Home / Romansa / Dekapan Dingin Suami Panas / 3. Aku Benar-benar akan Menghukummu Sweetheart

Share

3. Aku Benar-benar akan Menghukummu Sweetheart

Author: CacaCici
last update Last Updated: 2024-11-18 02:04:05

Hari ini Lea kembali berniat menggoda Haiden. Pernikahan yang masih berusia tiga bulan ini, sudah terlalu dingin. Lea tak ingin membuatnya semakin dingin, dia harus secepatnya menghangatkan hubungan antara dia dan suaminya.

Sudah jam delapan malam, Lea telah mengenakan lingerie yang ia beli saat siang tadi.

Sejujurnya Lea tak diperbolehkan keluar tanpa izin dari Haiden. Tadi siang dia sama sekali tak izin karena dia merasa tak perlu. Izin tak izin, sepertinya Haiden tak akan peduli untuk saat ini–pria itu hanya peduli pada pekerjaan. Lagipula Lea hanya sebentar, jalan-jalan ke mall untuk menenangkan pikiran sejenak.

Tampilannya sudah seksi dan jauh lebih menggoda dari malam sebelumnya. Seperti tadi malam, Lea berias dan mengenakan parfum yang banyak.

"Halo, Mas Haiden sayang. Malam ini kamu pulang jam berapa yah kalau boleh tahu?" tanya Lea dengan lembut dan manis. Namun, alih-alih mendapat sambutan hangat, dia malah dimarahi oleh Haiden.

'Kepala maid melapor jika kau keluar dari rumah. Kemana?' dingin Haiden di seberang sana.

"A-aku … hanya keluar sebentar, ke mall. Sebentar kok, Mas," cicit Lea.

'Aku paling tidak suka kau berkeliaran, Azalea. Awas saja kau! Setelah aku pulang, aku akan menghukummu.'

Lea awalnya takut tetapi bersemangat karena Haiden mengetakana setelah pulang. Itu berarti suaminya akan segera pulang bukan?

"Iya, hukum saja tak apa-apa, Mas. Hehehe … Adinda dengan segenap jiwa menunggu hukuman Kakanda. Eh, tapi-- kamu masih lama tak pulangnya? Ada yang ingin kutunjukkan pada Mas Haiden terlope-lope soalnya. Ini spesial!" cerocos Lea, mulai kesetelan pabrik karena terlalu antusias dan bersemangat. Ah, dia tak sabar suaminya pulang. Dia yakin sekali kali ini dia akan berhasil meluluhkan Haiden.

Kepercayaan diri Lea bertambah karena bantuan lingerie yang dia kenakan. 

'Humm. Seminggu lagi.'

"Hah? Seminggu lagi?" Lea mengerutkan kening, "memangnya Mas di mana? Kenapa seminggu lagi baru pulang?" Lea mulai panik dan perlahan kesedihan menghampirinya. Beberapa detik Lea merasa seperti orang linglung, saking syok mendengar suaminya pulang seminggu lagi.

'Luar kota.' Suara rendah Haiden terdengar, 'jangan bertingkah selama aku di sini. Aku selalu mengawasimu, Sweetheart.' lanjut pemilik suara bariton yang berat tersebut.

"Luar kota yah?" Lea berkata pelan, suaranya getir dan serak. Napasnya mulai memburu, hatinya terasa perih dan dadanya terasa panas.

Tes'

Bulir kristal jatuh dari pelupuk, Lea merasa perih dan itu teramat sakit. Suaminya keluar kota dan baru mengabari sekarang. Seandainya Lea tak menelpon, dia yakin sekali Haiden tak akan pernah memberitahunya.

Apa Haiden menganggapnya istri? Mungkinkah Lea hanya istri pajangan?

'Ada apa dengan suaramu? Kau sakit, Sweetheart?' Suara Haiden terdengar penuh perhatian. Akan tetapi itu sama sekali tak menyentuh bagi Lea yang sudah terlanjur sakit hati.

"Tanya bapakmu!" emosi Lea, lagi-lagi menjatuhkan air mata karena merasa dipermainkan oleh Haiden. Lea begitu effort untuk menyiapkan malam ini. Dia membeli lingerie baru, dia mencari parfum terbaik yang cocok untuk penciuman Haiden, dia juga berendam untuk membuat kulitnya semakin bersinar. Ia lakukan semuanya demi menyenangkan Haiden, demi mendapatkan sentuhan--

Tetapi suaminya? Pria itu sudah berada di luar kota! Jahat sekali.

