Share

2. kaget bertemu

Author: Ria Abdullah
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Bersama kedatangan pria yang telah 12 tahun menghilang, gerimis perlahan berhenti meninggalkan jejak warna jingga pucat yang memudar di langit.

Aku masih berdiri tak jauh dari meja kasir, membeku menatap kedatangan suamiku bersama keluarga barunya. Wanita yang digandengnya, ah, sungguh cantiknya. Penampilannya sangat elegan dengan gaun emerald selutut, rambutnya tertata rapi dengan anting berlian memperindah penampilannya.

"Si-si-silakan duduk." Mendadak tenggorokan ini tercekat, lidah ini keluh untuk pura-pura ramah dan menyapa mereka, entah kenapa aku tak menemukan satu kata-kata yang akan ku gunakan untuk bersikap formal.

Saat tatapanku beradu dengan Mas Arham binar mata dan senyum kebahagiaan untuk istri dan anak-anaknya tiba-tiba menghilang, tatapan matanya redup ke arahku, seakan ada makna tersirat berupa penyesalan atau mungkin keterkejutan.

"Apa di sini menjual tiramisu?" tanya pasangan Mas Arham.

"Be-benar, Nyonya," balasku tanpa ekspresi, aku ingin tersenyum dan bersikap akrab tapi pria yang berdiri di hadapanku membuat lututku gemetar.

Di lima detik pertama melihatnya, aku ingin menghambur ke arahnya dan memeluknya. Aku ingin memeluknya dengan segala perasaan membuncah di hatiku bahwa selama ini dia masih hidup. Aku ingin mencecarnya dengan ribuan pertanyaan yang sudah berlomba di kepalaku, aku ingin tahu kenapa dia menghilang. Aku ingin jujur bahwa selama 12 tahun aku setia menantinya, selalu mendoakan keselamatan dan berharap bahwa suatu hari kami berjumpa

Tapi tidak dengan cara seperti ini.

Tidak dalam keadaan dia menggandeng wanita lain dengan dua orang anak perempuan yang memanggilnya dengan sebutan Papa.

Mendadak aku sadar bahwa suamiku sudah punya keluarga baru, punya istri baru yang lebih cantik dan kehidupannya amat mewah. Di luar sana, mobil Alphard yang digunakan Mas Arham untuk datang ke tempat ini terparkir dan tak perlu dibayangkan berapa harganya.

"Tiramisunya sedang dipanggang, bila berkenan, Nyonya bisa menunggunya selama 15 menit, anak-anak saya akan menyiapkannya."

"Anak?" Dia bertanya lirih seakan hanya dia yang bisa mendengarnya, padahal desis itu sampai ke telingaku.

Mendadak lelaki berjas coklat dengan kacamata membingkai wajah tegas itu melirik ke arahku, tatapan matanya membulat seakan ia menyadari sesuatu, seperti terkejut tapi berusaha ia sembunyikan dari tatapan istrinya.

"Sebaiknya kita cari cafe lain saja Ma, yang kuenya sudah ready," ucap pria itu mencoba membawa istri dan anaknya untuk pergi. Tapi mereka bertiga sudah terlanjur duduk di meja yang sudah kusediakan.

"Nggak mau Sayang, di sini paling terkenal," balas wanita itu setengah merengek manja dengan senyum yang merekah lebar, sudah kutebak kehidupan mereka sangat bahagia, sehingga binar mata itu tak bisa menyembunyikannya.

Mungkin dia lupa, setelah menyeret kopernya dari rumah kami ia segera menghapus ingatannya. Ingatan tentang dua pasang mata yang terlahir ke dunia ini sebagai buah cintanya denganku. Tentang dua orang putri yang selama ini selalu menantikan ayahnya, selalu bertanya dan memintaku menceritakan seperti apa ciri-ciri serta kesukaan ayahnya.

