Share

Dari Kuli Bangunan, Menjadi Pengusaha Kaya
Dari Kuli Bangunan, Menjadi Pengusaha Kaya
Author: Irfan

Bab - 01. pedas nya omongan tetangga

Terdengar jelas di telinga Bowo, saat ia tidak sengaja menguping pembicaraan tetangganya yang sedang membicarakan dirinya dan keluarganya tersebut.

"Itu loh Bu, keluarganya Bu Mini, hari gini masih aja ngutang di warung, apa gak malu ya ngutang belanjaan Mulu" ucap salah satu dari segerombolan ibu-ibu itu.

"Iya bener Bu, tadi pagi aja saya dengar cerita dari ibu warung, katanya Bu Mini itu udah sering banget ngutang, dan hutang nya pun sudah numpuk di warung katanya" Sahut salah satu ibu-ibu yang lainnya.

"Ya maklum lah, namanya juga orang miskin Bu Bu, sudah pasti hutangnya banyak, kalau tidak berhutang belanjaan, mana mungkin bisa makan mereka, apa lagi anaknya Bu mini itu, kerjaannya gitu-gitu aja, udah gitu jarang kerja pula, gimana mau ada uang coba, ya kan!"

Mendengar akan obrolan tersebut, Bowo pun menghela nafas panjang.

"Ya Allah, berikanlah kesabaran kepada hamba mu ini, astagfirulahal adzim" gumam Bowo dalam hati, yang lalu ia melanjutkan perjalanan untuk menuju pulang ke rumahnya.

Setibanya Bowo di rumah, ia pun langsung berbaring di atas tempat tidurnya.

Bowo berusaha melupakan tentang apa yang baru saja ia dengar, namun hal itu cukup sulit baginya, karena semua pembicaraan yang ia dengar dari tetangganya itu seakan-akan terus menjerit di telinganya.

"kenapa? kenapa? omongon itu terus terbayang di fikiran ku, ya Allah berikanlah hamba kesabaran lebih" ucap Bowo sembari menggaruk-garuk kepalanya dengan cukup keras.

Namun tiba-tiba dengan tergesa-gesanya Bowo pun langsung keluar dari kamarnya, karena ia mendengar Ibunya yang menjerit kesakitan.

"Loh ibu, ibu kenapa? Tanya Bowo kepada ibunya yang sudah bersandar di sofa yang berada di ruang tamunya tersebut.

"Gak papa sayang, mungkin hanya kecapean saja" sahut Bu Mini, ibu kandung Bowo.

"Ibu habis jualan keliling lagi kan?" tanya Bowo serius kepada ibunya.

"Iya nak"

Sebenarnya Bowo sudah sering melarang Ibu nya untuk berjualan sebelum-sebelumnya, Namun Bu Mini tidak menurutinya, karena menurut nya berjualan itu adalah hal yang sangat menyenangkan, selain mendapatkan penghasilan, ia juga bisa bersilaturahmi dengan banyak orang.

"Sudah lah jangan keliling lagi Bu, kalau sakit begini kan Ibu juga yang susah," Sahut Bowo lagi menasehati ibunya.

"Ibu tau itu nak, tapi kamu juga tau sendiri kan, bagaimana keadaan ekonomi di keluarga kita! Ibu harus kerja nak, uhuk...uhuk" sahutbu Mini yang masih berbaring lemah itu.

"Kan Bowo juga kerja Bu, ya meski hasilnya gak seberapa tapi kan cukup buat beli beras Bu," Bowo berkata datar masih sambil memijat kaki Ibu nya sambil sesekali dia hisap rokok di tangan nya yang tinggal separuh itu.

"Ibu bingung nak, jika terus-terusan diam di rumah," sahut Bu Mini lemah.

"Ya sudah ibu tunggu di sini dulu bentar ya! Bowo mau ke warung sebelah dulu beli obat untuk ibu," Bowo memasangkan selimut kain pada Ibu nya dan beranjak ke warung.

Seperti biasa lingkungan Desa jika sore hari banyak orang pada ngobrol di teras Rumah nya, kadang ada juga yang ngobrol di pinggir jalan untuk para pemudanya.

"Mas Bowo? sini dulu bentar!" panggil Parto yang sedang duduk nongkrong di sebrang jalan itu.

"Oh iya tunggu bentar mas!" teriak Bowo dengan nada agak lantang, karena Parto berada di sebrang jalan.

"Siap mas." jawab Parto keras juga.

Selesai membayar obat dan rokok, Bowopun menyebrangi jalan mendekati Parto, di situ mereka berkumpul dengan beberapa orang.

"Kok beli obat mas, memangnya siapa yang sakit?" tanya salah satu dari mereka.

"Ini beli obat untuk Ibu mas," Sahut Bowo yang ikut duduk di samping Angga.

"Sakit apa Mbah Mini mas?" tanya nya lagi, yang memanggil Bu Mini dengan sebutan Mbah.

"Batuk-batuk sama demam mas, maklum mas, faktor usia," Sahut Bowo lagi, yang lalu ia menyalakan rokok yang baru saja ia belinya tersebut.

