Setelah Alaric pamit pulang, sang Mami, Papi dan Emily berkumpul, masih membahas lamaran yang tiba-tiba datang dari pria itu.
“Beberapa hari lalu kamu bertengkar dengan mami karena ingin menikahi si Farrel-Farrel itu, sekarang malah mau menikah dengan Alaric? Kamu sedang mempermainkan kami?” Emily melihat sang Mami marah, lantas menghela napas kasar. Dia melihat sang Papi yang hanya diam, membuatnya mendekat pada sang Mami, lantas merangkul lengan wanita itu meski sang Mami memberontak menolak. “Iya, aku tahu kalau salah. Mami benar Farrel tidak baik, tapi Alaric berbeda, Mi. Lihat saja dia, datang ke sini dengan ketulusan dan kesungguhan hati melamarku. Berani menghadapi Mami dan Papi tanpa aku bela. Dia memang tulus ingin menikahiku dan aku setuju.” Emily bicara agak dilebih-lebihkan agar orang tuanya percaya. Jangan sampai rencana balas dendam pada mantan berengseknya gagal karena terhalang restu. Emily melirik kedua orang tuanya yang saling tatap, hingga pura-pura memasang wajah memelas. “Papimu juga kasih kesempatan ke dia. Lihat saja, kalau besok dia tidak datang bawa orang tuanya kemari, ga ada acara nikah-nikah. Kalau mau nikah, mami yang pilihkan!” Emily menatap sang Mami yang tampaknya sudah sangat emosi dan kesal menghadapinya. Dia pun mengangguk-angguk asal sang Mami menyetujui rencana pernikahannya dengan Alaric berjalan lancar. Emily pergi ke kamar setelah meyakinkan kedua orang tuanya. Memang wajar jika orang tuanya curiga dengan keputusannya tapi untungnya Alaric pandai bicara hingga membuat ayah dan ibunya memberi kesempatan. “Semoga saja dia tidak berkhianat, awas saja kalau sampai kabur,” gumam Emily lantas membaringkan tubuh ke ranjang empuknya. Emily mengembuskan napas kasar. Dia masih berpikir, kenapa dirinya bisa diselingkuhi pria berengsek seperti Farrel. “Lihat saja kalian, aku tidak akan tinggal diam saja karena kalian selingkuhi,” gerutu Emily jika ingat kembali bagaimana Farrel dan Selena bercumbu yang membuatnya mendadak mual. Di tempat Alaric. “Aku ingin membatalkan pertunangan dengan Aster dan menikahi wanita lain,” kata Alaric setibanya di rumah orang tuanya. Perkataan pria itu sukses membuat ibu dan kakeknya sangat syok. “Tunggu! Mama tidak mimpi, ‘kan?” Wanita paruh baya itu malah tersenyum mendengar ucapan Alaric. “Jangan bermain-main dengan keputusanmu!” Suara sang Kakek lebih tegas karena keputusan mendadak cucunya. “Tidak, Kek. Aku serius ingin membatalkan pertunangan dengan Aster karena sadar jika bibit, bebet, dan bobotnya memang tak sesuai dengan keluarga kita,” ujar Alaric bicara dengan tegas tanpa keraguan. Alaric menatap sang Mama yang tampak tersenyum sambil mengurut dada seolah sedang bersyukur. “Lalu, siapa wanita lain yang kamu maksud? Jangan sampai salah pilih. Mama setuju saja kalau kamu tak jadi menikah dengan Aster,” ujar wanita itu. Alaric mengeluarkan ponsel, lantas menunjukkan foto Emily. “Keluarganya terpandang. Dia juga cantik dan ramah. Aku sebenarnya sudah menyukainya lama, tapi karena sebelumnya dia punya kekasih, jadi aku memilih mundur. Tapi sekarang, dia berpisah dari kekasihnya jadi aku tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan kali ini.” Alaric langsung menjelaskan agar ibu dan kakeknya setuju dengan keputusannya. Sang Mama mengambil ponselnya, lantas memandangi wajah Emily. “Ya Tuhan, cantik