'Azalea Ariva Mahendra! Pantas kau berbicara seperti itu, Hah?! Ck, aku ke luar kota untuk pekerjaan. Hanya seminggu, tidak lama. Sekarang tidurlah.'

"Aku tidak mau tidur!" teriak Lea marah, Haiden di seberang sana berdecak kesal dan menggeram marah.

'Azalea!!' peringat Haiden dengan nada mengerikan.

"Mas Haiden, aku ingin kita …-"

'Tuan Haiden, kita telah sampai.'

Ucapan Lea seketika berhenti, dadanya semakin sesak dan perih saat mendengar suara perempuan. Suara yang sama dengan yang sebelumnya. Lea langsung mematikan sambungan telepon dan juga buru-buru memblokir nomor Haiden.

Suaminya ke luar kota bersama seorang perempuan? Haiden mengatakan untuk pekerjaan. Tetapi … apakah Lea-- istri yang tak pernah disentuh ini lagi, percaya akan hal itu?!

"Argkkk!" Lea menjerit marah, membanting tubuhnya ke ranjang lalu menangis di sana. "Dia bilang dia akan menjadi suami baik. Tapi ini apa?! Dia ke luar kota dengan seorang perempuan-- entah perempuan itu siapa."

"Jahat! Haiden jahat! Benar kata Ziea, Haiden banteng! Aaaarkkk …," tangis Lea, terus menepuk-nepuk dadanya yang terasa sakit dan panas.

Malam itu, dia menangis sesenggukan. Rasanya Lea sangat hancur dan kepalanya dipenuhi oleh over thinking parah.

"Aku pikir setelah menikah dengannya, aku sudah berhasil. Tetapi apa? Aku bahkan lebih menyedihkan dari sebelum menikah dengannya." Lea bangkit dari ranjang, berdiri di depan cermin meja rias–menatap menampilan dirinya yang sangat menyedihkan. "Aku seperti perempuan murahan, semua hanya demi dia."

Air mata Lea kembali jatuh, terasa panas saat menyentuh pipi–bukti jika hatinya sedang hancur.

"Perempuan itu-- apa aku terlihat menjijikan? Karena aku tidak punya karir selain menjadi pelayan cafe, oleh sebab itu Mas Haiden mencari perempuan lain? Aku memang bukan siapa-siapa. Hanya perempuan yang bermimpi menjadi istri Mas Haiden, perempuan yang punya khayalan bahagia setelah menikah dengan Mas Haiden." Lea berhenti sejenak, berusaha menetralkan perasaan sakit dalam hati.

Dia kembali meraung, sesenggukan dan berlinang air mata. "Banyak sekali orang-orang dari keluarga Mas Haiden yang melarangku menjadi pendampingnya. Bahkan dulu, orangtuaku menyebutku tak pantas untuk Mas Haiden. Kupikir mereka hanya iri padaku karena bisa menaklukan seorang Haiden Mahendra. Ternyata aku salah, mereka benar. Aku memang tidak pantas untuk Mas Haiden yang sempurna."

Lea tiba-tiba tertawa. Bukan sebuah tawa bahagia, melainkan tawa mengejek untuk dirinya sendiri. Tawanya semakin miris ketika dia menatap pantulan dirinya di cermin. Dia perempuan yang sangat menyedihkan. "Ahaha … aku terlalu naif, Tuhan, karena mengira cintaku sudah cukup membuatku layak bersanding dengan Mas Haiden. Kenyataannya-- wanita yang tidak punya apa-apa sepertiku, tidak layak menjadi istrinya. Pantas saja dia jijik padaku, aku hanya wanita-- yang tak punya apa-apa. Aku tidak punya karir seperti wanita di sekelilingnya."

Lea begitu putus asa dan sedih, terus berbicara pada dirinya sendiri lewat pantulan kaca. Hingga pada akhirnya, Lea memutuskan mengganti pakaian lalu tidur dalam dekapan dingin malam.

***

Haiden berdecak marah karena tidak bisa menghubungi nomor istrinya. Ternyata nomornya telah diblokir oleh Lea, membuat Haiden semakin marah.

"Awas saja, Nyonya HaiLe, aku akan menghukummu sampai kau memohon ampunan padaku!" geram Haiden, emosi karena Lea memblokir nomornya.

