Home / Romansa / DUA BELAS TAHUN TANPA KAMU / 1. dua belas tahun

Share

DUA BELAS TAHUN TANPA KAMU
DUA BELAS TAHUN TANPA KAMU
Author: Ria Abdullah

1. dua belas tahun

Author: Ria Abdullah
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Suamiku ... kemana kau menghilang meninggalkanku di tengah kejamnya dunia. Bahuku terlalu rapuh untuk mengumpulkan kepingan hati dan memeluk anak-anak kita. Tidak ingatkah kau padaku dan binar mata buah hati kita setiap kali berjumpa denganmu?

**

Oktober, 2024

Hujan mengguyur kota dengan deras membasahi seluruh sudut jalan dan gedung-gedung sekitar toko kami. Sejak pagi mendung yang menggelayut di awan tak beranjak agar sinar matahari dapat mengeringkan kaca toko sehingga kue-kue yang kugelar di etalase bisa terlihat jelas.

Angin berhembus dengan kencang menampar-nampar jendela toko yang telah berdiri selama 10 tahun terakhir, toko kue Delta, gabungan nama kedua anakku, Delia dan Lita.

Kucoba memperbaiki kancing sweater dan syalku agar udara dingin tidak membuatku masuk angin, semalam aku demam jadi keadaanku tak begitu baik hari ini. Mungkin karena hujan jadi orang-orang enggan berlama-lama di luar rumah.

Di dapur, putriku dan adiknya yang duduk di kelas 3 SMP sedang sibuk memanggang brownies dan tiramisu. Aroma manis bercampur dengan wangi kopi yang baru diseduh memenuhi ruangan. Beberapa pengunjung kedaiku terlihat mengobrol dengan teman dan pasangan mereka.

Sesekali kupandangi dapur dari meja kasir, kedua anakku terlihat bercanda sambil mendengarkan musik, delia yang sibuk mencetak kue sembari memeriksa open dan memastikan agar kuenya tidak gosong, sementara adiknya membuat adonan.

"Apa kalian baik-baik saja di sana?"

"Iya, Bunda."

"Jangan sampai kuenya gosong ya."

"Tenang aja Bunda, aku gak akan membiarkan itu terjadi, sebentar lagi pelanggan datang menjemput kuenya," jawab delia sambil tangannya tetap cekatan menarik loyang kue dari dalam oven.

"Makasih ya Kak udah bantu Bunda."

"Selalu Bunda."

Kemudian kuarahkan pandanganku ke seberang jalan, menatap pemandangan sore yang syahdu, hujan masih gerimis di luar sana sementara mobil dan. pejalan kaki melintas tanpa henti, mereka tak peduli tentang hujan yang masih deras, seolah aktivitas kota tetap menggeliat apapun cuacanya.

Entah kenapa pikiranku menerawang, memori itu tiba tiba mengalir cepat seperti air di delta sungai, bercabang kemana-mana, kacau, tapi menggambarkan pola tertentu. Ada pemikiran tentang masa yang sekarang, tentang toko kue, tentang sekolah anak-anak dan tabunganku untuk kuliah mereka, tapi sebagian besar pikiranku saat ini terarah pada musim hujan 12 tahun lalu. Tentang, seorang pria yang pernah kupanggil suamiku, Mas Arham.

Setiap kali mengingat lelaki yang memiliki senyum indah itu, kepiluan merasuk hatiku. Bahkan sampai saat ini, aku tak bisa melupakannya, wajahnya, aroma tubuhnya dan luka-luka yang ia tinggalkan untuk kami.

Lalu ingatan buruk selalu datang setelah kenangan baik, ingatan saat suamiku meninggalkanku dan anak anak tanpa bekal. Dia mencampakkan kami dan membuat kehidupanku jatuh dalam kesengsaraan. Kami hidup dengan keras, terseret dalam pusaran kesulitan dan hutang.

Dia pergi begitu saja seakan kami bukan bagian dari hidupnya. Menghilang bagai ditelan bumi, diculik makhluk luar angkasa atau entah apalah.

