Wajah Ruisha memerah dan dia merasa tidak nyaman. "Pak Brandon, kenapa bisa ada di sini?""Aku dengar ada yang minta bantuan kepada pegawaiku."Brandon tersenyum, lalu melanjutkan, "Aku ingin lihat, pegawai mana yang begitu berani melakukan tugas nggak sesuai prosedur."Itu hanya masalah satu panggilan telepon, tetapi tidak semua orang memiliki keberanian untuk melakukannya.Dua perusahaan bekerja sama tentu saja melibatkan semua aspek. Yang berani melakukan ini belum tentu terpikirkan cara seperti ini. Sementara yang tidak terpikirkan cara ini tentu saja tidak akan berani melakukannya."Nggak disangka kalau orang itu adalah Evano."Brandon mendekat dua langkah dan menatapnya. "Berapa banyak kejutan yang akan diberikan Evano padaku?"Suasana di sini agak gelap, Ruisha tidak bisa melihat mata Brandon, jadi dia sedikit tidak nyaman.Mundur dua langkah, dia masih bisa mencium aroma parfum yang kuat, tetapi tidak menyengat dari tubuh laki-laki itu. Aromanya begitu mengganggu seperti laki-l
Brandon memang orang yang penyayang. Melihat Ruisha seperti ini, dia jadi makin tidak tega."Anzelo, kamu galak sekali. Evano sudah bekerja keras sampai selarut ini, tapi kamu bahkan nggak mau mentraktirnya makan malam?"Dia dengan santainya menabrak bahu Anzelo. "Lihatlah lengan dan kaki kurus Evano. Dia bahkan masih bantu-bantu pindahin barang. Kasihan sekali."Dia memindahkan barang?Tatapan Anzelo jatuh pada tubuh Ruisha. Baru kemudian dia menyadari bahwa pakaiannya juga kotor dan rambutnya basah oleh keringat.Ruisha menundukkan kepalanya dan berdoa di dalam hatinya.Cepat menolak cepat menolak.Dua laki-laki ini, yang satu lebih berbahaya dari yang lain. Dia benar-benar tidak ingin pergi makan malam dengan mereka.Suara dingin yang menyenangkan dari laki-laki itu terdengar, "Ayo pergi."Jantung Ruisha berdegup kencang. Dia berdiri diam dan mencoba untuk menolak.Dengan mata dingin menyapu ke arah Ruisha, Anzelo bertanya, "Mau aku siapkan kursi khusus baru kamu mau gerak?"Mana mu
Setelah makan malam, Ruisha mencoba untuk pergi, tetapi dia gagal. Dia ditahan oleh Brandon yang menyodorkan mikrofon dengan paksa kepadanya."Ayo, nyanyi satu lagu."Brandon memegang pundak gadis seksi. "Evano, kamu nggak akan menolak, 'kan?""Mas Evano, ayo nyanyi."Gadis-gadis lain membujuk, "Mas Evano punya suara bagus, pasti kalau nyanyi juga bagus."Ruisha menangkupkan mikrofon, matanya tanpa sadar melihat ke arah tengah.Jari-jari bertulang itu tengah memegang gelas anggur. Separuh wajah laki-laki itu tersembunyi dalam kegelapan dan dia tidak mengucapkan sepatah kata pun.Dalam suasana yang begitu hidup dan vulgar, dia masih tetap mulia dan dingin, bahkan udara di sekelilingnya tampak jauh lebih tenang.Hati Ruisha berdebar-debar."Kenapa lihat Pak Anzelo terus?"Brandon bertanya sambil tersenyum, "Cuma nyanyi saja. Anzelo, nggak mungkin kamu nggak kasih izin, 'kan?"Anzelo mengangkat matanya dengan dingin. "Apa dia nggak punya otak, sampai nggak bisa ngambil keputusan sendiri?"
