“Stella, tadi kau di antar Sean, ya?” tanya Alika sembari melangkah masuk ke dalam kantin bersama dengan Stella dan Chery. Kemudian, ketiga wanita itu duduk di tempat yang biasa mereka duduki. Tepat di saat semua sudah duduk, Alika memesan cokelat panas untuk dirinya, juga Stella dan Chery. Ya, cuaca mendung seperti ini sangat pas jika ditemani dengan cokelat panas.Stella mengangguk. “Iya, hari ini Sean juga berangkat ke kantornya siang. Jadi aku bisa bersma dengannya.”“Ah, enak sekali. Kelvin kenapa sangat jarang, ya? Dia itu sering sekali sibuk,” keluh Alika dengan embusan napas kasar.“Bukannya kemarin kalian sudah menghabiskan waktu bersama?” Alis Stella terangkat, menatap lekat Alika. “Sean bilang kemarin Kelvin libur satu hari karena ingin berkencan denganmu.”Alika menyesap cokelat hangat di tangannya dan menjawab, “Iya, tapi tetap saja aku juga ingin diantar Kelvin. Dia sangat jarang mengantar dan menjemputku. Dulu saja ketika kami belum memiliki hubungan, dia baru mulai ser
Sean membanting kasar pintu mobilnya. Sepanjang jalan menuju rumah, dia tak henti mengumpat dalam hati. Ya, amarahnya harus dia mampu kendalikan meski ingin rasanya dia menghajar sepupunya sendiri. Jika saja di dalam mobil tidak ada Stella, dia akan memutar balik dan segera menemui Kelvin. Tindakan yang dilakukan Kelvin benar-benar tidak akan termaafkan. Bisa-bisanya sepupunya itu memposting videonya yang tengah memetik buah salak di kebun salal. Sial! Sean tak akan bisa bersabar. Kali ini tindakan Kelvin sungguh konyol!“Sean, kau marah, ya, sayang?” Stella melangkah mengekori Sean yang sejak tadi memasang wajah datar dan dingin kala memasuki rumah.“Kapan kau melihat video itu?” Suara Sean bertanya dengan nada kesal. Namun, dia berusha mati-matian menahan kesal di depan sang istri.“Saat aku sedang di kantin bersama dengan Alika dan Chery, ada sekumpulan seniorku yang sedang berbisik-bisik sambil melihat ke arahku. Kemudian, salah satu wanita yang ikut berkumpul itu menghampiriku da
Stella mematut cermin seraya mengusap pelan perutnya. Ya, kini kandungan Stella tengah memasuki minggu ke delapan. Perutnya sudah mulai membuncit membuat Stella sedikit bingung, pasalnya kandungannya masih masih baru delapan minggu tapi perutnya sudah mulai terlihat. Namun, Stella tak begitu mempersoalkan itu. Mungkin karena belakangan ini Stella makan dengan baik. Serta mualnya pun sudah sedikit mulai berkurang. Walau setiap pagi Stella masih sering muntah, tetapi itu sudah jauh lebih baik dari sebelumnya. Stella mengatasi rasa mualnya dengan makan makanan manis dan asam. Setiap harinya Stella selalu memakan chocolate cake atau tiramisu cake.“Pasti nanti kalau perutku semakin membesar, tubuhku akan menjadi bengkak.” Stella bergumam sambil mengulum senyumannya kala membayangkan tubuhnya akan melebar ke samping. Tentu saja moment itu sangat ditunggu-tunggu oleh Stella. Mimpinya bisa mengandung buah cintanya dengan Sean terwujud. Sungguh, terkadang Stella masih menganggap ini semua ada
Keesokan hari, Stella menyambut pagi dengan wajah yang sumiringah bahagia. Ya, bagaimana tidak? Hari ini adalah hari yang telah ditunggu-tunggu oleh Sean dan Stella. Hari ini Stella akan memeriksakan kandungannya. Tentu saja, Stella tidak sabar melihat keadaan bayi yang ada di kandungannya. Setiap malamnya, Stella selalu mengusap lembut dan mengajak bicara bayi yang masih ada di kandungannya itu. Pun sebelum tidur, Sean selalu mencium perut Stella.“Sayang, hari ini Mommy akan melihatmu, ya? Mommy tahu, kau pasti akan selalu sehat.” Stella berguman sendiri seraya mengusap lembut perutnya. Meski kandunganya masih memasuki delapan minggu, tapi perutnya sudah mulai membesar. ”Daddy juga akan ikut dengan kita, sayang. Hari ini Daddy akan meluangkan waktu untuk kita. Daddy tidak akan ke kantor.”Sean melangkah masuk ke dalam kamar seraya membawakan susu cokelat hangat untuk sang istri. "Iya, Daddy hari ini tidak akan bekerja," ucapnya sambil mengecup kening Stella. Sejak tadi dia mendenga
