Share

2. kaget bertemu

Author: Ria Abdullah
last update Last Updated: 2024-10-28 14:39:00

Bersama kedatangan pria yang telah 12 tahun menghilang, gerimis perlahan berhenti meninggalkan jejak warna jingga pucat yang memudar di langit.

Aku masih berdiri tak jauh dari meja kasir, membeku menatap kedatangan suamiku bersama keluarga barunya. Wanita yang digandengnya, ah, sungguh cantiknya. Penampilannya sangat elegan dengan gaun emerald selutut, rambutnya tertata rapi dengan anting berlian memperindah penampilannya.

"Si-si-silakan duduk." Mendadak tenggorokan ini tercekat, lidah ini keluh untuk pura-pura ramah dan menyapa mereka, entah kenapa aku tak menemukan satu kata-kata yang akan ku gunakan untuk bersikap formal.

Saat tatapanku beradu dengan Mas Arham binar mata dan senyum kebahagiaan untuk istri dan anak-anaknya tiba-tiba menghilang, tatapan matanya redup ke arahku, seakan ada makna tersirat berupa penyesalan atau mungkin keterkejutan.

"Apa di sini menjual tiramisu?" tanya pasangan Mas Arham.

"Be-benar, Nyonya," balasku tanpa ekspresi, aku ingin tersenyum dan bersikap akrab tapi pria yang berdiri di hadapanku membuat lututku gemetar.

Di lima detik pertama melihatnya, aku ingin menghambur ke arahnya dan memeluknya. Aku ingin memeluknya dengan segala perasaan membuncah di hatiku bahwa selama ini dia masih hidup. Aku ingin mencecarnya dengan ribuan pertanyaan yang sudah berlomba di kepalaku, aku ingin tahu kenapa dia menghilang. Aku ingin jujur bahwa selama 12 tahun aku setia menantinya, selalu mendoakan keselamatan dan berharap bahwa suatu hari kami berjumpa

Tapi tidak dengan cara seperti ini.

Tidak dalam keadaan dia menggandeng wanita lain dengan dua orang anak perempuan yang memanggilnya dengan sebutan Papa.

Mendadak aku sadar bahwa suamiku sudah punya keluarga baru, punya istri baru yang lebih cantik dan kehidupannya amat mewah. Di luar sana, mobil Alphard yang digunakan Mas Arham untuk datang ke tempat ini terparkir dan tak perlu dibayangkan berapa harganya.

"Tiramisunya sedang dipanggang, bila berkenan, Nyonya bisa menunggunya selama 15 menit, anak-anak saya akan menyiapkannya."

"Anak?" Dia bertanya lirih seakan hanya dia yang bisa mendengarnya, padahal desis itu sampai ke telingaku.

Mendadak lelaki berjas coklat dengan kacamata membingkai wajah tegas itu melirik ke arahku, tatapan matanya membulat seakan ia menyadari sesuatu, seperti terkejut tapi berusaha ia sembunyikan dari tatapan istrinya.

"Sebaiknya kita cari cafe lain saja Ma, yang kuenya sudah ready," ucap pria itu mencoba membawa istri dan anaknya untuk pergi. Tapi mereka bertiga sudah terlanjur duduk di meja yang sudah kusediakan.

"Nggak mau Sayang, di sini paling terkenal," balas wanita itu setengah merengek manja dengan senyum yang merekah lebar, sudah kutebak kehidupan mereka sangat bahagia, sehingga binar mata itu tak bisa menyembunyikannya.

Mungkin dia lupa, setelah menyeret kopernya dari rumah kami ia segera menghapus ingatannya. Ingatan tentang dua pasang mata yang terlahir ke dunia ini sebagai buah cintanya denganku. Tentang dua orang putri yang selama ini selalu menantikan ayahnya, selalu bertanya dan memintaku menceritakan seperti apa ciri-ciri serta kesukaan ayahnya.

Dalam 12 tahun, tak pernah sekalipun kutuliskan hal-hal yang buruk dalam pikiran anak-anak tentang ayahnya, selalu kuceritakan betapa baiknya lelaki itu. Betapa indah hari-hari sebelum kepergiannya dan betapa sayangnya ia kepada anak-anak kami.

"Mas, kok bengong? duduk dong, Sayang?" Ucapan wanita itu terdengar seperti tetesan air di meja kristal, lembut dan merdu sekali. Juga sangat mesra sukses membuatku iri.

