Share

3. Menjelaskan

Author: Ria Abdullah
last update Last Updated: 2024-10-28 14:39:54

MARI MERAPAT, INI CERITA YANG INDAH. Jangan lupa untuk like subscribe dan share. ❤️❤️

Rinai hujan di luar toko telah berhenti, meninggalkan jejak genangan air dan aroma tanah basah yang segar. Perlahan awan kelabu menunjukkan mentari sore yang mulai redup, langit indah, dengan semburat kemerahan seperti bara api yang mulai padam.

Aku udah mau sekarang masih berdiri dengan tatapan mata yang lekat satu sama lain, netra kami bertemu dalam keadaan saling meneteskan air mata.

"Kau belum dengar penjelasanku, sebelum kau menghakimiku."

Lelaki itu masih memegangi pipinya yang merah bekas gambar tanganku. Mendengarnya berusaha menahanku langkahku terhenti, entah ingin membela diri ataukah cari pembenaran, tapi aku tak habis pikir penjelasan apa yang akan dia utarakan agar aku berhenti menyalahkan dan menilainya jahat.

Pergi selama 12 tahun tanpa kabar, lalu tiba-tiba muncul dengan wanita lain, kira-kira apa yang akan orang lain pikirkan? Haruskah aku berpikir bahwa suamiku telah diculik lalu dipaksa menikahi wanita lain? Sungguh itu tidak masuk akal.

Ataukah sejak awal dia telah menghianatiku, menjalin cinta dengan anak orang kaya lalu lari dengannya. Ataukah dia memang mencintai Wanita itu dan berniat menjalani hidup berdua saja dan memulai segalanya dari nol? Atau ... dan atau... masih banyak kemungkinan lainnya yang berlomba dalam pikiranku dan membuat kepalaku pusing.

"Iriana," bisiknya lirih.

"Cukup, tidak usah jelaskan apapun. Tadinya aku sangat marah melihatmu, tapi sekarang aku sudah sadar. Kemarahan, pertanyaan dan semua yang ada di benakku sudah terlambat untuk mendapatkan jawaban. Sebaiknya kau kembali ke mejamu. Istrimu akan mencarimu," balasku sambil mencoba menguatkan hati dan menghapus air mata dengan ujung syalku.

"Bisakah kita bicara lain waktu?"

"Tidak usah, aku bahkan tidak ingin melihatmu lagi," jawabku pelan.

Saat aku hendak beranjak kembali ke etalase tiba-tiba putri bungsuku lewat, melihatku dan lelaki itu berbicara serius dan kami sama-sama terlihat menyembunyikan kesedihan, Lita mulai curiga dan keheranan.

"Bunda, ada apa?"

Jantungku makin berdegup, tiba-tiba aku panik dan tegang sendiri. Aku khawatir lita akan mengenali lelaki itu lalu terjadilah sebuah ledakan yang akan menghebohkan toko kami.

Perlahan anakku mulai mendekat sambil membawa loyang kue panas di tangannya. Aku makin gelagapan dan gelisah.

"Siapa itu?"

"Uhm, i-ini?" Aku melirik lelaki itu. Dia sendiri nampak cemas dan mengalihkan pandangannya agar anakku tidak perlu bertatapan wajah dengannya.

"Kenapa kalian terlihat bicara dengan serius, Apa kalian saling mengenal?!"

Sebelum keadaannya jadi lebih parah aku terpaksa harus berbohong pada anakku.

"I-ini teman Bunda, teman waktu masih sekolah dulu."

"Oh. Terus kenapa di sini?"

"Bunda mengantarnya ke toilet. Tadinya Bunda tidak mengenalnya, jadi dia menyapa dan ..."

"Namanya siapa?" Anakku segera menyela, mungkin karena terbiasa hidup bertiga dan saling melindungi putriku seketika memasang rasa was-was jika ada orang yang dekat denganku dan bicara dengan serius.

"Om Deni."

Mas Arham terkejut tapi dia juga mengangkut cepat dan pura-pura menyapa anakku.

"Ha-halo. Apa kabar Dik."

"Baik, Om. Sebaiknya kalian kembali ke depan dan nikmati kue yang baru kupanggang ini. Ngapain kan berdiri lama-lama di lorong toilet?"

"Oh iya." Dia itu tertawa gugup, mengusap keringat bercucuran di keningnya karena panik, dan ia segera berjalan meninggalkan kami.