Haile adalah nama singkatan Haiden Lea. Haiden suka memanggil nama HaiLe pada Lea–perempuan itu terasa terjerat olehnya. Miliknya!

"Ck." Haiden mengusap wajah kasar kemudian mengambil sebuah buku pink kecil yang selalu ia bawa kemana-mana. Haiden memasukkan buku kecil tersebut dalam jas, kemudian bersiap-siap untuk keluar dari penginapan–menemui mitra kerja.

Namun, tiba-tiba saja handphone Haiden berdering–tepat saat Haiden berada di depan kamar penginapan.

"Tuan, Pak Sona sudah menunggu," ucap perempuan anggun, berpakaian formal dan rapi. Rambutnya dicepol kuda dan riasannya apa adanya. Dia cantik serta elegen secara bersamaan.

"Kau duluan." Haiden berucap dingin, memberi perintah dengan nada bossy pada Citra Wilona, sekretaris baru Haiden.

Citra membungkuk hormat, diam-diam memperhatikan Haiden kemudian beranjak dari sana.

Haiden mengangkat telepon dari seseorang tersebut–tak lain adalah kepala maid. Setelah menikah, Haiden tinggal di rumah sendiri. Dia selalu mengawasi istrinya lewat para maid dan penjaga.

"Ada laporan apa?" tanya Haiden datar. 

Di sisi lain, Citra memperlambat langkah. Dia ingin tahu siapa orang yang berbicara pada Haiden. Namun, saat mendengar Haiden bertanya tentang laporan, Citra mempercepat langkah–tersenyum tipis, entah bermaksud apa.

'Hari ini Nyonya HaiLe pergi keluar, Tuan.'

"Kemana?"

'Nyonya bilang ke Cafe milik Nona Ziea.'

"Humm. Biarkan saja. Tempat itu aman dan tak perlu mengkhawatirkan Nyonya." Haiden yang awalnya emosi seketika menenang saat tahu ke mana istrinya pergi. Hanya ke cafe milik adiknya! Tak masalah.

"Jam lima sore, pastikan Nyonya HaiLe telah sampai ke rumah. Jika jam tersebut Nyonya belum pulang, kalian akan tahu akibatnya," titah Haiden kemudian, berkata dingin dan penuh ancaman.

'Ba-baik, Tuan.' gugup kepala maid di seberang sana. 

"Satu lagi. Katakan pada Nyonya untuk membuka blokiran nomorku." Setelah mengatakan itu, Haiden mematikan sambungan telepon kemudian segera beranjak dari sana.

Tangannya terkepal, menahan emosi dan kemarahan yang menyelimuti diri. Berani sekali Azalea memblokir nomornya!

Lihat saja! Jika dia pulang, dia akan memberi pelajaran pada perempuan itu. Haiden akan memberikan hukuman yang sangat berat!

Bagaimana tiga bab kita, MyRe? Semoga suka yah. Oh iya, bagi yang baru tahu HaiLe, CaCi sarankan baca lebih dulu 'Sentuhan Panas Suami Dingin' yah. Karena kisah Lea dan Haiden sebelum menikah ada di sana.

Jangan lupa ramaikan kolom review, MyRe. Sehat selalu untuk kalian semua.

I*:@deasta18

Comments (8)
goodnovel comment avatar
Wiwi Yuningsih
ah cerita mereka yg aku tunggu, meski cerita ziea&raega blm selesai d baca
goodnovel comment avatar
bunga cece
huhuhuu makasihh kak udh mau bikinin ceritanya bagusss bgtt pokoknya, selalu sukaa dungsss ♡♡
goodnovel comment avatar
Amelia Rono
yuhuuui bagus, sukaaaaa
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Dekapan Dingin Suami Panas   4. Menyesal?

    "Totalnya empat ratus lima puluh ribut," ucap Lea pada seorang pembeli yang saat ini melakukan transaksi pembayaran. Pembeli tersebut memberikan uang sebanyak lima lembar berwarna pink. Lea menerima uang tersebut kemudian memberi kembalian. "Kembalian lima puluh ribu lagi, Kak. Terimakasih sudah mengunjungi cafe kita, semoga harinya menyenangkan." Pembeli tersebut tersipu malu kemudian segera beranjak dari sana. Lea langsung menghela napas, memanggil salah satu staf dan menyuruhnya berganti tugas. "Ck, mungkin saja perempuan itu seorang model, sedangkan aku hanyalah seorang pelayan cafe. Oleh sebab itu Mas Haiden memilihnya. Ah, aku harus mencari pekerjaan lain intinya. Aku tidak boleh kalah. Menikah dengannya, bukan berarti aku berhenti berjuang. Semangat semangat semangat!" gumam Lea antusias pada akhirnya kalimat untuk mensugesti diri sendiri. Akan tetapi dia mengurungkan niat untuk masuk ke dapur karena ternyata cafe sedang ramai. Lea sebenarnya koki di cafe milik sahabatnya i

    Last Updated : 2024-11-18
  • Dekapan Dingin Suami Panas   5. Mendadak Istriku Menjadi ….

