Saya ucapkan 'terima kasih' sebesar-besarnya kepada para pembaca setia yang telah merelakan waktu untuk membaca buku ini. Juga, merelakan uangnya untuk beli koin buku ini, menulis komentar, review, memberikan gem/vote, mengajak orang-orang untuk membaca buku ini.ššš Thanks, I ā¤ļø U. Dukungan kalian sangat berarti buat author Sunny š
"Alisya si bedebah!" Raja Nandri melemparkan cawan emas dari genggaman tangannya. Kabar mengenai penyerangan pulau Lionysozh datang terlambat. Pulau itu telah jatuh ke tangan kerajaan Kosmimazh. Bukan hanya raja, raut wajah semua orang dalam aula kerajaan berubah gelisah seketika. "Paduka Raja, tenangkan diri Anda!" ucap Ratu segera memeluk raja."Bagaimana aku bisa tenang? Jalang itu telah dua kali menggagalkan pernikahan aliansi! Sekarang ...." Tangan kanan raja meremas dada kirinya dengan erat."Bagaimana keadaan Myran?" tanya Rifian kepada pembawa pesan. "Maaf, Yang Mulai. Mengenai pangeran kedua, hamba tidak tahu pasti." Wajah pembawa pesan terlihat ragu-ragu."Adarian!" teriak raja dengan suara bergetar."Hamba di sini, Paduka Raja." Sang jenderal besar menghadap raja."Pimpin pasukan untuk kembali merebut pulau Lionysozh!""Siap, Paduka Raja!" Sang jenderal besar segera pergi ke luar aula kerajaan untuk menghimpun kekuatan. "Rifian, aku perintahkan kepadamu untuk menangkap
Alisya menghapus air mata yang terus mengalir meski tanpa diminta. Hidup tidak selamanya memberikan pilihan mudah. Ada kalanya sang putri tidak bisa terus berada di jalur abu-abu. Pada akhirnya putaran takdir akan mendorongnya untuk memilih hitam atau putih. Sebelum pergi, sang putri memotong rambut panjang Fayvel dan memasukkannya ke dalam sebuah tas seperti membungkus kenangan ma is sekaligus kelam. Di masa lalu, menyisir rambut panjang Fayvel adalah salah satu momentum paling romantis yang Alisya miliki. Meski begitu, sang putri berharap kematian Fayvel setidaknya bisa dijadikan tebusan untuk menyelamatkan nyawa Myran. Oleh karena itu, Alisya tidak mempunyai banyak waktu. Matahari sudah semakin memerah, hanya menunggu beberapa saat untuk benar-benar tenggelam ke peraduan. Dengan langkah seribu sang putri menuruni tangga menuju ke lantai dasar. Alisya beruntung karena suasana galeri sore itu sangat sepi. Tanpa ragu Alisya berjalan cepat menuju istal. Ada lima ekor kuda di dalam s
"Alisya jangan menangis! Ayo berpikir!" Seumur hidup, ini kali pertama Alisya melihat paus dari jarak dekat. Suara hempasan air dan teriakan paus bersautan seperti musik sebuah pesta. Yah, gerombolan paus itu memang benar-benar berpesta. Merka terlihat makan dengan lahap, sedangkan Alisya terjebak rasa lapar dan ketakutan. "Dayung!" Berusaha tenang, sejurus kemudian Alisya meraih dayung. Tangannya mendayung untuk bisa segera pergi dari lingkaran pesta para paus. Akan tetapi, lagi-lagi perahunya goncang karena sundulan paus. Moncong seekor paus menyembul tepat di sebelah Alisya, seolah sengaja mengucapkan selamat makan. "Hah!" Alisya mengelap wajah yang tersiram air laut. "Sedikit lagi!" Kedua tangan Alisya kembali meraih dayung hingga akhirnya berhasil keluar dari lingkaran penuh gelembung yang dibuat para paus untuk menjebak ikan-ikan kecil sebelum dimangsa. Sebuah strategi berburu yang unik. Bagaikan berhasil melewati jembatan maut, untuk sesaat Alisya tersenyum lega seraya me
