Sepulang kuliah, seperti biasa Ayna membantu Marni setelah beristirahat. Sedangkan Nisa pergi ke Masjid untuk mengajar anak - anak mengaji. Waktu terus berjalan, matahari yang lelah pun menghilang ke arah barat hingga langit yang semula terang kini berangsur-angsur mulai gelap.
Usai salat isya, Nisa berjalan keluar area Masjid sambil menunggu sang adik menjemputnya. "Ello lama sekali sih!" gumam Nisa sudah berjalan cukup jauh dari area Masjid.
"Hay," ucap empat pria saat melihat Nisa jalan seorang diri. Nisa mengangguk sopan pada mereka. Namun, mereka malah menarik tangan Nisa.
"Lepaskan!" teriak Nisa mencoba melepaskan diri dari pria - pria itu. Bukannya melepaskan, mereka justru tertawa saat melihat Nisa berusaha melepaskan diri dari mereka.
"Jangan harap, cantik! Kami tidak akan semudah itu melepaskan kamu!" kata salah satu dari mereka.
"Baiklah! Aku akan melakukan apa yang kalian inginkan! Tapi tolong lepaskan aku!" pinta Nisa mencoba bern
Sesampainya di depan kamar Ello. Nisa mengetuk.pintu kamar Ello dengan cukup keras. Suara pintu terbuka memperlihatkan sang adik salah tingkah saat melihat sang kakak di depan pintu. Nisa menyipitkan mata menatap Ello yang merasa bersalah pada Nisa."Puas kamu sudah buat kakak hampir saja dilecehkan orang di jalanan!" kata Nisa menatap tajam sang adik yang hanya menunduk."Maafkan Ello, kak! Ello tidak menyangka akan seperti ini," balas Ello masih tidak berani menatap Nisa."Memangnya kamu lagi ngapain sih, sampai kamu lupa buat jemput kakak?" tanya Nisa merendahkan suaranya."Ello, lagi ngerjain tugas, kak," jawab Ello jujur."Kakak mau tanya mama, awas kalau kamu bohong sama kakak!" ancam Nisa."Percayalah kak, El gak bohong!" kata Ello dengan suara lemah."Sudahlah, Nis, yang penting kamu selamat, tidak usah dibahas lagi!" sahut Rayhan tidak ingin Nisa memarahi Ello. "Setiap manusia tidak luput dari kesalahan, Nis, dan
Tengah malam, Rayhan terbangun. Tenggorokannya terasa kerimg. Rayhan menatap Ello yang masih terlelap. Karena tidak tahan, Rayhan keluar dari kamar Ello untuk mengambil minum. "Nisa," panggil Rayhan saat melihat Nisa yang hendak kembali lagi ke kamarnya."Aaaa!' teriak Nisa, namun Rayhan langsung membungkam mulut Nisa dengan tangannya."Jangan teriak - teriak, nanti mama kamu bangung," bisik Rayhan tepat di belakang telinga Nisa, karena saat ini positifnya sedang memeluk Nisa dari belakang. Perlahan Rayhan melepaskan pelukannya setelah Nisa tidak lagi berteriak. Namun, saat dia memutar tubuh Nisa menghadap ke arahnya, Rayhan melihat air mata Nisa menetes membasahi wajah cantiknya. Melihat air mata Nisa, Rayhan baru sadar jika dia sudah melakukan kesalahan. Dia memeluk Nisa meskipun secara tidak sadar. Dia juga melihat Nisa tidak mengenakan hijab, Ia tahu pasti Nisa merasa sangat kotor karena dirinya. Seseorang seperti Nisa akan selalu menjaga dirinya dari yang bukan mahram, dan se
"Kenapa? Hem! Kalian pasti sangat terkejut! Iya kan?" bentak Hanum menatap bergantian ke arah Dara dan Adijaya."Kamu masih hidup!' kata Dara terbata."Iya, aku masih hidup, kamu pikir aku semudah ini meninggalkan dunia, hem?" tanya Hanum menyipitkan mata menatap Dara."Dengar, Dara ... Tuhanku tidak rela jika aku mati membiarkan kejahatan menang," kata Hanum menatap tajam.Dara menggeleng mendengar apa yang Hanum katakan. Jujur dia tidak menyangka jika Hanum masih belum meninggalkan dunia ini. "Tenang Dara, aku tidak serakah seperti kamu," kata Hanum mengangkat sebelah sudut bibirnya. "Aku tahu mana yang salah mana yang benar. Adijaya, kita bagi sama harta gono - gini, tapi aku juga minta bagian David karena dia adalah anak mu, dia berhak mendapat harta darimu," kata Hanum dengan tegas."Tidak! Aku tidak setuju!" sahut Dara."Kamu tidak punya hak memberi pendapat!" balas Hanum dengan penekanan. "Baiklah!" setuju Adijaya. Setelah itu membaginya, Adijaya memberikan setengah bagianny
"Apa? Tidak mungkin! Aa, dia ... Dia anak papa yang selama ini papa sia - siakan karena Mama," gumam Ayna mendengarkan apa yang mereka katakan."Ma'afkan mamaku, A, karena Mama kamu kehilangan masa kecil kamu yang seharusnya dipenuhi dengan kebahagiaan," gumam Ayna.Ayna menatap lemari pakaiannya, dia mengambil beberapa pakaian dan memasukannya ke dalam ransel. Setelah itu, Ayna mengambil kertas dan menuliskan sesuatu untuk suaminya. Air matanya mengalir menatap sekeliling ruangan yang menyimpan sejuta kenangan indah bersama sang suami. "Selamat tinggal, A, semoga kamu bahagia setelah kepergianku," gumam Ayna meletakkan kertas itu diatas nakas.Ayna keluar dari kamar dan meninggalkan rumah itu tanpa sepengetahuan siapapun. "Selamat tinggal, A, mungkin kita memang tidak ditakdirkan untuk bersama," gumam Ayna sebelum berjalan semakin jauh.Ayna terus melangkahkan kakinya tanpa tujuan. Yang dia pikirkan hanya menjauhi David. Ayna tidak sanggup hidup dengan seseorang yang pernah disakiti