Alasan ada tugas di luar kota telah membuatku percaya untuk melepas kepergiannya. Klise sekali memang!

Dia merayuku dan memberikan kecupan di kening, lalu dengan polosnya aku mempercayai lelaki bertubuh tinggi itu. Aku membantunya berkemas, dan percaya dengan naif kalau saat itu dia tidak punya uang sedikitpun untuk kami.

Dan... sejak itu kami kehilangan kontak dengannya.

**

Oktober 2012.

Setelah hujan selama dua hari berturut-turut, tiba-tiba matahari menyapa bumi dengan cahaya lembut, menyingkirkan sisa dingin hujan semalam. Embun pagi menempel di daun keladi seperti berlian yang terlupakan lalu menetes ke atas batu dan menguap. Dunia terbangun dari tidur diiringi oleh kicau burung dan gemerisik daun yang tertiup angin.

"Assalamualaikum." Sapaannya selalu terdengar menggetarkan hati meski itu sudah terdengar ribuan kali.

Saat itu aku sedang menyapu pekarangan, suamiku pulang dari tempat kerjanya dan terlihat terburu-buru. Semalam dia shift malam dan baru pulang jam 07.00 pagi.

"Mas! Kamu sudah pulang?" Aku menyambutnya, menerima tas berisi laptop dari tangannya.

"Iya, sif malam buat pikiranku lelah, aku ingin sekali tidur." Dia mengeluh sambil mengusap matanya.

"Mau kubuatkan kopi dan sarapan dulu?"

"Enggak usah, soalnya aku mau pergi lagi." Aku mengikuti langkahnya ke dalam kamar.

"Kemana?"

"Ada tugas penting, Iriana."

"Oh, tapi biasanya ada pemberitahuan dari jauh-jauh hari Mas, kok bisa mendadak?"

"Entahlah, tapi sebagai satu-satunya orang yang diandalkan sebagai tangan kanan Bos, aku harus turun tangan. Tolong kemasi beberapa pakaian. Aku juga harus bawa berkas administrasi dan identitas pribadiku. Semuanya ya!"

"Kok gitu?" Tiba-tiba perasaanku tak nyaman tapi aku tetap menuruti permintaannya.

"Katanya untuk syarat pembukaan cabang baru, agar aku bisa diangkat sebagai kepala. Bukankah lebih bagus kalau aku jadi kepala cabang, daripada terus membusuk sebagai kepala gudang?!"

"Iya, tapi kau terlihat lelah sekali, Mas."

"Aku tidak masalah jika itu menyangkut usahaku untuk mempromosikan diri. aku harus naik jabatan agar hidup kita lebih sejahtera." Lelaki itu meraih bahuku dan membawaku dalam pelukannya, sesaat aku merasa tentram dalam aroma khas suamiku, kami berpelukan untuk beberapa detik sampai akhirnya dia memintaku kembali memasukkan pakaiannya ke dalam koper.

"Baik-baik di rumah ya, nanti akan kukirimkan uang." Dia mengecup keningku.

"Iya, Mas."

"Jaga Delia dan Lita, katakan padanya kalau aku akan belikan mainan." Saat itu kedua putriku masih berusia 6 dan 4 tahun. Aku mengangguk saja atas pesannya padaku.

"Iya, Mas, tapi cepat-cepat pulang ya. Kamu tahu kan kalau aku gelisah sendirian di rumah."

"Iya hahaha." Lelaki itu tertawa renyah sambil mencubit hidungku.

Bersegera ia meraih koper lalu menyeretnya pergi seakan-akan ada yang memburunya. Bahkan ia tidak sempat cuci muka dan ganti pakaiannya, tidak pula sempat menikmati secangkir kopi yang masih mengepulkan aroma di atas meja. Dia juga tidak bertemu putri kami yang saat itu sudah berangkat sekolah.

Lalu suamiku menghilang....

Hari demi hari berganti tanpa kabar, saat itu teknologi belum secanggih sekarang, ada ponsel biasa tapi belum bisa kupakai untuk akses internet. Aku menyalahkan diriku yang terlalu gagap teknologi, aku juga tidak punya sosial media untuk menelusuri suamiku, jadi yang kulakukan adalah menunggunya.