*

"Kok kayak kenal ya Bun?" lita mendekati dan berbisik padaku.

"Mungkin pernah lihat di jalan, kan wajahnya juga familiar," jawabku pura pura.

"Ah, iya juga, tapi tetap aja kayak pernah kenal." Waktu itu anakku berusia 4 tahun saat ayahnya menghilang jadi secuil memory itu tak cukup untuk membuatnya ingat segalanya.

Dari balik kaca etalase dan meja kasir aku bisa melihat Suamiku sedang disuapi istrinya. Mereka saling memberi makan dengan mesra. Sekali mereka memuji anak mereka yang juga terlihat begitu mengemaskan dan cantik seperti ibunya.

"Wah anak Papa pintar. Lain kali kalau juara senam lagi, Papa akan belikan mainan yang kau inginkan."

"Sungguh Pa?" Anak itu berbinar dan nampak sangat bahagia.

"Iya, Papa janji."

Hatiku semakin teriris, kenangan beberapa tahun lalu kembali hadir saat lelaki itu pernah menjanjikan akan jalan-jalan ke ibukota kalau dia dapat bonus. Dia juga bilang akan memberikan anakku boneka beruang dan seperangkat rumah Barbie jika dia berhasil mendapatkan juara pertama di kelasnya.

Tapi ucapan manis itu tidak pernah terlaksana, karena dia menghilang, cinta dan harapan menguap bersama janji-janjinya yang palsu.

"Wah, Lita suka melihat satu keluarga yang makan bersama dan terlihat bahagia, mereka seperti keluarga Cemara," ujar Lita. Sambil memandangi keluarga Ayah kandungnya dan merangkul bahuku, sepertinya putriku memang tidak menyadari sesuatu.

"Keluarga kita juga bahagia kan?"

"Aku bilang begitu bukan berarti aku iri Bunda... Bunda adalah ibu sekaligus Ayah yang hebat untuk kami berdua. Jadi aku minta maaf karena aku tidak sengaja menyakiti hati Bunda."

"Sudah, sebaiknya kembali ke dapur dan bantu kakakmu, dia akan marah dan menjerit jika kau telat mengeluarkan kue dari oven," ujarku tertawa.

"Siap, Bunda."

Lita mencium keningku lalu kembali ke dapur dengan hati yang riang, aku sendiri masih menahan rasa pedih di dalam dadaku sembari melihat di seberang sana seorang pria sedang memamerkan kebahagiaannya setelah bertahun-tahun membuatku menantinya.

Mau disembunyikan sekuat apapun, air mata ini tetap jatuh dengan sendirinya.

"Berapa tagihannya!" Tiba-tiba Wanita bergaun hijau itu mendekatiku dan mengulas senyum tipis. Aku yang masih melamun tersentak dengan kehadirannya.

"175.000 nyonya."

"Baiklah." Dia menggangguk kemudian memberi isyarat pada suaminya.

"Sayang, aku lupa bawa dompet." Wanita itu bersikap manja, mengering dengan nakal dan menggoda Mas Arham di hadapanku. Lelaki itu hanya tersenyum lalu merogoh kantongnya dan mendekat ke arah kami. Jadi saat lelaki itu mendekat, istrinya kembali bergelayut di lengan lelaki itu, seakan-akan dunia hanya milik mereka berdua saja.

"Berapa yang harus kubayar?"

Pria itu tak berani menatap mataku yang masih basah oleh air mata. Meski aku telah menghapus lelehan benih itu tapi jejak sembab terlihat olehnyan.

"175."

"Ini."

Dia meletakkan uang Rp200.000.

"Kembaliannya untuk Mbak saja ya, tip untuk pelayanannya yang sempurna," ujar wanita itu sambil berkedip ke arahku. Sepertinya ia sedang menyedekahkan diri ini dan mengolok-olok betapa pedihnya takdirku. Tapi aku tidak bisa menyalahkannya, karena baik dia pun tidak tahu kalau aku adalah istri suaminya.

"Terima kasih nyonya."

"Aku akan tunggu di mobil ya Sayang, tolong bungkuskan satu kotak tiramisu lagi untuk Mama di rumah,"perintah wanita itu pada Mas Arham.

"Iya, ok."

Wanita itu menggenggam tangan kedua anaknya lalu mengajaknya keluar dari tokoku. Sementara pria dengan jas coklat dan kacamata yang membingkai wajah tampannya itu masih berdiri di depan meja kasir.

