Hai, pembaca novel DALAM GENGGAMAN SANG RAJA!
Bagaimana kabarnya? Semoga selalu dalam lindungan Allah di mana pun berada.
Terima kasih telah mengikuti kisah Alisya sampai sejauh ini 😀 Bagaimana kesan teman-teman mengenai kisah ini, bisa ditulis di kolom review ya 😁
Menurut teman-teman, siap nih yang lebih cocok menjadi pasangan Alisya? Kalau bisa sebutkan alasannya ya
A. Raja Dafandra
B. Kapten Efatta
C. Keduanya tidak cocok
Terima kasih banyak telah memberikan dukungan kepada kisah ini dengan memberikan review, vote atau gem, dan membagikan kepada teman-teman. 😁
Dukungan kalian sangat berarti bagi author.
Terus pantau ya kelanjutan kisah DALAM GENGGAMAN SANG RAJA hanya di GOODNOVEL.
Setelah meundur beberapa langkah, Roni berlari dan melompat dengan menjadikan pagar sebagai tumpuan kaki. Untuk sesaat Alisya dan Roni melayang di udara. Kemudian dengan cantik, Roni berhasil menapakkan kaki di atap lantai dua sebuah bangunan sebelah penginapan. Saat Roni berlari di atas atap, tiba-tiba rasa tidak enak hati menyergap sang putri. "Maaf, Roni jika aku terlalu berat," ucap sang putri penuh sesal. "Tidak, Putri! Sama sekali tidak! Malahan sebenarnya Putri menjadi lebih kurus dari pada saat pertama kali kapten menemukan putri di lautan." Roni menjawab dengan tetap berlari dan melompati atap-atap bangunan terbuat dari kayu. 'Ternyata aku lebih kurus ....' Tidak seperti lazimnya para wanita yang bahagia dengan tubuh yang ramping, Alisaya justru merasa resah. Alasan utama keresahan Alisya tentu saja karena saat ini sang putri tengah mengandung. Sebagai seorang dokter, putri Raja Nandri tentu mengkhawatirkan kandungnya. Terlebih, aktifitas ekstrim yang putri jalani baru-bar
Meringis menahan sakit, seorang pria dengan sebelah mata buta meremas dagu Alisya. Pandangan sang putri menerobos mata hitam pria asing yang baru saja dia temui. "Kulitmu sangat halus ...." seringai pria asing melebar di bibirnya yang berwarna hitam, matanya mengamati kain hitan yang menutup sebelah mata sang putri. Setelah dikurung selama satu malam dalam ruangan gelap, akhirnya ada orang yang datang menemui Alisya. Sayangnya, orang itu bukan orang yang Alisya harapkan. Seorang pria berambut hitam menarik kasar kain penutup mata sang putri. Kedua mata hijau Alisya yang jernih dapat dengan jelas memantulkan wajah pria asing berkulit cokelat terang. "Cantik juga ...." Pria asing mengangguk-angguk begitu menyadari salah satu mata sang putri ternyata tidak buta. Merogoh saku celana, pria asing membuka sebuah lipatan kertas. Kertas itu menampilkan sebuah pengumuman dari kerajaan Kosmimazh untuk memburu seorang wanita raja disertai sebuah gambar wanita berambut merah. Bolak-balik mata p
Seolah aliran darah Alisya membeku. Seekor tikus di perpustakaan Kastil Nikiyzh saja mampu membuat Alisya ketakutan setengah mati. Apalagi belasan tikus berwarna kelabu. Suara cicit dan langkah kaki tikus yang gaduh di dalam sangkar semakin membuat bulu-bulu Alisya meremang. Menoleh ke arah gadis pelayan, Kapten Licas memberikan isyarat dengan gerakan wajah. Gadis pelayan segera mematuhi perintah kapten. "Apa yang akan kalian lakukan?" tanya Alisya ketika melihat gadis pelayan membawa karung biji-bijian. Tanpa menjawab pertanyaan Alisya, gadis pelayan membuka karung itu dan memuntahkan isinya di atas kepala sang putri. Biji-bijian segera tersebar di sekitar tubuh sang putri. Beberapa juga ada diantara paha, bahkan masuk ke dalam baju sang putri. "Apa kalian gila?" umpat Alisya kesal. Menoleh ke arah kumpulan tikus yang semakin gaduh karena mencium aroma biji-bijian, Alisya segera dapat mengerti apa yang akan Kapten Licas lakukan dengan tikus-tikus itu. "Ti ... Tidak, Kapten! Jang
"Arrggggghhhh!" Jeritan Alisya melengking bagaikan lolongan serigala di malam bulan purnama. Spontan jeritan itu mengalihkan perhatian Efatta pada wanita yang masih terikat di kursi. Mata Efatta menangkap gerak dari balik baju sang putri. Wajah Alisya telah semakin pucat dengan bibir mengering. 'Sial! Tikusnya masuk ke dalam baju Alisya!' Efatta kembali mengayunkan pedang ke kaki Kapten Licas. Refleks sang kapten melompat, selanjutnya mengayunkan pedang ke arah Efatta yang berada di bawahnya. Untungnya Efatta menangkis tepat waktu. Malahan kaki Efatta berhasil menjegal kaki pria bermata satu hingga terjatuh. Saat Kapten Licas terjatuh Efatta segera melanjutkan serangan. Berguling mengindari serangan, Kapten Licas berhasil bangkit. Saat Kapten Licas baru saja mengumpulkan tenaga, tendangan Efatta segera menghantam jantung kapten berambut hitam. Terkejut dan menahan sakit, Kapten Licas kehilangan sedikit keseimbangan. Tidak ingin menyiakan kesempatan, Efatta menyabet pedang Kapten L