"Iya, aku akan duduk." Pria itu beranjak dari hadapanku, menyeret langkahnya dengan tatapan mata yang terus melirikku. Aku sendiri hanya bisa meremas tanganku saat wanita itu menggandeng tangan Mas Arham, mengajaknya duduk lalu memberikannya belaian mesra di bagian bahu.

"Aku pilihin kue dan minuman hangat ya, Sayang."

"Iya, Ma, pilihin aja."

Wah, ia memanggil wanita itu dengan sebutan mama, sangat mesra dan terdengar khas orang kaya.

"Muffin coklat kan?"

"Iya, Sayang."

Aku tidak tahu bahwa jawaban sayang itu memang khusus untuk istrinya, atau terdengar seperti olok-olokkan untukku. Layaknya sebuah tamparan yang menyadarkan wanita setia selama 12 tahun, aku tiba-tiba terpukul bahwa bahwa kesetiaanku adalah usaha sia-sia.

Hatiku hancur berkeping-keping seiring dengan ucapan sayang serta senyum tulus yang diarahkan suamiku kepada istri barunya.

Ya.

Mungkin tak pantas menyebutnya suami, tapi secara teknis, aku tak pernah menerima kata talak atau surat resmi dari pengadilan bahwa aku dan dia sah berpisah. Selama 12 tahun aku menantinya, aku mengabaikan luka serta pedihnya kerinduanku. Aku berjuang sendirian seakan memanjat tebing cadas bersama dua putriku, aku terlunta-lunta dalam kejamnya dunia ini, sementara kebodohanku terus memuja cinta dan percaya bahwa suamiku akan kembali.

Benar dia kembali! tapi bukan sebagai milikku. Di hari aku berjumpa dengannya, aku menyadari bahwa aku harus berhenti mencintainya dan itu fakta yang sangat menyakitkan serupa tombak yang dihujamkan ke jantung.

"Mba, tolong bawakan cake coklat dan tiramisu, serta dua buah muffin berukuran besar untuk suamiku."

Pernyataan "suamiku" yang terlontar dari bibir wanita itu, membuatku semakin sadar bahwa cinta dalam hidupku telah benar-benar musnah.

"Baik, Nyonya," jawabku dengan suara bergetar, bola mataku mulai memanas dan berkaca-kaca, aku ingin sekali berjuang bahwa aku tidak boleh menangis di hadapan mereka. Kuambil kue-kue dari etalase lalu menyiapkan sambil menahan lelehan panas yang menggenang di pelupuknya mata.

"Anda baik-baik saja kan?" Mungkin karena aku terus saja terlihat murung wanita itu sampai datang mendekat dan meyakinkan dirinya bahwa aku bisa melayaninya.

"Ya Nyonya, maaf saya sedikit tidak sehat hari ini." Bagaimana tak kupanggil nyonya, penampilannya dari atas ke bawah terlihat sangat mewah bahkan tas dengan logo H yang dikenakannya itu, sudah menggambarkan status sosialnya.

Selagi kuambil kue-kue dari etalase, tiba-tiba Mas Arham berdiri dari mejanya dan minta izin pada istrinya bahwa dia harus ke toilet.

"Ma, kira-kira toiletnya di mana."

"Nggak tahu Sayang, tanyakan saja sama owner cafenya."

Kembali tatapan mata kami beradu dan pria itu nampak gugup, ia menelan ludah sehingga jakun di lehernya bergerak naik turun, ekspresinya tegang serta penuh dengan kekhawatiran.

"Bu, boleh antar saya ke toilet."

"Uhm, toiletnya ada di sebelah kiri, Tuan silakan ikuti saja lorongnya."

"Bisa antar saya?" Isyaratnya seakan-akan ingin meminta waktu untuk bicara padaku, aku tak sudi tapi aku juga tidak punya pilihan.

"Sebentar."

Aku mengantarkan nampan kue kepada istrinya, perasaan di dalam dadaku sudah membuncah, aku ingin sekali memberinya pelajaran. Kulayani tiga orang anggota keluarga Mas Arham layaknya orang yang bekerja profesional, aku berusaha tetap tersenyum dan bicara dengan ramah.

"Selamat menikmati nyonya."

"Terima kasih Mbak."

