Saya ucapkan 'terima kasih' sebesar-besarnya kepada para pembaca setia yang telah merelakan waktu untuk membaca buku ini. Juga, merelakan uangnya untuk beli koin buku ini, menulis komentar, review, memberikan gem/vote, mengajak orang-orang untuk membaca buku ini.ššš Thanks, I ā¤ļø U. Dukungan kalian sangat berarti buat author Sunny š
Kerajaan Kosmimazh dan negara-negara di sekitarnya terhampar di atas meja. Dalam ruang kerja Dafandra, tiga orang pemilik darah murni kerajaan Kosmimazh berkumpul. Sudah lama Dafandra tidak bertemu dengan sang paman. Siapa sangka patah hati yang dialamai Dafandra mengakibatkan pertemuan dengan sahabat lama juga mantan atasannya dalam satu meja kerja. Jenderal besar menggerakkan miniatur kapal di pangkalan militer menuju ke pulau Lionysozh. "Hanya dengan mengerahkan semua pasukan di pangkalan-pangkalan militer kerajaan, aku rasa itu cukup untuk melakukan penyerangan di pulau Lionysozh," ujar sang jenderal. "Bagaimana dengan para bajak laut?" raut wajah Dafandra sedikit khawatir. "Aku rasa prajurit patroli saja sudah cukup. Untuk sementara fokus kita hanya pada peperangan. Peperangan merebut pulau Lionysozh tidak akan berlangsung singkat, Paduka Raja." Takis menghela napas panjang. "Baiklah kalau begitu, aku setuju apa maumu. Jadi kapan waktu terbaik kita melakukan penyerangan?"
Layar kapal berkembang bagaikan gunung-gunung di tengah samudra. Kicauan burung terdengar lalu-lalang di udara, pertanda kapal tidak jauh dari daratan. Dengan menggunakan sebelah matanya sang jenderal besar mengintip ke dalam teropong. Matanya melebar menyaksikan ujung daratan tampak di kejauhan. "Di depan terhampar pulau Lionysozh, tambang emas terbaik di dunia! Demi kemakmuran dan kejayaan kerajaan akan kita rebut pulau Lionysozh!" teriak Takias, disambut sorak penuh semangat para prajurit. Tidak kurang dari dua ribu kapal mengangkut pasukan terbaik kerajaan Kosmimazh untuk menyerbu pulau Lionysozh. Meskipun terbilang nekat, tetapi Takias telah mengirimkan kapal-kapal ke sebelah barat pulau Lionysozh untuk menghalau bala bantuan dari kota Stemmazh. Juga pasokan makan dan persediaan senjata telah diatur sedemikian rupa untuk dapat bertahan dan terus melangsungkan peperangan. Sementara itu seorang prajurit penjaga pantai lari tergopoh-gopoh menuju ke ruangan Myran. Pangeran kedua ke
Dari atas menara pengintai Myran mengarahkan teropongnya ke arah kapal Takias dengan gelisah. Berkali-kali pangeran itu mengatur napas. Dalam hatinya terus memuji kebesaran Tuhan untuk menghindari peperangan. Akan tetapi, jantung Myran seakan berhenti berdetak ketik melihat pertarungan Zhan dan anak buahnya melawan pasukan kerajaan Kosmimazh. Harapan Myran untuk perdamaian pupus sudah. 'Alisya, apa sebenarnya yang telah kamu lakukan? Kamu telah membangunkan iblis yang lama tertidur!' Myran menghela napas panjang seraya menatap nanar kobaran api kapal Zahan di antara gerombolan kapal berlayar biru dengan gambar tanduk rusa jantan di tengahnya. "Pangeran, kita harus siapkan manjanik dan panah api untuk menyambut kapal-kapal kerajaan Kosmimazh. Juga tambahan pasukan di sepanjang pantai," ucap Roe kepada Myran. Permintaan pria gempal itu segera mendapatkan persetujuan dari pangeran kedua kerajaan Crysozh. Suara lonceng peringatan keamanan terdengar nyaring bersautan. Para prajurit berge