"Saya akan bungkus kuenya!" ucapku memecah keheningan.

"Uhm, Iriana... aku ingin sekali bicara lebih banyak padamu."

"Percuma tidak usah!"

"Aku selalu memikirkan kalian selama ini!"

"Munafik!! Kalau memang masih memikirkan kau pasti akan kembali. Apa kau tahu betapa beratnya hidup dengan dua orang anak tanpa kepastian dari suami?!"

"Aku memang bersalah! Maafkan aku dan beri kesempatan."

"Lupakan saja, aku akan memaafkanmu dan menganggapmu sudah mati!" Balasku dengan tenang.

Aku membungkus kue tersebut dengan rapi, memasangkan lilin dan pita yang indah lalu memasukkannya ke dalam plastik dengan hati-hati.

"Tidak usah repot-repot untuk kembali, seperti yang kau lihat... aku berhasil bertahan hidup dan membahagiakan anak-anakku. Mereka juga sudah melupakanmu, jadi jangan datang dan menimbulkan luka di hati anak-anakku."

"Tapi mereka juga berhak tahu kalau aku masih ada di dunia ini."

"Untuk mengetahui kalau kau sudah bahagia dengan wanita lain dan punya anak? Untuk memamerkan betapa kayanya dirimu dibandingkan dengan kami yang masih mengais kehidupan dari toko kecil ini?!" Mau tidak mau aku makin geram dengan ucapan Mas Arham.

"Bukan begitu?!" Suamiku itu terus membela dirinya mn

"Ada apa ini?!" Percakapan kami yang intens membuat putriku penasaran, ternyata Delia menguping dan pelan-pelan mendekat dari dapur.

"Oh, ma-maaf." Mas Arham langsung menundukkan kepala dan membenahi kacamatanya.

"Anda siapa...." Anakku terdengar ragu sambil menunjukkan jarinya.

"Apa Anda adalah....?"

"Sudah dia hanya pelanggan biasa!! Biarkan dia pergi,"ujarku dengan hati yang sangat-sangat tidak nyaman. Aku mulai merasa gerah dan ingin mengusir lelaki itu secepatnya.

"Ayah... apa Anda adalah ayahku?!" Anakku bertanya dengan gemetar, bola mata itu mulai menunjukkan kaca-kaca dan ekspresi yang tak bisa kutuliskan dalam bentuk kata kata. Yang pasti, itu sangat menyakiti hatiku dan membuatku tak mampu menahan kepahitan ini.

"Ak-aku...." Mas Arham juga kehilangan kata-kata.

"Ayah? ke mana saja Ayah menghilang?" Putriku menangis, kerinduan yang selama ini tersimpan terlihat dengan jelas dari netra itu. Aku mengerti, hidup tanpa figur seorang ayah bukanlah hidup yang mudah, beberapa hal membuat kami tersisih dan tentu saja segalanya sulit.

"Kak, dia memang ayahmu, tapi situasinya..." Aku menggelengkan kepala sambil memberi isyarat lirikan kepada mobil Alphard, di mana istri dan anak-anak ayahnya sedang duduk dan menanti pria itu.

"Apa?!" Anakku terbelalak dan makin gemetar. "Jadi ayah kembali hanya ingin menunjukkan kebahagiaan?!"

"Bukan begitu, aku tidak sengaja...." Lelaki itu mengulurkan tangan dan ingin meraih putrinya yang masih mengenakan celemek dapur, tapi anakku segera bersurut sambil mencegah dengan tangannya.

"Tolong kenbalikan dirimu, atau adikmu akan tahu dan keluarganya akan marah juga."

"Teganya ayah!" Putriku hanya menggelengkan kepala, dia tak berkedip sedikit pun tapi air mata itu mengalir dengan deras. Tangisan putriku tersendat di tenggorokannya dan itu membuatku semakin iba.

"Maafkan ayah."

"Mas! Ayo dong Sayang ngapain di dalam situ lama-lama?!" Wanita itu terlihat merajuk dan memanggil Mas Arham dengan keras. Menyela percakapan diantara kami dan membuat Mas Arham tersadar.

"Iya, Ma. Ini aku sudah selesai!"

Pria itu nampak takut pada istrinya dan bergegas keluar dari toko kami.

