Saya ucapkan 'terima kasih' sebesar-besarnya kepada para pembaca setia yang telah merelakan waktu untuk membaca buku ini. Juga, merelakan uangnya untuk beli koin buku ini, menulis komentar, review, memberikan gem/vote, mengajak orang-orang untuk membaca buku ini.ššš Thanks, I ā¤ļø U. Dukungan kalian sangat berarti buat author Sunny š
Senja hari yang kelabu. Suara tangis mengalun menyayat hati. Seorang wanita bermahkota ratu menutupkan kain merah bergambar cahaya matahari di wajah pria berambut merah dengan kulit pucat. "Segera umumkan kematian Raja Nandri!" perintah ratu kepada putra tertuanya yang juga menangis di dalam kamar mewah tempat beristirahat sang raja. Masih dengan mata berwarna merah, Rifian mengumumkan meninggalnya raja di hadapan para menteri. Bisik-bisik kegelisahan segera mendengung memenuhi aula kerajaan. Esok harinya upacara pemakaman segera dilakukan. Dengan hikmat upacara pemakaman raja berjalan lancar. Meski begitu, hati Rifian begitu perih menyadari ayahnya pergi setelah adik bungsunya tewas dalam perang. Selain itu mengenai Alisya, pangeran mahkota tidak tau pasti bagaimana kabarnya. Apakah putri itu dalam keadaan baik-baik saja atau sebaliknya. "Pangeran mahkota ...." Sapa Avada. Rifian hanya meliriknya sekilas."Hamba tahu, kematian raja memang sangat menyedihkan. Akan tetapi, satu fakt
"Ayahanda ... jangan pergi ...." Alisya melindur. Cahaya temaram rembulan menerobos jendela kabin menyinari wajah sang putri yang dihiasi bintik-bintik keringat. Untuk kesekian kalinya Aisya terlihat begitu merana saat terlelap. Padahal biasanya wajah wanita itu begitu tenang saat matanya terpejam. "Maafkan aku ...." lanjut Alisya dengan nada bicara seakan menangis di dalam mimpi. Tangan kapten mengelap bagian basah wajah sang putri dengan sapu tangan. Entah kenapa, rasanya begitu iba melihat Alisya dalam keadaan seperti itu. Apa lagi sebelumnya sang putri menyebut nama ayahanda. Pasti mimpinya tidak jauh dari konflik keluarga kerajaan. "Alisya, jangan sedih. Aku akan selalu ada untukmu." Sebuah kecupan mendarat di dahi sang putri. Tidak bisa dipungkiri, setelah pembajakan kapal pengangkut budak hubungan Alisya dan Efatta semakin membaik. Keduanya mulai belajar saling memahami satu sama lain. Meski begitu, di antara keduanya terdapat jurang pemisah yang cukup dalam. Selain Al
"Akhirnya Paduka Raja datang menemuinya," ujar Belen ketika berdiri sejajar di samping Raja. Sebuah buket bunga diletakan Belen di sisi bunga pemberian raja. Kedua buket itu di dominasi bunga mawar merah, bunga favorit Maulvi. Belen merasa lega saat menyadari raja masih ingat bunga favorit Maulvi. "Aku turut menyesal atas kematian Maulvi yang tragis." Keduanya saling membisu cukup lama, hanyut dalam lamunan masing-masing. Pandangan raja jatuh ke tanah seolah menembus kubur Maulvi. Bibirnya terlihat melengkung ke bawah dan beraut muka sedih. "Semuanya sudah berlalu, Yang Mulia. Aku telah memaafkanmu. Aku harap Maulvi melakukan hal yang sama." Tidak disangka, Belen dengan tulus Memaafkan Raja. Sepertinya putra jenderal besar menyadari, raja tidak pernah berniat untuk menyakiti Maulvi. Lagi pula, bukankah Belen telah banyak membantu raja dalam peperangan merebut pulau Lionysozh? Totalitasnya membantu raja dalam strategi perang seharusnya itu cukup jadi bukti jika Belen telah memaafka
