Stella merentangkan kedua tangannya kala pagi menyapa. Dia menguap dan mengerjapkan matanya beberapa kali. Saat Stella sudah benar-benar membuka matanya, dia segera mengalihkan pandangannya melihat ke jam dinding—waktu menunjukan pukul tujuh pagi. Ya, hari ini adalah hari yang ditunggu-tunggu Stella. Akhirnya dia sudah bisa masuk kuliah. Tentu saja Stella menyambut dengan bahagia. Pasalnya selama beristirahat tiga hari di rumah, sudah sangat membosankan. Bahkan Stella tak bisa keluar rumah sedikit pun. Pun Stella tidak bisa membantah karenaa apa pun perkataan Sean harus diturutinya.“Sean—” Stella baru saja menoleh ke samping, namun seketika raut wajah Stella berubah mendapati Sean sudah tidak ada di ranjang. Bibirnya tertekuk. Matanya mulai berkaca-kaca. Stella membenci ini. Dia tidak suka jika dia bangun pagi tapi Sean sudah tidak ada di sampingnya.CeklekSuara pintu terbuka membuat Stella mengalihkan pandangannya ke arah pintu. Sayangnya wajah Stella masih tertekuk melihat Sean ya
“Tuan.” Tomy menundukan kepalanya kala melihat Sean keluar dari lift. Tampak wajah Tomy menjadi bingung kala melihat raut wajah Sean begitu dingin dan tampak kesal.“Apa jadwalku hari ini?” Suara Sean bertanya dengan nada dingin dan sorot mata yang tegas. Sejak tadi Sean bahkan tak menjawab kala para karyawan menyapa dirinya. Hanya Tomy yang memiliki keberanian, tentu karena Tomy adalah asisten Sean. Mau tidak mau dalam keadaan Sean marah atau sedang tidak marah, Tomy harus tetap memberanikan diri untuk berbicara dengan Sean. “Sore ini anda bertemu dengan Tuan Mego, salah satu rekan bisnis ada dari Dubai,” jawab Tomy memberitahu. Kepalanya menunduk penuh hormat.Sean mengembuskan napas kasar. “Ikut aku ke ruanganku,” ucapnya dingin.“Baik, Tuan.” Tomy menjawab dengan cepat seraya melangkah mengikuti Sean yang sudah lebih dulu darinya.Namun, saat Sean baru saja masuk ke dalam ruang kerjanya, dia sedikit terkejut melihat Kelvin duduk di kursi tepat di depan kursi kerjanya sambil memb
Stella melangkah keluar ruang kelas dengan riang. Tampak wajahnya begitu bahagia kala kelas berakhir. Stella bahagia karena kembali kuliah serta bertemu dengan teman-temannya. Serta Stella bahagai karena hari ini Sean akan membawakan salak untuknya. Ya, Stella sungguh tak sabar ingin segera tiba di rumah. Tadi siang Sean mengirimkan pesan mengingatkan untuk tidak terlambat makan. Sean tidak membahas tentang salak, namun Stella yakin bahwa Sean akan menepati janjinya. Selama ini Sean tidak pernah tidak menepati janji. Apa pun permintaannya pasti Sean akan menurutinya. Walau tak dipungkiri segala permintaan Stella selalu membuat Sean kesal tetap saja, Sean akan menurutinya.“Stella, kau kenapa senang seperti itu? Apa Sean memberikamu hadiah mahal? Rumah baru misalnya?” tanya Alika yang sedari tadi melihat Stella tak henti tersenyum.“Ah, pasti Sean memberikanmu mobil baru atau berlian mahal?” Chery yang juga ada di sana langsung menebak. Tampak wajah Chery begitu yakin bahwa tebakannya
“Ayo, Sean kita berfoto. Aku hanya ingin kita foto dengan salak saja. Aku tidak mau memakannya.”Sean menatap dingin kala mendengar ucapan Stella. Dia hendak mengeluarkan suara, namun sayangnya Sean kalah cepat dengan jepretan kamera yang telah diambil oleh sang istri. Ya, berbagai pose telah Stella lakukan. Mulai memegang salak sambil memeluk Sean dan pose terakhir mencium bibir Sean sambil memegang salak. Well, Sean bahkan tak memasang ekspresi apa pun di wajahnya. Dia hanya menatap tak percaya dengan tindakan yang dilakukan oleh istrinya itu. Betapa konyolnya memetik buah salak di kebun dan hanya untuk berfoto saja. Entah apa yang ada di pikiran Stella saat ini.“Stella, kau memintaku untuk memetik buah salak ini karena kau ingin memakannya, bukan? Kenapa kau sekarang hanya ingin berfoto saja?” seru Sean dengan tatapan dingin pada istrinya itu. Sepasang iris mata cokelatnya tampak seperti menerkam musuh.Stella menarik napas dalam, dan mengembuskan perlahan. Kini Stella memasukan k