"Bu Mini itu kan sudah tua Bowo, jadi jangan di biarin keliling" celetuk seorang bapak-bapak.

"Sudah saya larang pak, tapi Ibu gak mau diem, ya mau gimana lagi," jawab Bowo santai seraya dia main kan asap rokok nya membentuk lingkaran-lingkaran asap yang akhir nya memudar.

"Makanya cepet nikah Wo! biar ada yang ngurusin kamu dan Ibu kamu," Ujarnya bapak-bapak yang lainnya.

"Aduh pak pak masih belum siap saya, pekerjaan dan penghasilan aja belum pasti kok" sahut Bowo cengar cengir.

"Aku manggil mas Bowo tadi mau nawarin kerjaan mas, tapi kerjaanya itu nguli mas," Timpal Parto di tengah obrolan Biwo dan bapak-bapak yang lainnya.

"Alah kalau sekarang itu mau kerja apa aja yang penting halal mas, tapi kalau boleh tau tempat nya di daerah mana mas?" tanya Bowo serius.

"Di luar Kota mas, nanti berangkatnya barengan juga sama saya kok mas" Sahut Parto.

"Tapi saya hanya lulusan SMA loh mas, apa iya bisa di terima kerja? Tanya Bowo dengan ketidak tahuannya itu.

"Loh mas Bowo gak lihat saya, saya loh hanya lulusan SD mas, pekerjaannya itu kan menjadi kuli bangunan saja, jadi gak perlu pakek ijazah ini Ono ini Ono mas, hahaha. cukup tenaga saja kok mas," sahut Parto sembari cengengesan.

"Ya udah saya mau mas, memang kapan berangkatnya mas?"

"Dua hari lagi Mas, kita berangkat bertiga sama si Roni adik ipar ku,"

"Ok lah kalau begitu mas, ya sudah saya pulang dulu kasih tau Ibu ku, mari semua nya," sapa Bowo berpamitan pada mereka.

Bowo melangkah pulang dengan perasaan senang, karena dia akan mendapat pekerjaan yang lebih baik dan hasil nya juga lebih besar, sembari bersiul dia berjalan menyusuri jalan desa.

"Assalamualaikum, cekleekkkk.. Ucap Bowo sembari membuka pintu rumahnya itu.

"Bu, ini obat nya minum dulu!" Boeo langsung ke dapur mengambil segelas air putih hangat untuk Ibu nya, lalu dia bawa ke kamar Ibunya.

"Ibu sudah agak mendingan kik nak, uhukk, uhukk." ucap Bu Mini sembari duduk menatap Bowo.

"Loh itu masih batuk-batuk bu, ini di minum dulu! Habis minum obat terus istirahat!" lalu Bowo memberikan obat dan segelas air hangat tersebut kepada ibunya untuk di minum.

"Oh ya bu, mungkin dua hari lagi Bowo mau ke Kota sama mas Parto, katanya sih di sana ada kerjaan jadi kuli bangunan bu," ucap Bowo serius.

"Ya hati-hati di Kota kan banyak orang jahat nak," Ucap Bu Mini mengkhawatirkan anak nya.

"Kata siapa Bu di Kota banyak orang jahat? Bowo kan udah besar bu, jadi Bowo bisa jaga diri," Sahut Bowo datar.

"Sinetron di TV itu kan banyak penjahatnya nak," sahut Bu Mini dengan kepolosannya itu.

"Aduhh buu, buu, makanya jangan kebanyakan nonton TV di tetangga, jadi korban sinetron kan Bu," Bowo terkekeh dan meninggalkan Ibu nya.

"Ya moga sukses dan selamat nak," celetuk Bu Mini lagi.

Walau usia nya sudah tua, namun Bu Mini masih suka nonton Film Sinetron TV, walaupun Bu Mini sendiri tidak memiliki tv, namun setiap hari ia selalu numpang nonton tv di tempat tetangganya.

Dua hari kemudian.....

Akhirnya Bowo pun berangkat ke luar Kota, dan sangat bersyukur Bu Mini sudah sembuh dari sakit nya, sehingga Bowo merasa tenang meninggalkan Ibu nya sendiri di Rumah, ada sedikit rasa ke khawatiran, namun itu sangat wajar, karena Ibu nya hanya tinggal sendiri di Rumah.

Berbekal uang secukup nya dan ponsel jaman dulu yang hanya bisa di pakai untuk Nelfon dan SMS saja, Bowo begitu semangat dan senyum mereka terulas di bibir Bowo yang tebal, tapi ada sedikit lesung di tengah bibir bawah nya, sehingga terlihat seksi.

Bowo, Parto, dan adek Ipar Parto yang di panggil Roni itu terlihat sumringah, wajah mereka tampak terlihat tidak ada beban berat yang mereka pikirkan, tawa lepas sesekali terlihat dari mereka, bisingnya suara mesin kereta membuat mereka bebas ingin tertawa seperti apa pun.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
wijayanti
bagus ceritanya, suka.
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status