sekali. Sepertinya aura wajahnya sangat positif. Mama langsung suka.” Alaric hanya tersenyum mendengar ucapan sang Mama. Ibunya memang tak menyukai Aster karena pekerjaan dan dunia Aster yang dianggap buruk. “Kakek perlu bicara denganmu.” Alaric menatap sang Kakek yang berdiri, lantas berjalan menuju ruang kerja. Sang Mama pun menatapnya, lantas memberi isyarat pada Alaric agar ikut. Alaric mengikuti sang Kakek masuk ruang kerja. Dia duduk di kursi yang ada di depan meja kerja. “Kenapa tiba-tiba kamu membatalkan pertunangan dengan Aster, lalu mau menikahi wanita lain?” tanya sang Kakek. Suaranya masih tegas meski umur pria itu tak muda lagi. “Seperti yang Mama katakan, Aster memang tak baik untukku. Keputusanku menikahinya juga buru-buru, ternyata Tuhan memberiku wanita lain yang lebih layak,” ucap Alaric menjelaskan. “Kamu menikah bukan karena tuntutan dari kakek, ‘kan?” Alaric menatap tatapan curiga dari sang Kakek, hingga kemudian menghela napas kasar. “Kakek masih tak mempercayaiku?” Alaric memberikan tatapan serius seolah apa pun yang dikatakannya tak bisa dibantah. “Bukan tak mempercayai, tapi jangan mempermainkan hati wanita,” ucap sang Kakek. Alaric terdiam mendengar ucapan sang Kakek, hingga akhirnya dia membuka kelakuan Aster agar sang Kakek tak mencurigai rencananya. “Aster berselingkuh, apa seumur hidup aku harus hidup dengan wanita seperti itu? Emi sudah setuju menikah denganku, jadi aku ingin Kakek dan Mama ke sana melamar langsung. Lagi pula persiapan pernikahanku dengan Aster sudah 80 persen siap, tidak mungkin dibatalkan.” Alaric mencoba meyakinkan sang Kakek kalau keputusannya adalah hal yang benar. “Keluarganya pemilik perusahaan properti terbesar kedua di negara ini. Ibunya pemilik Magnifique Magazine, apa Kakek tidak mau bekerjasama dengan mereka?” Sang kakek langsung menatap Alaric saat mendengar dari keluarga mana Emily berasal. “Jika kamu ketahuan menikah hanya untuk memenuhi syarat yang kakek berikan, maka kakek akan memastikan semua fasilitas yang kamu dapat dan seluruh aset yang kamu miliki dari kakek, akan kakek ambil kembali!”“Aku bersyukur Kakak tidak jadi menikah dengan Kabel Paralel itu, hanya saja apa Kakak yakin ingin menikahi pria lain? Ini begitu cepat.” Emily menoleh sang adik yang sedang melayangkan protes ke arahnya. “Anak kecil tahu apa? Ssttt … diam saja.” Emily meminta adiknya diam karena dia sedang sibuk berhias untuk menyambut Alaric dan keluarganya datang hari ini. “Bukan tak tahu. Kakak itu gampang dimanfaatkan orang. Dikit-dikit kasihan, dikit-dikit kasihan, ujungnya apa? Patah hati! Farrel selingkuh ‘kan, makanya Kakak patah hati dan mau menikah dengan pria lain?” Emily langsung berdiri mendengar ucapan sang adik. Dia membekap mulut adiknya yang bocor saat bicara. “Dari mana kamu tahu?” tanya Emily. Sang adik menyingkirkan telapak tangannya dari mulut remaja itu, hingga sang adik bicara, “Ada, Kakak tidak perlu tahu. Yang jelas, Kakak putus sama si Kabel Paralel, tapi kenapa menikah dengan pria asing? Kalian tidak saling kenalkan?” Emily terdiam mendengar ucapan sang adik. T