"Matilah, Kamu!" Lagi-lagi Roe berhasil membunuh pria berbaju hitam. Sang jenderal itu menggila, sekuat tenaga Roe berusaha menyelamatkan Myran. Sangat jauh dari harapan. Padahal, awalnya Myran berharap akan membantu Roe mengalahkan musuh-musuhnya. Akan tetapi, yang terjadi justru sebaliknya. Pangkal bahu Myran tersayat pedang. Pangeran itu nyaris terjatuh karena kejutan luka di bahu. Meski pegangan tangannya mulai bergetar, pangeran kedua tetap bersikeras untuk melanjutkan pertarungan. Ini untuk pertama kalinya Zeth menyaksikan Myran penuh semangat menantang kematian. Meski begitu, semangat saja tidak cukup untuk bertahan dari ganasnya pertempuran. Keahlian, kekuatan, dan kecepatan adalah segalanya. Itu adalah kecakapan yang harus dimiliki setiap prajurit layaknya sekor citah yang berlari, membunuh, dan makan dengan cepat. Karena itulah citah menjadi salah satu predator tercepat dan terkuat lagi disegani. "Ah!" Kali ini Myran mengerang karena salah satu sisi pahanya tersayat. Warn
"Alisya si bedebah!" Raja Nandri melemparkan cawan emas dari genggaman tangannya. Kabar mengenai penyerangan pulau Lionysozh datang terlambat. Pulau itu telah jatuh ke tangan kerajaan Kosmimazh. Bukan hanya raja, raut wajah semua orang dalam aula kerajaan berubah gelisah seketika. "Paduka Raja, tenangkan diri Anda!" ucap Ratu segera memeluk raja."Bagaimana aku bisa tenang? Jalang itu telah dua kali menggagalkan pernikahan aliansi! Sekarang ...." Tangan kanan raja meremas dada kirinya dengan erat."Bagaimana keadaan Myran?" tanya Rifian kepada pembawa pesan. "Maaf, Yang Mulai. Mengenai pangeran kedua, hamba tidak tahu pasti." Wajah pembawa pesan terlihat ragu-ragu."Adarian!" teriak raja dengan suara bergetar."Hamba di sini, Paduka Raja." Sang jenderal besar menghadap raja."Pimpin pasukan untuk kembali merebut pulau Lionysozh!""Siap, Paduka Raja!" Sang jenderal besar segera pergi ke luar aula kerajaan untuk menghimpun kekuatan. "Rifian, aku perintahkan kepadamu untuk menangkap
Alisya menghapus air mata yang terus mengalir meski tanpa diminta. Hidup tidak selamanya memberikan pilihan mudah. Ada kalanya sang putri tidak bisa terus berada di jalur abu-abu. Pada akhirnya putaran takdir akan mendorongnya untuk memilih hitam atau putih. Sebelum pergi, sang putri memotong rambut panjang Fayvel dan memasukkannya ke dalam sebuah tas seperti membungkus kenangan ma is sekaligus kelam. Di masa lalu, menyisir rambut panjang Fayvel adalah salah satu momentum paling romantis yang Alisya miliki. Meski begitu, sang putri berharap kematian Fayvel setidaknya bisa dijadikan tebusan untuk menyelamatkan nyawa Myran. Oleh karena itu, Alisya tidak mempunyai banyak waktu. Matahari sudah semakin memerah, hanya menunggu beberapa saat untuk benar-benar tenggelam ke peraduan. Dengan langkah seribu sang putri menuruni tangga menuju ke lantai dasar. Alisya beruntung karena suasana galeri sore itu sangat sepi. Tanpa ragu Alisya berjalan cepat menuju istal. Ada lima ekor kuda di dalam s