Menunggu pagi sampai malam, dari matahari terbit hingga kembali ke peraduannya, Aku bertahan dengan sisa uang yang ada, dengan sisa perhiasan emas yang berusaha kucukupkan sampai akhir bulan. Waktu bergulir, matahari terbenam digantikan dengan bulan yang bertengger di di langit malam, musim-musim berganti dan suamiku menghilang.

Aku sudah menelusuri dia, aku cari dia di kantornya dan mengejutkan suamiku telah resign. Tidak ada naik jabatan atau tugas di luar kota karena dia kabur begitu saja. Aku tanya ibu mertua, tak ada satupun keluarganya yang tahu. Dalam keputus-asaan aku tidak tahu aku harus ke mana.

Suamiku menghilang menyisakan cinta dan kerinduan yang mendalam. Hatiku sesak mengingat tentangnya, juga rasa bersalah bertahun-tahun yang telah menghancurkan hatiku. Aku menyalahkan diriku atas kepergian Mas Arham, aku ingin tahu apa yang terjadi sampai ia harus kabur dan apakah itu adalah salahku? Aku tidak mengerti.

Dalam kerinduan dan penantian panjang aku mulai putus asa, sempat depresi dan sangat-sangat berada di titik rendah. Untungnya ada keluarga dan sahabat yang membantuku untuk bangkit, kami terpaksa pindah dari rumah tersebut, membeli rumah yang lebih kecil lalu membangun toko kue. Toko kuenya berkembang seiring dengan berjalannya waktu. Anak mulai dewasa dan bisa membantuku.

*

Tring!

Lonceng toko membuyarkan lamunan. Pikiranku yang tadinya mengembara kembali lagi ke fokusku. Aku langsung berdiri untuk menyambut pelanggan toko, aku tersenyum saat mereka membuka pintu, dan langsung ku arahkan mereka ke etalase.

"Selamat datang, mari silakan." Aku menyambut dengan senyum lebar dan mengarahkan pelanggan ke meja.

"Kau??!" Pria berkemeja biru itu menatapku tanpa berkedip.

Aku tercengang karena tiba-tiba aku seperti mengenal pria itu, pria yang datang sambil menggandeng seorang wanita berpenampilan elegan bersama kedua anak mereka, laki dan perempuan yang mungkin duduk di bangku SD. Pria itu seperti aku kenal... ya benar! aku kenal! dia suamiku!

Lalu air mataku meluncur begitu saja.

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Ida Pariastuti84
Ada yaaa suami kek gituuu
goodnovel comment avatar
Rinie Ritonga
akhirnya update di aplikasi ini,thank's author
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • DUA BELAS TAHUN TANPA KAMU    2. kaget bertemu

    Bersama kedatangan pria yang telah 12 tahun menghilang, gerimis perlahan berhenti meninggalkan jejak warna jingga pucat yang memudar di langit. Aku masih berdiri tak jauh dari meja kasir, membeku menatap kedatangan suamiku bersama keluarga barunya. Wanita yang digandengnya, ah, sungguh cantiknya. Penampilannya sangat elegan dengan gaun emerald selutut, rambutnya tertata rapi dengan anting berlian memperindah penampilannya. "Si-si-silakan duduk." Mendadak tenggorokan ini tercekat, lidah ini keluh untuk pura-pura ramah dan menyapa mereka, entah kenapa aku tak menemukan satu kata-kata yang akan ku gunakan untuk bersikap formal. Saat tatapanku beradu dengan Mas Arham binar mata dan senyum kebahagiaan untuk istri dan anak-anaknya tiba-tiba menghilang, tatapan matanya redup ke arahku, seakan ada makna tersirat berupa penyesalan atau mungkin keterkejutan. "Apa di sini menjual tiramisu?" tanya pasangan Mas Arham."Be-benar, Nyonya," balasku tanpa ekspresi, aku ingin tersenyum dan bersikap