"Kamu bilang akan mengajakku ke markas bajak laut, Kapten?" Mata Alisya menatap lautan luas di tengah terik matahari. "Sepertinya kamu sangat tertarik dengan markas bajak laut." Kapten yang berdiri di sisi Alisya menjawab tanpa menoleh. "Aku hanya penasaran." "Apa yang membuatmu penasaran? Di sana hanya ada pria-pria kasar, pemabuk, suka berjudi, dan bermain wanita. Apa kamu tidak takut?" ucap Efatta dengan santai. "Asal ada kamu di sisiku, aku tidak takut." Alisya menoleh ke arah Efatta, menyaksikan garis wajah pria di sisinya. Dari mata, hidung, pipi dan rahangnya, pria itu terlihat seksi ketika diterpa sinar matahari yang hangat. Rasanya begitu gila, seperti terbang ke atas langit kemudian dihempaskan hingga jatuh ke inti bumi. Dalam sekejap hidup Alisya telah berubah sejak bertemu dengan Efatta. Dari seorang ratu berubah menjadi istri bajak laut kejam. Tiba-tiba Efatta membalikkan wajah, menyadari Alisya tengah menikmati lekuk wajahnya. Sebuah seringai merekah di bibir pria
Bab 163 Pulau Lanunzah Mata sang putri terbuka perlahan saat cahaya pagi menyeruak dari jendela kabin. Setelah merenggangkan tubuh, pandangan putri menatap Kapten yang tidur di sampingnya. Sisa-sisa hangatnya malam bersama kapten seolah masih menempel di sekujur tubuh sang putri. Tanpa membangunkan kapten, Alisya berjalan menuju ke daun pintu. Sebelum keluar, tangan putri memungut teropong Efatta yang terjatuh di lantai. Sekilas ingatannya menampilkan sosok lelaki berambut merah yang semalam melemparkan pakaian sembarangan. Mungkin saat itu tanpa sengaja teropongnya menggelinding atau terlempar. Seperti yang Alisya duga, suasana di atas geladak sangat sepi. Beberapa bajak laut tampak bergelimpangan karena semalam mabuk berat. Dari atas kabin sang putri mencoba menggunakan teropong Efatta. Sebenarnya ini kali pertama Alisya terpikir menggunakan benda yang selalu ada di saku suaminya. Setelah beberapa saat memfokuskan pandangan, alis mata Alisya bertaut. Dari kejauhan tampak bayangan
Seolah tidak perduli dengan keberadaan awak kapal dan para pelayan di lobi, gadis berambut hitam masih saja memeluk erat Efatta. Samapai sang kapten berucap, "Nania ...." Ucapan kapten terdengar ramah. Akan tetapi, gadis bermata hitam itu segera melepaskan pelukannya dengan wajah cemberut. "Kapten! Kenapa kamu selalu salah menyebut namaku? Aku Rania ..." keluh gadis bermata hitam. "Maaf, ada banyak gadis yang pernah menyambutku di tempat ini." Efatta sedikit tertawa. Serta-merta tawa itu meredupkan hasrat Alisya untuk berada lebih lama di dalam penginapan. "Kakak!" Sapa Alisya dengan kedua tangan terlipat di dada. Rasa cemburu segera memenuhi hati sang putri. "Apa aku sudah bisa mendapatkan kamarku untuk beristirahat?" tanya Alisya dengan raut wajah kesal. Dia berharap Efatta segera pergi ke kamar bersamanya. "Antar tuan ini ke kamarnya!" perintah gadis berambut hitam kepada pelayan di sekitar lobi. Masih dengan raut muka ditekuk, Alisya mengikuti langkah gadis pelayan berkepang
