“Ah, sudah. Aku tidak mau main lagi!” Emily melipat kedua tangan di depan dada, merajuk karena sejak tadi kalah main dari Alaric. “Lho, tadi katanya mau main, kenapa marah?” tanya Alaric sambil menatap istrinya. Alaric gemas dengan tingkah Emily. Istrinya mengajak main suit yang kalah terkena jitak, tapi sekarang malah merajuk. “Iya main, tapi kamu menang terus, aku kalah terus. Keningku sakit,” gerutu Emily kemudian mengusap keningnya. Alaric tertawa kecil mendengar keluhan Emily. Padahal dia tak menjitak dengan keras tapi istrinya kesakitan seperti baru jadi bahan pelampiasan. “Coba mana yang sakit, biar aku beri sedikit obat,” ucap Alaric merayu sambil menarik kedua lengan Emily. Emily jatuh ke pangkuan Alaric. Dia memandang suaminya yang ada di atasnya. “Ini yang sakit, kan?” Alaric mengusap kening Emily, lantas memberikan kecupan penuh kasih sayang. Emily memejamkan mata sambil mengedikkan bahu karena geli, lantas membuka mata lagi setelah suaminya mencium. “Ma
“Gio memilih melepas jabatannya. Dia bilang ingin pergi ke tempat di mana orang bisa menerimanya.”Semua orang terdiam mendengar ucapan Bobby. Emily langsung menoleh Alaric saat suaminya itu tak merespon ucapan sang kakek.Bobby menghela napas kasar, lantas memandang Alaric yang sedang menyuapkan makanan ke mulut.“Mulai besok, kamu pegang sementara jabatannya sampai kita mendapatkan orang yang tepat untuk mengelola perusahaan itu,” ucap Bobby memberi perintah.Alaric menoleh sang kakek, tanpa banyak kata dia hanya mengiakan perintah itu.Mia menatap Alaric yang tak banyak merespon, lantas menoleh ke Bobby yang baru saja selesai bicara.Selepas makan siang. Mia menemui Bobby di ruang kerja.“Apa Papa yang minta Gio pergi?” tanya Mia.Bobby menatap Mia yang baru saja datang. Dia menarik napas panjang lantas mengembuskan kasar.“Dia pergi karena keinginannya sendiri,” jawab Bobby.Mia pun diam. Dia sebenarnya tak terlalu membenci, hanya saja memang sakit hati akibat perbuatan Lena membua
“Akhrinya Farrel mau menikahi Selena, meski entah nanti bagaimana jadinya, tapi yang terpenting keluarga Selena tak malu dan mau menerimanya. Juga agar anaknya bisa dapat nama ayahnya,” ucap Emily lantas bernapas lega.Alaric menatap Emily yang baru saja selesai bicara. Dia memandang wajah sang istri yang begitu teduh dan menenangkan saat ditatap.“Orang tuamu pasti sangat bangga punya putri sepertimu,” ucap Alaric sambil menatap penuh kekaguman.“Oh jelas.” Emily langsung penuh bangga mengiakan ucapan suaminya.Emily menoleh Alaric sambil tersenyum sombong.“Kalau tidak bangga, mereka takkan menyayangiku seperti ini. Mereka selalu mengajarku banyak kebaikan, karena itu aku dikenal sangat baik,” ucap Emily memuji diri sendiri hanya untuk candaan.Alaric tertawa kecil mendengar ucapan Emily. Dia lantas meraih kepala istrinya dan mendaratkan sebuah kecupan di kening Emily.“Sepertinya hukuman Bibi akan semakin berat,” ucap Alaric tiba-tiba.Emily terkejut sampai menegakkan badan mendeng
“Akhirnya aku bertemu denganmu, aku sangat merindukanmu.”Wanita itu memeluk erat Alaric seolah tak bisa dilepas.Emily sangat terkejut melihat wanita itu tiba-tiba memeluk suaminya. Dia meraih lengan wanita itu, lantas menarik kasar untuk menjauhkan dari Alaric.“Siapa kamu, hah! Berani-beraninya memeluk suamiku!” Emily langsung mengamuk.Wanita itu sangat terkejut karena ditarik paksa, hingga melihat Emily yang berdiri di depan Alaric.Alaric sendiri terlihat terkejut dengan kemunculan wanita itu, bahkan dia sampai tak bisa berkata-kata.Wanita itu menatap Emily yang berdiri dengan wajah garang, lantas menatap Alaric yang hanya diam memandangnya.“Al, kamu sudah menikah?” tanya wanita itu seolah tak percaya.Emily langsung menoleh suaminya, tatapan matanya seolah meminta penjelasan siapa wanita yang berani memeluk sembarangan.“Kita pergi!” ajak Alaric sambil menggenggam telapak tangan Emily.Alaric tak memberi penjelasan. Dia memilih mengajak pergi Emily seolah menghindar dari wani
