Saya ucapkan 'terima kasih' sebesar-besarnya kepada para pembaca setia yang telah merelakan waktu untuk membaca buku ini. Juga, merelakan uangnya untuk beli koin buku ini, menulis komentar, review, memberikan gem/vote, mengajak orang-orang untuk membaca buku ini.😍😍😍 Thanks, I ❤️ U. Dukungan kalian sangat berarti buat author Sunny 😍
"Ayahanda ... jangan pergi ...." Alisya melindur. Cahaya temaram rembulan menerobos jendela kabin menyinari wajah sang putri yang dihiasi bintik-bintik keringat. Untuk kesekian kalinya Aisya terlihat begitu merana saat terlelap. Padahal biasanya wajah wanita itu begitu tenang saat matanya terpejam. "Maafkan aku ...." lanjut Alisya dengan nada bicara seakan menangis di dalam mimpi. Tangan kapten mengelap bagian basah wajah sang putri dengan sapu tangan. Entah kenapa, rasanya begitu iba melihat Alisya dalam keadaan seperti itu. Apa lagi sebelumnya sang putri menyebut nama ayahanda. Pasti mimpinya tidak jauh dari konflik keluarga kerajaan. "Alisya, jangan sedih. Aku akan selalu ada untukmu." Sebuah kecupan mendarat di dahi sang putri. Tidak bisa dipungkiri, setelah pembajakan kapal pengangkut budak hubungan Alisya dan Efatta semakin membaik. Keduanya mulai belajar saling memahami satu sama lain. Meski begitu, di antara keduanya terdapat jurang pemisah yang cukup dalam. Selain Alisya
"Akhirnya Paduka Raja datang menemuinya," ujar Belen ketika berdiri sejajar di samping Raja. Sebuah buket bunga diletakan Belen di sisi bunga pemberian raja. Kedua buket itu di dominasi bunga mawar merah, bunga favorit Maulvi. Belen merasa lega saat menyadari raja masih ingat bunga favorit Maulvi. "Aku turut menyesal atas kematian Maulvi yang tragis." Keduanya saling membisu cukup lama, hanyut dalam lamunan masing-masing. Pandangan raja jatuh ke tanah seolah menembus kubur Maulvi. Bibirnya terlihat melengkung ke bawah dan beraut muka sedih. "Semuanya sudah berlalu, Yang Mulia. Aku telah memaafkanmu. Aku harap Maulvi melakukan hal yang sama." Tidak disangka, Belen dengan tulus Memaafkan Raja. Sepertinya putra jenderal besar menyadari, raja tidak pernah berniat untuk menyakiti Maulvi. Lagi pula, bukankah Belen telah banyak membantu raja dalam peperangan merebut pulau Lionysozh? Totalitasnya membantu raja dalam strategi perang seharusnya itu cukup jadi bukti jika Belen telah memaafka
"Kamu bilang akan mengajakku ke markas bajak laut, Kapten?" Mata Alisya menatap lautan luas di tengah terik matahari. "Sepertinya kamu sangat tertarik dengan markas bajak laut." Kapten yang berdiri di sisi Alisya menjawab tanpa menoleh. "Aku hanya penasaran." "Apa yang membuatmu penasaran? Di sana hanya ada pria-pria kasar, pemabuk, suka berjudi, dan bermain wanita. Apa kamu tidak takut?" ucap Efatta dengan santai. "Asal ada kamu di sisiku, aku tidak takut." Alisya menoleh ke arah Efatta, menyaksikan garis wajah pria di sisinya. Dari mata, hidung, pipi dan rahangnya, pria itu terlihat seksi ketika diterpa sinar matahari yang hangat. Rasanya begitu gila, seperti terbang ke atas langit kemudian dihempaskan hingga jatuh ke inti bumi. Dalam sekejap hidup Alisya telah berubah sejak bertemu dengan Efatta. Dari seorang ratu berubah menjadi istri bajak laut kejam. Tiba-tiba Efatta membalikkan wajah, menyadari Alisya tengah menikmati lekuk wajahnya. Sebuah seringai merekah di bibir pria
Bab 163 Pulau Lanunzah Mata sang putri terbuka perlahan saat cahaya pagi menyeruak dari jendela kabin. Setelah merenggangkan tubuh, pandangan putri menatap Kapten yang tidur di sampingnya. Sisa-sisa hangatnya malam bersama kapten seolah masih menempel di sekujur tubuh sang putri. Tanpa membangunkan kapten, Alisya berjalan menuju ke daun pintu. Sebelum keluar, tangan putri memungut teropong Efatta yang terjatuh di lantai. Sekilas ingatannya menampilkan sosok lelaki berambut merah yang semalam melemparkan pakaian sembarangan. Mungkin saat itu tanpa sengaja teropongnya menggelinding atau terlempar. Seperti yang Alisya duga, suasana di atas geladak sangat sepi. Beberapa bajak laut tampak bergelimpangan karena semalam mabuk berat. Dari atas kabin sang putri mencoba menggunakan teropong Efatta. Sebenarnya ini kali pertama Alisya terpikir menggunakan benda yang selalu ada di saku suaminya. Setelah beberapa saat memfokuskan pandangan, alis mata Alisya bertaut. Dari kejauhan tampak bayangan