Aku kembali ke meja kasir sementara lelaki itu masih berdiri di sana dan terlihat bingung, mungkin pura-pura bingung dan polos. Dia tersenyum tipis ke arahku, memintaku mengarahkannya ke kamar mandi.

"Antarkan saya!"

"Hmm!" Aku mendengkus dengan geram.

Kuantarkan dia melewati lorong yang berseberangan dengan dapur, lalu kutunjukkan sebuah pintu berwarna coklat yang ada di ujung koridor. Saat itu hanya ada aku dan dia, dan suasananya lengang.

"Itu toiletnya." Aku hendak kembali ke meja kasir tapi pria itu menahanku.

"Sebentar!" Pria itu langsung mencengkram tanganku dan menahan langkahku, aku terkejut bukan main jantungku berdegup begitu kencang, bahkan bertalu-talu membuat seluruh tubuhku gemetar. Aku ingin berteriak dan marah, aku ingin mengamuk dan menjampak rambutnya, tapi aku harus mengendalikan diriku, anakku juga tidak boleh tahu kalau ayah mereka sedang datang, serta aku tak mau menciptakan kehebohan di toko kecil kami.

"Lepaskan aku! beraninya kau menyentuhku setelah apa yang kau lakukan!" Tatapanku begitu tajam sampai-sampai lelaki itu merasa terintimidasi, dia mulai mengendurkan pegangan tangannya dari pergelanganku.

"Aku minta maaf, mungkin ada banyak pertanyaan yang harus dijawab, aku akan menjelaskannya padamu. Sebenarnya ..."

"Aku tidak butuh penjelasan, Mas. Apa yang terlihat sudah menjelaskan segalanya." Tiba-tiba pertahananku luruh, aku meneteskan air mata yang seharusnya tidak perlu jatuh demi lelaki itu.

"Ariana, aku sungguh tidak tahu harus bilang apa." Dia nampak gugup dan terus menyentuh hidung dan kepalanya. Dia pasti sangat ketakutan kalau istrinya akan menyusul dan memergoki kami.

"Kau tahu aku adalah orang paling bodoh di dunia ini. Selama 12 tahun aku setia padamu, aku menunggumu dan selalu berdoa agar Tuhan menjagamu. Aku berharap Tuhan mengembalikanmu padaku dengan pengharapan yang tak putus." Air mataku mengalir dengan deras, dari pelupuk mata Mas Arham juga mulai meneteskan air mata mendengar perkataanku.

"Setiap waktu menunggumu, dan kau memang datang, tapi dengan cara seperti ini. Aku tidak tahu kau tinggal di mana dan menghilang ke mana selama ini, tapi beraninya kau menginjakkan kakimu di toko kami!"

"Aku tidak tahu kalau ini adalah cafemu!"

"Tentu saja kau tidak tahu, karena kau sudah melupakan kami!"

Nafasku sesak seketika air mataku mengalir deras meski aku berusaha untuk tidak menangis. Aku bahkan harus mencengkram tanganku sendiri untuk menahan diri.

"Aku akan membawa istri dan anak-anakku pergi sekarang juga!"

"Kenapa kau harus datang, kenapa kau kembali hanya untuk menusuk duka di hatiku. Bila kau memang pergi ...kenapa tidak benar-benar pergi jauh sampai kami tidak perlu melihatmu lagi!"

"Aku juga merindukanmu, Iriana!"

Plak!

Tamparan keras mendarat di pipi lelaki itu, dia terbelalak mendapatkan pukulan dariku, sementara bersamaan dengan itu aku yang sudah muak beranjak pergi dari hadapannya.

Comments (7)
goodnovel comment avatar
Sila Silawatidewi
nyesek banget aku
goodnovel comment avatar
Lilik Hidayati
apapun alasanmu bk bisa di benarkan, wongya hilang ingatan , malahterlena dgn harta , gkmau menemui istri dan anaknya. lelaki bajingan huh..
goodnovel comment avatar
Lilik Hidayati
nangis aku melihat kesetiaan wanita 12 th di khianati. 12 tahun bro gk main main . emangpantas lelaki seperti itu di hajar
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • DUA BELAS TAHUN TANPA KAMU    3. Menjelaskan