Dalam 12 tahun, tak pernah sekalipun kutuliskan hal-hal yang buruk dalam pikiran anak-anak tentang ayahnya, selalu kuceritakan betapa baiknya lelaki itu. Betapa indah hari-hari sebelum kepergiannya dan betapa sayangnya ia kepada anak-anak kami.

"Mas, kok bengong? duduk dong, Sayang?" Ucapan wanita itu terdengar seperti tetesan air di meja kristal, lembut dan merdu sekali. Juga sangat mesra sukses membuatku iri.

"Iya, aku akan duduk." Pria itu beranjak dari hadapanku, menyeret langkahnya dengan tatapan mata yang terus melirikku. Aku sendiri hanya bisa meremas tanganku saat wanita itu menggandeng tangan Mas Arham, mengajaknya duduk lalu memberikannya belaian mesra di bagian bahu.

"Aku pilihin kue dan minuman hangat ya, Sayang."

"Iya, Ma, pilihin aja."

Wah, ia memanggil wanita itu dengan sebutan mama, sangat mesra dan terdengar khas orang kaya.

"Muffin coklat kan?"

"Iya, Sayang."

Aku tidak tahu bahwa jawaban sayang itu memang khusus untuk istrinya, atau terdengar seperti olok-olokkan untukku. Layaknya sebuah tamparan yang menyadarkan wanita setia selama 12 tahun, aku tiba-tiba terpukul bahwa bahwa kesetiaanku adalah usaha sia-sia.

Hatiku hancur berkeping-keping seiring dengan ucapan sayang serta senyum tulus yang diarahkan suamiku kepada istri barunya.

Ya.

Mungkin tak pantas menyebutnya suami, tapi secara teknis, aku tak pernah menerima kata talak atau surat resmi dari pengadilan bahwa aku dan dia sah berpisah. Selama 12 tahun aku menantinya, aku mengabaikan luka serta pedihnya kerinduanku. Aku berjuang sendirian seakan memanjat tebing cadas bersama dua putriku, aku terlunta-lunta dalam kejamnya dunia ini, sementara kebodohanku terus memuja cinta dan percaya bahwa suamiku akan kembali.

Benar dia kembali! tapi bukan sebagai milikku. Di hari aku berjumpa dengannya, aku menyadari bahwa aku harus berhenti mencintainya dan itu fakta yang sangat menyakitkan serupa tombak yang dihujamkan ke jantung.

"Mba, tolong bawakan cake coklat dan tiramisu, serta dua buah muffin berukuran besar untuk suamiku."

Pernyataan "suamiku" yang terlontar dari bibir wanita itu, membuatku semakin sadar bahwa cinta dalam hidupku telah benar-benar musnah.

"Baik, Nyonya," jawabku dengan suara bergetar, bola mataku mulai memanas dan berkaca-kaca, aku ingin sekali berjuang bahwa aku tidak boleh menangis di hadapan mereka. Kuambil kue-kue dari etalase lalu menyiapkan sambil menahan lelehan panas yang menggenang di pelupuknya mata.

"Anda baik-baik saja kan?" Mungkin karena aku terus saja terlihat murung wanita itu sampai datang mendekat dan meyakinkan dirinya bahwa aku bisa melayaninya.

"Ya Nyonya, maaf saya sedikit tidak sehat hari ini." Bagaimana tak kupanggil nyonya, penampilannya dari atas ke bawah terlihat sangat mewah bahkan tas dengan logo H yang dikenakannya itu, sudah menggambarkan status sosialnya.

Selagi kuambil kue-kue dari etalase, tiba-tiba Mas Arham berdiri dari mejanya dan minta izin pada istrinya bahwa dia harus ke toilet.

"Ma, kira-kira toiletnya di mana."

"Nggak tahu Sayang, tanyakan saja sama owner cafenya."

Kembali tatapan mata kami beradu dan pria itu nampak gugup, ia menelan ludah sehingga jakun di lehernya bergerak naik turun, ekspresinya tegang serta penuh dengan kekhawatiran.

