“Tidak! Aku tidak membunuhnya. Aku ….” Emily membela diri dengan suara bergetar. Bahkan tubuhnya pun gemetar saat melihat mayat juga mendengar tuduhan yang dilayangkan kepadanya.“Aku mendengar suara teriakan tadi, lalu lihat dia sudah terkapar bersimbah darah. Bahkan tanganmu berlumuran darah!” Seorang wanita kekeh menuduh Emily yang membunuh.Polisi yang datang bersama wanita itu pun melihat tangan Emily yang berlumuran darah, staff apartemen itu juga sangat syok dengan apa yang dilihat.Emily menatap kedua tangannya, dia baru sadar jika tangannya berlumuran darah, membuat rambut dan wajahnya ikut terkena karena tadi dia menyentuhnya.“Aku tidak membunuhnya! Aku benar-benar tak tahu apa yang terjadi. Tadi aku diserang di jalan, lalu tiba-tiba aku di sini.”Emily mencoba membela diri karena tak bersalah. Dia pun bingung kenapa bisa ada di sana dan bagaimana bisa bersama Aster yang sudah bersimbah darah.“Anda ikut kami ke kantor polisi, lalu jelaskan semua di sana. Anda berhak diam s
Bobby dan Mia langsung pergi ke kantor polisi begitu mendapat kabar jika Emily ditangkap polisi.Saat baru saja sampai di sana, mereka bertemu dengan orang tua Emily.“Kalian sudah tahu bagaimana kondisi Emi?” tanya Mia yang terlihat begitu cemas.Aruna menggelengkan kepala. Kelopak matanya tampak bengkak karena menangisi nasib putrinya yang dituduh membunuh orang.Mereka semua pun masuk kantor polisi, lantas menemui polisi yang berjaga.“Saat ini tersangka sedang diinterogasi bersama pengacara yang ditunjuk,” ucap polisi saat Mia meminta bertemu Emily.“Kami yakin kalau dia bukan pelakunya, dia patsi difitnah,” ucap Mia takkan pernah percaya jika Emily setega itu.“Untuk saat ini, kami masih menyelidiki termasuk melihat bukti-bukti yang ada. Apalagi ada pesan yang menjadi bukti percekcokan mereka, yang bisa menjadi pemicu tindakan yang dilakukan oleh terduga pelaku,” ujar polisi menjelaskan.“Apa?” Mia dan yang lain tentunya begitu syok mendengar ucapan polisi.“Kalian bisa menemuiny
“Apa maksudnya kamera Cctv rusak?”Alaric begitu murka saat menemui kepala keamanan gedung apartemen yang mengatakan jika saat kejadian rekaman Cctv sedang rusak.“Seluruh instalasi kamera yang ada di gedung memang sedang tidak berfungsi dan sudah dijadwalkan untuk perbaikan,” jawab kepala keamanan sambil memperlihatkan monitor bergambar semut.Alaric emosi mendengar penjelasan kepala keamanan. Dia sampai mencengkram seragam kepala keamanan itu.“Al!” Billy terkejut Alaric berbuat kasar.“Jadi maksudmu, polisi pun tidak mendapat bukti dari rekaman Cctv!” Alaric mencengkram erar kerah seragam kepala keamanan, sampai-sampai wajah pria itu memucat karena tercekik.“Al, kamu bisa membunuhnya!” Billy mencoba melepas tangan Alaric yang mencengkram.Security yang ikut di sana pun membantu Billy menjauhkan Alaric dari kepala keamanan.Kepala keamanan itu terbatuk-batuk begitu Alaric sudah melepas cengkraman. Dia mengusap dada karena begitu sesak seakan tak ada udara yang masuk ke paru-parunya
“Makan yang banyak, hm ….”Alaric menemui Emily bersama pengacara agar bisa berkunjung di luar jam besuk. Dia membawakan makanan dan minuman kesukaan Emily, lantas penuh perhatian menyuapi istrinya itu.Emily mengangguk-angguk sambil mengunyah makanan yang sudah masuk mulut. Dia ingin menangis, tapi rasanya air mata sudah mengering.“Maaf, aku belum bisa mengeluarkanmu malam ini. Bertahanlah sebentar lagi, aku akan mengumpulkan bukti lebih banyak, juga menemukan pelakunya,” ucap Alaric mencoba menenangkan.Alaric mengusap lembut rambut Emily yang agak kusut karena belum disisir.“Aku pasti bertahan, aku percaya kepadamu,” ucap Emily tentunya menyerahkan nasibnya ke sang suami.Alaric mengangguk mendengar ucapan Emily. Dia pun menyuapi istrinya lagi penuh perhatian.“Kamu tidak makan?” tanya Emily karena sejak tadi Alaric terus menyuapinya.“Aku akan makan nanti, kamu makanlah sampai kenyang dulu. Aku yakin di sini makananya pasti tidak enak, jadi kamu harus makan banyak,” ujar Alaric