    MARI MERAPAT, INI CERITA YANG INDAH. Jangan lupa untuk like subscribe dan share. ❤️❤️Rinai hujan di luar toko telah berhenti, meninggalkan jejak genangan air dan aroma tanah basah yang segar. Perlahan awan kelabu menunjukkan mentari sore yang mulai redup, langit indah, dengan semburat kemerahan seperti bara api yang mulai padam. Aku udah mau sekarang masih berdiri dengan tatapan mata yang lekat satu sama lain, netra kami bertemu dalam keadaan saling meneteskan air mata. "Kau belum dengar penjelasanku, sebelum kau menghakimiku." Lelaki itu masih memegangi pipinya yang merah bekas gambar tanganku. Mendengarnya berusaha menahanku langkahku terhenti, entah ingin membela diri ataukah cari pembenaran, tapi aku tak habis pikir penjelasan apa yang akan dia utarakan agar aku berhenti menyalahkan dan menilainya jahat. Pergi selama 12 tahun tanpa kabar, lalu tiba-tiba muncul dengan wanita lain, kira-kira apa yang akan orang lain pikirkan? Haruskah aku berpikir bahwa suamiku telah diculik la

    Last Updated : 2024-10-28
  • DUA BELAS TAHUN TANPA KAMU    4. dihubungi

    "Tolong jangan katakan ini pada adikmu. Dia pasti akan syok sekali."Aku menyentuh bahu putriku dengan lembut, berusaha membujuknya agar dia memahami bahwa yang sekarang situasi yang tidak tepat untuk menceritakan segalanya. "Kenapa Bunda diam saja, kenapa Bunda tidak marah dan mengungkapkan yang sebenarnya pada wanita itu.""Sayang, tidak baik merusak kebahagiaan orang lain hanya karena kita menderita. Kesengsaraan kita bukan tanggung jawab wanita itu.""Tapi ayah membohongi dan meninggalkan kita demi dia!" Anakku bicara dengan tatapan mata berapi. "Belum tentu, kita tidak bisa menghakimi seperti itu karena kita tidak tahu apa yang terjadi. Sudah Nak, Bunda mohon agar kamu bisa menyimpan semua ini sementara. Bisa ya." Aku membujuk sambil menggenggam tangannya, anakku hanya membuang nafasnya dengan kasar. "Terserah bunda saja, tapi aku benar-benar sakit hati," jawab Delia sambil menghempaskan celemeknya di atas meja etalase. Putriku merajuk dan segera kembali ke dapur untuk mengam

    Last Updated : 2024-10-28
  • DUA BELAS TAHUN TANPA KAMU    5. sakit hati

    Musim hujan yang lebih cepat datang, menciptakan suasana tersendiri di setiap malamku. Tetesannya yang deras seolah tanpa henti membasahi kelopak bunga yang ada di balkon kamar. Aroma tanah dan daun-daun segar menciptakan kerinduan. Selalu kulalui malam demi malam dalam sepi di peraduan dingin ini. Aku sadar aku telah menghancurkan diriku sendiri. Kukira aku telah menambatkan cinta pada orang yang tepat. Saat dia pergi dengan janji-janjinya, di sanalah aku membangun cinta dan kepercayaan bahwa suatu saat kami akan kembali bersama dan hidup bahagia. Tak pernah terlintas dalam angan bahwa lelaki itu menipuku. Kupikir telah terjadi sesuatu padanya yang membuat dia tak bisa menghubungi, ada hal yang membuatnya tak bisa pulang, setiap malam aku gelisah dan selalu mengkhawatirkannya, ternyata dibalik kekhawatiranku dia telah berbahagia dalam lautan asmara bersama wanita lain. Jauh langkah yang membawa suamiku pergi, membuatnya berlabuh dalam pelukan wanita berkulit putih dengan tatapan t