Pria itu bergegas keluar dan pergi begitu saja denting lonceng kecil yang tergantung di pintu kaca, memberi isyarat bahwa kami harus merelakan kenyataan bahwa lelaki yang selama ini kami tunggu kedatangannya sudah tidak pantas lagi diharapkan.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Reni
Menarik, lanjut terus nih.
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • DUA BELAS TAHUN TANPA KAMU    4. dihubungi

    "Tolong jangan katakan ini pada adikmu. Dia pasti akan syok sekali."Aku menyentuh bahu putriku dengan lembut, berusaha membujuknya agar dia memahami bahwa yang sekarang situasi yang tidak tepat untuk menceritakan segalanya. "Kenapa Bunda diam saja, kenapa Bunda tidak marah dan mengungkapkan yang sebenarnya pada wanita itu.""Sayang, tidak baik merusak kebahagiaan orang lain hanya karena kita menderita. Kesengsaraan kita bukan tanggung jawab wanita itu.""Tapi ayah membohongi dan meninggalkan kita demi dia!" Anakku bicara dengan tatapan mata berapi. "Belum tentu, kita tidak bisa menghakimi seperti itu karena kita tidak tahu apa yang terjadi. Sudah Nak, Bunda mohon agar kamu bisa menyimpan semua ini sementara. Bisa ya." Aku membujuk sambil menggenggam tangannya, anakku hanya membuang nafasnya dengan kasar. "Terserah bunda saja, tapi aku benar-benar sakit hati," jawab Delia sambil menghempaskan celemeknya di atas meja etalase. Putriku merajuk dan segera kembali ke dapur untuk mengam

    Last Updated : 2024-10-28
  • DUA BELAS TAHUN TANPA KAMU    5. sakit hati

    Musim hujan yang lebih cepat datang, menciptakan suasana tersendiri di setiap malamku. Tetesannya yang deras seolah tanpa henti membasahi kelopak bunga yang ada di balkon kamar. Aroma tanah dan daun-daun segar menciptakan kerinduan. Selalu kulalui malam demi malam dalam sepi di peraduan dingin ini. Aku sadar aku telah menghancurkan diriku sendiri. Kukira aku telah menambatkan cinta pada orang yang tepat. Saat dia pergi dengan janji-janjinya, di sanalah aku membangun cinta dan kepercayaan bahwa suatu saat kami akan kembali bersama dan hidup bahagia. Tak pernah terlintas dalam angan bahwa lelaki itu menipuku. Kupikir telah terjadi sesuatu padanya yang membuat dia tak bisa menghubungi, ada hal yang membuatnya tak bisa pulang, setiap malam aku gelisah dan selalu mengkhawatirkannya, ternyata dibalik kekhawatiranku dia telah berbahagia dalam lautan asmara bersama wanita lain. Jauh langkah yang membawa suamiku pergi, membuatnya berlabuh dalam pelukan wanita berkulit putih dengan tatapan t

    Last Updated : 2024-10-28
  • DUA BELAS TAHUN TANPA KAMU    6

    Aku tiba di kedai setelah 15 menit berjalan kaki melewati paving blok dengan deretan tokoh-toko estetik di kanan dan kirinya. Kupercepat langkah sambil sesekali menoleh ke belakang berharap bahwa lelaki berbantel hitam itu tidak mengikutiku.Saat membuka pintu kedai, lonceng kecil di pintu kaca berdenting, aroma vanilla dan coklat panggang yang tercampur di udara menciptakan suasana hangat di dalam cafe. Asistenku Kaila yang tengah memanggang kue menyapa diri ini dengan senyumnya yang ceria. Seperti biasa apron kotak-kotak pink mempercantik penampilannya. "Selamat pagi, Bu." "Pagi, Kaila. Aku senang melihatmu dan syukurlah kau sudah sembuh."Dua hari kemarin dia tak datang ke toko, cuaca dingin dan terkena hujan membuat asisten sekaligus wanita yang kuanggap adik itu menjadi sakit. "Alhamdulillah Bu, dua hari sakit membuatku rindu dengan toko ini, jujur saja, aku bosan di rumah."Aku tertawa kecil mendengarnya,"Tidak masalah kau habiskan waktu untuk istirahat. Lita dan Delia men

