Suara langkah terdengar memantul dari arah luar penjara bawah tanah, semakin lama semakin dekat membuat Kiara gelagapan dengan jantung yang berdegup kencang.Ia begitu ketakutan, apalagi ia hanya berdua dengan Alana yang sampai saat ini pun belum sadarkan diri dalam pangkuannya.Suara itu semakin dekat dan berhenti tepat di depan jeruji di mana keduanya dikurung. Sosok yang terlihat samar tapi mampu menimbulkan suasana yang mencekam karena ia hanya memandangi mereka tanpa bersuara sedikit pun.“Si-siapa kau? Tolong bebaskan kami dari sini, aku mohon,” pinta Kiara akhirnya memberanikan diri bersuara.Namun, bukannya menjawab, sosok itu malah tertawa sinis. “Aku sudah bersusah payah menculik kalian, lantas kenapa aku harus membebaskan kalian kembali?”“Apa salah kami padamu? Kenapa kau menculik kami?” tanya Kiara putus asa, ia tak mengerti kenapa ia diculik. Kalau ia diculik oleh anak buah Bondan, ia masih bisa memaklumi.Tapi, orang di depannya baru saja ia temui dan ia sama sekali tak
“Alana, bangunlah, Sayang. Buka matamu,” ucap Arshaka dengan bibir gemetarn air matanya luruh melihat kondisi Alana yang sangat mengenaskan.Rasa sedih yang mendalam karena kehilangan calon anaknya membuatnya menjadi semakin takut akan kehilangan istrinya juga. Apalagi, menurut penuturan Kiara padanya, Alana belum sadarkan diri sejak di bawa ke dalam sel ini.Itulah mengapa, rasa takut dan cemasnya semakin menjadi. Ia takut anak buahnya datang terlambat untuk menyelamatkan mereka. Karena kini, dalam kondisinya saat ini ia hanya bisa mengandalkan bantuan dari luar.Di tengah keterpurukan dan keputus asaan Arshaka, suara tembakan saling bersahutan nyaring memekakkan telinga hingga terdengar sampai penjara bawah tanah di mana Arshaka berada.Secercah harapan muncul dalam hati Arshaka, ia berharap para anak buahnya menemukan mereka sehingga ia dapat menyelamatkan nyawa Alana segera.Suara langkah kaki terdengar setengah berlari menuju ke arah sel tahanan di mana Arshaka berada. Ia tak be
Setelah memastikan Hellycopter terbang menjauh yang mengangkut ketiga orang terpenting dalam hidupnya, Alex memerintahkan para anak buahnya mengikutinya turun untuk menumpas Bian dan komplotannya.Meskipun Bian begitu licin dan dilindungi banyak anak buahnya, akan tetapi pasukan yang dibawa Arshaka bukanlah pasukan kaleng-kaleng. Mereka adalah pasukan terlatih dengan banyak pengalaman bertempur.Arshaka memang memerintahkan anak buahnya agar menurunkannya sendiri di depan gedung. Namun, ia sudah mengantisipasi hal itu sehingga ia sudah merancang strategi sedemikian rupa. Arshaka akan mengalihkan perhatian mereka sehingga membuat mereka lengah agar aksi pasukannya tak diketahui.Sedangkan pasukan yang dibawa Alex kebanyakan adalah penembak jitu yang akurasi tembakannya sangat sempurna. Sehingga mereka sangat bisa diandalkan, sekali tembak bisa membuat sasarannya langsung terkapar.Setelah pertempuran sengit yang terjadi, dan selongsong timah panas bertebaran di mana-mana, akhirnya Alex