"Alisya jangan menangis! Ayo berpikir!" Seumur hidup, ini kali pertama Alisya melihat paus dari jarak dekat. Suara hempasan air dan teriakan paus bersautan seperti musik sebuah pesta. Yah, gerombolan paus itu memang benar-benar berpesta. Merka terlihat makan dengan lahap, sedangkan Alisya terjebak rasa lapar dan ketakutan. "Dayung!" Berusaha tenang, sejurus kemudian Alisya meraih dayung. Tangannya mendayung untuk bisa segera pergi dari lingkaran pesta para paus. Akan tetapi, lagi-lagi perahunya goncang karena sundulan paus. Moncong seekor paus menyembul tepat di sebelah Alisya, seolah sengaja mengucapkan selamat makan. "Hah!" Alisya mengelap wajah yang tersiram air laut. "Sedikit lagi!" Kedua tangan Alisya kembali meraih dayung hingga akhirnya berhasil keluar dari lingkaran penuh gelembung yang dibuat para paus untuk menjebak ikan-ikan kecil sebelum dimangsa. Sebuah strategi berburu yang unik. Bagaikan berhasil melewati jembatan maut, untuk sesaat Alisya tersenyum lega seraya me
Mendorong pria berambut merah, Alisya menjerit ketakutan. "Tidak usah mengambil kesempatan dalam kesempitan!" Sang kapten bangkit kemudian terduduk. "Aku menyelamatkanmu. Jika tidak kamu sudah jatuh ke laut!" kilah sang kapten, dia memang benar. Alisya menghela napas panjang, wajahnya menengadah ke langit yang sepertinya enggan untuk meredakan hujan. Jeritan paus kembali terdengar, membuat jantung Alisya kembali berdebar. "Baiklah, sepertinya aku membuang-buang waktuku di sini." Sang kapten bangkit hendak meninggalkan Alisya."Tunggu!" lirih Alisya dengan suara menggigil. Kapten berambut merah menoleh memberikan isyarat kepada Alisya untuk naik di perahunya. Karena tidak mempunyai pilihan lain Alisya terpaksa mengikuti pria asing yang baru saja dia temui. Selama dalam perjalanan menuju ke kapal keduanya hanya saling diam. "Kapten!" teriak awak kapal khawatir menyambut kedatangan sang kapten."Kapten?" lirih Alisya, pria itu hanya menyeringai. Setelah sampai di atas kapal, para
Saat makan malam tiba. Dalam satu meja makan terdapat Dafandra, Alisya dan ibu suri. Suasana di meja makan sangat hening, sampai ibu suri angkat bicara. "Aku dengar kamu telah mengalami perdarahan. Apakah ketubanmu telah pecah?" "Belum, Ibu Suri." Alisya menjawab sopan. "Makanlah yang banyak agar tubuhmu lebih kuat menghadapi persalinan! Mungkin nanti malam atau besok pagi anakmu akan lahir. Semoga persalinanmu berjalan lancar." Ibu suri menatap Alisya yang terlihat sedikit malas menyendok makanan. "Terima kasih atas perhatiannya, Ibu Suri." Alisya membalas ucapan ibu mertuanya dengan senyuman. Sepertinya ibu raja juga turut bahagia karena akan menyambut cucu pertamanya. Setelah acara makan malam usai ibu suri meninggalkan ruang makan. Di ruang makan Alisya masih terduduk di kursinya. Sang ratu kembali menahan sakit dengan tangan mengelus perut yang menegang. Pada saat yang sama janin Alisya juga bergerak seakan mengabarkan dirinya tidak sabar untuk segera terlahir. "Ayo, Alisya!