"Jangan coba-coba menguji kesabaranku! Kenapa kamu ingin membunuhku?" Mata Efatta dan gadis bertusuk konde bunga daisy beradu pandang. "Lucu sekali ...." terdengar tawa dari gadis yang dicengkeram sebelah bahunya oleh kapten. "Ada banyak alasan seseorang ingin membunuhmu, Kapten. Kenapa tiba-tiba kamu bertindak seolah tidak mempunyai musuh?" Kedua alis gadis bertusuk konde bunga daisy terangkat bersamaan. "Jangan buang waktuku. Cepat katakan apa maumu!" Efatta mengetatkan rahang seraya tidak sabar ingin melumat gadis di depannya. "Apa kamu melupakan ini, Kapten?" Gadis bertusuk konde bunga daisy menarik ke bawah kerah gaun di sebelah kiri. Tampak sebuah bekas luka di atas permukaan kulit seputih susu. "Aku mendapatkan ini darimu lima tahun lalu. Apa kamu ingat?" Raut wajah gadis bertusuk konde bunga daisy berubah masam. Kedua tangannya mengepal erat. Sekilas Efatta mengernyitkan alis. "Aku tidak ingat," kata kapten tiba-tiba. "Katakan saja apa maumu!" Lanjut kapten. "Benar-ben
"Mau lari ke mana lagi? Kalian tidak akan bisa kabur!" kata pria bertelanjang dada dari belakang Alisya. Di belakang sang putri terdapat tiga orang pria yang siap menangkapnya. Kedua musuh seperti berkomunikasi melalui pandangan. Serta-merta kedua kubu menyerang bersamaan. Sementara Roni menghadapi kelima orang di depan, Alisya berusaha mengumpulkan seluruh keberaniannya. Dengan wajah pucat sang putri menghunuskan pisau lipat beracun andalannya. Saat seorang pria mengayunkan pedang, untungnya sang putri merunduk tepat waktu. Serangan selanjutnya membuat punggung Alisya terbentur pagar tangga. Selanjutnya pria bertelanjang dada kembali menebaskan pedang, tetapi lagi-lagi sang putri menghindar tepat waktu. Sialnya, pria berambut keriting segera menangkap lengan Alisya. Spontan Alisya mengayunkan belatinya hingga mengenai tangan pria berambut keriting. 'Beristirahlah dengan tenang!' Tidak lama kemudian pria berambut keriting terjatuh, tidak bernyawa. Menyadari temanya telah mati kare
Saat makan malam tiba. Dalam satu meja makan terdapat Dafandra, Alisya dan ibu suri. Suasana di meja makan sangat hening, sampai ibu suri angkat bicara. "Aku dengar kamu telah mengalami perdarahan. Apakah ketubanmu telah pecah?" "Belum, Ibu Suri." Alisya menjawab sopan. "Makanlah yang banyak agar tubuhmu lebih kuat menghadapi persalinan! Mungkin nanti malam atau besok pagi anakmu akan lahir. Semoga persalinanmu berjalan lancar." Ibu suri menatap Alisya yang terlihat sedikit malas menyendok makanan. "Terima kasih atas perhatiannya, Ibu Suri." Alisya membalas ucapan ibu mertuanya dengan senyuman. Sepertinya ibu raja juga turut bahagia karena akan menyambut cucu pertamanya. Setelah acara makan malam usai ibu suri meninggalkan ruang makan. Di ruang makan Alisya masih terduduk di kursinya. Sang ratu kembali menahan sakit dengan tangan mengelus perut yang menegang. Pada saat yang sama janin Alisya juga bergerak seakan mengabarkan dirinya tidak sabar untuk segera terlahir. "Ayo, Alisya!