    "Ya Tuhan, boleh nggak sih kalau aku mengatakan menyesal menikah dengan Mas Haiden? Dia sangat sempurna, sedangkan aku-- kurasa pengemis dijalanan lebih sukses dibandingkan aku. Mereka mah … modal duduk sama megang kemasan teh gelas saja bisa menghasilkan uang jutaan perhari. Aku? Kerja hasil giveaway, gaji besar karena yang memberi upah sahabat sendiri. Hah, itupun masih mengeluh. Manusia manusia … kebanyakan ngeluh!" pekik Lea, memukul kepala sendiri beberapa kali, tak peduli pada orang sekitar yang memperhatikan. "Kenapa jadi tak nyambung? Ck, dah jam empat ternyata. Pantas kumat," gumamnya, menghela napas lalu mengeluh lagi. Hingga tiba-tiba saja dia tiba di sebuah tempat yang ramai. "Kebakaran.""Kebakaran.""Kebakaran."Teriakan orang-orang memenuhi tempat tersebut. Melihat itu, Lea mendekat bahkan mendadak ikut dengan para pemuda dan bapak-bapak untuk gotong royong mengangkut air. "Aku tidak bisa, Pak. Aku takut api." Ucap seseorang perempuan sembari melempar ID card. Setel

    Last Updated : 2024-11-18
  • Dekapan Dingin Suami Panas   6. Nyonya Pergi Tuan

    "Terimakasih atas bantuannya, Lea." Lea tersenyum lebar, berjabat tangan dengan pria perut buncit tersebut–kepala tim yang tadi membuat Lea mendadak menjadi reporter. "Ini." Bapak tersebut memberikan sebuah kartu nama pada Lea. "Secepatnya, datanglah ke perusahaan Medi Zone. Bapak pastikan kamu mendapat pekerjaan di sana," ucap Raja, nama pria tersebut. Lea membulatkan mata, meraih kartu nama tersebut dengan semangat. Dia tersenyum lebar lalu kembali bersalaman secara semangat dengan Raja. "Terimakasih, Pak. Ini yang kubutuhkan.""Semangatmu sangat luar biasa anak muda." Raja tertawa begitu juga dengan Lea. "BTW, Pak." Lea dengan santai menepuk pelan pundak Raja, dia bersikap seolah Raja adalah teman lamanya. "Bagaimana tadi? Aku berbakat tidak jadi reporter?" "Ahahaha …." Raja tertawa cukup kencang, bukan karena menyetujui ucapan Lea akan tetapi karena merasa risau. Dia tak akan lagi menjadikan perempuan ini sebagai reporter, dia sudah jera dan sangat syok. Sekarang dia menyiapk

    Last Updated : 2024-11-29
  • Dekapan Dingin Suami Panas   7. Kenangan Malam Panas

    "Apa aku kurang cantik yah, oleh sebab itu Mas Haiden tidak mau menyentuhku." Lea menatap tampilan dirinya di depan cermin wastafel. Dia baru saja mandi, berendam cukup lama untuk merilekskan pikiran. Lea terus membohongi dirinya dengan berpura-pura enjoy menjalani kehidupan. Tetapi kenyataannya, pikirannya tak lepas dari suaminya. Kenapa setelah malam pertama, Haiden tak pernah lagi menyentuhnya? Adakah yang salah dari Lea? "Sebelum menikah, Mas Haiden terlihat begitu menginginkanku. Dia bahkan pernah hampir lepas kendali. Dan saat malam pertama, dia begitu bersemangat. Malam itu ...-" Lea terdiam sejenak, mengingat kembali kegiatan panas yang dia lakukan saat malam pertama dengan suaminya. Haiden menyentuh tubuhnya dengan begitu bersemangat, tak ada sedikitpun kulit Lea yang lepas dari sentuhan panas suaminya. 'Kau tidak akan bisa menghentikanku, Lea. Sekalipun kau menjerit kesakitan.' 'Selama ini kau terus menggodaku, dan malam ini-- akan kubuat kau merintih di bawahk