Arshaka menggeliat pelan, sejujur tubuhnya ngilu dan terasa sakit. Saat ini ia sudah berada di ruang VVIP Setelah dilakukan serangkaian operasi di bagian tulang rusuk kanannya yang patah juga mengeluarkan peluru dari pahanya, ia juga mendapatkan banyak sekali jahitan di kepala dan pelipisnya.Arshaka mengerjap-ngerjap menyesuaikan cahaya yang masuk hingga membuat netranya terasa silau. Tangan kirinya terangkat menghalangi cahaya lampu yang terdapat selang yang tersambung dengan cairan infus.Sejenak ia terpaku, mengingat setiap detail kejadian yang bagaikan roller coster. Hal pertama yang ia ingat adalah istrinya, Alana. Rasa cemas mendadak menghimpit dadanya, selama di tahanan tak sekalipun Alana membuka matanya. Apalagi, suhu tubuhnya sangat tinggi. Ia takut terjadi apa-apa padanya hingga dengan tak sabar ia memanggil seseorang di balik pintu.“Pengawal, kemarilah!” panggil Arshaka.Suara pintu dibuka dari luar dan masuklah laki-laki berpakaian serba hitam dengan sedikit menunduk ho
“Gudang persenjataan kita ada yang membakar, sepertinya ada orang dalam yang terlibat dari kebakaran itu!”“APAA!!”Arshaka terkejut bukan main, sepertinya hal ini masih berlanjut. Dan ia tak bisa berpangku tangan meskipun kondisinya saat sangat mengenaskan. Bahkan ia sendiri tak yakin bisa berjalan dengan kondisi luka tembak di pahanya yang masih basah.Apalagi, rasa nyeri yang disertai pusing masih kerap sekali ia rasakan. Wajahnya pun masih bengkak dan luka jahitan di kepala dengan perban yang melilit layaknya mumi masih belum lepas, bagaimana mungkin ia dapat melakukan tugas yang begitu berat. Rasanya mustahil jika itu adalah orang dari kalangan biasa.Arshaka menghela nafas lelah, di saat seperti ini sudah tak ada lagi yang dapat ia percaya. Alex bisa kembali dengan selamat saja sudah sangat ia syukuri. Karena selain Alex, ia tak bisa mempercayai siapa pun lagi.Tak ada yang benar-benar setia di dunia hitam, kawan bisa jadi lawan, begitu juga sebaliknya. Sekarang, mau tak mau ia
Berlama-lama dirawat membuat seorang Arshaka tidak betah seakan gatal ingin melakukan pekerjaan seperti biasanya. Ia begitu gatal ingin mengeksekusi para musuhnya hingga ia melepas infus di tangannya dengan paksa meskipun kondisi tubuhnya belum sembuh total.Arshaka bergegas bangkit setelah infus ditangannya berhasil dicabut yang membuat darahnya menetes. Ia berjalan mengambil tissu di atas nakas lantas mengusapnya.Gegas ia keluar dari ruang inapnya dengan mantap melangkah menuju kamar Alex dengan menggunakan kruk untuk menopang kakinya yang masih berdenyut sakit. Apalagi pasca operasi tulang rusuknya yang patah tak serta merta dapat mencegah niatnya melakukan misi yang sudah ia rancang sedemikian rupa.Balas dendam yang sudah sangat ia nanti-nantikan membuatnya tak betah barang semenit pun berada di ruangannya. Sesampainya di depan ruangan di mana Alex di rawat, Arshaka langsung membuka gagang pintunya dengan antusias seakan lupa bahwa Alex saat ini tak lagi sendiri. Ia sudah mempu
"Shaka keparat! Lepaskan aku! Tidak ... hentikan!" teriak Jimmy hiateris, suaranya melengking tinggi disertai lolongan kesakitan. Jimmy menjerit setiap kali anak buah Arshaka menyiksa sesuai perintahnya.Arshaka tertawa puas melihat sayatan demi sayatan yang dilakukan anak buahnya pada Jimmy. Lolongan kesakitan yang lolos dari bibirnya terdengar berkali-kali hingga ia jatuh pingsan dan tak terdengar lagi. Meskipun begitu, anak buah Arshaka tetap melaksanakan titahnya untuk menguliti Jimmy hidup-hidup kemudian mencincang dagingnya lantas memberikannya pada buaya peliharaannya di penangkaran.Arahaka beserta Alex kemudian mendatangi sel di mana Allice beserta sang anak dikurung, mereka terlihat begitu ketakutan. Bagaimana tidak, jarak antara sel Jimmy dan mereka berdekatan. Sudah jelas mereka mendengar teriakan kesakitan sewaktu Jimmy disiksa dan dibunuh.Arshaka menyuruh salah seorang anak buahnya untuk membuka pintu sel mereka yang digembok lalu masuk ke dalamnya. Arshaka tersenyum pua