"Benarkah?" Alisya bangkit untuk melihat secara langsung darah yang Dafandra maksud. Sang raja menelan ludahnya sendiri. Alisya bukan lagi gadis perawan. Kenapa kewanitaannya mengeluarkan darah? Seketika wajah pria nomor satu di Kosmimazh berubah pucat. Sang raja tidak habis pikir jika perbuatannya dapat mengakibatkan sang istri mengalami perdarahan. "Aku akan segera memanggil dokter!" tangan raja segera meraih baju di sisi ranjang. "Yang Mulia!" Alisya menahan lengan kekar Dafandra. "Darah ini pertanda aku akan segera melahirkan, Yang Mulia." Alisya tersenyum lebar. "Benarkah?" Alis raja melengkung ke atas seakan tidak percaya dengan ucapan yang baru saja dia dengar. Entah karena Hujaman raja yang terlalu keras atau karena efek peleasan hormon cinta di tubuh ratu, yang jelas usia kehamilan Alisya sudah lebih dari cukup untuk melahirkan bayi. "Jika kontraksinya bagus, mungkin nanti sore atau malam, bayimu akan lahir." Senyuman di bibir merah delima Alisya merekah indah, membuat
Malam yang dingin menyelimuti kota Asteryzh. Ibu kota kerajaan Kosmimazh. Dingin yang seakan menusuk tulang membuat siapa pun ingin meringkuk di bawah selimut tebal. Akan tetapi, malam ini Alisya menyibak selimut dengan rasa gusar. Bintik-bintik keringat menghiasi dahi wanita nomor satu di Kosmimazh. "Ada apa?" Gerkaan kasar ratu membuat raja terbangun dari mimpi. "Aku hanya merasa gelisah, Yang Mulia." Alisya Menjawab segera pertanyaan suaminya seraya duduk di ranjang. Merapatkan tubuh pada wanita berambut merah, Dafandra berbisik di telinga putri Crysozh. "Kenapa?" Tangan raja mengelus perut bulat wanita dalam dekapan. "Seharusnya, bayi ini sudah lahir. Tetapi, aku belum merasakan tanda-tanda akan melahirkan." Alisya menundukkan wajah sehingga wajah tertutup rambut merah bagaikan tirai. Raja berpindah posisi tepat di hadapan ratu. Tangan menyibak rambut, Dafandra memegang kedua sisi wajah sang putri Crysozh. Pria nomor satu di Kosmimazh sangat mengerti kegundahan hati istrinya.
Terima kasih kepada segenap pembaca yang telah mengikuti kisah Alisya sampai akhir. Bagi saya, Alisya adalah cinta pertama saya dalam dunia novel, karena dia dalah original character pertama buatan saya. Dengan kata lain, novel ini adalah novel pertama saya. Mohon maaf jika karya ini masih jauh dari kata sempurna. Maaf juga jika ada yang kurang puas dengan akhir dari jovel ini. Yang jelas, saya berusaha menulis novel ini dengan sepenuh hati. Sudah tidak terhitung banyaknya waktu dan revisi yang saya lakukan untuk novel ini. Semua itu saya lakukan untuk mencoba memberikan yang terbaik bagi pembaca. Ikuti juga novel-novel author Sunny Zylven selanjutnya, Ya! Salam sayang, Sunny Zylven ā¤ļøā¤ļøā¤ļø
Memasuki kamar Raja Rifian, Alisya tidak menyangka akan bertemu ibu suri. Meski canggung, adik kandung penguasa Crysozh tetap berusaha tenang dan tersenyum. "Hormat kepada Ibu Suri," ucap Alisya, selanjutnya memberikan hormat kepada raja yang masih terbaring di ranjang. "Syukurlah, akhirnya kakak sadar juga!" Seulas senyuman terlukis di bibir sang putri Crysozh. Setelah dokter menemukan penyebab utama raja tidak kunjung sadar, perawatan ekstra diberikan kepada pria normor satu di kerajaan Crysozh. Kesehatan Raja Rifian memang belum pulih sempurna. Wajah kakak Alisya juga masih terlihat pucat. Akan tetapi, itu masih lebih baik dari pada terus terpejam tidak sadarkan diri. "Ya, semua ini berkat suamimu," balas Rifian. "Suamiku?" Alis sang ratu Kosmimazh melompat bersamaan. "Tentu saja, jika tidak karena pertolongannya, baik aku, kamu, ibu, dan rakyat tidak berdaya pasti sudah mati di tangan Paman Ega. Aku sangat berterima kasih kepadanya. Kamu sangat beruntung Alisya, mempunyai seo