    Last Updated : 2024-10-28
  • DUA BELAS TAHUN TANPA KAMU    6

    Aku tiba di kedai setelah 15 menit berjalan kaki melewati paving blok dengan deretan tokoh-toko estetik di kanan dan kirinya. Kupercepat langkah sambil sesekali menoleh ke belakang berharap bahwa lelaki berbantel hitam itu tidak mengikutiku.Saat membuka pintu kedai, lonceng kecil di pintu kaca berdenting, aroma vanilla dan coklat panggang yang tercampur di udara menciptakan suasana hangat di dalam cafe. Asistenku Kaila yang tengah memanggang kue menyapa diri ini dengan senyumnya yang ceria. Seperti biasa apron kotak-kotak pink mempercantik penampilannya. "Selamat pagi, Bu." "Pagi, Kaila. Aku senang melihatmu dan syukurlah kau sudah sembuh."Dua hari kemarin dia tak datang ke toko, cuaca dingin dan terkena hujan membuat asisten sekaligus wanita yang kuanggap adik itu menjadi sakit. "Alhamdulillah Bu, dua hari sakit membuatku rindu dengan toko ini, jujur saja, aku bosan di rumah."Aku tertawa kecil mendengarnya,"Tidak masalah kau habiskan waktu untuk istirahat. Lita dan Delia men

    Last Updated : 2024-10-29
  • DUA BELAS TAHUN TANPA KAMU    7

    Mentari pagi merangkak perlahan dari balik gedung pencakar langit dan deretan toko-toko di sekitarku, cahayanya redupnya menerobos celah bangunan dan menembus asap tipis yang mengepul dari cerobong pusat industri menciptakan panorama kota yang dramatis.Masih jam 08.00 pagi, tapi suasana hati yang sejak tadi kupaksakan untuk tetap tenang kini bergejolak seperti segelas air yang diletakkan di atas kobaran api. Di luar sana suara klakson mobil dan deru mesin motor menciptakan simfoni khas kota yang tak pernah berhenti. Berpadu dengan semua itu, pikiranku mulai kalut tak menentu. "Kami tidak menjual apapun untuk Anda," tegasku sekali lagi. "Bila kau tak izinkan aku untuk minum kopi di kedaimu... maka biarkan aku membawanya pergi," jawab Mas Arham dengan seulas senyum tipis yang menggetarkan hati, selalu begitu, dia berhasil melelehkanku dengan tatapan mata yang menusuk ke relung hati. Senyumnya meluluhkan segenap jiwa."Iya, Bu, izinkan aja Bapaknya beli kopi yang takeaway!" Kayla y

    Last Updated : 2024-10-29
  • DUA BELAS TAHUN TANPA KAMU    8

    Di luar sana simfoni kota terus berlanjut, deru mesin kendaraan berpadu dengan suara pedagang kaki lima yang menjajakan dagangannya, suara klakson bis kota serta nyanyian pekak dari pemusik jalanan memenuhi udara. Di tengah hiruk pikuk itu aku masih membeku di dalam toko kue Delta, toko kue yang berhasil menafkahi dan membuat kami bertahan hidup. Aku masih di sini dan beradu pandang dengan pria yang jadi alasan mengapa aku mampu setia dalam penantianku selama dua belas tahun. Dia masih duduk dengan setelan mantel hitam dan kacamata persegi panjang, sementara aku terus menghabiskan energi untuk membuatnya pergi. Seharusnya aku mengabaikannya seperti komitmenku yang akan melupakan dan menganggap dia telah meninggal. Aku ingin memandangnya seperti seonggok batu atau sebatang kayu yang sia-sia, tapi, berkat kenangan masa lalu yang indah, percikan cinta itu tumbuh subur di hatiku.Aku seperti menyemaikan duri yang sejujurnya tak ingin tumbuh, sebab akhirnya semua itu akan menyakitiku. "

    Last Updated : 2024-10-31
  • DUA BELAS TAHUN TANPA KAMU    9

    Tak kuasa mendengar pengusiran dan penolakan berulang ulang, pria itu akhirnya beranjak dari toko kueku. Ia tinggalkan 10 lembar uang merah di bawah cangkir kopi bekas minumnya, lalu berpamitan dengan suara yang lirih."Iriana aku pamit, namun aku tak akan menyerah padamu."Aku hanya memejamkan mata sambil membenamkan wajah diantara kedua tanganku. Sakit mendengarnya, dan seharusnya aku tak perlu mendengar itu. Aku baru menyadari ada banyak uang saat bayangan lelaki itu menghilang dengan sempurna. Ingin kukejar dan kukembalikan uangnya tapi aku tak tahu ia di mana."Wah, Bapak itu membayar 10 kali lipat dari harga kopi." Kayla mendekat dan melihat uang yang teronggok di atas meja, gadis muda itu meraihnya dan tertawa bahagia dengan uang satu juta untuk segelas cappucino yang seharusnya berharga Rp.27.000. "Katakan padaku.. apa ia sangat tergila-gila pada ibu, sampai mengejar ibu berkali-kali?""Tidak.""Lalu kenapa?""Kaila, aku tahu aku tak bisa menyembunyikan sesuatu terlalu lama.