    Last Updated : 2024-12-11
  • Dekapan Dingin Suami Panas   8. Baju Seksiku

    Apakah Haiden akan menyentuhnya? Dari ciuman Haiden yang basah dan panas, sepertinya iya. Namun-- Gluk' Lea meneguk saliva secara kasar saat Haiden menyudahi permainan bibir mereka. "Bibirmu sangat manis, Sweetheart," ucap Haiden dengan nada tenang, mengusap bibir Lea secara lembut dan hati-hati. Setelah itu, dia beralih menepuk-nepuk pucuk kepala istrinya, "ganti pakaianmu. Kita akan pulang ke rumah kita." Lea tersenyum kaku, sebetulnya menutupi kesedihan dan perasaan dongkol yang larut dalam hatinya. Dia sudah berharap, tetapi ternyata Haiden tidak ingin menyentuhnya. 'Apa yang salah dari tubuhku, Tuhan? Kenapa suamiku tidak mau menyentuhku?' batin Lea, berjalan ke kamar mandi untuk mengganti pakaian. Setelah berganti pakaian, Lea mengemasi barang-barangnya dalam koper. Dia ingin membangkang dengan menolak pulang, akan tetapi dia takut Haiden marah seperti tadi. "Kenapa kau menginap di hotel?" tanya Haiden yang sekarang sedang duduk di sofa, menyender dengan bersedek

    Last Updated : 2024-12-11
  • Dekapan Dingin Suami Panas   9. Menghapus Noda di Bibirmu, Sweetheart

    Lea menatap miris pada lingerie yang telah habis terbakar tesebut. Bukan hanya itu, celana pendek serta crop top miliknya– semua Haiden bakar. Yang membuat Lea sangat sedih adalah celana pendek motif bunga-bunga miliknya, juga menjadi korban kebakaran. "Jahat sekali!" nanar Lea, terduduk lesu tak jauh dari tong sampah–bahan besih, yang menjadi wadah pakaiannya dilahap api. "Ke-kebakaran, kebakaran apa yang menyakitkan? kebakaran api cemburu? Enggaaaaak! Tapi melihat Celana pendek bunga-bungaku menjadi korban kebakaran. Aaaaa … i--itu celana pendekku yang kubeli saat masih kuliah. A-aku merawatnya sepenuh hati dan segenap jiwa, ngalahin Malika si kedelai hitam. Huaa … ahk'aaaa … aku susah-susah nawar biar dapat tiga seratus ribu, ta-tapi … aaaa … hiks … aaaa … dibakaaaar," tangis Lea pada akhirnya, sesenggukan karena merasa kehilangan teman lama. Tuk' Tiba-tiba saja ada yang mengetuk ubun-ubunnya, membuat Lea yang menangis langsung berhenti dan beralih mendongak untuk melihat sia

    Last Updated : 2024-12-11
  • Dekapan Dingin Suami Panas   10. Apakah Ini Perangkapmu, Mas?

    "Kau bosan menikah denganku?" Suara Haiden begitu menusuk, menembus hingga ke tulang-tulang–membuat tubuh Lea menegang kaku serta panas pada bagian punggung. Lea berdiri dari kursi, menatap campur aduk pada Haiden yang sudah menahan marah. Di satu sisi Lea menyesali ucapannya, tetapi di sisi lain dia ingin sekali berteriak 'ya tepat di depan wajah Haiden. "Kau diam. Itu artinya benar," Haiden mendekati Lea, membuat perempuan itu semakin gugup tetapi rasanya juga ingin melawan secara bersamaan. "Katakan, bagian mana yang membuatmu bosan?" Ketika Haiden berjalan mendekat, Lea bergerak mundur. Kepalanya tertunduk, tangannya meremas pinggiran dress yang dia kenakan. Selain takut, perasaan sedih kian menyelimuti hati. Setelah Haiden melamarnya di Paris, pria ini selalu memanjakannya. Sikapnya sangat manis dan seperti seorang pria yang sangat menginginkan wanitanya. Akan tetapi kenapa setelah menikah semua terasa hambar? Kemana Haiden yang manis? "Seingatku-- kau sangat ingin m