Mendorong pria berambut merah, Alisya menjerit ketakutan. "Tidak usah mengambil kesempatan dalam kesempitan!" Sang kapten bangkit kemudian terduduk. "Aku menyelamatkanmu. Jika tidak kamu sudah jatuh ke laut!" kilah sang kapten, dia memang benar. Alisya menghela napas panjang, wajahnya menengadah ke langit yang sepertinya enggan untuk meredakan hujan. Jeritan paus kembali terdengar, membuat jantung Alisya kembali berdebar. "Baiklah, sepertinya aku membuang-buang waktuku di sini." Sang kapten bangkit hendak meninggalkan Alisya."Tunggu!" lirih Alisya dengan suara menggigil. Kapten berambut merah menoleh memberikan isyarat kepada Alisya untuk naik di perahunya. Karena tidak mempunyai pilihan lain Alisya terpaksa mengikuti pria asing yang baru saja dia temui. Selama dalam perjalanan menuju ke kapal keduanya hanya saling diam. "Kapten!" teriak awak kapal khawatir menyambut kedatangan sang kapten."Kapten?" lirih Alisya, pria itu hanya menyeringai. Setelah sampai di atas kapal, para
"Tolong pikirkan baik-baik kapten, aku bersungguh-sungguh dalam meminta dan berjanji." Alisya masih berusaha membujuk kapten kapal. "Baiklah, tetapi aku tidak ingin terlibat dalam urusan kalian.""Tentu, Anda hanya perlu mengantarku sampai ke pelabuhan.""Setuju. Akan tetapi, persyaratan dariku adalah kamu harus bersedia menjadi bagian dari kapal ini."Alisya tidak bisa menyembunyikan keterkejutan."Maksudnya?""Setelah kamu bertemu raja, kembalilah untuk berlayar bersamaku.""Itu tidak mungkin!""Kenapa? Kamu masih ingin mengemis cinta dari pria yang telah menceraikanmu?" ejek sang kapten."Aku ...""Pikiran baik-baik, Alisya. Asal kamu tahu saja, kamu sedang menumpang di kapal bajak laut."Alisya menelan ludahnya sendiri, "Bajak laut?""Benar." Senyuman di bibir kapten merekah."Kamu pasti tahu bagaimana sepak terjang pangeran kedua memerangi bajak laut layaknya membasmi hama. Mengantarmu ke pulau Lionysozh bukanlah pilihan yang mudah." Setelah keluar dari mulut singa, kini sang pu
Sudah hampir satu pekan Alisya terkurung di dalam penjara bajak laut. Di dalam jeruji besi Alisya duduk memeluk kakinya yang terikat rantai. Meringkuk dalam penyesalan dan rasa takut, sang putri tidak lagi berteriak atau menggedor pintu. Alisya tahu, perbuatan itu akan sia-sia. Jujur saja, sang putri sangat takut berada di dalam penjara. Dalam kesendirian Alisya menangisi kematian Myran. Membayangkan kepala busuk Myran di atas tombak membuat sang putri merasa mual. Akan tetapi, rasa bersalah di hati Alisya membuatnya lebih mual terhadap diri sendiri. Yah, raja memang marah kepada Alisya. Akan tetapi, melimpahkan kemarahan kepada orang lain, itu yang tidak bisa Alisya terima. Saat itu sang putri tengah lupa bahwa dirinya terikat dengan pernikahan politik. Itu artinya setiap tindak-tanduknya akan berpengaruh bagi hubungan kedua kerajaan. "Aku sudah pernah mengatakan kepadamu, kematian bagimu terlalu mudah! Aku ingin kamu berakhir seperti seorang jalang!" ucapan pedas Dafandra kembali
