“Apa yang telah terjadi padamu?” tanya Bian dengan nada cemas setelah melihat luka di sudut bibir Alex.Alex tersenyum seraya menggeleng pelan. “Tak apa-apa, laki-laki memiliki luka itu sudah biasa,” canda Alex.Arshaka melihat Bian dan berpikir sejenak lalu berkata, “Alea, setelah kau sembuh, apakah kau masih berminat jika kembali menjabat sebagai Kepala Tim Dokter di Rumah Sakit ini?” ucap Arshaka yang membuat Bian terperangah tak percaya.“Shaka, luka di tubuhnya masih belum sembuh. Lagi pula, identitasnya sudah berubah. Aku khawatir kredibilitasnya sebagai dokter akan diragukan mengingat sekarang ia bukanlah orang yang sama,” sela Alex.“Bukankah aku berkata jika sudah sembuh bukan? Dan ini hanya sebuah tawaran baginya, dan mengenai identitasnya bukankah sangat gampang bagi kita untuk mengurus hal tersebut?” ucap Arshaka menatap Alex dalam.“Apakah kau tak senang jika Alea kembali menekuni bidang yang disukainya? Setidaknya, ia bisa beraktivitas seperti sedia kala meskipun dengan
“Dokter, bagaimana kondisi Arshaka?” tanya Alana dengan cemas. Pasalnya tubuh Arshaka terlihat lemah hingga harus diberi cairan infus.Alex yang dikabari Alana bahwa Arshaka jatuh pingsan langsung lari terbirit-birit, begitu cemasnya karena Arshaka tak pernah pingsan dengan mudahnya.Bahkan ketika peluru masih bersarang di tubuhnya, ia masih bisa bertahan dan mampu terjaga tanpa menunjukkan kelemahan juga rasa sakit yang dirasa.“Kondisi tubuh Tuan Arshaka menunjukkan kondisi yang prima, juga tanda-tanda vitalnya berfungsi dengan baik. Hanya saja sedikit lemas karena kekurangan cairan. Namun Jika ingin memastikan kondisi pastinya, saya sarankan untuk melakukan pemeriksaan secara menyeluruh,” terang Dokter Edwin, Dokter umum yang berkepala plontos itu setelah selesai memeriksa keadaan Arshaka. Karena Gilang, kepala Tim Dokter yang ditunjuk oleh Arshaka sudah dipecat dan tak lagi bekerja.Setelah Dokter dan para perawat pergi, Alana memeluk erat Arshaka. Rasa cemasnya begitu berlebihan
“Bie, kau di mana?” teriak Alex, wajahnya kian panik ketika tak mendapati Bian berada di dalam kamar mandi.Ia pun bergegas mencari ke luar, bertanya pada beberapa petugas dan orang-orang yang berlalu lalang di sekitar sana.Berlarian ke sana kemari dengan wajah panik dan cemas hingga nyaris putus asa. Alex duduk dengan berbagai asumsi yang memenuhi kepalanya hingga terasa ingin pecah.Perasaannya begitu kalut, ia takut jika Bian benar-benar pergi dan berniat untuk bunuh diri.Akhirnya Alex memilih duduk di kursi penunggu, berusaha untuk menjernihkan pikiran. “Tidak! Tidak boleh! Aku tidak akan pernah membiarkannya pergi dari hidupku!” racau Alex dalam hati sambil memegangi kepalanya.Terlihat seseorang yang mendekati Alex dan berhenti di depannya. Alex memandangi kaki yang dibalut celana panjang yang menutupi sandal yang di kenakannya. “Kau sedang apa?”Alex tersentak dan langsung menengadahkan wajahnya untuk melihat suara yang telah menyapanya itu. Alex tersenyum senang, ia bangki
“Sayang, apakah tak apa-apa melakukan hal itu pada mereka berdua?” Tanya Alana dalam perjalanan pulang ke Mansion Arshaka.Arshaka tersenyum penuh arti. “Tak usah khawatir, Alex memang pernah meminta ijinku sebelumnya. Aku rasa, ia tidak akan keberatan jika aku menjahilinya kali ini. Bahkan ia harusnya berterima kasih padaku nantinya.”Alana menggeleng pelan. “Terserahlah, kalau nantinya ada masalah dengan mereka tanggung sendiri akibatnya!”“Aku jamin tidak akan ada kendala apapun, Sayang. Lagi pula, aku sudah menyiapkan seluruh kebutuhan mereka sampai hal yang terkecil sekalipun. Jadi kau tak usah cemaskan mereka, ok!”Alana merasa gemas dengan suaminya itu, tapi ia tak bisa berbuat apa-apa. “Kau tahu bukan, Alea kondisinya masih belum sehat betul, kalau nanti ada apa-apa dengan kesehatannya, lantas bagaimana?”Arshaka memeluk Alana dengan sebal. “Kau terlalu mencemaskan mereka, Sayang. Kau tahu, kau terlalu perhatian dengan mereka berdua, dan hal itu membuatku cemburu,” rajuknya.“