Dengan rasa sakit di hatinya, Ruisha menjawab dengan bibir bergetar, "Saya ... saya nggak begitu."Kenapa Anzelo mengatakan hal seperti itu?"Nggak begitu?" Anzelo mencibir, "Aku melihat Evano tersenyum lebih banyak dari siapa pun malam ini.""Nggak, kok."Ruisha merasa sangat sedih.Wajahnya memucat dan matanya yang berkaca-kaca terlihat lebih cantik dari langit berbintang.Anzelo tiba-tiba menangkup wajahnya dan menunduk untuk menciumnya.Ponsel jatuh dan senter tertutup lantai, hanya menyisakan kegelapan.Mata Ruisha membelalak saat melihat wajah Anzelo di depannya.Bulu mata yang tebal seperti kupu-kupu hitam bertengger diam di wajah yang bagaikan karya seni itu. Aroma kelelakian yang bergulir, invasi yang kuat, membuat giginya sedikit terbuka.Orang yang tinggi dan dingin diselimuti oleh keinginan duniawi, berubah menjadi penampilan yang asing, tetapi terasa begitu familier.Yang mana yang merupakan dia yang sebenarnya?Kata-kata Clara terus terulang di benak Ruisha dan ada rasa s
Aura Anzelo begitu mengerikan dan dingin, matanya terpejam dalam perenungan.Mobil berderit tajam dan berhenti secara tiba-tiba, membuat tubuh Anzelo terentak ke depan.Anzelo membuka matanya. "Apa yang terjadi?""Ada yang tiba-tiba menyeberang jalan."Sopir menyeka keringat dingin di dahinya dan berkata dengan hati-hati.Gadis itu mungkin juga terkejut, duduk berlutut di depan mobil. Rambutnya yang panjang menutupi pipinya dan dia masih diam tak bergerak."Coba periksa."Sopir itu mengiakan, lalu menoleh ke belakang dan berkata dengan ragu, "Pak ... Pak Anzelo, sepertinya itu ... Nona Clara."Clara?Anzelo turun dari mobil. Gadis yang berjongkok di bawah mendongak pelan, lalu memanggilnya dengan nada menyedihkan, "Anzelo ....""Kenapa kamu di sini?""Aku pulang terlambat dari kantor dan ponselku mati. Jadi, aku niatnya mau menginap di rumah temanku."Clara melanjutkan, "Dia nggak di rumah, jadi aku tunggu dia di luar begini. Nggak disangka malah ketemu kamu."Alis Anzelo berkerut saat
Anzelo tidak bergerak, seperti tertidur.Dengan sedikit lebih berani, Clara duduk berlutut di kursi belakang, membungkuk di atasnya dengan tubuh yang begitu lentur.Perlahan-lahan, dia menekan bibirnya ke bibir tipis Anzelo.Jantungnya berdegup kencang seperti guntur, begitu bersemangat sehingga setiap inci di tubuhnya bergetar.Saat dia akan mencium, laki-laki itu tiba-tiba membuka matanya, berkata tegas dan sadar, "Ada yang salah."Tangan besar itu menggenggam pergelangan tangan Clara yang tidak mau diam, seolah-olah ingin meremukkan tulang-tulangnya."Sakit ...."Clara sangat terkejut dan hampir berteriak ketakutan.Dengan gemetar, dia bertanya, "Anzelo, ada apa?""Bau yang ada di tubuhmu, kenapa seperti ini?"Mengernyit jijik, Anzelo mendorongnya menjauh. "Di mana parfum yang kamu pakai kemarin?"Dengan alis terangkat, Clara berkata dengan sikap acuh, "Saat pergi kencan buta, aku minta parfum sama temanku. Apa kamu suka aromanya? Kalau kamu suka, aku akan beli sama yang seperti pun
Kebetulan, mobil sampai di depan kediaman Keluarga Kamandjana.Anzelo keluar dari mobil dengan wajah dingin, tidak menoleh bahkan setelah Clara memanggilnya beberapa kali.Clara memukul-mukul kursi dengan marah.Anzelo itu laki-laki atau bukan?Dia begitu cantik dan menawan, serta memiliki tubuh yang bagus, tetapi dia bahkan tidak tertarik?Kemungkinan hanya ada dua, Anzelo tidak mampu melakukannya atau dia seorang biksu.Dia tidak percaya bahwa di dunia ini benar-benar ada seorang laki-laki yang bisa melarikan diri dari cengkeramannya.*Clara tahu bahwa Keluarga Kamandjana kaya, tetapi dia tidak menyangka mereka akan sekaya ini.Melihat kediaman Keluarga Kamandjana yang menunjukkan kemewahan dalam segala hal dengan cara yang sederhana, matanya langsung terbelalak.Rumah ini bahkan memiliki tempat gym khusus dan taman yang mempertontonkan pemandangan langit.Jika bukan karena kepala pelayan yang berada di sampingnya, dia pasti akan langsung mengeluarkan ponselnya untuk mengambil ribua
Menyemprotkan parfum ke lehernya, Clara menatap dirinya di cermin dengan puas.Setelah satu jam merias wajahnya dengan hati-hati, dia terlihat lebih cantik dan memiliki wajah mungil. Penampilan ini benar-benar sesuai dengan harga mahal yang dia keluarkan.Pelayan mengantarkan piyama dan Clara memilih dua potong dengan bahan sutra.Tali pengikat di bagian luarnya longgar, samar-samar memperlihatkan lekuk tubuh yang dibalut renda di dalamnya.Tubuhnya bergoyang dan dia naik ke lantai atas dengan penuh percaya diri.Pelayan yang habis selesai berbenah pun sangat terkejut saat melihat ini. "Nona Clara, apa ada yang bisa saya bantu?"Clara mengangkat dagunya. "Aku mencari Anzelo."Ada tiga waktu ketika pertahanan seorang laki-laki berada pada titik terendah. Setelah minum, larut malam dan pagi hari saat baru bangun tidur.Dia tidak percaya bahwa dia tidak bisa mendapatkan Anzelo.Clara sangat percaya diri dan pikirannya dipenuhi dengan betapa luar biasanya dia setelah dia dan Anzelo benar-b