“Anya tadi menemuiku.” Alaric langsung menatap Billy yang baru saja bicara. “Dia juga sudah menemuimu, kan?” tanya Billy sambil memandang Alaric yang terkejut. Alaric tak langsung membalas, dia terlihat mengembuskan napas kasar. “Dia tiba-tiba muncul saat aku sedang bersama Emi. Parahnya dia memelukku begitu saja, membuat Emi marah besar.” Tentu saja Alaric frustasi karena sempat bertengkar dengan Emily. Billy sangat terkejut sampai melotot mendengar ucapan Alaric. “Lebih baik kamu hindari dia, atau rumah tanggamu berantakan,” ucap Billy memperingatkan. “Aku tahu kamu dulu sangat mencintainya, hampir gila mencarinya yang tiba-tiba pergi. Tapi ingat, sekarang sudah ada Emi yang jadi istrimu, kuharap kamu benar-benar sudah membuang perasaanmu untuk Anya,” ujar Billy lagi karena tak ingin temannya itu terjebak dengan masa lalu. “Aku tahu,” balas Alaric melihat kecemasan dalam tatapan mata Billy. Billy melihat Alaric yang terlihat bingung. Dia mencondongnya tubuh ke arah sahabat
“Tumben kamu tidak pulang sama suamimu. Apa dia sedang sibuk?” tanya Aruna ketika melihat putrinya itu datang bersama Ansel.Emily memilih tak menjawab pertanyaan sang mama. Dia meletakkan tas di sofa lantas duduk dengan kasar sambil mendesau.Aruna mengerutkan alis, tumben putrinya tidak antusias membalas saat membahas soal Alaric.“Kenapa? Kalian bertengkar?” tanya Aruna lantas duduk di samping putrinya itu.“Tidak,” jawab Emily menoleh sekilas ke Aruna, lantas kembali menatap langit-langit ruangan itu.“Terus, kenapa ga jawab pertanyaan mami? Tumben kamu ga datang barengan sama Alaric?” tanya Aruna lagi karena sikap Emily yang aneh.“Oh, iya dia sibuk. Terus aku pengen ke sini juga, jadi aku minta pulang bareng Papi aja, biar dia nyusul kalau mau,” jawab Emily sambil meluruskan kaki.“Jawabanmu aneh, fix mami yakin kalau kalian sedang bertengkar,” balas Aruna.Emily hanya menoleh ke sang mami, tapi tak membalas perkataan ibunya itu.Beberapa saat kemudian, Alaric datang ke rumah me
Alaric mengurai pelukan, lantas sedikit menarik lengan Emily agar berbaring menghadap ke arahnya. Dia melihat mata istrinya merah, membuatnya sedikit menunduk lantas mendaratkan kecupan di kedua kelopak mata Emily. “Iya, aku janji akan mengikuti apa yang kamu katakan. Aku benar-benar tak bisa melihatmu marah seperti ini, Emi. Dia hanya masa lalu, aku tidak akan pernah menganggapnya karena bagiku sekarang, kamu yang utama,” ucap Alaric sekali lagi membujuk. “Jangan berkata manis-manis, aku tidak suka karena itu hanya sebuah bualan!” Emily agak aneh suaminya membujuk dengan lembut, tapi dalam hatinya juga senang karena Alaric berusaha membujuknya. “Iya, aku melakukan ini hanya kepadamu dan karenamu agar tak marah. Jika ke orang lain, aku tidak akan bicara yang manis-manis,” balas Alaric untuk menyenangkan hati Emily. Emily menahan senyum, bahkan sampai mengulum bibir. “Sudah tidak marah, kan?” tanya Alaric memastikan. Emily menggelengkan kepala menjawab pertanyaan Alaric, Emily s
“Saya sudah mengatur ulang jadwal Anda. Siang hari setelah makan siang saya kosongkan seperti biasa sesuai instruksi Anda,” ucap Niko sambil membaca daftar kegiatan Alaric yang sudah disusunnya.Alaric memang meminta Niko untuk mengosongkan jadwal setelah makan siang agar dirinya bisa lebih lama bersama Emily saat jam makan siang.Ketika mereka keluar dari lobi karena ingin pergi menemui klien. Alaric terkejut saat melihat siapa yang berdiri di lobi menunggunya. Dia sampai menghentikan langkah, ingin berbalik arah tapi sepertinya terlambat.Anya menunggu Alaric di lobi. Wanita itu tersenyum saat melihat Alaric keluar dari lift.“Al.” Anya berjalan cepat menghampiri Alaric.Alaric tak bisa menghindar, tapi terlihat seperti bersiaga untuk menjaga jarak.Anya menyapa Niko yang berdiri di samping Alaric, sedangkan Niko melirik Alaric yang terlihat waspada.“Ada apa menemuiku?” tanya Alaric dengan tatapan dingin.Anya cukup terkejut mendengar pertanyaan Alaric, apalagi tatapan pria itu ber