Alaric berjalan di koridor rumah sakit bersama Billy. Keduanya berjalan cepat menuju ke salah satu ruangan yang ada di tempat itu.Saat sampai di ruangan yang dimaksud, seorang dokter yang tak lain bibi Emily keluar dari sana.“Kukira kamu tidak bisa datang malam ini,” ucap sang bibi.“Aku sempatkan untuk bisa memastikan, Bi.” Alaric membalas lantas menoleh ke pintu ruangan yang dituju.“Aku belum memberitahu polisi karena mereka baru akan mengambil hasil autopsinya besok. Aku sebenarnya agak cemas jika malam ini kamu tidak datang dan besok polisi sudah lebih dulu ke sini,” ujar sang bibi.Alaric mengangguk paham mendengar ucapan bibi Emily. Sebagai dokter yang harusnya profesional, wanita itu tak seharusnya berbohong atau menyembunyikan sesuatu.Bibi Emily bukan dokter autopsi, tapi karena dia yang menerima pertama tubuh Aster, membuatnya yang pertama kali tahu kondisi sebenarnya wanita itu.“Ayo masuk! Kita bicara di dalam!” ajak sang bibi takut jika ada yang melihat mereka.Alaric
Alaric dan Billy pergi ke rumah sederhana. Mereka memarkirkan mobil di halaman depan rumah itu, lantas buru-buru turun dan menuju ke rumah itu. “Anda datang.” Saat Alaric akan mengetuk pintu, ternyata sudah ada yang membuka. Sekretaris Emily yang menghubungi, hingga Alaric langsung datang ke sana. “Saya tidak mungkin menghubungi Bu Emi karena beliau di penjara. Saya hanya punya nomor Anda, jadi menghubungi Anda,” ucap sekretaris Emily sambil menutup pintu saat Alaric dan Billy masuk. “Di mana dia?” tanya Alaric ke sekretaris Emily. “Di kamar ini. Saya sudah menawarinya ke rumah sakit, tapi dia menolak karena takut jika tertangkap lagi katanya,” ucap sekretaris Emily membuka pintu kamar. Alaric dan Billy melihat Fandy terbaring di sana, mereka pun langsung masuk untuk melihat kondisi anak buah mereka itu. “Di mana kamu menemukannya?” tanya Alaric ke sekretaris Emily. Kondisi Fandy kurang baik, wajahnya penuh lebam, kedua pergelangan tangan pun tampak memerah karena bek
“Awalnya tidak ada apa-apa, semua berjalan baik. Tiba-tiba saja ada yang membunuh Aster, jika berniat membunuh kenapa tidak sejak Aster di luar negeri, kenapa harus sekarang dan kenapa harus Emily yang menjadi sasarannya? Apa Papa akan diam dengan kecurigaanku?” tanya Mia ke Bobby malam itu di rumah.Bobby pun diam berpikir, memang benar jika semua yang terjadi kenapa berhubungan satu sama lain.“Entah kenapa aku merasa ini ada kaitannya dengan Lena,” ucap Mia mengungkap kecurigaannya.Bobby terlihat menarik napas panjang lantas mengembuskan kasar. Dia meraih gagang telepon karena ingin menghubungi seseorang.“Kirim data kegiatan Lena juga siapa saja yang ditemuinya!” perintah Bobby.Mia terkejut mendengar perintah Bobby. Dia tak menyangka jika mertuanya itu ternyata mengawasi Lena.“Sejak aku membuat perintah untuk mengalihkan saham ke Alaric, aku sudah menduga akan terjadi hal seperti ini. Entah Gio atau Lena pelakunya, aku akan benar-benar membuat keputusan tegas kali ini,” ucap Bo
Alaric pergi ke rumah bibi Emily. Rumah itu adalah tempat teraman untuk menyembunyikan Aster, tentu saja semua itu dilakukan atas izin bibi dan paman Emily.“Setelah dipindahkan semalam. Dia sempat sadar sebentar, tapi kemudian kembali tertidur karena kondisinya masih lemah,” ucap sang bibi ketika menemui Alaric dan Billy yang baru saja datang.“Terima kasih karena Bibi mau membantu,” ucap Alaric.“Tidak usah sungkan, semua juga demi Emily,” balas sang bibi lantas mengajak Alaric dan Billy menuju pavilium belakang.Ternyata di sana anak buah Alaric pun berjaga di depan pavilium untuk memastikan tidak ada yang masuk ke sana tanpa izin.“Kondisinya pagi ini mulai membaik, semoga saja dia sudah bisa diajak bicara,” ucap sang bibi lagi.Alaric pun menganggukkan kepala sambil mengikuti langkah bibi Emily.Mereka sampai di pavilium. Dia pun meminta anak buahnya beristirahat setelah berjaga semalaman di sana.Saat mereka masuk, ternyata Aster baru saja sadar. Wanita itu tampak terkejut melih