    Last Updated : 2024-12-11
  • Dekapan Dingin Suami Panas   11. Mengejar Impian

    Ketika sadar tangan kekar itu masih memegangnya, Lea langsung menoleh ke empunya. Haiden menunduk sedikit, menatap Lea yang mendongak padanya. Tatapan perempuan ini begitu cantik, air membuat bulu mata Lea terlihat lebih jelas. Apalagi pada bagian bulu mata bawah, sehingga mata bulat Lea terlihat jauh lebih cantik. Daya tarik istrinya sangat kuat, terlebih pada bagian mata Lea. Lea memilih memalingkan wajah, dia menenangkan diri–berusaha mengatur nafas karena oksigen yang saling berdesakan pada paru-parunya. Tiba-tiba saja Haiden menarik tubuh Lea, menggendongnya di depan dan melingkarkan kaki perempuan itu di pinggangnya. Lea kira pria ini akan membawanya ke pinggir, akan tetapi …- Cup' Haiden tiba-tiba mencium bibirnya, melumatnya cukup kasar dan penuh penuntutan. Lea tidak membalas sama sekali, terdiam dengan wajah memerah padam. "Kenapa kau tidak membalas ciumanku?" tanya Haiden dingin, melayangkan tatapan tajam pada Lea. Lea menoleh ke sana kemari, menatap bebe

    Last Updated : 2024-12-12

Latest chapter

  • Dekapan Dingin Suami Panas   86. Antara Kebutuhan Pribadi dan Anak

    "Tu-Tuan." Haiden menatap maid dengan tampang muka penuh tanda tanya. Dia telah pulang kerja dan baru sampai di rumah, bahkan masih di ambang pintu. Namun, tiba-tiba tiga maid berlari terburu-buru kepadanya. Firasat Haiden menjadi tak enak, dia takut terjadi sesuatu pada istrinya. "Di mana Nyonya HaiLe?" Haiden langsung menanyakan istrinya, karena pikirannya langsung kepada istrinya. Ketika maid mendatanginya, Haiden seketika mencemaskan istrinya. "Di-di dapur basah, Tuan," jawab salah satu maid. "Nyonya memasak?" Wajah Haiden mulai terlihat marah. Meskipun dia tidak ingin anak, akan tetapi bukan berati dia membiarkan anak itu dalam keadaan buruk. Jika anak itu kenapa-napa, jelas Lea yang akan menanggung sakit dari semuanya. Oleh sebab itu, Haiden begitu overprotektif pada kehamilan Lea. Dia sudah memerintahkan pada maid supaya tidak membiarkan Lea untuk memasak. Yah, walau Haiden kurang rela sebab dia sangat suka masakan istrinya, akan tetapi dia terpaksa demi kebaikan Lea dan

  • Dekapan Dingin Suami Panas   85. Oleh-oleh yang tak diinginkan

    Tiada angin tiada hujan, Melody ingin bertemu dengannya? [Oke.] Lea membalas pelan tersebut, setelah itu Lea dilanjutkan langkahnya–memasuki sebuah toko es krim karena dia sedang sangat ingin memakan es krim. "Es krim rasa bon cabe level 50 satu yah, Bang," ucap Lea pada penjaga kasir, membuat kasir tersebut melongo–mata melotot dan mulut menganga. "Mohon maaf, Kak. Tetapi …-" Lea langsung memotong, "kalau rasa bon cabe tidak ada, rasa bon utang juga enggak apa-apa. Yang penting pedes."Kasir tersebut semakin dibuat pusing, hanya bisa menggaruk tengkuk karena tak tahu cara menghadapi makhluk cantik tetapi aneh tersebut. Hampir saja pria ini berniat menggombali perempuan cantik dengan mata bulat yang indah. Namun, dia mengurungkan niat karena reflek trauma oleh permintaan aneh si cantik yang terasa seperti makhluk alien. ***[Kapan kamu datang? Ini sudah sore.]Lea tersenyum manis, kemudian membalas pesan dari Melodi. [Sabar, Kak sayang. Ini saya lagi di jalan. Tapi macet.] Lea me