"Bu, boleh antar saya ke toilet."

"Uhm, toiletnya ada di sebelah kiri, Tuan silakan ikuti saja lorongnya."

"Bisa antar saya?" Isyaratnya seakan-akan ingin meminta waktu untuk bicara padaku, aku tak sudi tapi aku juga tidak punya pilihan.

"Sebentar."

Aku mengantarkan nampan kue kepada istrinya, perasaan di dalam dadaku sudah membuncah, aku ingin sekali memberinya pelajaran. Kulayani tiga orang anggota keluarga Mas Arham layaknya orang yang bekerja profesional, aku berusaha tetap tersenyum dan bicara dengan ramah.

"Selamat menikmati nyonya."

"Terima kasih Mbak."

Aku kembali ke meja kasir sementara lelaki itu masih berdiri di sana dan terlihat bingung, mungkin pura-pura bingung dan polos. Dia tersenyum tipis ke arahku, memintaku mengarahkannya ke kamar mandi.

"Antarkan saya!"

"Hmm!" Aku mendengkus dengan geram.

Kuantarkan dia melewati lorong yang berseberangan dengan dapur, lalu kutunjukkan sebuah pintu berwarna coklat yang ada di ujung koridor. Saat itu hanya ada aku dan dia, dan suasananya lengang.

"Itu toiletnya." Aku hendak kembali ke meja kasir tapi pria itu menahanku.

"Sebentar!" Pria itu langsung mencengkram tanganku dan menahan langkahku, aku terkejut bukan main jantungku berdegup begitu kencang, bahkan bertalu-talu membuat seluruh tubuhku gemetar. Aku ingin berteriak dan marah, aku ingin mengamuk dan menjampak rambutnya, tapi aku harus mengendalikan diriku, anakku juga tidak boleh tahu kalau ayah mereka sedang datang, serta aku tak mau menciptakan kehebohan di toko kecil kami.

"Lepaskan aku! beraninya kau menyentuhku setelah apa yang kau lakukan!" Tatapanku begitu tajam sampai-sampai lelaki itu merasa terintimidasi, dia mulai mengendurkan pegangan tangannya dari pergelanganku.

"Aku minta maaf, mungkin ada banyak pertanyaan yang harus dijawab, aku akan menjelaskannya padamu. Sebenarnya ..."

"Aku tidak butuh penjelasan, Mas. Apa yang terlihat sudah menjelaskan segalanya." Tiba-tiba pertahananku luruh, aku meneteskan air mata yang seharusnya tidak perlu jatuh demi lelaki itu.

"Ariana, aku sungguh tidak tahu harus bilang apa." Dia nampak gugup dan terus menyentuh hidung dan kepalanya. Dia pasti sangat ketakutan kalau istrinya akan menyusul dan memergoki kami.

"Kau tahu aku adalah orang paling bodoh di dunia ini. Selama 12 tahun aku setia padamu, aku menunggumu dan selalu berdoa agar Tuhan menjagamu. Aku berharap Tuhan mengembalikanmu padaku dengan pengharapan yang tak putus." Air mataku mengalir dengan deras, dari pelupuk mata Mas Arham juga mulai meneteskan air mata mendengar perkataanku.

"Setiap waktu menunggumu, dan kau memang datang, tapi dengan cara seperti ini. Aku tidak tahu kau tinggal di mana dan menghilang ke mana selama ini, tapi beraninya kau menginjakkan kakimu di toko kami!"

"Aku tidak tahu kalau ini adalah cafemu!"

"Tentu saja kau tidak tahu, karena kau sudah melupakan kami!"

Nafasku sesak seketika air mataku mengalir deras meski aku berusaha untuk tidak menangis. Aku bahkan harus mencengkram tanganku sendiri untuk menahan diri.