"Benarkah?" Alisya bangkit untuk melihat secara langsung darah yang Dafandra maksud. Sang raja menelan ludahnya sendiri. Alisya bukan lagi gadis perawan. Kenapa kewanitaannya mengeluarkan darah? Seketika wajah pria nomor satu di Kosmimazh berubah pucat. Sang raja tidak habis pikir jika perbuatannya dapat mengakibatkan sang istri mengalami perdarahan. "Aku akan segera memanggil dokter!" tangan raja segera meraih baju di sisi ranjang. "Yang Mulia!" Alisya menahan lengan kekar Dafandra. "Darah ini pertanda aku akan segera melahirkan, Yang Mulia." Alisya tersenyum lebar. "Benarkah?" Alis raja melengkung ke atas seakan tidak percaya dengan ucapan yang baru saja dia dengar. Entah karena Hujaman raja yang terlalu keras atau karena efek peleasan hormon cinta di tubuh ratu, yang jelas usia kehamilan Alisya sudah lebih dari cukup untuk melahirkan bayi. "Jika kontraksinya bagus, mungkin nanti sore atau malam, bayimu akan lahir." Senyuman di bibir merah delima Alisya merekah indah, membuat
Malam yang dingin menyelimuti kota Asteryzh. Ibu kota kerajaan Kosmimazh. Dingin yang seakan menusuk tulang membuat siapa pun ingin meringkuk di bawah selimut tebal. Akan tetapi, malam ini Alisya menyibak selimut dengan rasa gusar. Bintik-bintik keringat menghiasi dahi wanita nomor satu di Kosmimazh. "Ada apa?" Gerkaan kasar ratu membuat raja terbangun dari mimpi. "Aku hanya merasa gelisah, Yang Mulia." Alisya Menjawab segera pertanyaan suaminya seraya duduk di ranjang. Merapatkan tubuh pada wanita berambut merah, Dafandra berbisik di telinga putri Crysozh. "Kenapa?" Tangan raja mengelus perut bulat wanita dalam dekapan. "Seharusnya, bayi ini sudah lahir. Tetapi, aku belum merasakan tanda-tanda akan melahirkan." Alisya menundukkan wajah sehingga wajah tertutup rambut merah bagaikan tirai. Raja berpindah posisi tepat di hadapan ratu. Tangan menyibak rambut, Dafandra memegang kedua sisi wajah sang putri Crysozh. Pria nomor satu di Kosmimazh sangat mengerti kegundahan hati istrinya.
Terima kasih kepada segenap pembaca yang telah mengikuti kisah Alisya sampai akhir. Bagi saya, Alisya adalah cinta pertama saya dalam dunia novel, karena dia dalah original character pertama buatan saya. Dengan kata lain, novel ini adalah novel pertama saya. Mohon maaf jika karya ini masih jauh dari kata sempurna. Maaf juga jika ada yang kurang puas dengan akhir dari jovel ini. Yang jelas, saya berusaha menulis novel ini dengan sepenuh hati. Sudah tidak terhitung banyaknya waktu dan revisi yang saya lakukan untuk novel ini. Semua itu saya lakukan untuk mencoba memberikan yang terbaik bagi pembaca. Ikuti juga novel-novel author Sunny Zylven selanjutnya, Ya! Salam sayang, Sunny Zylven ā¤ļøā¤ļøā¤ļø
Memasuki kamar Raja Rifian, Alisya tidak menyangka akan bertemu ibu suri. Meski canggung, adik kandung penguasa Crysozh tetap berusaha tenang dan tersenyum. "Hormat kepada Ibu Suri," ucap Alisya, selanjutnya memberikan hormat kepada raja yang masih terbaring di ranjang. "Syukurlah, akhirnya kakak sadar juga!" Seulas senyuman terlukis di bibir sang putri Crysozh. Setelah dokter menemukan penyebab utama raja tidak kunjung sadar, perawatan ekstra diberikan kepada pria normor satu di kerajaan Crysozh. Kesehatan Raja Rifian memang belum pulih sempurna. Wajah kakak Alisya juga masih terlihat pucat. Akan tetapi, itu masih lebih baik dari pada terus terpejam tidak sadarkan diri. "Ya, semua ini berkat suamimu," balas Rifian. "Suamiku?" Alis sang ratu Kosmimazh melompat bersamaan. "Tentu saja, jika tidak karena pertolongannya, baik aku, kamu, ibu, dan rakyat tidak berdaya pasti sudah mati di tangan Paman Ega. Aku sangat berterima kasih kepadanya. Kamu sangat beruntung Alisya, mempunyai seo