    Last Updated : 2024-10-29
  • DUA BELAS TAHUN TANPA KAMU    7

    Mentari pagi merangkak perlahan dari balik gedung pencakar langit dan deretan toko-toko di sekitarku, cahayanya redupnya menerobos celah bangunan dan menembus asap tipis yang mengepul dari cerobong pusat industri menciptakan panorama kota yang dramatis.Masih jam 08.00 pagi, tapi suasana hati yang sejak tadi kupaksakan untuk tetap tenang kini bergejolak seperti segelas air yang diletakkan di atas kobaran api. Di luar sana suara klakson mobil dan deru mesin motor menciptakan simfoni khas kota yang tak pernah berhenti. Berpadu dengan semua itu, pikiranku mulai kalut tak menentu. "Kami tidak menjual apapun untuk Anda," tegasku sekali lagi. "Bila kau tak izinkan aku untuk minum kopi di kedaimu... maka biarkan aku membawanya pergi," jawab Mas Arham dengan seulas senyum tipis yang menggetarkan hati, selalu begitu, dia berhasil melelehkanku dengan tatapan mata yang menusuk ke relung hati. Senyumnya meluluhkan segenap jiwa."Iya, Bu, izinkan aja Bapaknya beli kopi yang takeaway!" Kayla y

    Last Updated : 2024-10-29
  • DUA BELAS TAHUN TANPA KAMU    8

    Di luar sana simfoni kota terus berlanjut, deru mesin kendaraan berpadu dengan suara pedagang kaki lima yang menjajakan dagangannya, suara klakson bis kota serta nyanyian pekak dari pemusik jalanan memenuhi udara. Di tengah hiruk pikuk itu aku masih membeku di dalam toko kue Delta, toko kue yang berhasil menafkahi dan membuat kami bertahan hidup. Aku masih di sini dan beradu pandang dengan pria yang jadi alasan mengapa aku mampu setia dalam penantianku selama dua belas tahun. Dia masih duduk dengan setelan mantel hitam dan kacamata persegi panjang, sementara aku terus menghabiskan energi untuk membuatnya pergi. Seharusnya aku mengabaikannya seperti komitmenku yang akan melupakan dan menganggap dia telah meninggal. Aku ingin memandangnya seperti seonggok batu atau sebatang kayu yang sia-sia, tapi, berkat kenangan masa lalu yang indah, percikan cinta itu tumbuh subur di hatiku.Aku seperti menyemaikan duri yang sejujurnya tak ingin tumbuh, sebab akhirnya semua itu akan menyakitiku. "

    Last Updated : 2024-10-31
  • DUA BELAS TAHUN TANPA KAMU    9

    Tak kuasa mendengar pengusiran dan penolakan berulang ulang, pria itu akhirnya beranjak dari toko kueku. Ia tinggalkan 10 lembar uang merah di bawah cangkir kopi bekas minumnya, lalu berpamitan dengan suara yang lirih."Iriana aku pamit, namun aku tak akan menyerah padamu."Aku hanya memejamkan mata sambil membenamkan wajah diantara kedua tanganku. Sakit mendengarnya, dan seharusnya aku tak perlu mendengar itu. Aku baru menyadari ada banyak uang saat bayangan lelaki itu menghilang dengan sempurna. Ingin kukejar dan kukembalikan uangnya tapi aku tak tahu ia di mana."Wah, Bapak itu membayar 10 kali lipat dari harga kopi." Kayla mendekat dan melihat uang yang teronggok di atas meja, gadis muda itu meraihnya dan tertawa bahagia dengan uang satu juta untuk segelas cappucino yang seharusnya berharga Rp.27.000. "Katakan padaku.. apa ia sangat tergila-gila pada ibu, sampai mengejar ibu berkali-kali?""Tidak.""Lalu kenapa?""Kaila, aku tahu aku tak bisa menyembunyikan sesuatu terlalu lama.

    Last Updated : 2024-10-31
  • DUA BELAS TAHUN TANPA KAMU    10

    Tak tahu berapa lama aku tenggelam dalam pelukan damai itu, sampai kusadari sesuatu bahwa apa yang kulakukan sudah tidak benar adanya. Aku melepaskan diri dengan canggung, selalu bersurut perlahan menjauh dari lelaki itu. Rindu dan malu bercampur menciptakan rasa panas di pipiku. "Kamu tak harus melepaskanku. Kamu berhak memelukku.""Tidak, Mas. Ini salah," balasku dengan tenggorokan dan bibir yang kering. Bukan cuma ragaku tapi jiwaku turut meranggas. Dua belas tahun tanpa sentuhan suami membuatku mati rasa. Saat lelaki itu tiba-tiba datang, aku merasa aneh. Aku ingin bersamanya tapi sadar dia sudah sulit untuk kugapai.*Derasnya hujan yang tumpah dari langit seakan tak terhentikan, petir sesekali menggelegar dengan pola rambatan halus menambah dramatis teater alam.Aku masih berada di emperan toko, berharap bahwa taksi yang kupesan segera datang. Rembesan air menggenangi jalan, pengunjung yang tadinya berlalu lalang di sekitar pasar mulai berteduh dan membuat trotoar sedikit le