Alaric masih memeluk Emily, mencoba menenangkan meski istrinya terus memberontak.Emily tak menangis, hanya kesal karena Alaric seperti tak keberatan ketika wanita tadi memeluk erat.“Sumpah demi Tuhan, Emi. Aku tidak pernah menyesal dia meninggalkanku. Aku juga tak pernah berpikir untuk menantinya kembali, apalagi berharap dia menemuiku. Sungguh, aku benar-benar syok saat dia datang dan langsung memeluk.”“Syok? Tapi kamu suka, kan!” Emily tetap sinis karena kejadian tadi.“Astaga, Emi.”Alaric sepertinya harus berusaha lebih keras agar bisa membujuk istrinya yang merajuk.“Sudahlah, Al.”Emily melepas paksa kedua tangan Alaric, kemudian menatap suaminya yang terkejut karena amarahnya.“Emi, jangan gini, ya. Aku berani bersumpah, bahkan mengingatnya saja tidak pernah. Apa kamu mau hubungan kita renggang hanya kedatangannya yang tak tahu tujuannya apa? Aku minta maaf jika tadi reaksiku hanya diam, aku benar-benar terkejut,” ucap Alaric mencoba menjelaskan lagi.Emily mencoba mengatur
“Anya tadi menemuiku.” Alaric langsung menatap Billy yang baru saja bicara. “Dia juga sudah menemuimu, kan?” tanya Billy sambil memandang Alaric yang terkejut. Alaric tak langsung membalas, dia terlihat mengembuskan napas kasar. “Dia tiba-tiba muncul saat aku sedang bersama Emi. Parahnya dia memelukku begitu saja, membuat Emi marah besar.” Tentu saja Alaric frustasi karena sempat bertengkar dengan Emily. Billy sangat terkejut sampai melotot mendengar ucapan Alaric. “Lebih baik kamu hindari dia, atau rumah tanggamu berantakan,” ucap Billy memperingatkan. “Aku tahu kamu dulu sangat mencintainya, hampir gila mencarinya yang tiba-tiba pergi. Tapi ingat, sekarang sudah ada Emi yang jadi istrimu, kuharap kamu benar-benar sudah membuang perasaanmu untuk Anya,” ujar Billy lagi karena tak ingin temannya itu terjebak dengan masa lalu. “Aku tahu,” balas Alaric melihat kecemasan dalam tatapan mata Billy. Billy melihat Alaric yang terlihat bingung. Dia mencondongnya tubuh ke arah sahabat
“Tumben kamu tidak pulang sama suamimu. Apa dia sedang sibuk?” tanya Aruna ketika melihat putrinya itu datang bersama Ansel.Emily memilih tak menjawab pertanyaan sang mama. Dia meletakkan tas di sofa lantas duduk dengan kasar sambil mendesau.Aruna mengerutkan alis, tumben putrinya tidak antusias membalas saat membahas soal Alaric.“Kenapa? Kalian bertengkar?” tanya Aruna lantas duduk di samping putrinya itu.“Tidak,” jawab Emily menoleh sekilas ke Aruna, lantas kembali menatap langit-langit ruangan itu.“Terus, kenapa ga jawab pertanyaan mami? Tumben kamu ga datang barengan sama Alaric?” tanya Aruna lagi karena sikap Emily yang aneh.“Oh, iya dia sibuk. Terus aku pengen ke sini juga, jadi aku minta pulang bareng Papi aja, biar dia nyusul kalau mau,” jawab Emily sambil meluruskan kaki.“Jawabanmu aneh, fix mami yakin kalau kalian sedang bertengkar,” balas Aruna.Emily hanya menoleh ke sang mami, tapi tak membalas perkataan ibunya itu.Beberapa saat kemudian, Alaric datang ke rumah me
Alaric mengurai pelukan, lantas sedikit menarik lengan Emily agar berbaring menghadap ke arahnya. Dia melihat mata istrinya merah, membuatnya sedikit menunduk lantas mendaratkan kecupan di kedua kelopak mata Emily. “Iya, aku janji akan mengikuti apa yang kamu katakan. Aku benar-benar tak bisa melihatmu marah seperti ini, Emi. Dia hanya masa lalu, aku tidak akan pernah menganggapnya karena bagiku sekarang, kamu yang utama,” ucap Alaric sekali lagi membujuk. “Jangan berkata manis-manis, aku tidak suka karena itu hanya sebuah bualan!” Emily agak aneh suaminya membujuk dengan lembut, tapi dalam hatinya juga senang karena Alaric berusaha membujuknya. “Iya, aku melakukan ini hanya kepadamu dan karenamu agar tak marah. Jika ke orang lain, aku tidak akan bicara yang manis-manis,” balas Alaric untuk menyenangkan hati Emily. Emily menahan senyum, bahkan sampai mengulum bibir. “Sudah tidak marah, kan?” tanya Alaric memastikan. Emily menggelengkan kepala menjawab pertanyaan Alaric, Emily s