  • DUA BELAS TAHUN TANPA KAMU    3. Menjelaskan

    MARI MERAPAT, INI CERITA YANG INDAH. Jangan lupa untuk like subscribe dan share. ❤️❤️Rinai hujan di luar toko telah berhenti, meninggalkan jejak genangan air dan aroma tanah basah yang segar. Perlahan awan kelabu menunjukkan mentari sore yang mulai redup, langit indah, dengan semburat kemerahan seperti bara api yang mulai padam. Aku udah mau sekarang masih berdiri dengan tatapan mata yang lekat satu sama lain, netra kami bertemu dalam keadaan saling meneteskan air mata. "Kau belum dengar penjelasanku, sebelum kau menghakimiku." Lelaki itu masih memegangi pipinya yang merah bekas gambar tanganku. Mendengarnya berusaha menahanku langkahku terhenti, entah ingin membela diri ataukah cari pembenaran, tapi aku tak habis pikir penjelasan apa yang akan dia utarakan agar aku berhenti menyalahkan dan menilainya jahat. Pergi selama 12 tahun tanpa kabar, lalu tiba-tiba muncul dengan wanita lain, kira-kira apa yang akan orang lain pikirkan? Haruskah aku berpikir bahwa suamiku telah diculik la

  • DUA BELAS TAHUN TANPA KAMU    4. dihubungi

    "Tolong jangan katakan ini pada adikmu. Dia pasti akan syok sekali."Aku menyentuh bahu putriku dengan lembut, berusaha membujuknya agar dia memahami bahwa yang sekarang situasi yang tidak tepat untuk menceritakan segalanya. "Kenapa Bunda diam saja, kenapa Bunda tidak marah dan mengungkapkan yang sebenarnya pada wanita itu.""Sayang, tidak baik merusak kebahagiaan orang lain hanya karena kita menderita. Kesengsaraan kita bukan tanggung jawab wanita itu.""Tapi ayah membohongi dan meninggalkan kita demi dia!" Anakku bicara dengan tatapan mata berapi. "Belum tentu, kita tidak bisa menghakimi seperti itu karena kita tidak tahu apa yang terjadi. Sudah Nak, Bunda mohon agar kamu bisa menyimpan semua ini sementara. Bisa ya." Aku membujuk sambil menggenggam tangannya, anakku hanya membuang nafasnya dengan kasar. "Terserah bunda saja, tapi aku benar-benar sakit hati," jawab Delia sambil menghempaskan celemeknya di atas meja etalase. Putriku merajuk dan segera kembali ke dapur untuk mengam

  • DUA BELAS TAHUN TANPA KAMU    5. sakit hati

    Musim hujan yang lebih cepat datang, menciptakan suasana tersendiri di setiap malamku. Tetesannya yang deras seolah tanpa henti membasahi kelopak bunga yang ada di balkon kamar. Aroma tanah dan daun-daun segar menciptakan kerinduan. Selalu kulalui malam demi malam dalam sepi di peraduan dingin ini. Aku sadar aku telah menghancurkan diriku sendiri. Kukira aku telah menambatkan cinta pada orang yang tepat. Saat dia pergi dengan janji-janjinya, di sanalah aku membangun cinta dan kepercayaan bahwa suatu saat kami akan kembali bersama dan hidup bahagia. Tak pernah terlintas dalam angan bahwa lelaki itu menipuku. Kupikir telah terjadi sesuatu padanya yang membuat dia tak bisa menghubungi, ada hal yang membuatnya tak bisa pulang, setiap malam aku gelisah dan selalu mengkhawatirkannya, ternyata dibalik kekhawatiranku dia telah berbahagia dalam lautan asmara bersama wanita lain. Jauh langkah yang membawa suamiku pergi, membuatnya berlabuh dalam pelukan wanita berkulit putih dengan tatapan t

