Setelah makan malam, Ruisha mencoba untuk pergi, tetapi dia gagal. Dia ditahan oleh Brandon yang menyodorkan mikrofon dengan paksa kepadanya."Ayo, nyanyi satu lagu."Brandon memegang pundak gadis seksi. "Evano, kamu nggak akan menolak, 'kan?""Mas Evano, ayo nyanyi."Gadis-gadis lain membujuk, "Mas Evano punya suara bagus, pasti kalau nyanyi juga bagus."Ruisha menangkupkan mikrofon, matanya tanpa sadar melihat ke arah tengah.Jari-jari bertulang itu tengah memegang gelas anggur. Separuh wajah laki-laki itu tersembunyi dalam kegelapan dan dia tidak mengucapkan sepatah kata pun.Dalam suasana yang begitu hidup dan vulgar, dia masih tetap mulia dan dingin, bahkan udara di sekelilingnya tampak jauh lebih tenang.Hati Ruisha berdebar-debar."Kenapa lihat Pak Anzelo terus?"Brandon bertanya sambil tersenyum, "Cuma nyanyi saja. Anzelo, nggak mungkin kamu nggak kasih izin, 'kan?"Anzelo mengangkat matanya dengan dingin. "Apa dia nggak punya otak, sampai nggak bisa ngambil keputusan sendiri?"
Dengan rasa sakit di hatinya, Ruisha menjawab dengan bibir bergetar, "Saya ... saya nggak begitu."Kenapa Anzelo mengatakan hal seperti itu?"Nggak begitu?" Anzelo mencibir, "Aku melihat Evano tersenyum lebih banyak dari siapa pun malam ini.""Nggak, kok."Ruisha merasa sangat sedih.Wajahnya memucat dan matanya yang berkaca-kaca terlihat lebih cantik dari langit berbintang.Anzelo tiba-tiba menangkup wajahnya dan menunduk untuk menciumnya.Ponsel jatuh dan senter tertutup lantai, hanya menyisakan kegelapan.Mata Ruisha membelalak saat melihat wajah Anzelo di depannya.Bulu mata yang tebal seperti kupu-kupu hitam bertengger diam di wajah yang bagaikan karya seni itu. Aroma kelelakian yang bergulir, invasi yang kuat, membuat giginya sedikit terbuka.Orang yang tinggi dan dingin diselimuti oleh keinginan duniawi, berubah menjadi penampilan yang asing, tetapi terasa begitu familier.Yang mana yang merupakan dia yang sebenarnya?Kata-kata Clara terus terulang di benak Ruisha dan ada rasa s
Aura Anzelo begitu mengerikan dan dingin, matanya terpejam dalam perenungan.Mobil berderit tajam dan berhenti secara tiba-tiba, membuat tubuh Anzelo terentak ke depan.Anzelo membuka matanya. "Apa yang terjadi?""Ada yang tiba-tiba menyeberang jalan."Sopir menyeka keringat dingin di dahinya dan berkata dengan hati-hati.Gadis itu mungkin juga terkejut, duduk berlutut di depan mobil. Rambutnya yang panjang menutupi pipinya dan dia masih diam tak bergerak."Coba periksa."Sopir itu mengiakan, lalu menoleh ke belakang dan berkata dengan ragu, "Pak ... Pak Anzelo, sepertinya itu ... Nona Clara."Clara?Anzelo turun dari mobil. Gadis yang berjongkok di bawah mendongak pelan, lalu memanggilnya dengan nada menyedihkan, "Anzelo ....""Kenapa kamu di sini?""Aku pulang terlambat dari kantor dan ponselku mati. Jadi, aku niatnya mau menginap di rumah temanku."Clara melanjutkan, "Dia nggak di rumah, jadi aku tunggu dia di luar begini. Nggak disangka malah ketemu kamu."Alis Anzelo berkerut saat
Anzelo tidak bergerak, seperti tertidur.Dengan sedikit lebih berani, Clara duduk berlutut di kursi belakang, membungkuk di atasnya dengan tubuh yang begitu lentur.Perlahan-lahan, dia menekan bibirnya ke bibir tipis Anzelo.Jantungnya berdegup kencang seperti guntur, begitu bersemangat sehingga setiap inci di tubuhnya bergetar.Saat dia akan mencium, laki-laki itu tiba-tiba membuka matanya, berkata tegas dan sadar, "Ada yang salah."Tangan besar itu menggenggam pergelangan tangan Clara yang tidak mau diam, seolah-olah ingin meremukkan tulang-tulangnya."Sakit ...."Clara sangat terkejut dan hampir berteriak ketakutan.Dengan gemetar, dia bertanya, "Anzelo, ada apa?""Bau yang ada di tubuhmu, kenapa seperti ini?"Mengernyit jijik, Anzelo mendorongnya menjauh. "Di mana parfum yang kamu pakai kemarin?"Dengan alis terangkat, Clara berkata dengan sikap acuh, "Saat pergi kencan buta, aku minta parfum sama temanku. Apa kamu suka aromanya? Kalau kamu suka, aku akan beli sama yang seperti pun
