Halo teman-teman, kisah mereka tamat sampai di sini, ya. Tenang, nanti kukasih 2 ekstra part ya. Ditunggu. Terima kasih
Sabrina duduk sambil menikmati cokelat hangat pagi itu, hingga satu tangannya yang bebas dari cangkir, digenggam sampai jemarinya bertautan dengan tangan lain. Sabrina menoleh Vano, melihat suaminya itu tersenyum sambil menggenggam erat tangannya. Vano duduk di samping Sabrina yang duduk di bangku panjang. Mereka berlibur di pantai, menikmati kebersamaan mereka setelah sah menjadi suami-istri. “Kamu tidak pesan kopi?” tanya Sabrina sambil menyandarkan kepala di pundak Vano. “Sudah, tinggal menunggu datang saja,” jawab Vano lalu memiringkan kepala hingga menyentuh kepala Sabrina. Keduanya saling bersandar satu sama lain, menatap hamparan pasir putih bersamaan dengan deburan ombak yang menghantam pantai. “Kamu yakin tidak masalah tinggal sama mami?” tanya Vano memastikan. Sabrina mengerutkan alis mendengar pertanyaan Vano. “Kenapa masih tanya lagi?” tanya Sabrina keheranan. Dia mengangkat kepala dari pundak Vano, lalu memandang suaminya itu. “Ya, aku hanya memastikan saja, takut
Vano baru saja selesai rapat saat membaca pesan dari Sabrina. Dia sangat terkejut membaca pesan dari Sabrina hingga terburu-buru meninggalkan tempat rapat begitu selesai, membuat semua orang sampai keheranan.Vano pergi ke rumah sakit. Dia mencari Sabrina di poliklinik, hingga bertemu dengan sang bibi.“Bi, Sabrina dan Mami ke sini?” tanya Vano.“Dia di ruang inap, tadi sudah diperiksa dan karena tekanan darahnya rendah serta dia pusing dan mual, jadi aku menyarankan untuk rawat inap,” jawab sang bibi.Vano sangat panik mendengar jawaban sang bibi.“Dia dirawat di ruang mana?” tanya Vano dengan wajah panik.Sang bibi tersenyum melihat kepanikan Vano, lalu memberitahu di mana Sabrina sekarang.Vano pergi ke ruang inap dengan terburu-buru, hingga akhirnya bertemu Sabrina yang berbaring lemas dengan selang infus terpasang di tangan.“Bagaimana kondisinya, Mi?” tanya Vano saat menghampiri Sabrina.“Dia baik, kamu jangan cemas,” jawab Oma Aruna.“Baik apanya, dia sampai dirawat seperti ini,
[Aku melihat pacarmu selingkuh dan mereka sedang berada di klub malam saat ini. Kumohon kali ini percaya padaku, Emi. Aku akan mengirim bukti fotonya kalau kamu tidak percaya.] Pesan yang dikirimkan sahabatnya benar-benar membuat Emily murka. Ia tak menyangka jika kekasih yang hendak dinikahinya ternyata berselingkuh di belakangnya. Lebih parahnya lagi, pria itu berselingkuh dengan rival Emily saat kuliah. Pesan itulah yang membuatnya sekarang berada di depan pintu ruang pribadi klub malam, malam ini. Emily mengepalkan kedua tangan di samping tubuhnya saat menatap pintu di depannya. Mereka terang-terangan bercumbu meskipun pintu ini terbuat dari kaca. Dua manusia itu benar-benar tidak peduli dengan sekelilingnya. Berengsek. Baru Emily ingin melabrak dua manusia itu, Emily sayup-sayup mendengar pria berengsek itu berkata, “Tenang saja, ketimbang Emi yang sok suci bahkan berciuman saja masih berpikir sepuluh kali, aku lebih memilihmu yang bisa menyenangkanku. Lagian, aku menjalin
“Mami,” lirih Emily masih terpejam.Emily belum ingin mati, meskipun dia tahu telah menjadi anak durhaka tetapi dia masih ingin hidup. Emily ingin memohon ampun pada kedua orang tuanya atas kesalahannya. Perlahan wanita itu akhirnya merasa bisa membuka kedua kelopak matanya, mencoba beradaptasi dengan ruangan yang tidak dia kenal. Dia berusaha mengenali ruangan itu, akan tetapi kepalanya berdenyut keras membuatnya meringis kesakitan.Sebelah tangan Emily memegang kepalanya yang berbalut perban. “Akh,” decit wanita itu. Saat Emily masih berusaha untuk sadar, samar-samar dia mendengar suara dua pria asing sedang saling bicara di hadapannya.“Hasil CT-Scan tak menampakkan kerusakan atau ada penggumpalan darah di otak, kemungkinan pasien syok karena benturan sangat keras juga luka yang didapat di kening, tapi selebihnya dia baik-baik saja.”“Jadi begitu, terima kasih informasinya, Dok.”Salah satu pria yang mengenakan jas putih pergi meninggalkan pria lain yang berdiri memunggungi ranja