  • DUA BELAS TAHUN TANPA KAMU    6

    Aku tiba di kedai setelah 15 menit berjalan kaki melewati paving blok dengan deretan tokoh-toko estetik di kanan dan kirinya. Kupercepat langkah sambil sesekali menoleh ke belakang berharap bahwa lelaki berbantel hitam itu tidak mengikutiku.Saat membuka pintu kedai, lonceng kecil di pintu kaca berdenting, aroma vanilla dan coklat panggang yang tercampur di udara menciptakan suasana hangat di dalam cafe. Asistenku Kaila yang tengah memanggang kue menyapa diri ini dengan senyumnya yang ceria. Seperti biasa apron kotak-kotak pink mempercantik penampilannya. "Selamat pagi, Bu." "Pagi, Kaila. Aku senang melihatmu dan syukurlah kau sudah sembuh."Dua hari kemarin dia tak datang ke toko, cuaca dingin dan terkena hujan membuat asisten sekaligus wanita yang kuanggap adik itu menjadi sakit. "Alhamdulillah Bu, dua hari sakit membuatku rindu dengan toko ini, jujur saja, aku bosan di rumah."Aku tertawa kecil mendengarnya,"Tidak masalah kau habiskan waktu untuk istirahat. Lita dan Delia men

  • DUA BELAS TAHUN TANPA KAMU    7

    Mentari pagi merangkak perlahan dari balik gedung pencakar langit dan deretan toko-toko di sekitarku, cahayanya redupnya menerobos celah bangunan dan menembus asap tipis yang mengepul dari cerobong pusat industri menciptakan panorama kota yang dramatis.Masih jam 08.00 pagi, tapi suasana hati yang sejak tadi kupaksakan untuk tetap tenang kini bergejolak seperti segelas air yang diletakkan di atas kobaran api. Di luar sana suara klakson mobil dan deru mesin motor menciptakan simfoni khas kota yang tak pernah berhenti. Berpadu dengan semua itu, pikiranku mulai kalut tak menentu. "Kami tidak menjual apapun untuk Anda," tegasku sekali lagi. "Bila kau tak izinkan aku untuk minum kopi di kedaimu... maka biarkan aku membawanya pergi," jawab Mas Arham dengan seulas senyum tipis yang menggetarkan hati, selalu begitu, dia berhasil melelehkanku dengan tatapan mata yang menusuk ke relung hati. Senyumnya meluluhkan segenap jiwa."Iya, Bu, izinkan aja Bapaknya beli kopi yang takeaway!" Kayla y

  • DUA BELAS TAHUN TANPA KAMU    8

    Di luar sana simfoni kota terus berlanjut, deru mesin kendaraan berpadu dengan suara pedagang kaki lima yang menjajakan dagangannya, suara klakson bis kota serta nyanyian pekak dari pemusik jalanan memenuhi udara. Di tengah hiruk pikuk itu aku masih membeku di dalam toko kue Delta, toko kue yang berhasil menafkahi dan membuat kami bertahan hidup. Aku masih di sini dan beradu pandang dengan pria yang jadi alasan mengapa aku mampu setia dalam penantianku selama dua belas tahun. Dia masih duduk dengan setelan mantel hitam dan kacamata persegi panjang, sementara aku terus menghabiskan energi untuk membuatnya pergi. Seharusnya aku mengabaikannya seperti komitmenku yang akan melupakan dan menganggap dia telah meninggal. Aku ingin memandangnya seperti seonggok batu atau sebatang kayu yang sia-sia, tapi, berkat kenangan masa lalu yang indah, percikan cinta itu tumbuh subur di hatiku.Aku seperti menyemaikan duri yang sejujurnya tak ingin tumbuh, sebab akhirnya semua itu akan menyakitiku. "