Seolah tidak perduli dengan keberadaan awak kapal dan para pelayan di lobi, gadis berambut hitam masih saja memeluk erat Efatta. Samapai sang kapten berucap, "Nania ...." Ucapan kapten terdengar ramah. Akan tetapi, gadis bermata hitam itu segera melepaskan pelukannya dengan wajah cemberut. "Kapten! Kenapa kamu selalu salah menyebut namaku? Aku Rania ..." keluh gadis bermata hitam. "Maaf, ada banyak gadis yang pernah menyambutku di tempat ini." Efatta sedikit tertawa. Serta-merta tawa itu meredupkan hasrat Alisya untuk berada lebih lama di dalam penginapan. "Kakak!" Sapa Alisya dengan kedua tangan terlipat di dada. Rasa cemburu segera memenuhi hati sang putri. "Apa aku sudah bisa mendapatkan kamarku untuk beristirahat?" tanya Alisya dengan raut wajah kesal. Dia berharap Efatta segera pergi ke kamar bersamanya. "Antar tuan ini ke kamarnya!" perintah gadis berambut hitam kepada pelayan di sekitar lobi. Masih dengan raut muka ditekuk, Alisya mengikuti langkah gadis pelayan berkepang
"Jangan coba-coba menguji kesabaranku! Kenapa kamu ingin membunuhku?" Mata Efatta dan gadis bertusuk konde bunga daisy beradu pandang. "Lucu sekali ...." terdengar tawa dari gadis yang dicengkeram sebelah bahunya oleh kapten. "Ada banyak alasan seseorang ingin membunuhmu, Kapten. Kenapa tiba-tiba kamu bertindak seolah tidak mempunyai musuh?" Kedua alis gadis bertusuk konde bunga daisy terangkat bersamaan. "Jangan buang waktuku. Cepat katakan apa maumu!" Efatta mengetatkan rahang seraya tidak sabar ingin melumat gadis di depannya. "Apa kamu melupakan ini, Kapten?" Gadis bertusuk konde bunga daisy menarik ke bawah kerah gaun di sebelah kiri. Tampak sebuah bekas luka di atas permukaan kulit seputih susu. "Aku mendapatkan ini darimu lima tahun lalu. Apa kamu ingat?" Raut wajah gadis bertusuk konde bunga daisy berubah masam. Kedua tangannya mengepal erat. Sekilas Efatta mengernyitkan alis. "Aku tidak ingat," kata kapten tiba-tiba. "Katakan saja apa maumu!" Lanjut kapten. "Benar-ben
"Mau lari ke mana lagi? Kalian tidak akan bisa kabur!" kata pria bertelanjang dada dari belakang Alisya. Di belakang sang putri terdapat tiga orang pria yang siap menangkapnya. Kedua musuh seperti berkomunikasi melalui pandangan. Serta-merta kedua kubu menyerang bersamaan. Sementara Roni menghadapi kelima orang di depan, Alisya berusaha mengumpulkan seluruh keberaniannya. Dengan wajah pucat sang putri menghunuskan pisau lipat beracun andalannya. Saat seorang pria mengayunkan pedang, untungnya sang putri merunduk tepat waktu. Serangan selanjutnya membuat punggung Alisya terbentur pagar tangga. Selanjutnya pria bertelanjang dada kembali menebaskan pedang, tetapi lagi-lagi sang putri menghindar tepat waktu. Sialnya, pria berambut keriting segera menangkap lengan Alisya. Spontan Alisya mengayunkan belatinya hingga mengenai tangan pria berambut keriting. 'Beristirahlah dengan tenang!' Tidak lama kemudian pria berambut keriting terjatuh, tidak bernyawa. Menyadari temanya telah mati kare
Hai, pembaca novel DALAM GENGGAMAN SANG RAJA! Bagaimana kabarnya? Semoga selalu dalam lindungan Allah di mana pun berada. Terima kasih telah mengikuti kisah Alisya sampai sejauh ini 😀 Bagaimana kesan teman-teman mengenai kisah ini, bisa ditulis di kolom review ya 😁 Menurut teman-teman, siap nih yang lebih cocok menjadi pasangan Alisya? Kalau bisa sebutkan alasannya ya A. Raja Dafandra B. Kapten Efatta C. Keduanya tidak cocok Terima kasih banyak telah memberikan dukungan kepada kisah ini dengan memberikan review, vote atau gem, dan membagikan kepada teman-teman. 😁 Dukungan kalian sangat berarti bagi author. Terus pantau ya kelanjutan kisah DALAM GENGGAMAN SANG RAJA hanya di GOODNOVEL.