  • Dekapan Dingin Suami Panas   84. Dia Ingin Bertemu

    "Azalea, waktunya makan," ucap Haiden, akan tetapi melayangkan tatapan penuh peringatan pada adiknya. Lea menoleh cepat pada Haiden, dia cukup terkejut karena Haiden mendadak ada di sana. Lea memperlihatkan cengiran kemudian segera bangkit. "Mama dan Papa masih di sini kan?" tanya Lea saat akan beranjak dari sana. "Humm." Haiden menganggukkan kepala, mengusap pucuk kepala Lea saat perempuan itu akan lewat. Melihat Lea pergi, Ziea buru-buru menyusul. Dia menerobos untuk keluar akan tetapi Haiden menghadangnya. "Kak Deden, aku ingin lewat." Ziea mengerucutkan bibir, menatap mendongak pada kakaknya yang berdiri di depannya–menghadangnya. "Ember sekali mulutmu," marah Haiden, melayangkan tatapan tajam pada Ziea. "Bagiamana jika Azalea menghindariku setelah ini, Bocah?!" Ziea menggaruk pipi yang tak gatal, hanya kikuk bercampur gugup karena dimarahi oleh kakaknya. "Mana mungkin! Lea ke Kakak kan cinta mati." "Naif!" dengkus Haiden, menyentil cukup kuat kening adiknya. "Tutup

  • Dekapan Dingin Suami Panas   83. Kisah Ebrahim yang Terdahulu

    Setelah Lea keluar dari ruangan tersebut–di mana Haiden masih di sana, mengobrol dengan orangtua angkat Lea dan orangtuanya. Kini Lea berada di ruangan lain, bersama Ziea. Sedangkan bayi Ziea–si kembar Razie dan Zira, bersama dengan daddynya, Reigha. Saat ini mereka bercerita, lebih tepatnya Ziea yang menceritakan keluarganya. Awal mula, Lea bertanya pada Ziea mengenai Ebrahim, karena dulu Haiden pernah bilang padanya jika suatu saat mereka punya anak, maka Haiden ingin namanya adalah Ebrahim. Sejujurnya, Ziea sudah pernah menceritakan pasal siapa Ebrahim pada Lea, namun kurang rincih. Skalian Lea menanyakan kenapa suaminya–Haiden, bisa mode iblis. Pasti ada alasannya bukan? "Ebrahim itu nama adiknya Daddy dan aunty Keena. Dia si bungsu dan kesayangan keluarga ini. Seperti yang pernah ku beritahu padamu, Uncle Ebrahim telah meninggal dan menyisakan duka dan trauma di keluarga kami." Ziea menjeda sejenak, sedangkan Lea mendengar secara serius, "Sebenarnya, Kakek Jay itu punya tangan

  • Dekapan Dingin Suami Panas   82. Bertemu Mama Papa

    Lea diam-diam ke lantai bawah, dia pusing karena lama terkurung dalam kamar. Sedangkan Haiden, suaminya tertidur sangat pulas, dan oleh sebab itu Lea bisa diam-diam keluar. "Pak Rekq," ucap Lea, terkejut melihat pria yang membantunya selama penculikan ada di rumahnya. "Halo, Nona Lea. Senang bisa bertemu denganmu lagi." Rekq membungkuk hormat pada Lea, tak lupa sebuah senyuman manis menyungging di bibir. "Iya. Terimakasih untuk bantuannya, Pak Rekq," Lea mendekat lalu tersenyum balik pada Rekq. Saat itu dia belum sempat berterimakasih pada Rekq, dan untungnya mereka bertemu di sini. "Terimakasih kembali juga pada Nona. Jika bukan karena Nona, mungkin saya dan beberapa maid itu, sudah tak ada di dunia ini," jawab Rekq dengan begitu manis dan sopan. Tak ada rasa apapun selain hormat yang dia miliki pada perempuan ini. Yang membuat Rekq sangat salut pada Lea adalah karena keteguhannya dalam menjaga kehormatannya selama penculikan. Lea tidak tahu siapa suaminya yang sebenarnya di

  • Dekapan Dingin Suami Panas   81. Dengarkan Nasehat Rekq

    "Lalu apa yang kalian banggakan sedangkan kalian tak memiliki peran di keluarga Mahendra?" terang Denis, menatap para kerabat mertua putrinya dengan mimik muka tak bersahabat. Jelas ada pancaran kemarahan yang terlihat nyata karena dia tak menyangka putrinya difitnah oleh keluarga ini. Lea baru selamat dari kasus penculikan, bisa dikatakan kondisi putrinya belum baik-baik saja. Namun, mereka sangat keji dengan melempar ucapan jahat pada Lea. "Yang kami katakan fakta. Dan … bagiamana mungkin Lea lebih baik dari kami?" Ernio, suami Selly, melayangkan tatapan sinis pada Denis. "Jika bukan karena Ziea, memangnya putri yang kau banggakan tersebut memangnya bisa apa? Dia saja menikah dengan Haiden kami karena permintaan Ziea." "Kalian orang yang selalu merasa paling tahu." Kenzie angkat bicara, "fakta dan kebenarannya-- Ziea punya ide untuk bisnis cafenya karena melihat kemampuan Lea dalam memasak. Salah besar jika kalian mengira Lea mendapatkan pekerjaan karena diberi oleh Ziea, dia be