  • DUA BELAS TAHUN TANPA KAMU    9

    Tak kuasa mendengar pengusiran dan penolakan berulang ulang, pria itu akhirnya beranjak dari toko kueku. Ia tinggalkan 10 lembar uang merah di bawah cangkir kopi bekas minumnya, lalu berpamitan dengan suara yang lirih."Iriana aku pamit, namun aku tak akan menyerah padamu."Aku hanya memejamkan mata sambil membenamkan wajah diantara kedua tanganku. Sakit mendengarnya, dan seharusnya aku tak perlu mendengar itu. Aku baru menyadari ada banyak uang saat bayangan lelaki itu menghilang dengan sempurna. Ingin kukejar dan kukembalikan uangnya tapi aku tak tahu ia di mana."Wah, Bapak itu membayar 10 kali lipat dari harga kopi." Kayla mendekat dan melihat uang yang teronggok di atas meja, gadis muda itu meraihnya dan tertawa bahagia dengan uang satu juta untuk segelas cappucino yang seharusnya berharga Rp.27.000. "Katakan padaku.. apa ia sangat tergila-gila pada ibu, sampai mengejar ibu berkali-kali?""Tidak.""Lalu kenapa?""Kaila, aku tahu aku tak bisa menyembunyikan sesuatu terlalu lama.

Latest chapter

  • DUA BELAS TAHUN TANPA KAMU    47

    Entah apa yang terjadi setelah kegelapan panjang menelanku, akibat kata-kata Iriana. Aku seperti tersedot dalam pusaran hitam di mana waktu berhenti dan dunia memudar.Seperti cahaya yang muncul dari ujung lorong, seolah bayang kecil yang tiba tiba datang dari kejauhan lalu perlahan membesar, aku seperti dikejar oleh mimpi-mimpi buruk yang mengerikan, perlahan aku mampu mendengarkan suara samar yang kemudian berkumpul seperti gemuruh ombak memecah pantai. Pada akhirnya, aku terbangun dengan satu teriakan minta tolong dan menyadari tubuhku telah berada di tempat yang berbeda. Kuedarkan pandangan ke sekelilingku dengan mata yang dibuka perlahan, tapi begitu terpapar oleh cahaya menyilaukan, aku hanya bisa menutupnya dengan sebelah tanganku."Di mana aku?""Di rumah sakit," Jawab suara bariton dari sosok pria yang ada di sisiku, itu papa. Aku tersadar bahwa aku tengah berada di rumah sakit. "Kenapa aku bisa di sini?""Justru aku yang harus bertanya padamu, kenapa kau tidak jujur tent

  • DUA BELAS TAHUN TANPA KAMU    46

    Toko Delta dengan segala pesona dan popularitas kelezatan kuenya, telah mencuri perhatian dan perasaanku. Toko kecil yang ada di seberang jalan Saint Maria, pusat pertokoan lama dan cagar budaya yang masih dijaga pemerintah itu, telah membuatku tertarik dan ingin berinvestasi kepada pemiliknya. Kue kue yang mereka tawarkan, suasana kafe yang nyaman serta suguhan makanan jadul yang otentik, membuatku terpedaya.Aku pernah begitu ingin melihat sosok Iriana sukses dan menjadi wanita yang kaya. Tanpa menyadari kalau wanita itu adalah bagian dari masa lalu suamiku yang paling penting, ya! dia wanita yang sangat dicintai Mas Arham.Mobil yang meluncur seakan berjalan di tempatnya, Aku berjalan begitu lambat sementara aku ingin menyudahinya. Aku duduk bersisian dengan suamiku dalam mobil yang akan membawa kami ke toko Delta. Aku harus menghitung detakan jantungku, memikirkan kalimat apa yang akan kukatakan di sana, serta bagaimana reaksiku jika suasana mulai tidak terkendali. "Kau baik-baik

  • DUA BELAS TAHUN TANPA KAMU    45

    "Aku terpaksa menahan perasaanku dan menyakitinya demi tidak menyakitimu!"Alasan lagi, selalu dan selalu penuh alasan yang terdengar tak masuk akal"Oh wow, dan wanita itu juga menahan tangisan dan kejujurannya demi tidak menyakitiku. Aku bisa bayangkan betapa bergejolak hati wanita itu saat pertama kali berjumpa denganmu. Wah, Aku tidak tahu apa aku harus terharu atau merasa terhina, karena dua orang yang saling mencintai sedang mengasihani diriku. Apa aku semenyedihkan itu sampai kalian begitu prihatin atas perasaan ini?!""Aku tidak bermaksud meremehkanmu! Aku hanya ingin menjaga agar kau tetap bahagia!""Jika demikian kenapa kau harus jujur? Jaga saja rahasia masa lalumu sampai mati dan jangan beritahu aku, agar aku tidak menderita. Apa yang kau harapkan dengan jujur padaku dan memintaku untuk memaklumi pernikahan poligami. Apa kau gila?!""Ucapanmu sangat membuatku malu Mariana, Aku tidak tahu aku harus bagaimana," jawab lelaki itu sambil menggeleng lemah dan menahan kesedihan