Seakan tak percaya dengan penglihatannya, Bian melangkah perlahan, berjalan dengan hati-hati melawati setiap tas dan kardus yang terisi berbagai macam barang yang disediakan oleh Arshaka. Bian mulai memeriksa satu persatu dengan saksama, kebutuhan mereka dari perlengkapan mandi, skincare, baju, dress hingga dalaman begitu lengkap seakan satu toko diboyong semua. Bian menggeleng tak percaya, entah bagaimana caranya Arshaka bisa menyiapkan hal itu semua dalam waktu singkat. Bian menatap Alex seakan ingin penjelasan, akan tetapi ia hanya mengedikkan bahu seakan memberi tahu bahwa ia juga tak tahu menahu tentang itu semua. Bian melihat sekeling, masih ada beberapa tas tang belum dibuka, hingga sebuah koper besar membuatnya begitu penasaran. Ia pun menghampiri koper itu dan langsung membukanya. Terdapat note yang bertuliskan ‘selamat bersenang-senang’ di atasnya. Setelah membaca catatan itu, dengan rasa penasaran Bian mengambil sebuah kain berenda yang ia pun tak pernah menaruh curi
“Bie, jangan! Jangan lakukan itu!” teriak Alex keras yang membuat Bian langsung menoleh ke arahnya.“Alex ... “ gumam Bian menatap Alex yang tengah berlari ke arahnya seraya bertelanjang dada.Dengan secepat kilat disertai nafas yang memburu Alex berlari, ketakutannya semakin menjadi ketika ia melihat Bian berada tepat di sisi jurang.“Bie, tolong jangan lakukan, aku mohon!” Pinta Alex sekali lagi ketika dirinya berjarak hanya beberapa jengkal dari Bian.Bian menyunggingkan senyum penuh arti yang membuat Alex tambah ketar-ketir.“Jika aku loncat ke bawah apa kau mau memaafkanku?” Bian bertanya masih dengan senyum masgul.Alex menggeleng lemah. “Apa cintaku tak mampu membuatmu berkeinginan untuk hidup? Apakah cintaku sangat tak layak hingga kau mau meninggalkan aku? Meninggalkan dunia?” tanya Alex frustasi dengan mata yang memerah menahan air mata.“Aku tahu, penderitaan yang kau alami sangatlah berat. Tapi, bisakah kau memberikanku kesempatan untuk mengobati luka itu?”“Alex, kau tahu
"Jangan pernah berharap aku akan melayanimu, baik di ranjang maupun kebutuhanmu yang lain. Aku tidak sudi, dasar pembunuh!" Desis Alana, sesampainya mereka di kamar hotel yang khusus dipersiapkan untuk pasangan suami istri memadu kasih, merengguk manisnya surga dunia malam pertama.Alana yang mempunyai wajah cantik dengan lesung pipi kanan, ditopang tubuh tinggi semampai serta kulit putih mulus. Kesempurnaan fisiknya mungkin tak sebaik nasib hidupnya di dunia ini.Lebih-lebih, ketika tubuhnya ditukar dengan harta. Dirinya lebih pantas disebut gadis yang dijual demi kekayaan dari pada seorang istri yang sah.Seharusnya malam ini Alana menjadi pengantin wanita paling berbahagia, menikah dengan kekasih pilihannya yang sudah dipacarinya sekian tahun. Tapi, semua mimpi itu hancur, musnah setelah calon pengantin prianya dibunuh oleh sahabatnya sendiri.Arshaka, lelaki yang telah mengucapkan ikrar pernikahan satu jam yang lalu, juga penyebab terbunuhnya calon suami Alana seminggu sebelum mer
"Selamat datang, Nyonya Muda," sapa Monic ketika mereka sudah sampai di mansion pribadi Arshaka.Alana bernafas lega. merasa beruntung, setidaknya Arshaka punya tempat sendiri. Tadinya Alana sempat berfikir kalau Arshaka akan mengajak dirinya untuk tinggal bersama keluarganya.Entah kenapa, Namun, Alana pun tidak memungkiri kalau ia tidak menyukai mama dan adik tiri Arshaka yang terkesan licik. Padahal, ini adalah kali pertama mereka bertemu dan kesan yang di dapatinya malah kemunafikan. Setidaknya, kekuatiran Alana akan mengalami penindasan oleh Mertua seperti yang ia pikirkan tidak terjadi.Alana hanya menanggapi sapaan monic dengan anggukan. Lagipula, Alana hanya bisa pasrah, juga tidak berharap diperlakukan dengan baik dan istimewa oleh Arshaka. Asal ia tidak menyentuhku dan memperlakukanku secara kasar, itu sudah cukup."Mari aku antar ke dalam kamar, Nyonya." ajak Monic, sedangkan Arshaka hanya meliriknya sekilas tanpa berbicara sepatah katapun, ia lantas melenggang masuk tanpa