"Bagaimana keadaannya, Dokter?" tanya Dafandra kepada pria berambut putih. Dengan wajah cerah Iason berkata, "Yang Mulia tenang saja, kondisi janin Ratu Alisya baik-baik saja." Setelah sekian lama di Crysozh, baru kali ini Alisya mendapatkan pemeriksaan medis oleh dokter kerajaan Crysozh. Keadaan sebelumnya yang memaksa sang ratu Kosmimazh untuk menyembunyikan kehamilan. Spontan senyuman di bibir pria nomor satu Kosmimazh melebar, "Terima kasih, Dokter." "Sebaiknya Yang Mulia beristirahat terlebih dahulu di Crysozh, jangan buru-buru kemabli ke Kosmimazh. Biarkan Ratu Alisya beristirahat setelah hari-hari yang buruk menimpanya." Kepala dokter kerajaan memandang Alisya dan Dafandra bergantian. "Tentu, Dokter! Aku akan memberikan waktu istirahat yang banyak untuk ratuku," jawab Dafandra segera. "Guru, ngomong-ngomong bagaimana keadaan kakakku?" tanya Alisya dengan kedua alis melengkung ke atas. Rasa di hati putri Crysozh belum lega jika sang kakak belum pulih kembali. "Yang Mulia b
Layang-layang di angkasa terlihat berpencar. Lysias dan beberapa penyihir lain menembakan sihir ke langit. Saat fokus para penyihir tertuju pada puluhan layang-layang dan terjadi ledakan berkali-kali di ketinggian, sekumpulan pria entah dari mana menggiring pengunjung alun-alun menjauhi pusat keributan melalui jalan yang sepertinya telah disiapkan. Pertempuran di darat dan udara pun pecah. Setelah semua penduduk di pesta berhasil dievakuasi, ratusan panah api turun dari langit bagaikan hujan deras. Prajurit sihir yang kehilangan kemampuan sihir karena tangan dan mulut tidak bisa digerakkan lari kocar-kacir. Tidak membutuhkan waktu lama kobaran api membakar beberapa sisi alun-alun yang terbuat dari kayu. "Mungkinkah mereka pasukan Yang Mulia ..?" gumam sang ratu Kosmimazh. Para gadis di dalam sangkar mulai panik, mereka berteriak dan menangis. Melirik ke sisi kiri, Alisya mendapati ibu kandungnya menatap keributan dengan santai. Begitu juga dengan Gelsi, si Mentri pertahanan. Keduan
"Apa ada di antara kalian yang ingin mengikuti jejak Gelsi? aku akan menerimanya dengan senang hati" tanya Ega dengan salah satu alis terangkat. Semua orang di dalam aula kerajaan terdiam. Para menteri yang tamak tentu saja akan lebih memilih nyawa mereka masing-masing. *** "Yang Mulia, tiga hari lagi kerajaan akan mengadakan upacara pengangkatan raja. Pada malam pengangkatan raja, akan diadakan upacara pengorbanan lima puluh gadis perawan dan tiga orang bangsawan." Arys memberikan laporan kepada pria berambut pirang yang tengah duduk termenung memandang peta ibu kota Stemmazh. "Apa? Pengorbanan lima puluh gadis perawan dan tiga bangsawan? Apa maksudnya?" tanya Dafandra dengan kedua alis melompat bersamaan. Pria nomor satu di Kosmimazh tidak dapat menyembunyikan keterkejutan. "Mereka akan menggelar ritual sihir!" jelas Arys. "Sial!" umpat pria nomor satu di Kosmimazh sambil mengepalkan tangan di atas meja. "Menurut informasi dari intelejen, Pangeran Ega akan mengorbankan para pe
"Kasihan sekali raja baru kita, belum lama menjabat kini harus merelakan diri turun dari tahta," ucap seorang wanita bergaun biru di salah satu gang ibu kota. "Benar sekali. Akan tetapi, aku rasa itu yang terbaik demi kemajuan kerajaan. Kita tidak bisa terus-terusan menunggu orang yang tertidur untuk bangun, sedangkan rakyat setiap hari bangun pagi untuk mencari sepotong roti," saut wanita bergaun cokelat. "Setuju! Apalagi yang akan menjadi raja selanjutnya adalah Pangeran Ega. Bukankah dia pejabat yang bijaksana?" Wanita bergaun ungu turut angkat bicara. "Benar ... Benar sekali!" Jawab wanita bergaun biru dan cokelat serempak. Suasana di ibu kota benar-benar kondusif untuk segera melengserkan Raja Crysozh yang berkuasa. Segala lini kehidupan telah memberikan dukungan kepada calon raja baru. Bahkan, pada lapisan masyarakat paling bawah. Penduduk kota telah menyambut pengangkatan raja baru dengan mendekorasi kota sedemikian rupa. Siapa sangka, di saat yang sama pasukan penyihir yan