"Aku tahu suatu rahasian yang akan membuatmu menemukan pelaku sebenarnya!" Ucap Allice"Cepat katakan! Kalau tidak peluru ini akan menembus jantung anakmu!""Dia ...Belum sempat Allice berbicara, Arshaka malah tertawa terbahak-bahak seakan mengejeknya.“Apa kalian kira aku bodoh, hah! Bahkan tanpa kalian memberitahuku sekalipun, aku pasti bisa menemukan orang itu dengan caraku sendiri.” Arshaka menatap Allice juga David dengan tajam, sungguh keduanya sangatlah membuat Arshaka muak.“Sekarang, nikmatilah pembalasan dariku!”“Ti-tidak, Shaka, ampunilah kami. Mau bagaimanapun kau menyangkalnya, aku masih istri sah dari papamu. Yang artinya, aku adalah ibu sambungmu. Pikirkanlah lagi bagaimana perasaan papamu jika istrinya tewas oleh putranya sendiri, Papamu pasti akan bersedih. Jadi aku mohon Shaka, pertimbangkanlah lagi,” bujuk Allice mencoba bernegosiasi dengan Arshaka.“Iya, Kak. Aku mohon ampuni dan lepaskanlah kami. Kami janji tidak akan pernah mengusikmu lagi seumur hidup kami,” t
“Bie, jangan! Jangan lakukan itu!” teriak Alex keras yang membuat Bian langsung menoleh ke arahnya.“Alex ... “ gumam Bian menatap Alex yang tengah berlari ke arahnya seraya bertelanjang dada.Dengan secepat kilat disertai nafas yang memburu Alex berlari, ketakutannya semakin menjadi ketika ia melihat Bian berada tepat di sisi jurang.“Bie, tolong jangan lakukan, aku mohon!” Pinta Alex sekali lagi ketika dirinya berjarak hanya beberapa jengkal dari Bian.Bian menyunggingkan senyum penuh arti yang membuat Alex tambah ketar-ketir.“Jika aku loncat ke bawah apa kau mau memaafkanku?” Bian bertanya masih dengan senyum masgul.Alex menggeleng lemah. “Apa cintaku tak mampu membuatmu berkeinginan untuk hidup? Apakah cintaku sangat tak layak hingga kau mau meninggalkan aku? Meninggalkan dunia?” tanya Alex frustasi dengan mata yang memerah menahan air mata.“Aku tahu, penderitaan yang kau alami sangatlah berat. Tapi, bisakah kau memberikanku kesempatan untuk mengobati luka itu?”“Alex, kau tahu
Seakan tak percaya dengan penglihatannya, Bian melangkah perlahan, berjalan dengan hati-hati melawati setiap tas dan kardus yang terisi berbagai macam barang yang disediakan oleh Arshaka. Bian mulai memeriksa satu persatu dengan saksama, kebutuhan mereka dari perlengkapan mandi, skincare, baju, dress hingga dalaman begitu lengkap seakan satu toko diboyong semua. Bian menggeleng tak percaya, entah bagaimana caranya Arshaka bisa menyiapkan hal itu semua dalam waktu singkat. Bian menatap Alex seakan ingin penjelasan, akan tetapi ia hanya mengedikkan bahu seakan memberi tahu bahwa ia juga tak tahu menahu tentang itu semua. Bian melihat sekeling, masih ada beberapa tas tang belum dibuka, hingga sebuah koper besar membuatnya begitu penasaran. Ia pun menghampiri koper itu dan langsung membukanya. Terdapat note yang bertuliskan ‘selamat bersenang-senang’ di atasnya. Setelah membaca catatan itu, dengan rasa penasaran Bian mengambil sebuah kain berenda yang ia pun tak pernah menaruh curi