“Sean?”Suara lembut Stella melangkah masuk ke dalam kamar seraya membawakan nampan yang berisikan spaghetti carbonara. Ya, Stella bangun lebih awal karena membuatkan sarapan untuk Sean. Jika biasanya Stella bangun siang, berbeda kali ini dia khusus bangun pagi demi sang suami. Sudah lama Stella tidak membuatkan sarapan untuk Sean. Dan menu pagi ini, Stella membuatkan pasta. Mengingat Sean menyukai hidangan Italia, itu kenapa Stella membuatkan pasta untuk sang suami.Sean yang tengah membaca koran, dia langsung meletakannya di atas meja dan menatap Stela yang kini sudah duduk di sampingnya. “Kenapa kau masak, sayang? Kau bisa meminta pelayan yang membuatkan makanan. Tidak perlu dirimu.”“Sean, aku sudah lama tidak memasak untukmu. Lagi pula tadi sudah ada dua pelayan yang menjagaku. Bahkan mereka sangat memperhatikan langkahku. Kau tenang saja, sayang. Aku baik-baik saja.” Stella memberikan spaghetti carbonara yang dia buat pada sang suami. “Sekarang makanlah, aku khusus membuatkannya
“Stella, tadi kau di antar Sean, ya?” tanya Alika sembari melangkah masuk ke dalam kantin bersama dengan Stella dan Chery. Kemudian, ketiga wanita itu duduk di tempat yang biasa mereka duduki. Tepat di saat semua sudah duduk, Alika memesan cokelat panas untuk dirinya, juga Stella dan Chery. Ya, cuaca mendung seperti ini sangat pas jika ditemani dengan cokelat panas.Stella mengangguk. “Iya, hari ini Sean juga berangkat ke kantornya siang. Jadi aku bisa bersma dengannya.”“Ah, enak sekali. Kelvin kenapa sangat jarang, ya? Dia itu sering sekali sibuk,” keluh Alika dengan embusan napas kasar.“Bukannya kemarin kalian sudah menghabiskan waktu bersama?” Alis Stella terangkat, menatap lekat Alika. “Sean bilang kemarin Kelvin libur satu hari karena ingin berkencan denganmu.”Alika menyesap cokelat hangat di tangannya dan menjawab, “Iya, tapi tetap saja aku juga ingin diantar Kelvin. Dia sangat jarang mengantar dan menjemputku. Dulu saja ketika kami belum memiliki hubungan, dia baru mulai ser
Sean membanting kasar pintu mobilnya. Sepanjang jalan menuju rumah, dia tak henti mengumpat dalam hati. Ya, amarahnya harus dia mampu kendalikan meski ingin rasanya dia menghajar sepupunya sendiri. Jika saja di dalam mobil tidak ada Stella, dia akan memutar balik dan segera menemui Kelvin. Tindakan yang dilakukan Kelvin benar-benar tidak akan termaafkan. Bisa-bisanya sepupunya itu memposting videonya yang tengah memetik buah salak di kebun salal. Sial! Sean tak akan bisa bersabar. Kali ini tindakan Kelvin sungguh konyol!“Sean, kau marah, ya, sayang?” Stella melangkah mengekori Sean yang sejak tadi memasang wajah datar dan dingin kala memasuki rumah.“Kapan kau melihat video itu?” Suara Sean bertanya dengan nada kesal. Namun, dia berusha mati-matian menahan kesal di depan sang istri.“Saat aku sedang di kantin bersama dengan Alika dan Chery, ada sekumpulan seniorku yang sedang berbisik-bisik sambil melihat ke arahku. Kemudian, salah satu wanita yang ikut berkumpul itu menghampiriku da
Stella mematut cermin seraya mengusap pelan perutnya. Ya, kini kandungan Stella tengah memasuki minggu ke delapan. Perutnya sudah mulai membuncit membuat Stella sedikit bingung, pasalnya kandungannya masih masih baru delapan minggu tapi perutnya sudah mulai terlihat. Namun, Stella tak begitu mempersoalkan itu. Mungkin karena belakangan ini Stella makan dengan baik. Serta mualnya pun sudah sedikit mulai berkurang. Walau setiap pagi Stella masih sering muntah, tetapi itu sudah jauh lebih baik dari sebelumnya. Stella mengatasi rasa mualnya dengan makan makanan manis dan asam. Setiap harinya Stella selalu memakan chocolate cake atau tiramisu cake.“Pasti nanti kalau perutku semakin membesar, tubuhku akan menjadi bengkak.” Stella bergumam sambil mengulum senyumannya kala membayangkan tubuhnya akan melebar ke samping. Tentu saja moment itu sangat ditunggu-tunggu oleh Stella. Mimpinya bisa mengandung buah cintanya dengan Sean terwujud. Sungguh, terkadang Stella masih menganggap ini semua ada