Kebetulan, mobil sampai di depan kediaman Keluarga Kamandjana.Anzelo keluar dari mobil dengan wajah dingin, tidak menoleh bahkan setelah Clara memanggilnya beberapa kali.Clara memukul-mukul kursi dengan marah.Anzelo itu laki-laki atau bukan?Dia begitu cantik dan menawan, serta memiliki tubuh yang bagus, tetapi dia bahkan tidak tertarik?Kemungkinan hanya ada dua, Anzelo tidak mampu melakukannya atau dia seorang biksu.Dia tidak percaya bahwa di dunia ini benar-benar ada seorang laki-laki yang bisa melarikan diri dari cengkeramannya.*Clara tahu bahwa Keluarga Kamandjana kaya, tetapi dia tidak menyangka mereka akan sekaya ini.Melihat kediaman Keluarga Kamandjana yang menunjukkan kemewahan dalam segala hal dengan cara yang sederhana, matanya langsung terbelalak.Rumah ini bahkan memiliki tempat gym khusus dan taman yang mempertontonkan pemandangan langit.Jika bukan karena kepala pelayan yang berada di sampingnya, dia pasti akan langsung mengeluarkan ponselnya untuk mengambil ribua
Menyemprotkan parfum ke lehernya, Clara menatap dirinya di cermin dengan puas.Setelah satu jam merias wajahnya dengan hati-hati, dia terlihat lebih cantik dan memiliki wajah mungil. Penampilan ini benar-benar sesuai dengan harga mahal yang dia keluarkan.Pelayan mengantarkan piyama dan Clara memilih dua potong dengan bahan sutra.Tali pengikat di bagian luarnya longgar, samar-samar memperlihatkan lekuk tubuh yang dibalut renda di dalamnya.Tubuhnya bergoyang dan dia naik ke lantai atas dengan penuh percaya diri.Pelayan yang habis selesai berbenah pun sangat terkejut saat melihat ini. "Nona Clara, apa ada yang bisa saya bantu?"Clara mengangkat dagunya. "Aku mencari Anzelo."Ada tiga waktu ketika pertahanan seorang laki-laki berada pada titik terendah. Setelah minum, larut malam dan pagi hari saat baru bangun tidur.Dia tidak percaya bahwa dia tidak bisa mendapatkan Anzelo.Clara sangat percaya diri dan pikirannya dipenuhi dengan betapa luar biasanya dia setelah dia dan Anzelo benar-b
Siapa pun yang punya mata pasti bisa menyadari kalau dia sedang bernafsu.Mata yang dalam berfluktuasi saat Anzelo menatapnya dan berdehem pelan.Aroma makanan sepertinya membuat rasa jijiknya sedikit berkurang.Clara makin berani dan mendekat, berniat untuk menciumnya. "Anzelo, kamu sangat baik padaku. Sebelumnya, nggak ada yang pernah sebaik ini padaku ...."Clara menutup matanya. Begitu ciumannya mendarat, ekspresinya langsung membeku.Benda yang disentuh bibirnya terasa halus, keras dan sedikit dingin.Telapak tangan besar laki-laki itu menangkup segelas air untuk menghalangi di depannya.Ternyata Clara mencium permukaan gelas.Clara merasa malu."Sudah kubilang, jangan lakukan hal yang nggak perlu."Anzelo menatapnya dengan tatapan dingin. "Menjauhlah dariku."Ekspresi wajahnya dingin. Saat menatap Clara, ekspresinya tidak seperti tengah menatap seorang perempuan yang hidup dan bernapas. Dia seperti tengah menatap benda mati.Tatapan yang melihat semuanya bahkan lebih menakutkan d
"Plaakk!"Anzelo tanpa sadar mendorong Clara menjauh, kepanikan yang sangat jelas terlihat di wajahnya yang selalu terlihat tenang itu."Tunggu!"Dia langsung menyela, "Minta dia tunggu dulu."Terdorong hingga jatuh ke lantai, Clara merasakan sakit yang menusuk pada tulang ekornya, hingga air matanya menetes.Kali ini bukan pura-pura, tetapi memang benar-benar sakit."Kenapa diam saja?"Tanpa sedikit pun rasa khawatir, Anzelo merendahkan suaranya dan berkata dengan panik, "Cepat sembunyi!"Clara menatapnya dengan tidak percaya. "Anzelo, aku, aku terjatuh ....""Kalau begitu, bangunlah dan pergi ke kamarmu!"Wajah Anzelo terlihat tidak peduli, bahkan terkesan tidak sabar. "Cepat!"Sikapnya seperti orang yang takut tertangkap basah oleh istrinya karena melakukan perzinahan.Apa yang membuat Ruisha berada di posisi itu?Jika Clara tidak memberinya kesempatan untuk menggantikannya pergi ke kencan buta itu, Ruisha hanya akan menjadi orang ketiga yang tidak seharusnya ada di antara mereka.K