadap suaminya. Suasana tegang tercipta bahkan setelah pelayan menodongkan menu pada mereka."Pesan," titah Max.Dengan cepat Vivian mengambil buku menu, memilih acak apa saja yang tertera disana. Max tampak intens memerhatikan, sorot mata tajam membuat suasana terasa mencekam.Max melipat kedua tangan dengan kaki menyilang, memberikan aura dominan yang sangat kuat."Dimana cincinmu?" tanya Max. Sontak Vivian melihat jari manis yang ternyata tidak terpasang cincin disana.Mata Vivian berkeliaran seolah mengingat kembali dimana cincin tersebut disimpan. Ada dua kemungkinan besar, jika tidak tertinggal di kamar mandi mungkin di ruang kamar saat keberangkatan terburu-buru pagi tadi.Dia lihat salah satu jari suaminya. Cincin berwarna perak tersebut seakan sengaja ditampakkan agar Vivian dapat melihatnya. Bersamaan dengan itu Max membenarkan posisi sekaan siap untuk mengintrogasi."Kau tidak mematuhi perjanjiannya, padahal sudah ku peringatkan.""Dan eks
Sepanjang perjalanan, Vivian habiskan dengan tidur, sementara Sunny dan Lin berada di mobil lain, keputusan ini diambil untuk menghentikan sejenak sandiwara dihadapan pelayan pribadinya."Emm." Vivian mengerang sambil membenarkan posisi. Leher mulus bersih seketika terpampang jelas tanpa penghalang. Dress yang dikenakan telah membuat tulang bahu Vivian tampak jelas. Sambil mengendarai, Max sekilas memandangi pemandangan itu, bahu dan tubuh yang kecil sempat membuat Max menelan salivanya berkali-kali."..."...Setibanya di Vila, mereka langsung menunjukan sandiwara terbaik. Sunny dan Lin tampak memerhatikan dari kejauhan."Hari yang menyenangkan," ucap Vivian pada suaminya, berlaku manja."Tentu, berkatmu," jawab Max lembut, di bumbui senyum bahagia. Tanpa menghabiskan waktu, keduanya segera menuju kamar, bersembunyi sekaligus untuk membersihkan diri. Tiba di ruang kamar, saat pintu ditutup, Vivian langsung melepas kontak tubuh, saling menjauhkan diri satu sama lain. Wajah manis yan
Secepat kilat Max membawa Laura menuju ruang kerja, salah satu tempat paling aman dari segala pengawasan termasuk Sunny.Saat Max dan Lin pergi, senyum tipis menghiasi wajah Vivian. Dia memiliki kesempatan untuk menikmati pagi ini. Matahari belum mencapai puncaknya dan biasanya River masih ada di hutan sana. Dengan cepat, Vivian mengambil sapu tangan, buku dan buah-buahan, lalu bergerak menuju lokasi tujuan....Angin berembus dingin, musim tampaknya sedang berganti, angin akan terus terasa dingin hari demi hari, dan seperti biasa Vivian tidak memakai mantel, hanya cukup mengandalkan dress dengan lengan sesikut dan panjang mencapai betis.Tak... Tak...Bunyi langkah terdengar jelas menapaki dedaunan. Di tempat biasa, pria berseragam duduk terdiam sendirian sambil menikmati terpaan angin sejuk."River, kau sudah lama disini?" tanya Vivian lalu duduk tepat disampingnya.River menggerakkan bola matanya, dia tampak kecewa setelah tidak mendapati Vivian datang dua hari terakhir."Kukira ka
Di tempat lain Laura menghadap sang kekasih. Max menakutkan tangan dibawah dagu, menatap sang kekasih dengan pandangan fokus."Ada apa kamu kemari sampai tidak memberitahuku dulu?" tanya Max.Laura tampak khawatir jari jemarinya diremas dibalik meja "aku rindu," balasnya.Terlihat hembusan nafas berat keluar, Max memijat pelipis tak habis pikir dengan jawaban sang kekasih, terlebih dengan kondisi Vila yang selalu di awasi, sangat rawan jika Laura datang tanpa persiapan terlebih dahulu."Sekarang apa yang kamu inginkan?" tanya Max lembut. Laura mulai melihat sorot mata biru milik kekasihnya, sangat dalam seolah dapat tenggelam didalamnya."Sebentar lagi akhir tahun, kamu pernah berjanji padaku akan liburan bersama, aku ingin kita menghabiskan waktu bersama, ayo kita liburan," pinta Laura dengan wajah memelas."Akhir tahun ini jadwalku padat," jawab Max tanpa berfikir."Terus bisanya kapan?" Nada Laura meninggi, bola matanya seketika menunjukan kekhawatiran tak mendasar."Setelah projek