    Last Updated : 2024-10-31
  • DUA BELAS TAHUN TANPA KAMU    11

    Perlahan hujan mereda meninggalkan aroma tanah, sedikit gerimis masih menari di udara tapi itu tak mengapa. Matahari mengintip dari celah awan membuat situasi seketika benderang. Orang-orang kembali sibuk melanjutkan kegiatan, termasuk aku yang akan beranjak pergi membawa sisa barang-barang. Tukang becak kembali mengayuh becaknya. Pedagang kaki lima menggelar lapak serta anak jalanan yang menjual tisu berhamburan ke lampu merah. "Eh, Mbak, kamu yang pemilik toko kue kemarin ya?" Sewaktu mau melangkah pergi wanita itu menahanku"Iya." Aku menjawab tanpa menatap matanya. "Ya ampun, senang bertemu denganmu. Kue yang dibawakan suamiku Untuk mamaku sangat enak sekali. Akan memintaku untuk membeli lagi."Dia bercerita dengan antusias sambil menghampiri dan memaksa tatapan kami beradu.Ah...malas sekali. "Terima kasih atas apresiasinya.""Sama sama, tapi bolehkah saya minta kontak Anda," tanya wanita yang dikuncir kuda itu. "Oh, tentu, tapi... saya baru saja kehilangan ponsel saya."

    Last Updated : 2024-11-01

Latest chapter

  • DUA BELAS TAHUN TANPA KAMU    117

    Melihat mereka saling menerima kembali, ada keharuan yang membasahi sudut mata ini, aku ikhlas dan bahagia untuk mereka. Bahagia melihat mereka bahagia. "Alhamdulillah, kalian sudah saling menerima kembali, Kalau begitu akan kubiarkan keadaan bicara dan aku berpamitan.""Mau ke mana Mbak?" Tanya Mariana."Aku harus kembali ke toko," jawabku sambil mengangguk tulus padanya. "Tapi, mbak ga bisa pulang sendirian, kami harus mengantar mba," ujar Mariana."Tidak usah." Aku menggeleng sambil mengisyaratkan kedua tanganku agar mereka tetap bersama di tempat itu."Tapi Mbak mau pulang dengan siapa?""Denganku!" Suara berat di belakangku menyadarkan bahwa yang datang adalah Mas Arkan. Pria tampan dengan jas marun dan sapu tangan biru yang terselip indah di dada kirinya membuat pria itu terlihat tampan dan keren.Ya, langkahnya, gestur kedatangannya, dan cara dia membuka kacamata hitamnya itu membuat semua orang terpana. "Pak Arkan," ujar Mas arham menyapa lelaki itu dengan senyum hangat da

  • DUA BELAS TAHUN TANPA KAMU    116

    Aku ceritakan pada anak-anak bahwa semalam aku bicara pada ayah mereka, di meja makan saat kami sarapan pagi, kedua putriku terdengar menyimak semua cerita yang kuutarakan. "Apa Ayah bisa menerima dengan baik semua perkataan Bunda?""Iya, sepertinya pikirannya sedang jernih, jadi aku bisa masuk ke alam bawah sadar dan memberinya afirmasi bahwa dia harus kembali pada keluarganya." "Apa Bunda berhasil?""Bunda rasa Ayahmu mulai terpengaruh dan mau tergerak untuk menemui istrinya.""Sebenarnya ini bukan tugas kita untuk bersikap sejauh itu, tapi kita melakukannya karena kepedulian. Apa kalian setuju?" tanyaku pada anak-anak. "Ya, kami setuju Bunda."*Anak-anak telah berangkat ke kampus dan sekolahnya saat masa Arham tiba-tiba mengirimkan pesan padaku dan memintaku untuk menemaninya menemui Mariana. (Aku tahu ini canggung tapi hanya kau yang bisa kuandalkan untuk menengahi kami.)Aku terdiam sambil membaca pesan tersebut, agak ragu perasaanku karena aku tidak ingin mengambil langkah