Mendadak suasana di dalam sel Alisya terasa sempit. Napas beraromakan minuman keras terasa menyengat hidung. Tiga orang pria masuk ke dalam sel sang putri. Hanya ada seorang pria jangkung yang tampak ragu berada di luar sel. "Kawan, abaikan ocehan wanita itu! Kita bisa berada dalam masalah jika mengusik wanita kapten!" Meski sedikit mabuk, otak pria jangkung nampaknya masih dapat berfungsi. Raut wajah pria itu menjadi khawatir."Diamlah! Apa kamu tidak bergairah melihat kecantikannya? Kita telah mendapatkan banyak harta rampasan dan wanita hari ini. Apa salahnya kita sedikit bermain-main dengan wanita milik kapten," jawab pria bertato tengkorak, dibenarkan oleh kedua pria lain di dalam sel. Alisya menangkap obrolan awak kapal mabuk dengan seksama. Bagi awak kapal, Alisya adalah wanita milik kapten, berbeda dengan para gadis di sel sebelah. Alasannya sederhana, karena kapten mendapatkan Alisya dengan tangannya sendiri, hal itu menandakan kepemilikan pribadi, bukan bersama. Tangan kek
Sang kapten menyeringai dengan kedua tangan bertumpu di kedua sisi Alisya. "Nah ... begitu lebih baik. Aku sudah tidak sabar melihatmu menggeliat dan mendesah." Pandangan mata kapten menjadi semakin liar, berharap segera menumpahkan hasrat kepada wanita cantik di bawahnya. Saat kapten hendak mendekatkan bibir, tiba-tiba sang putri mendorong dada kapten dengan kencang. "Tapi jangan sekarang! Tubuhmu bau minuman keras!" ucap Alisya membuat kapten terkejut."Benarkah?" sang kapten menangkap napas dengan tangan, kemudian menciumnya."Apakah menurutmu ini buruk?" tanya kapan tanpa rasa bersalah."Ya, sangat buruk. Aroma itu membuatku ingin muntah!" Sang kapten terdiam dan mengatur napas. Padahal hasratnya sedang menggebu. "Kapten, bukankah kamu memintaku untuk menikah?""Ya.""Aku bersedia menikah denganmu, tetapi dengan syarat ....""Apa syaratnya?""Beri aku penangguhan waktu untuk menunggu apakah aku mengandung anak raja atau tidak." Sang kapten kembali terdiam, kedua tangannya ter
Saat makan malam tiba. Dalam satu meja makan terdapat Dafandra, Alisya dan ibu suri. Suasana di meja makan sangat hening, sampai ibu suri angkat bicara. "Aku dengar kamu telah mengalami perdarahan. Apakah ketubanmu telah pecah?" "Belum, Ibu Suri." Alisya menjawab sopan. "Makanlah yang banyak agar tubuhmu lebih kuat menghadapi persalinan! Mungkin nanti malam atau besok pagi anakmu akan lahir. Semoga persalinanmu berjalan lancar." Ibu suri menatap Alisya yang terlihat sedikit malas menyendok makanan. "Terima kasih atas perhatiannya, Ibu Suri." Alisya membalas ucapan ibu mertuanya dengan senyuman. Sepertinya ibu raja juga turut bahagia karena akan menyambut cucu pertamanya. Setelah acara makan malam usai ibu suri meninggalkan ruang makan. Di ruang makan Alisya masih terduduk di kursinya. Sang ratu kembali menahan sakit dengan tangan mengelus perut yang menegang. Pada saat yang sama janin Alisya juga bergerak seakan mengabarkan dirinya tidak sabar untuk segera terlahir. "Ayo, Alisya!
