Emily diminta keluar dari sel karena ada yang hendak menemuinya. Dia penasaran karena polisi berkata jika yang menemuinya bukan suami atau keluarganya. “Pak, tapi ini ditemani, kan? Bagaimana kalau orang itu sebenarnya berniat jahat kepadaku?” tanya Emily mencoba waspada meski pertanyaannya agak konyol. Polisi menoleh Emily, lantas menjawab, “Boleh.” Emily melebarkan senyum mendengar ucapan polisi, sepertinya dipenjara tak membuatnya takut sekarang, malah nyaman karena semalam bisa banyak bercerita dengan para narapidana. Saat pintu ruang kunjungan dibuka. Emily melihat punggung seorang pria membelakangi pintu, sepertinya dia bisa menebak siapa datang. “Tidak usah ditemani, Pak. Aku kenal dia,” ucap Emily dengan ekspresi wajah tidak senang. Emily pun akhirnya mendekat ke pria yang tak lain Gio. Dia langsung menarik kursi yang ada di depan pria itu. “Mau apa kamu ke sini?” tanya Emily agak ketus. Dia lantas duduk di kursi yang berhadapan dengan Gio. Gio menatap Emily yang baru s
Alaric datang bersama pengacaranya untuk memberikan bukti yang mereka miliki sebelum kasus itu naik ke pengadilan karena Emily tak bersalah sama sekali. Namun, sebelum memberikan bukti yang sudah dirangkum, Alaric dan para pengacaranya memilih menemui Emily terlebih dahulu. “Aku sudah punya bukti dan saksi, juga nama pelakunya. Akan aku pastikan kamu bebas hari ini,” ujar Alaric ketika menemui Emily di ruang kunjungan. “Al, sebenarnya tadi Gio ke sini,” ucap Emily lantas mengeluarkan flashdisk yang diberikan Gio. “Dia memberiku ini, katanya ini bisa membuatku bebas,” imbuh Emily lagi sambil memberikan flashdisk itu ke Alaric. Alaric sangat terkejut mendengar ucapan Emily soal Gio yang mendatangi istrinya itu. Dia menerima flashdisk itu lantas memberikan ke pengacara untuk melihat apa isinya. Pengacara langsung mengecek isi flashdisk itu, sedangkan Emily menunggu dengan cemas karena tak tahu apa isi di dalamnya. Pengacara dan Alaric terlihat terkejut, hingga Alaric menatap
“Apa maksudmu ada polisi di depan?”Lena cukup terkejut saat pembantu mengatakan kalau polisi datang ingin bertemu dengannya.“Di depan memang ada polisi yang katanya ingin bertemu dengan Nyonya,” ucap pembantu sopan.Lena mengerutkan alis mendengar ucapan pembantu, hingga berpikir jika polisi datang untuk meminta keterangan karena dia kenal Aster.Lena pun keluar menemui polisi tanpa rasa curiga. Saat Lena baru saja keluar, Gio ternyata pulang dan melihat ada polisi di rumahnya.“Dengan saudari Magdalena?” tanya polisi memastikan.“Iya benar saya,” jawab Lena sambil menatap bergantian kepada dua polisi itu, lantas menoleh Gio yang baru saja datang.“Kami membawa surat penangkapan untuk Anda atas dugaan percobaan pembunuhan terhadap saudari Aster dan tuduhan fitnah atas saudari Emily,” ucap polisi sambil memberikan surat tugas penangkapan itu.“Apa?” Lena sangat terkejut mendengar ucapan polisi. “Ini tidak benar. Ini Fitnah? Kenapa saya dituduh membunuh dan memfitnah?”Lena mulai pani
“Apa kamu yang memberikan bukti percakapan mama?” tanya Lena sambil menatap Gio yang siang itu menemuinya.Gio menghela napas kasar lantas menatap sang mama.“Seharusnya Mama menghapusnya jika tak ingin ketahuan,” balas Gio.“Gio!” Lena terkejut karena benar putranya melaporkan dirinya.“Apa yang mama lakukan, ini semua demi kamu. Bagaimana bisa kamu memperlakukan mama seperti ini?” tanya Lena sambil menatap Gio dengan rasa tak percaya.Gio malah tampak ingin tertawa mendengar ucapan Lena, hingga dia kembali bicara.“Demi aku? Mama bilang demi aku? Bukankah apa yang Mama lakukan, sebenarnya hanya demi ambisi Mama saja? Aku benar-benar tak habis pikir, bagaimana jalan pikiran Mama?”Lena terdiam mendengar ucapan Gio. Dia tidak bisa membantah apa pun yang dikatakan oleh putranya itu.“Jalani hukuman Mama dengan baik. Untung saja Aster tidak benar-benar meninggal, sehingga hukuman Mama tak sampai seumur hidup,” ucap Gio lantas ber
