Secepat kilat Max membawa Laura menuju ruang kerja, salah satu tempat paling aman dari segala pengawasan termasuk Sunny.Saat Max dan Lin pergi, senyum tipis menghiasi wajah Vivian. Dia memiliki kesempatan untuk menikmati pagi ini. Matahari belum mencapai puncaknya dan biasanya River masih ada di hutan sana. Dengan cepat, Vivian mengambil sapu tangan, buku dan buah-buahan, lalu bergerak menuju lokasi tujuan....Angin berembus dingin, musim tampaknya sedang berganti, angin akan terus terasa dingin hari demi hari, dan seperti biasa Vivian tidak memakai mantel, hanya cukup mengandalkan dress dengan lengan sesikut dan panjang mencapai betis.Tak... Tak...Bunyi langkah terdengar jelas menapaki dedaunan. Di tempat biasa, pria berseragam duduk terdiam sendirian sambil menikmati terpaan angin sejuk."River, kau sudah lama disini?" tanya Vivian lalu duduk tepat disampingnya.River menggerakkan bola matanya, dia tampak kecewa setelah tidak mendapati Vivian datang dua hari terakhir."Kukira ka
Di tempat lain Laura menghadap sang kekasih. Max menakutkan tangan dibawah dagu, menatap sang kekasih dengan pandangan fokus."Ada apa kamu kemari sampai tidak memberitahuku dulu?" tanya Max.Laura tampak khawatir jari jemarinya diremas dibalik meja "aku rindu," balasnya.Terlihat hembusan nafas berat keluar, Max memijat pelipis tak habis pikir dengan jawaban sang kekasih, terlebih dengan kondisi Vila yang selalu di awasi, sangat rawan jika Laura datang tanpa persiapan terlebih dahulu."Sekarang apa yang kamu inginkan?" tanya Max lembut. Laura mulai melihat sorot mata biru milik kekasihnya, sangat dalam seolah dapat tenggelam didalamnya."Sebentar lagi akhir tahun, kamu pernah berjanji padaku akan liburan bersama, aku ingin kita menghabiskan waktu bersama, ayo kita liburan," pinta Laura dengan wajah memelas."Akhir tahun ini jadwalku padat," jawab Max tanpa berfikir."Terus bisanya kapan?" Nada Laura meninggi, bola matanya seketika menunjukan kekhawatiran tak mendasar."Setelah projek
Pagi menjemput, setelah kepergian sang suami, Vivian menghabiskan waktu di ruang keluarga bersama sebuah TV. Setelah meminta izin kepada Lin dan Moa, Vivian mengambil remote lalu duduk untuk menghabiskan waktu. Larangan River untuk pergi kehutan membuatnya habis dilanda bosan. Maka dari itu sebagai pengalihan TV lah yang akan menemani hari-harinya sekarang."Sudah lama aku tidak menonton TV."Saat tombol merah ditekan, muncullah tayangan berita. Sambil menyantap potongan buah, Vivian lihat tulisan di paling bawah 'kolaborasi tersukses sepanjang masa' tertulis seperti itu."Selamat datang kembali di acara kita! Kita semua tahu bahwa kolaborasi terbaik tahun ini datang dari dunia kuliner, dan saya yakin kalian semua sudah mendengar tentang produk yang sedang ramai diperbincangkan akhir-akhir ini yaitu Riramu! Ya, Riramu, bumbu siap saji yang cocok sekali untuk anak-anak kos, kini berkolaborasi dengan produk tak kalah juaranya, Si Instan, yang merupakan produk sayuran kering dengan khas
Kicau burung terlantun indah di pagi yang cerah. Disaat itu pula Vivian terus berkutat dengan cermin sejak subuh, menghiasi diri dengan segala aksesoris terbaik.Rambut bergelombang di tata seindah mungkin menggunakan pita kain, poni tipis di rapihkan di kedua sudut dahi. Dress yang dikenakan hari ini juga telah dipilih sejak pagi, pilihannya jatuh pada dress cream mencapai lutut dengan lengan panjang namun menerawang. Dress yang indah untuk hanya sekedar pergi ke hutan.Dia tatap dirinya dalam cermin, sangat indah dan cantik. Entah kapan terakhir kalinya berdandan, wajah mungil dengan kulit kuning langsat itu perpaduan yang sempurna."Tinggal satu lagi."Dia lihatnya bibir ranum bergelombang, sebuah lipstik dipoles di bibirnya hingga menimbulkan warna pink yang indah. "Sempurna." Dengan langkah bersemangat Vivian segera menuju dapur. Beberapa apel terbaik dipilih, tak lupa buku dan rekaman lagu selalu ada menyertai.Sebelum berangkat Moa menghampiri sambil membawa mantel bulu."Sek