“Berhari-hari hilang bak ditelan kucing, habis ketemu kamu bilang mau nikah? Kamu masih mau nikah sama si brengsek Farrel itu!”Emily menatap Claudia yang bicara dengan berapi-api, bahkan hidung sahabatnya itu kembang-kempis karena syok mendengar ucapannya.Emily mengambil satu kentang goreng, lantas memasukkan ke mulut Claudia, membuat sahabatnya itu langsung diam karena mengunyah kentang goreng.“Bukan sama Farrel. Dia sudah aku tenggelamkan ke segitiga bermuda. Aku dilamar presdir tampan, sangat tampan. Lebih tampan dari Farrel,” ucap Emily menjelaskan.Emily melihat Claudia yang sedang menelan kentang, sahabatnya itu siap bicara tapi Emily dengan iseng memasukkan kentang ke mulut temannya itu lagi.“Emi!” Claudia melotot ke Emily.Emily tertawa sampai hampir tersedak.“Kenapa tiba-tiba? Bukankah kamu cinta mati sama Farrel, sampai-sampai aku peringatkan ribuan kali pun kamu kekeh sama si brengsek itu,” ucap Claudia tak habis pikir.Emily memandang Claudia, lantas membalas, “Ga tiba
“Gaun pernikahannya bisa pas sekali di badanmu.”Emily menatap sang mami yang sedang memperhatikan gaun pengantin yang kini sudah melekat di tubuhnya. Dia tidak melakukan fitting baju sama sekali karena sudah disiapkan oleh keluarga Alaric.Hari itu pernikahannya dengan Alaric akan digelar. Emily berada di ruang ganti pengantin sudah selesai dirias.“Mungkin karena ukuran tubuhku pasaran, coba gemukan dikit, pasti nih gaun ga muat,” celetuk Emily ngasal.“Ish … apa-apaan. Ini tubuh udah bagus, ngapain pengen gemuk. Modelnya kekinian, cantik,” ucap sang mami sambil mengusap bagian pinggang.Emily menghela napas kasar, sejujurnya dia pun merasa sangat gugup dengan pernikahan yang akan dijalaninya ini.“Gugup?” tanya sang mami.“Iya,” jawab Emily sambil menatap sang mami yang kini memandangnya.“Tidak apa, ini wajar. Mami juga dulu gitu,” balas sang mami.“Tapi dulu Mami sangat tenang, bahkan sangat cantik,” ujar Emily sambil menatap ke wanita yang sudah membesarkannya selama 20 tahun in
Prosesi pernikahan pun dilakukan. Emily dan Alaric terlihat sangat bahagia dari sudut pandang keluarga dan tamu karena semua orang itu tak tahu dengan sandiwara keduanya. “Pengantin pria, kamu bisa mencium pengantinmu,” ucap Master Ceremony. Emily langsung melotot mendengar ucapan Master Ceremony, lantas menatap panik ke Alaric meski senyum masih tersungging di wajah. “Kamu tidak akan melakukannya, kan!” Emily bicara tanpa suara hanya bibir yang bergerak. “Ini sandiwara, kita tak bisa mengelak,” balas Alaric. Emily ingin sekali berteriak mendengar balasan Alaric, bagaimana bisa pria itu mau menciumnya sedangkan mereka sudah sepakat untuk tak melakukan kontak fisik selain berpegangan tangan. Belum juga Emily sadar dari keterkejutannya. Alaric sudah meraih pinggangnya, lantas menyentuhkan bibir mereka. Emily membulatkan bola mata, meski hanya menyentuhkan tapi tetap saja namanya ciuman. Semua orang bertepuk tangan atas pernikahan Alaric dan Emily. Emily kesal karena Alaric menci
Alaric terlihat tak senang karena Emily dipeluk pria lain padahal di pesta itu banyak yang melihat. Belum lagi status Emily sekarang adalah istrinya.Dia hendak melangkah untuk menegur, tapi langkahnya terhenti saat melihat wanita yang dinikahinya itu tertawa bahagia. Bahkan dia belum pernah melihat Emily tertawa seperti itu.“Kai! Kupikir kamu tidak datang.” Emily menatap sepupu yang tumbuh bersamanya dari kecil.Emily terlihat seperti ingin menangis karena kedatangan pria itu.“Bagaimana aku tidak datang di hari pernikahanmu? Untung saja urusannya selesai lebih cepat, jadi bisa mendarat hari ini. Aku bahkan langsung ke sini dari bandara dijemput Archie.”Alaric masih terus memperhatikan Emily yang sedang bicara. Hingga dia melihat Emily yang tiba-tiba menoleh ke arahnya.“Itu suamiku, ayo kukenalkan!” ajak Emily sambil menarik Kai.Alaric mencoba bersikap biasa meski sebelumnya terkejut dan tak senang karena Emily memeluk pria lain.Dia menatap Emily yang berjalan ke arahnya dengan