  • DUA BELAS TAHUN TANPA KAMU    115

    Senja menyapa kota ini dengan langit jingga yang memudar meninggalkan jejak warna jingga di cakrawala. Aku terduduk di teras rumahku sambil menatap gedung pencakar langit yang menjulang tinggi dari kejauhan. Di antara semua gedung itu ada gedung Mariana dan tempat yang dulu dikelola Mas Arham dengan begitu bangganya. Karirnya bagus sebagai direktur, hubungan dengan keluarga istrinya juga baik karena secara teknis ia suami yang sempurna. Beberapa bulan lalu ia sangat bangga berada di sana, menghabiskan sebagian besar waktu untuk mencurahkan pikiran dan ide-ide dalam bisnis, tapi kini semuanya tertinggal dalam kesunyian.Pikiranku tenggelam membayangkan apa yang terjadi antara Mariana dan Mas Arham, dia yang selalu terobsesi untuk kembali padaku dan kecemburuan Mariana telah memicu pertengkaran hebat dan perpisahan di antara mereka. Mungkin Mas arham merasa seperti terdampar di Pulau terpencil, sendirian tak memiliki siapapun. Tak ada kawan atau keluarga yang bisa diajak untuk mencura

  • DUA BELAS TAHUN TANPA KAMU    114

    Angin berhembus dengan sejuk di antara siang menjelang sore. Berbincang dengan Mas Arkan sampai 3 jam lamanya sama sekali tidak terasa seakan baru lima menit berlalu. Karena aku harus menutup toko, maka aku mau minta beliau untuk mengantarku kembali ke cafe delta. Kami meluncur dengan mobil BMW milik Mas Arkan. Menyusuri jalanan kota yang terasa mulai sesak di sore hari, juga terik matahari yang langsung jatuh ke kaca depan mobil. Begitu berhenti di lampu merah yang di sebelah kirinya ada toko ritel aku terkejut dengan seseorang yang sedang duduk di bangku depan toko tersebut. Aku berusaha menajamkan pandangan mata padahal lelaki yang menggunakan celana jeans sobek di bagian lutut, baju kaos hitam dan topi., cambangnya nampak lebat, mungkin lebih bagus disebut jenggot. Dia duduk dengan sebotol kopi kemasan. Dia Mas Arham.Tatapannya kosong, duduk sambil menatap lalu lalang orang di jalanan, Dia terlihat sedih dan sesekali meneguk kopi dari botol tersebut. Melihatku ada di dalam semu

  • DUA BELAS TAHUN TANPA KAMU    113

    Jadi apa yang kudapatkan dalam dua belas tahun penantianku? Mungkin aku tidak cukup beruntung dengan cinta, tapi aku mendapatkan modal dan toko baru. Aku telah mengamankan masa depan anak anak dan memastikan mereka kuliah di tempat terbaik yang mereka inginkan. Dan ya, untung saja aku berkonflik dengan Mas Arham, andai kami tidak bertengkar di showroom mungkin aku tak akan bertemu dengan Mas Arkan yang istimewa, lelaki yang telah memberiku alasan baru untuk tersenyum dan lebih kuat menjalani segalanya. Karena perannya juga, aku berani mengambil keputusan untuk membuka cabang dan berspekulasi dengan keberuntunganku. Nyatanya, aku hanya butuh dorongan karena keraguan terbesarku selama ini hanya takut merugi.Cabang baru berkembang dengan pesat, Kaila mengelolanya dengan baik, sedang aku dan anak anak fokus pada toko delta di saint Maria. Popularitas toko dan testimoni kelezatan melejit membuat pesanan menumpuk dan pelanggan yang tak pernah sepi. Alhamdulillah, semuanya berjalan dengan

  • DUA BELAS TAHUN TANPA KAMU    112

    Jadi apa yang kudapatkan dalam dua belas tahun penantianku? Mungkin aku tidak cukup beruntung dengan cinta, tapi aku mendapatkan modal dan toko baru. Aku telah mengamankan masa depan anak anak dan memastikan mereka kuliah di tempat terbaik yang mereka inginkan. Dan ya, untung saja aku berkonflik dengan Mas Arham, andai kami tidak bertengkar di showroom mungkin aku tak akan bertemu dengan Mas Arkan yang istimewa, lelaki yang telah memberiku alasan baru untuk tersenyum dan lebih kuat menjalani segalanya. Karena perannya juga, aku berani mengambil keputusan untuk membuka cabang dan berspekulasi dengan keberuntunganku. Nyatanya, aku hanya butuh dorongan karena keraguan terbesarku selama ini hanya takut merugi.Cabang baru berkembang dengan pesat, Kaila mengelolanya dengan baik, sedang aku dan anak anak fokus pada toko delta di saint Maria. Popularitas toko dan testimoni kelezatan melejit membuat pesanan menumpuk dan pelanggan yang tak pernah sepi. Alhamdulillah, semuanya berjalan dengan