"Aku akan membawa istri dan anak-anakku pergi sekarang juga!"

"Kenapa kau harus datang, kenapa kau kembali hanya untuk menusuk duka di hatiku. Bila kau memang pergi ...kenapa tidak benar-benar pergi jauh sampai kami tidak perlu melihatmu lagi!"

"Aku juga merindukanmu, Iriana!"

Plak!

Tamparan keras mendarat di pipi lelaki itu, dia terbelalak mendapatkan pukulan dariku, sementara bersamaan dengan itu aku yang sudah muak beranjak pergi dari hadapannya.

Comments (3)
goodnovel comment avatar
nelly thalita
suami ga tau duri
goodnovel comment avatar
Ida Pariastuti84
Suami dzolim
goodnovel comment avatar
Tth Im
pantesan lama tdk update ternyata ada novel baru yang mulai baca sudah menguras emosi. authour love you .........
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • DUA BELAS TAHUN TANPA KAMU    3. Menjelaskan

    MARI MERAPAT, INI CERITA YANG INDAH. Jangan lupa untuk like subscribe dan share. ❤️❤️Rinai hujan di luar toko telah berhenti, meninggalkan jejak genangan air dan aroma tanah basah yang segar. Perlahan awan kelabu menunjukkan mentari sore yang mulai redup, langit indah, dengan semburat kemerahan seperti bara api yang mulai padam. Aku udah mau sekarang masih berdiri dengan tatapan mata yang lekat satu sama lain, netra kami bertemu dalam keadaan saling meneteskan air mata. "Kau belum dengar penjelasanku, sebelum kau menghakimiku." Lelaki itu masih memegangi pipinya yang merah bekas gambar tanganku. Mendengarnya berusaha menahanku langkahku terhenti, entah ingin membela diri ataukah cari pembenaran, tapi aku tak habis pikir penjelasan apa yang akan dia utarakan agar aku berhenti menyalahkan dan menilainya jahat. Pergi selama 12 tahun tanpa kabar, lalu tiba-tiba muncul dengan wanita lain, kira-kira apa yang akan orang lain pikirkan? Haruskah aku berpikir bahwa suamiku telah diculik la

  • DUA BELAS TAHUN TANPA KAMU    4. dihubungi

    "Tolong jangan katakan ini pada adikmu. Dia pasti akan syok sekali."Aku menyentuh bahu putriku dengan lembut, berusaha membujuknya agar dia memahami bahwa yang sekarang situasi yang tidak tepat untuk menceritakan segalanya. "Kenapa Bunda diam saja, kenapa Bunda tidak marah dan mengungkapkan yang sebenarnya pada wanita itu.""Sayang, tidak baik merusak kebahagiaan orang lain hanya karena kita menderita. Kesengsaraan kita bukan tanggung jawab wanita itu.""Tapi ayah membohongi dan meninggalkan kita demi dia!" Anakku bicara dengan tatapan mata berapi. "Belum tentu, kita tidak bisa menghakimi seperti itu karena kita tidak tahu apa yang terjadi. Sudah Nak, Bunda mohon agar kamu bisa menyimpan semua ini sementara. Bisa ya." Aku membujuk sambil menggenggam tangannya, anakku hanya membuang nafasnya dengan kasar. "Terserah bunda saja, tapi aku benar-benar sakit hati," jawab Delia sambil menghempaskan celemeknya di atas meja etalase. Putriku merajuk dan segera kembali ke dapur untuk mengam