    Last Updated : 2024-10-31
  • DUA BELAS TAHUN TANPA KAMU    10

    Tak tahu berapa lama aku tenggelam dalam pelukan damai itu, sampai kusadari sesuatu bahwa apa yang kulakukan sudah tidak benar adanya. Aku melepaskan diri dengan canggung, selalu bersurut perlahan menjauh dari lelaki itu. Rindu dan malu bercampur menciptakan rasa panas di pipiku. "Kamu tak harus melepaskanku. Kamu berhak memelukku.""Tidak, Mas. Ini salah," balasku dengan tenggorokan dan bibir yang kering. Bukan cuma ragaku tapi jiwaku turut meranggas. Dua belas tahun tanpa sentuhan suami membuatku mati rasa. Saat lelaki itu tiba-tiba datang, aku merasa aneh. Aku ingin bersamanya tapi sadar dia sudah sulit untuk kugapai.*Derasnya hujan yang tumpah dari langit seakan tak terhentikan, petir sesekali menggelegar dengan pola rambatan halus menambah dramatis teater alam.Aku masih berada di emperan toko, berharap bahwa taksi yang kupesan segera datang. Rembesan air menggenangi jalan, pengunjung yang tadinya berlalu lalang di sekitar pasar mulai berteduh dan membuat trotoar sedikit le

    Last Updated : 2024-10-31

Latest chapter

  • DUA BELAS TAHUN TANPA KAMU    117

    Melihat mereka saling menerima kembali, ada keharuan yang membasahi sudut mata ini, aku ikhlas dan bahagia untuk mereka. Bahagia melihat mereka bahagia. "Alhamdulillah, kalian sudah saling menerima kembali, Kalau begitu akan kubiarkan keadaan bicara dan aku berpamitan.""Mau ke mana Mbak?" Tanya Mariana."Aku harus kembali ke toko," jawabku sambil mengangguk tulus padanya. "Tapi, mbak ga bisa pulang sendirian, kami harus mengantar mba," ujar Mariana."Tidak usah." Aku menggeleng sambil mengisyaratkan kedua tanganku agar mereka tetap bersama di tempat itu."Tapi Mbak mau pulang dengan siapa?""Denganku!" Suara berat di belakangku menyadarkan bahwa yang datang adalah Mas Arkan. Pria tampan dengan jas marun dan sapu tangan biru yang terselip indah di dada kirinya membuat pria itu terlihat tampan dan keren.Ya, langkahnya, gestur kedatangannya, dan cara dia membuka kacamata hitamnya itu membuat semua orang terpana. "Pak Arkan," ujar Mas arham menyapa lelaki itu dengan senyum hangat da

  • DUA BELAS TAHUN TANPA KAMU    116

    Aku ceritakan pada anak-anak bahwa semalam aku bicara pada ayah mereka, di meja makan saat kami sarapan pagi, kedua putriku terdengar menyimak semua cerita yang kuutarakan. "Apa Ayah bisa menerima dengan baik semua perkataan Bunda?""Iya, sepertinya pikirannya sedang jernih, jadi aku bisa masuk ke alam bawah sadar dan memberinya afirmasi bahwa dia harus kembali pada keluarganya." "Apa Bunda berhasil?""Bunda rasa Ayahmu mulai terpengaruh dan mau tergerak untuk menemui istrinya.""Sebenarnya ini bukan tugas kita untuk bersikap sejauh itu, tapi kita melakukannya karena kepedulian. Apa kalian setuju?" tanyaku pada anak-anak. "Ya, kami setuju Bunda."*Anak-anak telah berangkat ke kampus dan sekolahnya saat masa Arham tiba-tiba mengirimkan pesan padaku dan memintaku untuk menemaninya menemui Mariana. (Aku tahu ini canggung tapi hanya kau yang bisa kuandalkan untuk menengahi kami.)Aku terdiam sambil membaca pesan tersebut, agak ragu perasaanku karena aku tidak ingin mengambil langkah