  • DUA BELAS TAHUN TANPA KAMU    111

    Mustahil dia adalah inspirasiku, inspirasi sesungguhnya adalah dendam dan luka di hatiku. Aku tidak mau kemurungan menghancurkan hidupku jadi kepedihan yang ada akan kuubah sebagai cambuk yang akan membuatku melejit jauh ke atas dan membuatnya menyesal menyakitiku. Aku tidak membalas pesannya, sekalipun dia mengirimkan spam chat sampai puluhan jumlahnya. Dia bilang dia mencintaiku, dia mohon agar aku memaafkannya. Juga dia bilang bahwa hubunganku dan Mas Arkan tidak ada pengaruhnya untuk dia, dia mau bersaing dengan sehat pada lelaki itu. Konyol sekali. Idiot!"Aku yakin kau belum tidur karena centangnya sudah biru." "Aku terbangun karena denting ponselku. Kau telah mengganggu tidurku," balasku."Dengar sayangku, aku akan memaafkan perbuatan Tuan Arkan dan bagaimana sikap kau dan anak-anak. Aku mau berlapang dada dan bersabar. semoga itu membuatmu paham bahwa aku benar-benar masih menyayangi kalian.""Omong kosong itu... Sudah ratusan kali aku mendengarnya dan aku tidak tertarik me

  • DUA BELAS TAHUN TANPA KAMU    110

    Mas Arham bergeming begitu kening yang mendapatkan tinjuan yang sangat keras. Dia terkapar di paving lokasi parkir depan toko Delta. Orang-orang memandang kejadian diantara kami dengan decak terkejut dan komentar mereka mulai riuh.Anak-anak dan Kayla yang tadinya sibuk melayani pelanggan akhirnya juga ikut keluar dan menyaksikan semua itu."Anak-anak maafkan kami, maaf karena kalian harus melihat ini semua," ucap Mas Arkan pada Delia."Nggak apa-apa Om beliau memang harus diberikan pengertian," jawab Delia sambil memeluk nampan di tangannya.Mas Arkan terkulai dan berusaha bangkit tapi kurasa kepalanya sakit, kondangannya berkunang-kunang dan pukulan telak itu mungkin nyaris mengambil kesadaran dan membuatnya hampir pingsan."Apa yang terjadi sebenarnya?" ucap seorang wanita yang sudah lama kenal denganku dia nyonya Telia, pemilik toko pakan kucing di seberang jalan."Tidak ada, Bu. Lelaki yang sudah bercerai denganku kini terus datang dan memberikan terornya.""Astaga, kuharap sekar

  • DUA BELAS TAHUN TANPA KAMU    109

    Matahari menjulang di langit dengan terik yang terasa nyata di kulit. Aku berjalan perlahan menuruni puluhan anak tangga dari gedung pengadilan agama. Akta perceraian yang kugenggam di tangan menjadi bukti dan titik balik bahwa sekarang aku telah menyandang status sendirian. Aku janda dan aku harus melawan stigma.Mulai sekarang aku akan berjuang sendirian tanpa keyakinan dan penegak jiwa bahwa aku memiliki suami. Orang yang kucintai dan kutunggu selalu bertahun-tahun ternyata bukan jodohku, bukan sama sekali.Sekarang langkah kaki terasa ringan meski hati sedikit sedih. Kutegarkan perasaanku sambil berdoa dan bertekad pada diri sendiri bahwa aku akan kuat menjalani hidupku. P*"Apa semuanya lancar Bu?""Akta cerai mana!""Di tasku.""Ibu tidak ketemu Pak Arham kan?""Dia bisa ambil akta cerainya sendiri.""Oh, syukurlah semuanya sudah selesai.""Ya, dan hakim juga memutuskan perintah untuk menjaga jarak. Mas Arham tidak akan mendekati Kita selamanya.""Syukurlah Bu, tinggal jalani s

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status