"Bagaimana keadaannya, Dokter?" tanya Dafandra kepada pria berambut putih. Dengan wajah cerah Iason berkata, "Yang Mulia tenang saja, kondisi janin Ratu Alisya baik-baik saja." Setelah sekian lama di Crysozh, baru kali ini Alisya mendapatkan pemeriksaan medis oleh dokter kerajaan Crysozh. Keadaan sebelumnya yang memaksa sang ratu Kosmimazh untuk menyembunyikan kehamilan. Spontan senyuman di bibir pria nomor satu Kosmimazh melebar, "Terima kasih, Dokter." "Sebaiknya Yang Mulia beristirahat terlebih dahulu di Crysozh, jangan buru-buru kemabli ke Kosmimazh. Biarkan Ratu Alisya beristirahat setelah hari-hari yang buruk menimpanya." Kepala dokter kerajaan memandang Alisya dan Dafandra bergantian. "Tentu, Dokter! Aku akan memberikan waktu istirahat yang banyak untuk ratuku," jawab Dafandra segera. "Guru, ngomong-ngomong bagaimana keadaan kakakku?" tanya Alisya dengan kedua alis melengkung ke atas. Rasa di hati putri Crysozh belum lega jika sang kakak belum pulih kembali. "Yang Mulia b
Layang-layang di angkasa terlihat berpencar. Lysias dan beberapa penyihir lain menembakan sihir ke langit. Saat fokus para penyihir tertuju pada puluhan layang-layang dan terjadi ledakan berkali-kali di ketinggian, sekumpulan pria entah dari mana menggiring pengunjung alun-alun menjauhi pusat keributan melalui jalan yang sepertinya telah disiapkan. Pertempuran di darat dan udara pun pecah. Setelah semua penduduk di pesta berhasil dievakuasi, ratusan panah api turun dari langit bagaikan hujan deras. Prajurit sihir yang kehilangan kemampuan sihir karena tangan dan mulut tidak bisa digerakkan lari kocar-kacir. Tidak membutuhkan waktu lama kobaran api membakar beberapa sisi alun-alun yang terbuat dari kayu. "Mungkinkah mereka pasukan Yang Mulia ..?" gumam sang ratu Kosmimazh. Para gadis di dalam sangkar mulai panik, mereka berteriak dan menangis. Melirik ke sisi kiri, Alisya mendapati ibu kandungnya menatap keributan dengan santai. Begitu juga dengan Gelsi, si Mentri pertahanan. Keduan
"Apa ada di antara kalian yang ingin mengikuti jejak Gelsi? aku akan menerimanya dengan senang hati" tanya Ega dengan salah satu alis terangkat. Semua orang di dalam aula kerajaan terdiam. Para menteri yang tamak tentu saja akan lebih memilih nyawa mereka masing-masing. *** "Yang Mulia, tiga hari lagi kerajaan akan mengadakan upacara pengangkatan raja. Pada malam pengangkatan raja, akan diadakan upacara pengorbanan lima puluh gadis perawan dan tiga orang bangsawan." Arys memberikan laporan kepada pria berambut pirang yang tengah duduk termenung memandang peta ibu kota Stemmazh. "Apa? Pengorbanan lima puluh gadis perawan dan tiga bangsawan? Apa maksudnya?" tanya Dafandra dengan kedua alis melompat bersamaan. Pria nomor satu di Kosmimazh tidak dapat menyembunyikan keterkejutan. "Mereka akan menggelar ritual sihir!" jelas Arys. "Sial!" umpat pria nomor satu di Kosmimazh sambil mengepalkan tangan di atas meja. "Menurut informasi dari intelejen, Pangeran Ega akan mengorbankan para pe
"Kasihan sekali raja baru kita, belum lama menjabat kini harus merelakan diri turun dari tahta," ucap seorang wanita bergaun biru di salah satu gang ibu kota. "Benar sekali. Akan tetapi, aku rasa itu yang terbaik demi kemajuan kerajaan. Kita tidak bisa terus-terusan menunggu orang yang tertidur untuk bangun, sedangkan rakyat setiap hari bangun pagi untuk mencari sepotong roti," saut wanita bergaun cokelat. "Setuju! Apalagi yang akan menjadi raja selanjutnya adalah Pangeran Ega. Bukankah dia pejabat yang bijaksana?" Wanita bergaun ungu turut angkat bicara. "Benar ... Benar sekali!" Jawab wanita bergaun biru dan cokelat serempak. Suasana di ibu kota benar-benar kondusif untuk segera melengserkan Raja Crysozh yang berkuasa. Segala lini kehidupan telah memberikan dukungan kepada calon raja baru. Bahkan, pada lapisan masyarakat paling bawah. Penduduk kota telah menyambut pengangkatan raja baru dengan mendekorasi kota sedemikian rupa. Siapa sangka, di saat yang sama pasukan penyihir yan