  • DUA BELAS TAHUN TANPA KAMU    115

    Senja menyapa kota ini dengan langit jingga yang memudar meninggalkan jejak warna jingga di cakrawala. Aku terduduk di teras rumahku sambil menatap gedung pencakar langit yang menjulang tinggi dari kejauhan. Di antara semua gedung itu ada gedung Mariana dan tempat yang dulu dikelola Mas Arham dengan begitu bangganya. Karirnya bagus sebagai direktur, hubungan dengan keluarga istrinya juga baik karena secara teknis ia suami yang sempurna. Beberapa bulan lalu ia sangat bangga berada di sana, menghabiskan sebagian besar waktu untuk mencurahkan pikiran dan ide-ide dalam bisnis, tapi kini semuanya tertinggal dalam kesunyian.Pikiranku tenggelam membayangkan apa yang terjadi antara Mariana dan Mas Arham, dia yang selalu terobsesi untuk kembali padaku dan kecemburuan Mariana telah memicu pertengkaran hebat dan perpisahan di antara mereka. Mungkin Mas arham merasa seperti terdampar di Pulau terpencil, sendirian tak memiliki siapapun. Tak ada kawan atau keluarga yang bisa diajak untuk mencura

  • DUA BELAS TAHUN TANPA KAMU    114

    Angin berhembus dengan sejuk di antara siang menjelang sore. Berbincang dengan Mas Arkan sampai 3 jam lamanya sama sekali tidak terasa seakan baru lima menit berlalu. Karena aku harus menutup toko, maka aku mau minta beliau untuk mengantarku kembali ke cafe delta. Kami meluncur dengan mobil BMW milik Mas Arkan. Menyusuri jalanan kota yang terasa mulai sesak di sore hari, juga terik matahari yang langsung jatuh ke kaca depan mobil. Begitu berhenti di lampu merah yang di sebelah kirinya ada toko ritel aku terkejut dengan seseorang yang sedang duduk di bangku depan toko tersebut. Aku berusaha menajamkan pandangan mata padahal lelaki yang menggunakan celana jeans sobek di bagian lutut, baju kaos hitam dan topi., cambangnya nampak lebat, mungkin lebih bagus disebut jenggot. Dia duduk dengan sebotol kopi kemasan. Dia Mas Arham.Tatapannya kosong, duduk sambil menatap lalu lalang orang di jalanan, Dia terlihat sedih dan sesekali meneguk kopi dari botol tersebut. Melihatku ada di dalam semu

  • DUA BELAS TAHUN TANPA KAMU    113

    Jadi apa yang kudapatkan dalam dua belas tahun penantianku? Mungkin aku tidak cukup beruntung dengan cinta, tapi aku mendapatkan modal dan toko baru. Aku telah mengamankan masa depan anak anak dan memastikan mereka kuliah di tempat terbaik yang mereka inginkan. Dan ya, untung saja aku berkonflik dengan Mas Arham, andai kami tidak bertengkar di showroom mungkin aku tak akan bertemu dengan Mas Arkan yang istimewa, lelaki yang telah memberiku alasan baru untuk tersenyum dan lebih kuat menjalani segalanya. Karena perannya juga, aku berani mengambil keputusan untuk membuka cabang dan berspekulasi dengan keberuntunganku. Nyatanya, aku hanya butuh dorongan karena keraguan terbesarku selama ini hanya takut merugi.Cabang baru berkembang dengan pesat, Kaila mengelolanya dengan baik, sedang aku dan anak anak fokus pada toko delta di saint Maria. Popularitas toko dan testimoni kelezatan melejit membuat pesanan menumpuk dan pelanggan yang tak pernah sepi. Alhamdulillah, semuanya berjalan dengan

  • DUA BELAS TAHUN TANPA KAMU    112

    Jadi apa yang kudapatkan dalam dua belas tahun penantianku? Mungkin aku tidak cukup beruntung dengan cinta, tapi aku mendapatkan modal dan toko baru. Aku telah mengamankan masa depan anak anak dan memastikan mereka kuliah di tempat terbaik yang mereka inginkan. Dan ya, untung saja aku berkonflik dengan Mas Arham, andai kami tidak bertengkar di showroom mungkin aku tak akan bertemu dengan Mas Arkan yang istimewa, lelaki yang telah memberiku alasan baru untuk tersenyum dan lebih kuat menjalani segalanya. Karena perannya juga, aku berani mengambil keputusan untuk membuka cabang dan berspekulasi dengan keberuntunganku. Nyatanya, aku hanya butuh dorongan karena keraguan terbesarku selama ini hanya takut merugi.Cabang baru berkembang dengan pesat, Kaila mengelolanya dengan baik, sedang aku dan anak anak fokus pada toko delta di saint Maria. Popularitas toko dan testimoni kelezatan melejit membuat pesanan menumpuk dan pelanggan yang tak pernah sepi. Alhamdulillah, semuanya berjalan dengan