  • DUA BELAS TAHUN TANPA KAMU    44 POV Mariana

    Sinar keemasan mentari menerobos lewat celah kaca jendela, bayangan gorden menari di lantai marmer, namun kehangatannya tak mampu menembus dinginnya suasana hati. Di meja makan, kami hanya saling mendiamkan, meski aroma kopi dan makanan yang disediakan asisten terlihat menggugah tapi aku sama sekali tak menyentuh makanan itu. Suamiku duduk di kursi dan tak banyak bicara, sementara aku menatapnya sambil menahan kepalan tangan di seberang meja, pemberitahuan semalam dan jejak pertengkaran masih terasa dalam ingatanku, sebuah hal yang tidak bisa kuterima dan tak pernah kubayangkan sebelumnya. Aku tahu suatu hari secuil kenangan dari masa lalu itu akan teringat oleh suamiku, aku tahu dia menelusuri masa lalu dan yakin dia terus berusaha mencari jati dirinya, memeriksa apa yang telah terjadi di masa lampau orang-orang yang pernah terkait dengan itu. Aku tahu suatu saat ini akan terjadi, tapi aku tak menyangka dia ternyata punya keluarga yang belum ditinggalkannya. Kupikir suamiku duda

  • DUA BELAS TAHUN TANPA KAMU    43

    Ada suatu ketika, saat aku berhasil membuat dia mau duduk berhadapan denganku dan mendengarkan setiap penjelasanku. Mungkin sudah bosan dengan kejaranku, atau jijik melihat wajahku, Iriana terpaksa duduk dengan segala kemuakan yang terlihat jelas dari ekspresinya. Aku ceritakan padanya satu persatu mengapa aku bisa kehilangan ingatanku. Aku bilang aku tidak sengaja menyakitinya. Aku mengenal Mariana karena wanita itu telah menyelamatkanku merawatku sepenuh hati dan memberiku kehidupan baru. Aku bersimpati kepada kebaikannya dan menghargainya. Aku mendedikasikan hidup untuk menghargai istri keduaku tapi aku mencintai Iriana."Bila kau sangat mencintainya maka jangan kembali padaku.""Aku bilang aku meletakkan penghormatan tertinggi untuk Merry. Tapi kau menguasai seluruh hatiku."Wanita itu tertawa sambil mengkirimkan kepalanya. "Munafik! Di depanku kau bilang cinta tapi di pasar kemarin, kau memeluknya, dengan bangga kau mencium dan mengiyakan pernyataan cintanya. Aku benar-benar ji

  • DUA BELAS TAHUN TANPA KAMU    42 POV Arham

    Putriku berdiri di seberang antara lorong menuju koridor toilet dan dapur, dia menatapku dan ibunya secara bergantian, dan seperti yang kuduga gadis itu mengenaliku. Perlahan bola matanya berkaca-kaca, gadis itu mendatangiku dan bertanya, "Ayah? Apa Anda adalah ayahku?" Aku terdiam, aku ingin berteriak kalau benar aku adalah ayahnya dan aku merindukannya, tapi aku segan pada ibunya. "Ayah ke mana saja selama ini?" Aku tahu aku akan mendapatkan cecaran pertanyaan yang sama, berkali-kali, memusingkan dan aku tak punya jawabannya. Pertanyaan itu akan terus terulang, mengudara di telingaku dan berdenging-denging selamanya. Aku merutuki diriku sendiri dan mengapa aku bisa hilang selama itu, kenapa aku selalu menahan diri setiap kali ingin tangan langsung mencari mereka.Saat ingatanku sekelebat datang, aku mencoba menyewa seseorang untuk menyusuri masa laluku. Aku membayarnya untuk mencari tahu siapa istriku, apa nama dan di mana alamatnya.Kehilangan ingatan akibat kecelakaan membuat