“Farrel!”Farrel sedang berjalan menuju lobi perusahaan. Dia menghentikan langkah saat mendengar ada yang memanggil. Dia melihat Selena yang berjalan mendekat ke arahnya, membuat pria itu langsung memalingkan muka.“Rel, bisa kita bicara sebentar?” tanya Selena sambil tersenyum ke Farrel.“Apa lagi yang mau dibicarakan?” Farrel menatap tak senang karena merasa ada niat terselubung kenapa Selena menemuiny.“Kita bicara di tempat tenang, ya!” ajak Selena sambil ingin meraih tangan Farrel, tapi pria itu langsung menghindar.Farrel tersenyum mencibir mendengar ajakan Selena, hingga kemudian membalas, “Kamu sekarang mencariku, bicara dengan senyum ramah, sebenarnya karena kamu sedang bingung, kan?”Farrel melihat Selena yang hanya diam. Dia pun kembali mencibir.“Kenapa diam? Benarkan kalau kamu datang karena ada maunya? Jangan-jangan kamu ingin aku bertanggung jawab atas kehamilanmu?”Farrel langsung menebak hingga membuat Selena gelagapan. Tentu saja, dia seharusnya tahu kalau hanya dija
“Sudah lega sekarang?” tanya Alaric saat mengemudikan mobil bersama Emily.Emily sedang menyedot es coklatnya saat mendengar pertanyaan Alaric. Dia menoleh suaminya, lantas menjawab pertanyaan itu.“Belum sampai namaku dibersihkan setelah berita pelaku sebenarnya dirilis,” jawab Emily.Emily masih takut dianggap pembunuh karena polisi belum merilis nama pelaku asli serta mengklarifikasi tuduhan sebelumnya. Bahkan dia meminta Alaric yang membelikan minum karena takut dengan pandangan orang kepadanya.“Sepertinya baru besok akan dirilis beritanya, sabar sebentar lagi, ya.” Alaric menoleh sekilas ke Emily, melihat istrinya yang terus menyedot es coklat dengan tenang.Saat mobil mereka akan melintas di sebuah jembatan. Emily melihat seseorang yang seperti di kenalnya. Emily pun memperhatikan dengan seksama, sebelum tiba-tiba menepuk lengan Alaric.“Al, menepi cepat!” teriak Emily panik.Alaric melihat ada wanita yang ingin bunuh diri. Dia pun buru-buru menepikan mobil atas permintaan Emil
Emily membawa mobil Selena bersama rivalnya itu. Sepanjang perjalanan Selena hanya diam menunduk sambil memainkan jemari karena malu. Di saat dia susah, yang membantu malah orang yang selalu dimusuhinya.“Kamu sudah sangat menyakiti hatinya, karena itu dia tidak mau tanggung jawab,” ucap Emily sambil memperhatikan jalan.Selena masih menunduk karena memang yang dikatakan Emily benar.“Tapi, jika memang itu anaknya, seharusnya dia tanggung jawab. Setidaknya kasih nama dia di akta anakmu nanti, agar kamu pun tidak bingung ketika membesarkannya kelak,” ujar Emily lagi.Selena menoleh Emily yang masih menyetir. Dia benar-benar tak menyangka jika wanita yang selalu dia anggap sebagai saingan, malah memikirkan nasibnya.“Kenapa kamu masih mau membantuku, padahal aku sangat jahat kepadamu?” tanya Selena sambil menatap Emily.“Karena aku masih punya peri kemanusiaan,” jawab Emily enteng.Selena malah ingin tertawa mendengar jawaban Emily yang lucu.“Aku memang membencimu karena kesal kamu sel
“Ah, sudah. Aku tidak mau main lagi!” Emily melipat kedua tangan di depan dada, merajuk karena sejak tadi kalah main dari Alaric. “Lho, tadi katanya mau main, kenapa marah?” tanya Alaric sambil menatap istrinya. Alaric gemas dengan tingkah Emily. Istrinya mengajak main suit yang kalah terkena jitak, tapi sekarang malah merajuk. “Iya main, tapi kamu menang terus, aku kalah terus. Keningku sakit,” gerutu Emily kemudian mengusap keningnya. Alaric tertawa kecil mendengar keluhan Emily. Padahal dia tak menjitak dengan keras tapi istrinya kesakitan seperti baru jadi bahan pelampiasan. “Coba mana yang sakit, biar aku beri sedikit obat,” ucap Alaric merayu sambil menarik kedua lengan Emily. Emily jatuh ke pangkuan Alaric. Dia memandang suaminya yang ada di atasnya. “Ini yang sakit, kan?” Alaric mengusap kening Emily, lantas memberikan kecupan penuh kasih sayang. Emily memejamkan mata sambil mengedikkan bahu karena geli, lantas membuka mata lagi setelah suaminya mencium. “Ma