  • DUA BELAS TAHUN TANPA KAMU    111

    Mustahil dia adalah inspirasiku, inspirasi sesungguhnya adalah dendam dan luka di hatiku. Aku tidak mau kemurungan menghancurkan hidupku jadi kepedihan yang ada akan kuubah sebagai cambuk yang akan membuatku melejit jauh ke atas dan membuatnya menyesal menyakitiku. Aku tidak membalas pesannya, sekalipun dia mengirimkan spam chat sampai puluhan jumlahnya. Dia bilang dia mencintaiku, dia mohon agar aku memaafkannya. Juga dia bilang bahwa hubunganku dan Mas Arkan tidak ada pengaruhnya untuk dia, dia mau bersaing dengan sehat pada lelaki itu. Konyol sekali. Idiot!"Aku yakin kau belum tidur karena centangnya sudah biru." "Aku terbangun karena denting ponselku. Kau telah mengganggu tidurku," balasku."Dengar sayangku, aku akan memaafkan perbuatan Tuan Arkan dan bagaimana sikap kau dan anak-anak. Aku mau berlapang dada dan bersabar. semoga itu membuatmu paham bahwa aku benar-benar masih menyayangi kalian.""Omong kosong itu... Sudah ratusan kali aku mendengarnya dan aku tidak tertarik me

  • DUA BELAS TAHUN TANPA KAMU    110

    Mas Arham bergeming begitu kening yang mendapatkan tinjuan yang sangat keras. Dia terkapar di paving lokasi parkir depan toko Delta. Orang-orang memandang kejadian diantara kami dengan decak terkejut dan komentar mereka mulai riuh.Anak-anak dan Kayla yang tadinya sibuk melayani pelanggan akhirnya juga ikut keluar dan menyaksikan semua itu."Anak-anak maafkan kami, maaf karena kalian harus melihat ini semua," ucap Mas Arkan pada Delia."Nggak apa-apa Om beliau memang harus diberikan pengertian," jawab Delia sambil memeluk nampan di tangannya.Mas Arkan terkulai dan berusaha bangkit tapi kurasa kepalanya sakit, kondangannya berkunang-kunang dan pukulan telak itu mungkin nyaris mengambil kesadaran dan membuatnya hampir pingsan."Apa yang terjadi sebenarnya?" ucap seorang wanita yang sudah lama kenal denganku dia nyonya Telia, pemilik toko pakan kucing di seberang jalan."Tidak ada, Bu. Lelaki yang sudah bercerai denganku kini terus datang dan memberikan terornya.""Astaga, kuharap sekar

  • DUA BELAS TAHUN TANPA KAMU    109

    Matahari menjulang di langit dengan terik yang terasa nyata di kulit. Aku berjalan perlahan menuruni puluhan anak tangga dari gedung pengadilan agama. Akta perceraian yang kugenggam di tangan menjadi bukti dan titik balik bahwa sekarang aku telah menyandang status sendirian. Aku janda dan aku harus melawan stigma.Mulai sekarang aku akan berjuang sendirian tanpa keyakinan dan penegak jiwa bahwa aku memiliki suami. Orang yang kucintai dan kutunggu selalu bertahun-tahun ternyata bukan jodohku, bukan sama sekali.Sekarang langkah kaki terasa ringan meski hati sedikit sedih. Kutegarkan perasaanku sambil berdoa dan bertekad pada diri sendiri bahwa aku akan kuat menjalani hidupku. P*"Apa semuanya lancar Bu?""Akta cerai mana!""Di tasku.""Ibu tidak ketemu Pak Arham kan?""Dia bisa ambil akta cerainya sendiri.""Oh, syukurlah semuanya sudah selesai.""Ya, dan hakim juga memutuskan perintah untuk menjaga jarak. Mas Arham tidak akan mendekati Kita selamanya.""Syukurlah Bu, tinggal jalani s

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status