“Sayang, apakah tak apa-apa melakukan hal itu pada mereka berdua?” Tanya Alana dalam perjalanan pulang ke Mansion Arshaka.Arshaka tersenyum penuh arti. “Tak usah khawatir, Alex memang pernah meminta ijinku sebelumnya. Aku rasa, ia tidak akan keberatan jika aku menjahilinya kali ini. Bahkan ia harusnya berterima kasih padaku nantinya.”Alana menggeleng pelan. “Terserahlah, kalau nantinya ada masalah dengan mereka tanggung sendiri akibatnya!”“Aku jamin tidak akan ada kendala apapun, Sayang. Lagi pula, aku sudah menyiapkan seluruh kebutuhan mereka sampai hal yang terkecil sekalipun. Jadi kau tak usah cemaskan mereka, ok!”Alana merasa gemas dengan suaminya itu, tapi ia tak bisa berbuat apa-apa. “Kau tahu bukan, Alea kondisinya masih belum sehat betul, kalau nanti ada apa-apa dengan kesehatannya, lantas bagaimana?”Arshaka memeluk Alana dengan sebal. “Kau terlalu mencemaskan mereka, Sayang. Kau tahu, kau terlalu perhatian dengan mereka berdua, dan hal itu membuatku cemburu,” rajuknya.“
“Bie, kau di mana?” teriak Alex, wajahnya kian panik ketika tak mendapati Bian berada di dalam kamar mandi.Ia pun bergegas mencari ke luar, bertanya pada beberapa petugas dan orang-orang yang berlalu lalang di sekitar sana.Berlarian ke sana kemari dengan wajah panik dan cemas hingga nyaris putus asa. Alex duduk dengan berbagai asumsi yang memenuhi kepalanya hingga terasa ingin pecah.Perasaannya begitu kalut, ia takut jika Bian benar-benar pergi dan berniat untuk bunuh diri.Akhirnya Alex memilih duduk di kursi penunggu, berusaha untuk menjernihkan pikiran. “Tidak! Tidak boleh! Aku tidak akan pernah membiarkannya pergi dari hidupku!” racau Alex dalam hati sambil memegangi kepalanya.Terlihat seseorang yang mendekati Alex dan berhenti di depannya. Alex memandangi kaki yang dibalut celana panjang yang menutupi sandal yang di kenakannya. “Kau sedang apa?”Alex tersentak dan langsung menengadahkan wajahnya untuk melihat suara yang telah menyapanya itu. Alex tersenyum senang, ia bangki
“Dokter, bagaimana kondisi Arshaka?” tanya Alana dengan cemas. Pasalnya tubuh Arshaka terlihat lemah hingga harus diberi cairan infus.Alex yang dikabari Alana bahwa Arshaka jatuh pingsan langsung lari terbirit-birit, begitu cemasnya karena Arshaka tak pernah pingsan dengan mudahnya.Bahkan ketika peluru masih bersarang di tubuhnya, ia masih bisa bertahan dan mampu terjaga tanpa menunjukkan kelemahan juga rasa sakit yang dirasa.“Kondisi tubuh Tuan Arshaka menunjukkan kondisi yang prima, juga tanda-tanda vitalnya berfungsi dengan baik. Hanya saja sedikit lemas karena kekurangan cairan. Namun Jika ingin memastikan kondisi pastinya, saya sarankan untuk melakukan pemeriksaan secara menyeluruh,” terang Dokter Edwin, Dokter umum yang berkepala plontos itu setelah selesai memeriksa keadaan Arshaka. Karena Gilang, kepala Tim Dokter yang ditunjuk oleh Arshaka sudah dipecat dan tak lagi bekerja.Setelah Dokter dan para perawat pergi, Alana memeluk erat Arshaka. Rasa cemasnya begitu berlebihan
“Apa yang telah terjadi padamu?” tanya Bian dengan nada cemas setelah melihat luka di sudut bibir Alex.Alex tersenyum seraya menggeleng pelan. “Tak apa-apa, laki-laki memiliki luka itu sudah biasa,” canda Alex.Arshaka melihat Bian dan berpikir sejenak lalu berkata, “Alea, setelah kau sembuh, apakah kau masih berminat jika kembali menjabat sebagai Kepala Tim Dokter di Rumah Sakit ini?” ucap Arshaka yang membuat Bian terperangah tak percaya.“Shaka, luka di tubuhnya masih belum sembuh. Lagi pula, identitasnya sudah berubah. Aku khawatir kredibilitasnya sebagai dokter akan diragukan mengingat sekarang ia bukanlah orang yang sama,” sela Alex.“Bukankah aku berkata jika sudah sembuh bukan? Dan ini hanya sebuah tawaran baginya, dan mengenai identitasnya bukankah sangat gampang bagi kita untuk mengurus hal tersebut?” ucap Arshaka menatap Alex dalam.“Apakah kau tak senang jika Alea kembali menekuni bidang yang disukainya? Setidaknya, ia bisa beraktivitas seperti sedia kala meskipun dengan