Sean mengusap lembut perut Stella yang mulai membuncit dengan tangan kirinya dan tangan kanan melajukan mobil. Ya, kini Sean dan Stella berada di dalam mobil. Sepulang dari rumah sakit, Sean langsung membawa sang istri untuk ke rumah orang tuanya. Mengingat William dan Marsha besok sudah kembali ke Kanada membuat Sean harus segera menemui kedua orang tuanya itu. Tampak wajah Sean dan Stella sejak tadi sumiringah bahagia. Kebahagiaan hadir di tengah-tengah mereka. Takdir telah memihak pada mereka. Kenyataannya, mereka mampu menghadapi badai yang terjadi.Sepanjang perjalanan Stella menyandarkan kepalanya di kursi dan memejamkan matanya kala Sean mengusap lembut perutnya. Setiap saat Stella merasakan tangan Sean mengusap perutnya, dia selalu mersa nyaman. Stella menyukai setiap kali Sean mengelus dan mencium perutnya.“Sean,” panggil Stella pelan.“Ya?” Sean mengalihkan sebentar pandangannya ke arah Stella, lalu melihat ke depan kembali.“Sean, menurutmu anak kita perempuan atau laki-la
“What? Alika kau sedang tidak membohongiku, kan?”Suara Chery berseru kala mendengar kabar tentang Stella yang mengandung tiga bayi kembar dari Alika. Terlihat Chery menatap lekat Alika, menuntut temannya itu untuk menjelaskan padanya. Bukan tidak percaya tapi Chery takut apa yang dia dengar ini adalah salah. Jika kembar dua bayi mungkin Chery akan percaya karena banyak wanita yang hamil dua bayi kembar. Terlebih keluarga Sean memang memiliki keturunan kembar. Namun, jika kembar tiga bayi tentu saja Chery begitu terkejut dan nyaris tak percaya.Alika menarik napas dalam dan mengembuskan perlahan kala Chery tak percaya dengan apa yang dia katakan. Kini Alika menjatuhkan tubuhnya, duduk di samping Chery. Kemudian dia mengambil orange juice yang baru saja diantarkan oleh pelayan dan meminumnya perlahan.“Kalau aku bercanda, aku tidak akan datang jauh-jauh ke rumahmu saat weekend seperti ini. Lebih baik aku menonton film atau berbelanja ke mall dari pada harus ke rumahmu hanya untuk membe
“Sean… Bangun… Aku lapar, Sean. Aku mau makan.”Stella menggoyangkan bahu Sean, meminta sang suami agar membuka matanya. Namun, satu, dua, hingga tiga kali Stella membangunkan Sean tetap saja suaminya itu tak kunjung membuka matanya. Ya, Stella tak bisa menyalahkan sepenuhnya Sean. Karena tepat saat Stella melirik jam dinding—waktu menunjukan pukul tiga pagi. Tentu saja semua orang masih akan tertidur pulas pada jam itu. Sayangnya berbeda dengan Stella yang tiba-tiba terbangun. Stella merasakan perutnya sejak tadi berbunyi dan ingin makan sesuatu. Bisa saja Stella langsung menghubungi pelayan, akan tetapi Stella tidak mau makan sendirian. Dia ingin Sean menemani dirinya.Stella mengembuskan napas panjang. Kini dia mendekatkan bibirnya ke telinga Sean. Mengcupi belakang daun telinga suaminya itu sambil berbisik dengan nada yang merengek seperti anak kecil, “Sean, bangun. Aku lapar. Aku ingin makan, Sean. Ayo bangun.”Sean menggeliat kala mendengar suara rengekan Stella. Perlahan, Sean
“Stella…”Suara Alika dan Chery memanggil Stella bersamaan kala Stella baru saja turun dari mobil dan melangkah masuk ke dalam lobby kampus. Ya, hampir sepuluh menit Alika dan Chery menunggu Stella di lobby kampus. Sebelumnya Alika sudah bertukar pesan pada Stella bahwa dirinya menunggu di lobby kampus bersama dengan Chery. Dan beruntung Stella datang tidak terlalu lama. Hanya menunggu sepuluh menit bukanlah hal besar. Walau tak dipungkiri, menunggu adalah hal yang tidak disukai oleh banyak orang.“Ah, kalian masih di sini. Aku pikir kalian sudah di kelas,” ujar Stella kala melihat Alika dan Chery memanggilnya.“Tidak, Stella. Kelas mulai masih satu jam lagi. Oh, ya. Tadi kau di antar Sean, ya?” tanya Alika seraya menatap Stella.Stella menganggukan kepalanya. “Iya, tadi aku diantar Sean. Sebenarnya aku tidak ingin diantar Sean. Suamiku itu sedang tidak enak badan. Tapi tetap saja dia mengatakan dia tidak apa-apa. Meski sudah meminum obat tetap saja aku mencemaskannya.”“Sean sakit ap