"Benarkah?" Alisya bangkit untuk melihat secara langsung darah yang Dafandra maksud. Sang raja menelan ludahnya sendiri. Alisya bukan lagi gadis perawan. Kenapa kewanitaannya mengeluarkan darah? Seketika wajah pria nomor satu di Kosmimazh berubah pucat. Sang raja tidak habis pikir jika perbuatannya dapat mengakibatkan sang istri mengalami perdarahan. "Aku akan segera memanggil dokter!" tangan raja segera meraih baju di sisi ranjang. "Yang Mulia!" Alisya menahan lengan kekar Dafandra. "Darah ini pertanda aku akan segera melahirkan, Yang Mulia." Alisya tersenyum lebar. "Benarkah?" Alis raja melengkung ke atas seakan tidak percaya dengan ucapan yang baru saja dia dengar. Entah karena Hujaman raja yang terlalu keras atau karena efek peleasan hormon cinta di tubuh ratu, yang jelas usia kehamilan Alisya sudah lebih dari cukup untuk melahirkan bayi. "Jika kontraksinya bagus, mungkin nanti sore atau malam, bayimu akan lahir." Senyuman di bibir merah delima Alisya merekah indah, membuat
Malam yang dingin menyelimuti kota Asteryzh. Ibu kota kerajaan Kosmimazh. Dingin yang seakan menusuk tulang membuat siapa pun ingin meringkuk di bawah selimut tebal. Akan tetapi, malam ini Alisya menyibak selimut dengan rasa gusar. Bintik-bintik keringat menghiasi dahi wanita nomor satu di Kosmimazh. "Ada apa?" Gerkaan kasar ratu membuat raja terbangun dari mimpi. "Aku hanya merasa gelisah, Yang Mulia." Alisya Menjawab segera pertanyaan suaminya seraya duduk di ranjang. Merapatkan tubuh pada wanita berambut merah, Dafandra berbisik di telinga putri Crysozh. "Kenapa?" Tangan raja mengelus perut bulat wanita dalam dekapan. "Seharusnya, bayi ini sudah lahir. Tetapi, aku belum merasakan tanda-tanda akan melahirkan." Alisya menundukkan wajah sehingga wajah tertutup rambut merah bagaikan tirai. Raja berpindah posisi tepat di hadapan ratu. Tangan menyibak rambut, Dafandra memegang kedua sisi wajah sang putri Crysozh. Pria nomor satu di Kosmimazh sangat mengerti kegundahan hati istrinya.
Terima kasih kepada segenap pembaca yang telah mengikuti kisah Alisya sampai akhir. Bagi saya, Alisya adalah cinta pertama saya dalam dunia novel, karena dia dalah original character pertama buatan saya. Dengan kata lain, novel ini adalah novel pertama saya. Mohon maaf jika karya ini masih jauh dari kata sempurna. Maaf juga jika ada yang kurang puas dengan akhir dari jovel ini. Yang jelas, saya berusaha menulis novel ini dengan sepenuh hati. Sudah tidak terhitung banyaknya waktu dan revisi yang saya lakukan untuk novel ini. Semua itu saya lakukan untuk mencoba memberikan yang terbaik bagi pembaca. Ikuti juga novel-novel author Sunny Zylven selanjutnya, Ya! Salam sayang, Sunny Zylven ā¤ļøā¤ļøā¤ļø
Memasuki kamar Raja Rifian, Alisya tidak menyangka akan bertemu ibu suri. Meski canggung, adik kandung penguasa Crysozh tetap berusaha tenang dan tersenyum. "Hormat kepada Ibu Suri," ucap Alisya, selanjutnya memberikan hormat kepada raja yang masih terbaring di ranjang. "Syukurlah, akhirnya kakak sadar juga!" Seulas senyuman terlukis di bibir sang putri Crysozh. Setelah dokter menemukan penyebab utama raja tidak kunjung sadar, perawatan ekstra diberikan kepada pria normor satu di kerajaan Crysozh. Kesehatan Raja Rifian memang belum pulih sempurna. Wajah kakak Alisya juga masih terlihat pucat. Akan tetapi, itu masih lebih baik dari pada terus terpejam tidak sadarkan diri. "Ya, semua ini berkat suamimu," balas Rifian. "Suamiku?" Alis sang ratu Kosmimazh melompat bersamaan. "Tentu saja, jika tidak karena pertolongannya, baik aku, kamu, ibu, dan rakyat tidak berdaya pasti sudah mati di tangan Paman Ega. Aku sangat berterima kasih kepadanya. Kamu sangat beruntung Alisya, mempunyai seo