"Aku hanya seorang dokter, tidak bisa menentukan hidup dan mati seseorang. Aku telah memberinya obat penetral racun. Juga menangani masalah keguguran janin yang dikandungnya. Sekarang dia sedang beristirahat, kamu boleh menungguinya." Tuan Harry memandang Efatta dengan tatapan aneh. "Baik dokter, terima kasih." Akhirnya Efatta bisa bernapas dengan lebih lega. Efatta menoleh ke arah anak buahnya dan berkata, "kalian boleh pergi. Untuk beberapa saat aku akan tinggal di sini bersama Alisya." "Baik, Kapten. Semoga Putri segera kembali pulih," ujar awak kapal berambut keriting kemudian meninggalkan rumah dokter tua bersama awak kapal yang lain. "Ngomong-ngomong, kenapa wanita itu bisa digigit tikus beracun? Hewan itu tidak akan berenang dari negeri Samargdizh ke tempat ini, Kan?" tanya dokter tua tiba-tiba. Tangan mengepal erat, ingatan Efatta memunculkan sosok gadis berambut hitam dengan bibir berwarna semerah darah. "Efatta ... apa maksud dari perkataanmu? Bukankah kita telah ...."
"Apakah kamu yakin sudah lebih baik?" tanya Efatta kepada Alisya yang berdiri di dermaga pulau Lanunzah. Sang putri hanya mengangguk pelan. Sejak kehilangan bayi Alisya nyaris tidak berkata-kata. Efata hanya bisa maklum, suasana hati sang putri pasti masih buruk. Senja itu Efatta memutuskan akan kembali mengembangkan layar setelah kurang lebih satu pekan berada di pulau Lanunzah, markas para bajak laut. Wajah putih Alisya tertimpa cahaya jingga mentari yang nyaris tenggelam. rambut merah sang putri terurai dengan gaun ungu muda dan mantel dengan warna senada. Meski tidak tersenyum, kecantikan Alisya masih bersinar bak bulan purnama. Perlahan Efatta menuntun Alisya menuju ke kapal Skorpiozh yang telah siap menunggu untuk berpetualang. Ingatan Efatta menampilkan kilatan adegan pertemuannya dengan Kapten Agenor, Raja bajak laut Hiu Putih. Aganor adalah salah satu dari bajak laut terkuat bukan hanya di Benua Barat, tetapi di bumi. Jumlah keseluruhan armada yang berlayar di bawah bender
Setelah pertengkaran antara Alisya dan Efatta, keduanya hanya saling diam. Efatta yang biasanya tidak pernah menjauh dari ranjang sang putri lebih banyak menghabiskan waktu di atas kabin. Lagi pula, Alisya sedang mengalami pendarahan pasca keguguran. Sehingga, dia tidak bisa memberi Efatta kesenangan seksual seperti yang pria itu harapkan. Tidak ada pembajakan, tidak ada pesta. Lebih dari dua pekan kapal Skorpiozh mengapung di lautan. Jumlah awak kapal yang sedikit membuat Efatta berencana merekrut orang-orang baru untuk berlayar bersamanya. Tidak masalah! Dalam karir pertamanya di lautan, bahkan Efatta memulai dengan hanya enam orang awak kapal. Untuk mendapatkan anak buah kapal yang baru, Efatta harus mengunjungi sebuah pulau. Meski begitu, tetap saja tidak mudah merekrut orang untuk menjadi seorang kriminal yang diburu kerajaan. "Kapten, di depan ada sebuah pulau! Mungkin kita bisa ke sana!" teriak bajak laut keriting dari atas pengintai di tiang utama kapal. Efatta mengarahka
Benar saja, sekumpulan pria tampak berlari membawa obor di dermaga. Tidak lama kemudian kobaran api melahap kapal kebanggaan Efatta dan seluruh awak kapalnya. Bunga api tampak berterbangan dari kejauhan seperti memercikkan ingatan di masa lalu. Sang kapten yang saat itu terjerembab di tanah segera bangkit. Kedua mata biru Effata seolah menjadi lautan api. Dengan gerakan brutal, pria berambut merah memberikan serangan balasan. Begitu juga dengan awak kapal yang masih bertahan hidup. Sayangnya, karena kalah jumlah, dengan mudah awak kapal Efatta dihabisi seperti memukul nyamuk dalam satu kali tepukan. "Efatta!" teriak Alisya pecah ketika melihat tubuh lelaki berambut merah tumbang. Tangis sang putri seolah membelah langit seraya meronta. "Kamu sedih melihatnya begitu? Harusnya kamu menurut, sehingga lelaki itu tidak harus menanggung beban karena kegilaanmu!" ucap wanita berambut hitam dengan tatapan sinis. Sejurus kemudian tangan putih wanita berambut hitam membuat gerakan menyapu di