"Ay, maaf sudah membuat kamu menunggu lama," kata Nisa menghampiri Ayna dan memeluk sahabatnya."Aku juga baru sampai, Nis," balas Ayna melepas pelukan sahabatnya. "Ada apa?" tanya Nisa setelah mereka duduk dengan nyaman. "Kenapa kamu mau bekerja?" tanya Nisa yang tak henti memberondong Ayna dengan berbagai pertanyaan. Ayna pun menceritakan semua pada sahabat baiknya itu. Ayna yakin jika Nisa tidak akan memberitahu keberadaannya pada David."Ay, apa tidak sebaiknya kamu bicarakan baik - baik dengan David?" tanya Nisa."Masalahnya aku yang tidak bisa dekat sama Aa, Nis. Setiap dekat dengan Aa, perasaan bersalah itu selalu muncul. Aku tidak sanggup membayangkan betapa hancurnya pria yang aku cintai karen mamaku," jawab Ayna."Lalu, apa yang akan kamu lakukan?" tanya Nisa begitu serius."Entahlah, yang jelas aku belum siap untuk kembali bersama dengan Aa," jawab Ayna. "Tapi untuk saat ini, aku butuh pekerjaan, aku butuh uang untuk mencukupi kebutuhan sehari - hariku," kata Ayna. "Aku
Pagi harinya, Ayna merasakan sesuatu yang begitu aneh dalam dirinya. Ayna segera beranjak dari tempatnya menuju kamar mandi saat perutnya merasa mual."Ay kamu kenapa?" tanya Nisa saat Ayna menutup mulutnya. Namun, Ayna tidak menjawab. Ayna berlari tanpa memedulikan pertanyaan Nisa.Nisa yang khawatir segera menyusul Ayna ke kamar mandi. "Ay, kamu baik - baik saja, kan?" tanya Nisa dari depan pintu kamar mandi.Tidak ada jawaban, Nisa hanya mendengar suara Ayna muntah - muntah. Nisa yang semakin khawatir membuka paksa pintu kamar mandi. Setelah pintu terbuka, Nisa mendapati Ayna yang begitu lemah usai menguras isi perutnya. Nisa yang tidak tega pun segera membantu Ayna untuk kembali ke kamar."Ay, kita periksa sekarang, ya!" ajak Nisa yang semakin cemas melihat keadaan Ayna yang semakin lemah."Tapi, Nis-""Tidak ada tapi, kamu harus segera periksa, aku gak mau terjadi sesuatu sama kamu," potong Nisa.Akhirnya, Ayna mengangguk pasrah karena tidak ingin membuat sahabatnya semakin khawa
Setelah memeriksakan Ayna. Nisa mengajak Ayna ke rumah neneknya. Rumah sederhana, namun begitu asri hingga membuat Ayna merasa nyaman."Apa kamu menyukainya?" tanya Nisa saat melihat Ayna mengedarkan pandangannya menatap sekeliling rumah."Iya, aku sangat menyukainya, di sini sangat nyaman sekali," jawab Ayna."Syukurlah jika kamu menyukainya," kata Nisa.Nisa membawa Ayna keliling seluruh ruangan di rumah itu. "Di sini juga ada Bi Ami yang akan membantu kamu," kata Nisa. "Lho kok-""Bi Ami memang sudah kerja di sini sejak dulu, tapi biasanya dia akan pulang saat sore. Tapi, karena kamu tinggal di sini, aku akan minta sama Bi Ami untuk tinggal di sini saja nemenin kamu," potong Nisa mengerti jika Ayna merasa tidak enak hati."Kamu bilang rumah ini tidak ada yang merawat, itu ada Bi Ami," kata Ayna."Bi Ami hanya datang beberapa hari saja untuk bersih - bersih, enakan kalau kamuntunggal di sini, rumah ini jadi berpenghuni," balas Nisa. "Lagipula kalau aku main ke sini ada temennya j
"Assalamu'alaikum." Mereka mengucapkan salam setelah mereka sampai di depan rumah Nisa."Wa'alaikumsalam," jawab Mama Nisa dari dalam rumah.Adel dan Lisa meraih tangan Mama Nisa dan menciumnya dengan takzim begitu juga David dan Riko."Tan, Nisa nya ada?" tanya Adel."Nisa dari kemarin gak pulang, dia izin sama tante katanya mau menginap di rumah temennya, gak tahu juga temen yang mana," jawab Mama Nisa membuat David menghela nafas berat. Dia merasa putus asa, David tidak tahu harus mencari Ayna kemana lagi."Memangnya ada apa, Nak?" tanya Mama Nisa."Tidak ada pa - pa kok, tan, kami hanya khawatir saja karena gak biasanya Nisa gak kuliah," jawab Adel."Ooo, kirain ada apa! Tante jadi ikut khawatir," kata Mama Nisa. "Masuk yuk, gak enak ngobrol di luar," katanya lagi."Maaf, Tan, kami harus segera pulang, soalnya tadi gak izin sama mama," balas Adel mewakili mereka."Oo, buru - buru sekali," kata Mama Nisa."Iya, tan, maaf," balas Adel."Ya sudah, hati - hati di jalan," kata Mama Nis