"Bagaimana keadaannya, Dokter?" tanya Dafandra kepada pria berambut putih. Dengan wajah cerah Iason berkata, "Yang Mulia tenang saja, kondisi janin Ratu Alisya baik-baik saja." Setelah sekian lama di Crysozh, baru kali ini Alisya mendapatkan pemeriksaan medis oleh dokter kerajaan Crysozh. Keadaan sebelumnya yang memaksa sang ratu Kosmimazh untuk menyembunyikan kehamilan. Spontan senyuman di bibir pria nomor satu Kosmimazh melebar, "Terima kasih, Dokter." "Sebaiknya Yang Mulia beristirahat terlebih dahulu di Crysozh, jangan buru-buru kemabli ke Kosmimazh. Biarkan Ratu Alisya beristirahat setelah hari-hari yang buruk menimpanya." Kepala dokter kerajaan memandang Alisya dan Dafandra bergantian. "Tentu, Dokter! Aku akan memberikan waktu istirahat yang banyak untuk ratuku," jawab Dafandra segera. "Guru, ngomong-ngomong bagaimana keadaan kakakku?" tanya Alisya dengan kedua alis melengkung ke atas. Rasa di hati putri Crysozh belum lega jika sang kakak belum pulih kembali. "Yang Mulia b
Layang-layang di angkasa terlihat berpencar. Lysias dan beberapa penyihir lain menembakan sihir ke langit. Saat fokus para penyihir tertuju pada puluhan layang-layang dan terjadi ledakan berkali-kali di ketinggian, sekumpulan pria entah dari mana menggiring pengunjung alun-alun menjauhi pusat keributan melalui jalan yang sepertinya telah disiapkan. Pertempuran di darat dan udara pun pecah. Setelah semua penduduk di pesta berhasil dievakuasi, ratusan panah api turun dari langit bagaikan hujan deras. Prajurit sihir yang kehilangan kemampuan sihir karena tangan dan mulut tidak bisa digerakkan lari kocar-kacir. Tidak membutuhkan waktu lama kobaran api membakar beberapa sisi alun-alun yang terbuat dari kayu. "Mungkinkah mereka pasukan Yang Mulia ..?" gumam sang ratu Kosmimazh. Para gadis di dalam sangkar mulai panik, mereka berteriak dan menangis. Melirik ke sisi kiri, Alisya mendapati ibu kandungnya menatap keributan dengan santai. Begitu juga dengan Gelsi, si Mentri pertahanan. Keduan
"Apa ada di antara kalian yang ingin mengikuti jejak Gelsi? aku akan menerimanya dengan senang hati" tanya Ega dengan salah satu alis terangkat. Semua orang di dalam aula kerajaan terdiam. Para menteri yang tamak tentu saja akan lebih memilih nyawa mereka masing-masing. *** "Yang Mulia, tiga hari lagi kerajaan akan mengadakan upacara pengangkatan raja. Pada malam pengangkatan raja, akan diadakan upacara pengorbanan lima puluh gadis perawan dan tiga orang bangsawan." Arys memberikan laporan kepada pria berambut pirang yang tengah duduk termenung memandang peta ibu kota Stemmazh. "Apa? Pengorbanan lima puluh gadis perawan dan tiga bangsawan? Apa maksudnya?" tanya Dafandra dengan kedua alis melompat bersamaan. Pria nomor satu di Kosmimazh tidak dapat menyembunyikan keterkejutan. "Mereka akan menggelar ritual sihir!" jelas Arys. "Sial!" umpat pria nomor satu di Kosmimazh sambil mengepalkan tangan di atas meja. "Menurut informasi dari intelejen, Pangeran Ega akan mengorbankan para pe
"Kasihan sekali raja baru kita, belum lama menjabat kini harus merelakan diri turun dari tahta," ucap seorang wanita bergaun biru di salah satu gang ibu kota. "Benar sekali. Akan tetapi, aku rasa itu yang terbaik demi kemajuan kerajaan. Kita tidak bisa terus-terusan menunggu orang yang tertidur untuk bangun, sedangkan rakyat setiap hari bangun pagi untuk mencari sepotong roti," saut wanita bergaun cokelat. "Setuju! Apalagi yang akan menjadi raja selanjutnya adalah Pangeran Ega. Bukankah dia pejabat yang bijaksana?" Wanita bergaun ungu turut angkat bicara. "Benar ... Benar sekali!" Jawab wanita bergaun biru dan cokelat serempak. Suasana di ibu kota benar-benar kondusif untuk segera melengserkan Raja Crysozh yang berkuasa. Segala lini kehidupan telah memberikan dukungan kepada calon raja baru. Bahkan, pada lapisan masyarakat paling bawah. Penduduk kota telah menyambut pengangkatan raja baru dengan mendekorasi kota sedemikian rupa. Siapa sangka, di saat yang sama pasukan penyihir yan