River tertegun, setiap waktu setiap menit bahkan setiap detik terasa amat sangat berarti. Sampai pertanyaan itu muncul barulah River tersadar. Apa yang dia rasakan sekarang?"Sudahlah, anggap saja aku tidak mengatakan itu." Vivian langsung mengalihkan pembicaraan, suasana sempurna tidak boleh kacau hanya karena perasaan pribadi. Dengan menikmati perasaan menggembirakan saja sudah sangat cukup bagi Vivian untuk dinikmati, kerakusan untuk memaksa memiliki perasaan yang sama adalah bukti dari kerakusan yang hakiki.Di bawah rindang pohon mereka kembali memandang burung yang berterbangan, seakan sengaja menari-nari untuk menghibur mereka."Cantik," gumam Vivian sembari tersenyum.River menoleh, semuanya memang benar-benar cantik, sangatlah cantik. Niat awal untuk menikmati waktu bersama seperti biasa, semakin terdorong untuk melakukan hal diluar rencana. River langsung berdiri lalu melihat sang wanita yang masih duduk memandangnya."Aku menemukan sebuah tempat, ikutlah denganku," ucap Ri
Langkah Vivian terasa mengapung, wajahnya menunjukkan kebahagiaan membuncah yang tak terbendung. Disimpannya mahkota bunga di tas lalu berlarian ditengah hutan bagai burung kecil yang indah.Cuaca hari ini tidak seperti biasanya, langit seakan sengaja tersenyum menyapanya. Burung-burung bahkan ikut menari dan berciutan seakan memberikan ucapan selamat atas bersatunya dua insan yang diridhoi alam.Saat tiba di Vila netranya menangkap kehadiran Moa di taman, dengan cepat Vivian berlari seperti anak kecil untuk memberikan kebahagian yang masih tersisa di hari ini."Moa, apakah kau butuh bantuan?" tanya Vivian manja-manja, sangat terlihat sisa-sisa kebahagiaan di wajahnya.Moa tersenyum lalu kembali merapikan tanaman Buxus dengan gunting panjang."Nona tampak senang hari ini, apakah ada sesuatu yang terjadi?" tanya Moa sembari tersenyum, ikut merasakan suasana bahagia tersebut.Vivian menggeleng seolah menyembunyikan perasaannya, namun berlainan dengan itu, wajah manisnya tak bisa menutup
Vivian lalu tertawa sembari menutup senyumnya, terlihat persis anak kecil. Dibalik baju berseragam itu ternyata ada jiwa kanak-kanak yang melekat pada River, dan Vivian sangat menyukainya. "Baiklah," jawab Vivian masih tetap dengan tawanya."Tapi seandainya nanti aku bahagia, kamu harus memberikan seragam mu ya.""Baju ini? Ini sangat lusuh." River mencubit seragam yang dikenakan, tampak jijik dengan pakaiannya sendiri."Tidak mau, aku ingin yang ini," paksa Vivian."Walaupun lusuh bagiku tak ada satupun yang dapat menyamainya. Aku tidak hanya melihat dari bagus atau tidaknya, namun hanya baju itu saja yang memiliki sejarah dan juga saksi dari kisah kita." Ucapan Vivian tampak tulus terucap dengan halus."Kamu tahu bagaimana perasaanku setiap kali melihat seragam itu? Ada perasaan menggelitik yang selalu membuatku ingin tersenyum, dan aku ingin terus merasakan perasaan itu."Vivian lalu menoleh dan memberikan kelingkingnya lagi."Bagaimana apakah kamu bisa berjanji juga padaku?"Tawa
Max melepas cengkraman dan beralih menarik pinggang sang istri. Hanya dengan memberikan sedikit tenaga, kini Vivian telah berada dalam pangkuan, tubuhnya yang ringan semakin mempermudah aksinya."Kau!"Vivian secepat mungkin mendorong untuk memastikan ada jarak diantara mereka, namun sayangnya Max telah mengambil alih kendali, dia mengikis habis jarak serta mengendalikan penuh atas tengkuk Vivian hingga wanita itu sulit hanya untuk sekedar menoleh.Bagai binatang buas, Max menyambar bibir ranum sang istri. Dia nikmati setiap tindakan dan sentuhan bibir yang saling bertautan, terasa manis dan nikmat.Di samping itu, bola mata Vivian membulat, dia ingin menolak, namun tangannya terimpit diantara tubuh mereka. Tubuhnya bahkan tak mampu bergerak sedikitpun, bagai terkunci tanpa bisa melakukan apapun."Hmmp..."Semakin disadari ciuman berlangsung panas, Max terlihat menikmatinya, namun disamping itu Vivian sangat ingin mengakhirinya. Wanita itu benci dengan tindakan diluar perjanjian, cium