Secara tiba-tiba seseorang dari belakang Alex datang, membalikkan tubuhnya dan langsung meninju wajahnya dengan keras hingga membuat Alex terhuyung-huyung dan jatuh karena belum siap akan pukulan itu.Bibit Alex robek, darahnya mengalir hingga menetes ke bajunya. Alex menengadahkan wajahnya untuk melihat siapa pelaku dibalik aksi pemukulan terhadap dirinya itu.Seketika Alex terdiam melihat sosok di hadapannya itu yang menampilkan ekspresi murka dan aura membunuh.Arshaka yang terkejut lantas menolong Alex untuk berdiri, menatap laki-laki di hadapannya itu dengan tajam. “Dokter Gilang, apa kau sadar apa yang telah kau lakukan?” tanya Arshaka menahan amarah.“Maafkan saya, Tuan Arshaka. Tanpa mengurangi rasa hormat saya pada Anda, akan tetapi, saya sudah tidak bisa menahan diri lagi ketika melihat Kiara disakiti. Jadi saya mohon untuk tidak ikut campur dalam masalah diantara kami,” ucap Gilang.“Bukankah hal ini masalah pribadi antara mereka? Seharusnya mereka berdualah yang harus men
Bian menoleh ke arah Alex dengan tatapan hampa. “Bisakah kau mengabulkan keinginanku?”Alex merasa bersemangat mendengar suara Bian untuk pertama kalinya. Ia mengangguk senang sambil tersenyum lebar.“Tentu saja, bukankah aku pernah bilang bahwa apapun yang kau inginkan, aku pasti akan berusaha mengabulkannya,” ucap Alex sambil menggenggam tangan Bian erat.“Bisakah kau membunuhku? Aku sudah tak ingin lagi hidup di dunia ini. Aku mohon Alex lepaskan aku, biarkan aku mati!” ucap Bian lirih yang membuat senyum Alex seketika menjadi luntur, terpaku diam dengan bibir terkatup rapat.Alex menatap Bian dengan pandangan nanar, hatinya begitu sakit mendengar keinginannya. Seakan dunianya runtuh seketika tak tersisa.Alex tentu sangat memahami kondisi mental Bian, namun ia memilih untuk bersikap egois dengan ingin mempertahankan Bian disisinya.“Apakah kau begitu menginginkan kematian?” tanya Alex, suaranya tercekat seakan ada sesuatu yang mengganjal di tenggorokannya.Bian mengangguk seraya m
Arshaka terkejut bukan main, tanpa menunggu penjelasan lebih lanjut, ia langsung bergegas menuju ke tempat Alana diperiksa. Dengan setengah berlari dan dipacu jantung yang berdegup tak karuan memikirkan kondisi Alana, Arshaka bergegas tanpa menghiraukan kondisi sekitar. Hingga para perawat dan beberapa orang yang berlalu lalang tak sengaja ditabrak olehnya.Melihat mertuanya sedang berdiri di luar ruang periksa, Arshaka menghampiri mereka lantas bertanya dengan nada cemas. “Pa, Ma, apa yang terjadi?”“Shaka, kau sudah kembali, Nak? Apakah ada yang terluka?” tanya Reyhan pada menantunya itu.“Maaf, Pa. Sebenarnya aku ingin memberi kabar pada Alana, tapi masih belum sempat karena masih banyak yang harus diurus terlebih dahulu. Apalagi banyak dari anak buahku yang terluka dan harus mendapatkan penanganan langsung,” jawab Arshaka.“Lantas, apa yang sebenarnya terjadi pada Alana? Kenapa bisa sampai masuk rumah sakit?”“Kau jangan cemas, Alana tak terluka sedikit pun. Ia hanya terlihat lema