Pagi menjemput, setelah kepergian sang suami, Vivian menghabiskan waktu di ruang keluarga bersama sebuah TV. Setelah meminta izin kepada Lin dan Moa, Vivian mengambil remote lalu duduk untuk menghabiskan waktu. Larangan River untuk pergi kehutan membuatnya habis dilanda bosan. Maka dari itu sebagai pengalihan TV lah yang akan menemani hari-harinya sekarang."Sudah lama aku tidak menonton TV."Saat tombol merah ditekan, muncullah tayangan berita. Sambil menyantap potongan buah, Vivian lihat tulisan di paling bawah 'kolaborasi tersukses sepanjang masa' tertulis seperti itu."Selamat datang kembali di acara kita! Kita semua tahu bahwa kolaborasi terbaik tahun ini datang dari dunia kuliner, dan saya yakin kalian semua sudah mendengar tentang produk yang sedang ramai diperbincangkan akhir-akhir ini yaitu Riramu! Ya, Riramu, bumbu siap saji yang cocok sekali untuk anak-anak kos, kini berkolaborasi dengan produk tak kalah juaranya, Si Instan, yang merupakan produk sayuran kering dengan khas
Kicau burung terlantun indah di pagi yang cerah. Disaat itu pula Vivian terus berkutat dengan cermin sejak subuh, menghiasi diri dengan segala aksesoris terbaik.Rambut bergelombang di tata seindah mungkin menggunakan pita kain, poni tipis di rapihkan di kedua sudut dahi. Dress yang dikenakan hari ini juga telah dipilih sejak pagi, pilihannya jatuh pada dress cream mencapai lutut dengan lengan panjang namun menerawang. Dress yang indah untuk hanya sekedar pergi ke hutan.Dia tatap dirinya dalam cermin, sangat indah dan cantik. Entah kapan terakhir kalinya berdandan, wajah mungil dengan kulit kuning langsat itu perpaduan yang sempurna."Tinggal satu lagi."Dia lihatnya bibir ranum bergelombang, sebuah lipstik dipoles di bibirnya hingga menimbulkan warna pink yang indah. "Sempurna." Dengan langkah bersemangat Vivian segera menuju dapur. Beberapa apel terbaik dipilih, tak lupa buku dan rekaman lagu selalu ada menyertai.Sebelum berangkat Moa menghampiri sambil membawa mantel bulu."Sek
River tertegun, setiap waktu setiap menit bahkan setiap detik terasa amat sangat berarti. Sampai pertanyaan itu muncul barulah River tersadar. Apa yang dia rasakan sekarang?"Sudahlah, anggap saja aku tidak mengatakan itu." Vivian langsung mengalihkan pembicaraan, suasana sempurna tidak boleh kacau hanya karena perasaan pribadi. Dengan menikmati perasaan menggembirakan saja sudah sangat cukup bagi Vivian untuk dinikmati, kerakusan untuk memaksa memiliki perasaan yang sama adalah bukti dari kerakusan yang hakiki.Di bawah rindang pohon mereka kembali memandang burung yang berterbangan, seakan sengaja menari-nari untuk menghibur mereka."Cantik," gumam Vivian sembari tersenyum.River menoleh, semuanya memang benar-benar cantik, sangatlah cantik. Niat awal untuk menikmati waktu bersama seperti biasa, semakin terdorong untuk melakukan hal diluar rencana. River langsung berdiri lalu melihat sang wanita yang masih duduk memandangnya."Aku menemukan sebuah tempat, ikutlah denganku," ucap Ri