  • DUA BELAS TAHUN TANPA KAMU    5. sakit hati

    Musim hujan yang lebih cepat datang, menciptakan suasana tersendiri di setiap malamku. Tetesannya yang deras seolah tanpa henti membasahi kelopak bunga yang ada di balkon kamar. Aroma tanah dan daun-daun segar menciptakan kerinduan. Selalu kulalui malam demi malam dalam sepi di peraduan dingin ini. Aku sadar aku telah menghancurkan diriku sendiri. Kukira aku telah menambatkan cinta pada orang yang tepat. Saat dia pergi dengan janji-janjinya, di sanalah aku membangun cinta dan kepercayaan bahwa suatu saat kami akan kembali bersama dan hidup bahagia. Tak pernah terlintas dalam angan bahwa lelaki itu menipuku. Kupikir telah terjadi sesuatu padanya yang membuat dia tak bisa menghubungi, ada hal yang membuatnya tak bisa pulang, setiap malam aku gelisah dan selalu mengkhawatirkannya, ternyata dibalik kekhawatiranku dia telah berbahagia dalam lautan asmara bersama wanita lain. Jauh langkah yang membawa suamiku pergi, membuatnya berlabuh dalam pelukan wanita berkulit putih dengan tatapan t

  • DUA BELAS TAHUN TANPA KAMU    6

    Aku tiba di kedai setelah 15 menit berjalan kaki melewati paving blok dengan deretan tokoh-toko estetik di kanan dan kirinya. Kupercepat langkah sambil sesekali menoleh ke belakang berharap bahwa lelaki berbantel hitam itu tidak mengikutiku.Saat membuka pintu kedai, lonceng kecil di pintu kaca berdenting, aroma vanilla dan coklat panggang yang tercampur di udara menciptakan suasana hangat di dalam cafe. Asistenku Kaila yang tengah memanggang kue menyapa diri ini dengan senyumnya yang ceria. Seperti biasa apron kotak-kotak pink mempercantik penampilannya. "Selamat pagi, Bu." "Pagi, Kaila. Aku senang melihatmu dan syukurlah kau sudah sembuh."Dua hari kemarin dia tak datang ke toko, cuaca dingin dan terkena hujan membuat asisten sekaligus wanita yang kuanggap adik itu menjadi sakit. "Alhamdulillah Bu, dua hari sakit membuatku rindu dengan toko ini, jujur saja, aku bosan di rumah."Aku tertawa kecil mendengarnya,"Tidak masalah kau habiskan waktu untuk istirahat. Lita dan Delia men

  • DUA BELAS TAHUN TANPA KAMU    7

    Mentari pagi merangkak perlahan dari balik gedung pencakar langit dan deretan toko-toko di sekitarku, cahayanya redupnya menerobos celah bangunan dan menembus asap tipis yang mengepul dari cerobong pusat industri menciptakan panorama kota yang dramatis.Masih jam 08.00 pagi, tapi suasana hati yang sejak tadi kupaksakan untuk tetap tenang kini bergejolak seperti segelas air yang diletakkan di atas kobaran api. Di luar sana suara klakson mobil dan deru mesin motor menciptakan simfoni khas kota yang tak pernah berhenti. Berpadu dengan semua itu, pikiranku mulai kalut tak menentu. "Kami tidak menjual apapun untuk Anda," tegasku sekali lagi. "Bila kau tak izinkan aku untuk minum kopi di kedaimu... maka biarkan aku membawanya pergi," jawab Mas Arham dengan seulas senyum tipis yang menggetarkan hati, selalu begitu, dia berhasil melelehkanku dengan tatapan mata yang menusuk ke relung hati. Senyumnya meluluhkan segenap jiwa."Iya, Bu, izinkan aja Bapaknya beli kopi yang takeaway!" Kayla y