Alaric baru saja dari ruang kerjanya. Dia masuk kamar untuk istirahat hingga melihat istrinya masih belum tidur.Dia melihat Emily yang berbaring miring sambil menyangga kepala sedang menatap ke arahnya.“Kenapa belum tidur?” tanya Alaric sambil mendekat ke ranjang.“Aku menunggumu,” jawab Emily lantas menyingkirkan tangan dari kepala, membuatnya kini berbaring dengan masih terus menatap Alaric.Alaric agak tak nyaman dengan tatapan Emily yang berbeda. Dia sampai berpikir-pikir apakah punya kesalahan karena takut jika sampai membuat istrinya marah lagi.“Ada yang ingin kamu bicarakan?” tanya Alaric saat sudah duduk di ranjang sambil menatap Emily.Emily menatap suaminya sambil tersenyum tipis. Seperti kata Claudia, dia harus melupakan kekesalannya lalu membuat hubungan mereka semakin intim.“Ada apa, Emi?” tanya Alaric lagi karena Emily belum menjawab.Tiba-tiba saja Alaric takut dan cemas jika Emily hanya diam karena sebenarnya sedang marah. Dia cemas jika Emily tahu soal kedatangan A
Hari berikutnya. Emily pergi bersama Alaric ke pesta yang diadakan salah satu rekan kerja Alaric. Ternyata pesta itu diadakan di sebuah villa, karena itu Emily dan Alaric pergi dari rumah lebih awal agar tak terlambat ke pesta.“Pantas kamu mengajakku, ternyata pestanya di villa,” ucap Emily saat mereka sudah sampai di villa.Di sana sudah banyak mobil yang terpakir, bahkan villa mewah itu tampak terang benderang.“Karena kamu istriku, tidak mungkin aku mengajak sekretarisku,” balas Alaric dengan nada candaan.Emily hanya tersenyum mendengar balasan Alaric. Mereka pun turun dari mobil, lantas berjalan ke samping villa tempat pesta diadakan.Emily tampak cantik dengan gaun hitam berenda di bagian dada hingga lengan. Dia merangkul lengan suaminya saat diajak menemui pemilik pesta itu.“Akhirnya kamu datang,” ucap rekan bisnis Alaric terlihat senang hingga langsung menyapa.“Selamat atas hari pernikahan kalian,” ucap Alaric lantas menoleh Emily.Emily baru ingat dengan kado yang dibawa.
“Akhirnya kamu datang. Aku pikir kamu tidak bisa datang.”Emily memperhatikan wanita yang sedang disapa pemilik pesta. Dia terlihat kesal karena jelas wanita itu tak diharapkan kedatangannya.Anya datang mewakili keluarganya, hingga tatapannya tertuju ke Emily yang duduk di sofa, lantas menoleh ke arah lain dan melihat Alaric di sana.“Ayo duduk bersama kami!” ajak wanita pemilik pesta.Anya mengangguk sambil tersenyum. Saat akan berjalan menuju orang-orang berkumpul, dia melihat Emily yang tiba-tiba saja berdiri, semua orang yang ada di sana pun terkejut.“Kamu mau ke mana?” tanya pemilik pesta.Emily melirik ke Anya dengan tatapan tak senang, lantas menoleh istri rekan bisnis suaminya sambil memulas senyum.“Aku mau ke toilet sebentar,” jawab Emily.Emily berjalan melewati Anya, hingga wanita itu melirik ke arahnya.“Aku permisi bentar,” ucap Anya lantas pergi menyusul ke mana Emily pergi.Emily berjalan menuju tempat Alaric berada, tapi siapa sangka Anya memanggilnya.“Maaf, permis
[Aku melihat pacarmu selingkuh dan mereka sedang berada di klub malam saat ini. Kumohon kali ini percaya padaku, Emi. Aku akan mengirim bukti fotonya kalau kamu tidak percaya.] Pesan yang dikirimkan sahabatnya benar-benar membuat Emily murka. Ia tak menyangka jika kekasih yang hendak dinikahinya ternyata berselingkuh di belakangnya. Lebih parahnya lagi, pria itu berselingkuh dengan rival Emily saat kuliah. Pesan itulah yang membuatnya sekarang berada di depan pintu ruang pribadi klub malam, malam ini. Emily mengepalkan kedua tangan di samping tubuhnya saat menatap pintu di depannya. Mereka terang-terangan bercumbu meskipun pintu ini terbuat dari kaca. Dua manusia itu benar-benar tidak peduli dengan sekelilingnya. Berengsek. Baru Emily ingin melabrak dua manusia itu, Emily sayup-sayup mendengar pria berengsek itu berkata, “Tenang saja, ketimbang Emi yang sok suci bahkan berciuman saja masih berpikir sepuluh kali, aku lebih memilihmu yang bisa menyenangkanku. Lagian, aku menjalin