  • Dekapan Dingin Suami Panas   80. Sosok yang dirindukan Lea

    "Dan-- ja-jangan-jangan anak yang Lea kandung adalah anak Orion," cicit Selly pelan, cukup takut pada Haiden. Akan tetapi tatapan Kenzie juga mengerikan, membuatnya terpaksa bersuara. Nanda cengang mendengar ucapan tante dari Haiden. Bagaimana bisa dia berpikir demikian? "Kau yakin telah membawa otakmu sebelum datang ke sini?" Kenzie mengernyit, kesal mendengar ucapan iparnya. Bagaimana bisa dia berpikir anak yang Lea kandung milik Orion, sedangkan Lea diculik baru beberapa hari lalu. "Bi-bisa saja. Orion bertemu dengan Lea saat Haiden dan Lea berbulan madu, bukan?" Selly mencari pembenaran dan alasan lain. Intinya dia ingin membuat Lea hina dihadapan Kenzie dan Moza. Kenzie memijat pelipis, sakit kepala karena mendengar ucapan Selly. Tadi, menantunya difitnah hamil karena insiden penculikan, sekarang pindah karena bulan madu Haiden dan Lea. Semakin mereka ingin menjatuhkan Lea, semakin mereka terlihat blunder. "Kau juga ingin mati sepertinya!" geram Haiden. Syur' Tuk' Na

  • Dekapan Dingin Suami Panas   79. Air Es untuk Memadamkan Api

    "Ck." Haiden berdecak pelan, berkacak pinggang sembari memperhatikan istrinya yang sedang berbaring lemah di atas ranjang. Hari ini Haiden berniat ke kantor. Dia sudah rapi dengan setelah jas mahal. Dia terlihat mendekati kata 'sempurna melalui pancaran pesona dan karismanya. Haiden bahkan telah ada dalam mobil–akan berangkat ke kantor. Namun, maid berlari panik. Maid tersebut mengejar mobil yang akan keluar dari pekarangan rumah untuk menghentikan mobil yang membawa tuannya. Haiden menyuruh Nanda berhenti lalu menghampiri maid, di mana maid melapor secara tergesa-gesa, mengatakan kalau sang nyonya pingsang. Untungnya nyonya mereka pingsang dalam keadaan duduk di sofa, sehingga kecemasan mereka tak berkali-kali lipat. Sekarang Lea sudah diperiksa oleh dokter, kondisinya sangat memprihatinkan. Fisik Lea sangat lemah, begitu juga dengan kandungannya. Namun, dokter mengatakan supaya Haiden tidak khawatir berlebihan. Beberapa wanita hamil mengalami hal seperti ini--mudah drop dan j

  • Dekapan Dingin Suami Panas   78. Belum Selamat

    Namun, tiba-tiba saja Haiden muncul. Pria itu berjalan dengan langkah panjang, akan tetapi wajahnya menunjukkan mimik yang tenang sehingga sangat sulit bagi mereka untuk menebak apa yang sedang pria itu pikirkan serta rasakan. Mendengar langkah kaki, Lea menoleh ke arah belakang–menatap Haiden yang berjalan mendekat ke arahnya. Haiden melewatinya, akan tetap menyempatkan diri untuk mengusap pelan pucuk kepala Lea–saat dia melewati perempuan itu. Bug' Haiden langsung melayangkan tinju ke wajah tantenya, pukulannya sangat kuat sehingga perempuan itu terhempas kasar ke lantai kemudian berakhir tak sadarkan diri, di mana darah segar keluar dari hidung dan mulut. "Haiden!" bentak Tommi–suami dari Sania. Dia berlari ke arah istrinya dan langsung menggendongnya. Sedangkan Haiden, dia menggerakkan lengan–meregangkan otot lengan lalu kembali mengambil ancang-ancang untuk memukul Sania. Persetan, perempuan itu sudah tumbang. Jika dia masih terlihat oleh Haiden dalam bentuk utuh, maka H

DMCA.com Protection Status