Emily tidur sangat pulas karena kelelahan seharian meladeni tamu di resepsi pernikahannya dengan Alaric. Bahkan sekarang tak sadar jika hari sudah pagi tapi dia masih tidur begitu nyenyak. Hingga saat masih merasa dalam alam mimpi. Tangannya meraba sesuatu yang keras saat dipeluk. Dia menepuk pelan, hingga kelopak matanya berkerut. “Kenapa gulingnya sangat keras?” Emily bergumam sambil masih meraba, tangannya meraba-raba sebab merasa guling itu lebih besar dari ukurannya. Hingga dia terkejut saat ada yang berdeham. “Kalau begini, siapa yang dirugikan?” Emily buru-buru membuka mata. Dia melihat ke mana tangannya berada hingga sangat syok sampai-sampai bangun dengan cepat. Emily sangat ceroboh, sampai terjungkal ke lantai “Sakit!” pekik Emily. Alaric yang melihat tingkah Emily pun hanya bisa memijat kening. Untungnya Emily lekas bangun, atau wanita itu akan semakin membangunkan miliknya di bawah sana. “Kenapa aku bisa memelukmu?” Emily berdiri sambil melotot. “Kamu pikir aku m
“Mama senang acara kemarin berjalan dengan lancar. Kalian semalam tidur nyenyak, kan?” Emily tanpa sengaja menguap saat mertuanya sedang bicara. Bahkan tingkahnya itu tertangkap mata sang mertua dan kakek, hingga dua orang tua itu menatapnya. Emily baru sadar jika sedang ditatap sang mertua, hingga langsung mengulum bibir. “Iya, Ma. Nyenyak kok.” Emily membalas karena sungkan. Dia melirik Alaric yang menoleh ke arah lain. Emily melihat mertuanya tidak marah, tapi wanita itu malah senyum-senyum membuatnya keheranan. “Meski nyenyak, kalian pasti masih sangat lelah,” ucap sang mertua sambil senyum-senyum. Emily hanya mengangguk-angguk sambil senyum karena merasa aneh dengan tatapan sang mertua kepadanya. “Kenapa dia menatap sambil senyum begitu? Aku mendadak horor,” gumam Emily dalam hati. “Setelah menikah, kalian tetap harus tinggal di sini. Ini sudah kita sepakati jadi kalian tidak boleh mengelak,” ucap sang kakek. Emily sangat terkejut mendengar ucapan kakek, jika tinggal di s
Emily melihat Alaric langsung mengambil ponsel. Dia begitu syok tapi Alaric terlihat sangat murka karena berita yang mereka lihat. “Bukankah aku sudah bilang untuk mengurus mereka!” Suara Alaric begitu lantang menggelegar hingga membuat Emily terkejut. Emily tak menyangka Alaric sangat menakutkan ketika marah. “Aku tidak mau tahu. Cari tahu siapa yang membuat berita itu, lalu bungkam!” Setelah memberi perintah Alaric mengakhiri panggilan itu. Emily masih menatap Alaric yang begitu emosi. Daripada keterkejutan karena berita yang dilihat, Emily kini lebih terkejut dan takut dengan karakter Alaric. Alaric menoleh Emily, hingga melihat bola mata wanita itu tampak berkaca-kaca. “Kamu tenang saja, asistenku akan mengurus masalah ini,” ucap Alaric dengan nada suara yang diturunkan. Emily hanya mengangguk-angguk karena syok. Alaric melihat Emily tampak takut, salahnya yang emosi sampai mengeluarkan suara yang keras. Saat keduanya masih kesal karena berita yang beredar, terdengar suara