  • DUA BELAS TAHUN TANPA KAMU    8

    Di luar sana simfoni kota terus berlanjut, deru mesin kendaraan berpadu dengan suara pedagang kaki lima yang menjajakan dagangannya, suara klakson bis kota serta nyanyian pekak dari pemusik jalanan memenuhi udara. Di tengah hiruk pikuk itu aku masih membeku di dalam toko kue Delta, toko kue yang berhasil menafkahi dan membuat kami bertahan hidup. Aku masih di sini dan beradu pandang dengan pria yang jadi alasan mengapa aku mampu setia dalam penantianku selama dua belas tahun. Dia masih duduk dengan setelan mantel hitam dan kacamata persegi panjang, sementara aku terus menghabiskan energi untuk membuatnya pergi. Seharusnya aku mengabaikannya seperti komitmenku yang akan melupakan dan menganggap dia telah meninggal. Aku ingin memandangnya seperti seonggok batu atau sebatang kayu yang sia-sia, tapi, berkat kenangan masa lalu yang indah, percikan cinta itu tumbuh subur di hatiku.Aku seperti menyemaikan duri yang sejujurnya tak ingin tumbuh, sebab akhirnya semua itu akan menyakitiku. "

  • DUA BELAS TAHUN TANPA KAMU    9

    Tak kuasa mendengar pengusiran dan penolakan berulang ulang, pria itu akhirnya beranjak dari toko kueku. Ia tinggalkan 10 lembar uang merah di bawah cangkir kopi bekas minumnya, lalu berpamitan dengan suara yang lirih."Iriana aku pamit, namun aku tak akan menyerah padamu."Aku hanya memejamkan mata sambil membenamkan wajah diantara kedua tanganku. Sakit mendengarnya, dan seharusnya aku tak perlu mendengar itu. Aku baru menyadari ada banyak uang saat bayangan lelaki itu menghilang dengan sempurna. Ingin kukejar dan kukembalikan uangnya tapi aku tak tahu ia di mana."Wah, Bapak itu membayar 10 kali lipat dari harga kopi." Kayla mendekat dan melihat uang yang teronggok di atas meja, gadis muda itu meraihnya dan tertawa bahagia dengan uang satu juta untuk segelas cappucino yang seharusnya berharga Rp.27.000. "Katakan padaku.. apa ia sangat tergila-gila pada ibu, sampai mengejar ibu berkali-kali?""Tidak.""Lalu kenapa?""Kaila, aku tahu aku tak bisa menyembunyikan sesuatu terlalu lama.

  • DUA BELAS TAHUN TANPA KAMU    10

    Tak tahu berapa lama aku tenggelam dalam pelukan damai itu, sampai kusadari sesuatu bahwa apa yang kulakukan sudah tidak benar adanya. Aku melepaskan diri dengan canggung, selalu bersurut perlahan menjauh dari lelaki itu. Rindu dan malu bercampur menciptakan rasa panas di pipiku. "Kamu tak harus melepaskanku. Kamu berhak memelukku.""Tidak, Mas. Ini salah," balasku dengan tenggorokan dan bibir yang kering. Bukan cuma ragaku tapi jiwaku turut meranggas. Dua belas tahun tanpa sentuhan suami membuatku mati rasa. Saat lelaki itu tiba-tiba datang, aku merasa aneh. Aku ingin bersamanya tapi sadar dia sudah sulit untuk kugapai.*Derasnya hujan yang tumpah dari langit seakan tak terhentikan, petir sesekali menggelegar dengan pola rambatan halus menambah dramatis teater alam.Aku masih berada di emperan toko, berharap bahwa taksi yang kupesan segera datang. Rembesan air menggenangi jalan, pengunjung yang tadinya berlalu lalang di sekitar pasar mulai berteduh dan membuat trotoar sedikit le