  • DUA BELAS TAHUN TANPA KAMU    41. POV Arham

    Hujan di kota yang baru kujejaki ini terasa begitu syahdu, aroma tanah basah berpadu dengan wangi kopi tubruk yang ditawarkan penjual angkringan juga aroma jajanan pasar yang digelar di lapak pinggir jalan menciptakan kenangan yang seolah dibangkitkan dari masa kecilku. Bersama dengan Mariana, kedua anakku Adelia dan Casandra, kami berjalan-jalan menyusuri kota. Memeriksa di mana kami akan membuka showroom terbaru, serta survei lokasi mall yang akan dibangun istriku. Ya, keluarga kami adalah keluarga pengusaha, Mertuaku adalah pemilik Artha jaya company, distributor motor terbaik di provinsi kami. Adapun istriku dia pengusaha real estate dan pusat perbelanjaan. Dia juga punya bisnis fashion dan kuliner yang menambah pundi-pundi kekayaannya. Secara teknis hidup kami berkecukupan dan bahagia. Suatu hari dia bilang dia ingin berkunjung ke kota pesisir yang masih asli dengan peninggalan budaya dan arsitekturnya, dia ingin memberikan sentuhan modern di sana dan menggeliatkan ekonomi pend

  • DUA BELAS TAHUN TANPA KAMU    40

    Suasana pagi di toko kue begitu semarak dengan kehadiran pengunjung yang ramai dan roti keju coklat yang mengembang sempurna. Aku dan Kayla sibuk bahu membahu melayani tamu membawakan kopi dan pesanan sarapan mereka serta menyapa orang-orang yang datang dari Komunitas Lansia. ada beberapa wanita muda yang baru pulang dari Gym dan memesan dua set salad buah dan jus kale tanpa gula. Tringg!Tiba-tiba pintu cafe terbuka dengan keras, gebrakan lonceng di pintu kaca membuat semua orang memandang ke entry utama toko kami. Diantara tegangan semua orang Mariana tampil di sana. Istri kedua Mas Arham datang dengan wajah merah menahan amarah. Matanya berkilat tajam dan menunjukkan kemurkaan mendalam. "Beraninya kamu mencuri suamiku!" Dia menghampiriku, merebut jus kale yang ada di nampan, lalu menyiramnya ke wajahku. Byurr!!Aku terkejut, semua orang juga terkesiap dan bangun dari bangku mereka, mereka terperanjat dan kaget karena untuk pertama kalinya aku diperlakukan seperti itu oleh se

  • DUA BELAS TAHUN TANPA KAMU    39

    Cahaya lampu gantung menerangi ruang makan, pendar lilin menari-nari memantul pada permukaan meja kayu yang mengkilat. Diantara hidangan lezat yang tersaji di sana Aroma kari ayam dan sambal kentang bercampur dengan wangi rempah-rempah yang membangkitkan selera dan kenangan lama. Melihat anak-anakku bercanda dengan ayahnya sesaat aku terdiam. Terhanyut dalam lautan kebahagiaan serta suasana romantis yang mengingatkanku akan masa di saat aku dan Mas Arham masih muda dan penuh harapan. Di mana kami masih saling mencintai dan bermimpi membangun keluarga yang bahagia. "Sayang, kenapa diam?" Pria itu meraih jemariku lalu menggenggamnya dengan hangat. Aku meresapi pegangan tangan itu sambil menghalau perasaan canggung di hati ini.Bagaimanapun konflik yang terjadi beberapa hari yang lalu serta kedatangannya yang tiba-tiba seperti fluktuasi suasana yang berganti dengan dramatis, begitu cepat, sehingga aku sulit mencernanya. Intinya aku belum bisa menyesuaikan diriku dalam keadaan yang me

DMCA.com Protection Status