“Jadi, kamu ingat apa yang terjadi padamu?” tanya pria itu memastikan.“Memang salahku mengemudi dengan kecepatan tinggi,” ucap Emily pelan. Akan tetapi, tak lama dia merasa kesal. Dia ingat, meskipun mengemudi dengan kecepatan tinggi tetapi dia yakin berada di lajur yang benar.“Tapi bukan semua kesalahanku juga. Aku yakin jalurku sudah lampu hijau, tapi tiba-tiba dari arah kanan, ada orang bodoh yang mengemudikan mobil menerobos lampu merah lalu menabrak bagian belakang mobilku. Ya, aku ingat ada mobil lain yang menabrakku, apa kamu melihatnya?” tanya Emily berapi-api pada pria itu.Emily sekali lagi tertegun melihat pria di hadapannya. Ada sebersit keterkejutan di mata pria itu, akan tetapi sejurus kemudian ekspresi pria itu kembali tenang.Ada yang aneh.“Saya tidak melihat ada mobil lain. Saya hanya melihat mobilmu yang sudah menabrak pohon,” jawab pria itu menjelaskan.Emily mendengkus kasar mendengar jawabannya. “Sial, mungkin pengemudi mobil itu kabur. Semoga saja dia dapat ba
“Apa tadi kamu bilang?” tanya Emily menatap tak percaya. “Menikahlah dengan saya.” Alaric menjawab dengan santai. Emily mengerutkan alis. Dia tidak takut dengan tawaran pria itu, hanya saja merasa aneh dengan tawaran pria tampan itu yang mengajaknya menikah padahal baru saja kenal. “Kenapa aku harus menikah denganmu, sedangkan aku bisa cari yang lebih kaya dan tampan darimu. Lagi pula kita baru kenal, apa alasanmu mengajakku menikah?” tanya Emily mencecar dengan tatapan penuh curiga. Emily menatap Alaric yang terlihat menarik napas panjang dan mengembuskan perlahan, lantas mendengar pria itu menjawab. “Saya kaya, beberapa perusahaan yang saya jalankan popularitasnya sudah tembus sampai ke luar negeri. Soal tampan, kamu sudah jelas bisa menilai.” Emily hampir tersedak ludah mendengar ucapan Alaric. Ingin mengingkari, tetapi kenyataannya pria itu memang sangat tampan, membuat kedua pipinya terasa panas saat menatap pria itu. “Meski begitu, aku juga tak mau sembarangan menyetujui
“Kamu ingat pulang!”Suara melengking itu terdengar nyaring saat Emily dan Alaric baru saja menginjakkan kaki di rumah.Emily melihat sang Mami yang menatapnya tajam penuh emosi.“Maaf kalau saya terlambat membawanya pulang.”Emily langsung menoleh pada Alaric yang seakan melindungi dirinya, hingga berpikir mungkinkah ini bagian dari akting?“Siapa kamu?” tanya sang Mami.Alaric tiba-tiba menggandeng tangan Emily, membuat wanita itu syok sambil menatap pria di sampingnya itu.Emily menatap Alaric dengan rasa tak percaya, tetapi sejurus kemudian dia sadar itu hanya sandiwara. Akan tetapi, tiba-tiba saja Emily tetap merasa gugup.“Dia pacarmu? Bukan, bukan dia.” Sang Mami menatap Alaric dengan teliti.Emily ingin menjelaskan saat adik dan ayahnya keluar melihatnya datang bersama pria, hingga Alaric tiba-tiba bicara lebih dulu.“Perkenalkan, saya Alaric Byantara. Saya pacar Emi, ada yang ingin saya sampaikan sehingga mengantarnya pulang,” ucap Alaric.Emily melihat ibu dan keluarganya te
Setelah Alaric pamit pulang, sang Mami, Papi dan Emily berkumpul, masih membahas lamaran yang tiba-tiba datang dari pria itu. “Beberapa hari lalu kamu bertengkar dengan mami karena ingin menikahi si Farrel-Farrel itu, sekarang malah mau menikah dengan Alaric? Kamu sedang mempermainkan kami?”Emily melihat sang Mami marah, lantas menghela napas kasar. Dia melihat sang Papi yang hanya diam, membuatnya mendekat pada sang Mami, lantas merangkul lengan wanita itu meski sang Mami memberontak menolak.“Iya, aku tahu kalau salah. Mami benar Farrel tidak baik, tapi Alaric berbeda, Mi. Lihat saja dia, datang ke sini dengan ketulusan dan kesungguhan hati melamarku. Berani menghadapi Mami dan Papi tanpa aku bela. Dia memang tulus ingin menikahiku dan aku setuju.” Emily bicara agak dilebih-lebihkan agar orang tuanya percaya. Jangan sampai rencana balas dendam pada mantan berengseknya gagal karena terhalang restu.Emily melirik kedua orang tuanya yang saling tatap, hingga pura-pura memasang wajah