Latest chapter

  • DUA BELAS TAHUN TANPA KAMU    52

    "Kurasa aku mulai takut Mas, kemarahannya benar-benar mengerikan. Aku ingin mengajaknya bicara baik-baik tapi, dia tidak mau mendengarnya." Mas Arham memberiku segelas air dan mengajakku duduk setelah kemarahan Mariana tadi. Kayla masih mengepel lantai dan membuang sisa pecahan kaca sementara pengunjung telah lengang di cafe kami. "Kau harus tenangkan dirimu," balas suamiku sambil menggenggam tangan ini. "Jika terus terjadi seperti ini maka aku akan malu, pelangganpun akan lari ke toko lain, Mas.""Aku akan bicarakan ini pada, Merry.""Aku yakin pembicaraan kalian tidak sampai pada diskusi yang pas, sehingga dia melampiaskannya padaku.""Abaikan dia! Ada aku suamimu untuk membelamu, jadi kau jangan risau lagi." "Makasih ya Mas, kau pun telah melakukan pengorbanan yang besar untuk kembali pada kami. Kau tinggalkan hidupmu yang nyaman demi kami," desahku perlahan, rasanya ingin kukembalikan dia pada kehidupannya yang kemarin, tapi nasi sudah menjadi bubur, dia sudah pulang ke kami

  • DUA BELAS TAHUN TANPA KAMU    51

    Pagi terasa begitu indah dengan tubuh dan aroma Iriana di dalam pelukanku. Aku bergelayut manja seperti anak kecil dipelukan ternyaman, andai tidak memikirkan tanggung jawabku di kantor, mungkin aku ingin memeluknya sepanjang hari, tidur di ranjang yang hangat ini dan memadu asmara dengannya. "Kau cantik." Sekali lagi aku menyentuh bibirnya, rambutnya yang terurai serta wajahnya yang polos tanpa make up membuatnya terlihat semakin cantik. "Jangan terlalu memuji karena aku bisa malu dan canggung.""Kenapa harus canggung pada suami sendiri," balasku sambil tertawa. Aku bangkit lalu menuju kamar mandi, mandi dan bersiap berangkat ke kantorku. *"Ayah ganteng sekali pagi ini, aku yakin ayah dan bunda bahagia sekali," ucap anakku saat aku bergabung bersama mereka di meja makan, mereka sudah cukup dewasa untuk mengerti apa saja yang dilakukan boleh sepasang suami istri yang setelah lama tak berjumpa. "Ya Alhamdulillah.""Cieeee, ada yang tidur berdua." Lita menggoda ibunya yang baru ke

  • DUA BELAS TAHUN TANPA KAMU    50

    Jejak kemarahan masih terasa berdenyut di hatiku, Aku kaget sekaligus kagum sendiri atas tindakanku barusan. Bersama kendaraan ini, aku meluncur sambil mengingat kembali apa yang telah kulakukan dan kata-kata apa yang telah kulontarkan kepada ayah mertua. Jujur aku puas setelah bertahun-tahun selalu mengalah dan tidak pernah melawan kehendaknya. Sebenarnya aku tidak ingin bersikap jahat, tapi tindakannya pada keluargaku tidak bisa diterima, aku kecewa dan tidak bisa membendung kemarahanku lagi. Kurang ponsel dari dalam saku, lalu menghubungi Mariana dan minta izin padanya bahwa malam ini aku tidak pulang. Aku ingin pulang ke rumah Iriana tapi aku belum ingin memberitahunya bahwa keputusanku adalah kembali pada istri dan anak-anakku di Saint Maria. "Aku ada urusan penting jadi aku akan bermalam di hotel.""Tapi kenapa.""Pikiranku sedang rumit dan aku butuh waktu untuk memikirkan semua ini! Aku juga harus mengambil keputusan tentang pekerjaanku.""Semuanya baik-baik saja.""Tidak ba

  • DUA BELAS TAHUN TANPA KAMU    49

    Aku meluncur ke kantor seperti biasa, bekerja setengah hati dan memaksakan diri untuk tetap tersenyum di dalam rumah padahal hati ini sudah hilang setengahnya. Setelah tanda tangan persetujuan cerai, aku dilarang bertemu oleh ayah mertua dengan Iriana.Seorang stafnya diutus untuk mengikutiku agar melaporkan setiap kegiatanku. Papa minta aku untuk fokus berbisnis alih alih memperjuangkan cinta yang sudah tak mungkin lagi untuk dijangkau. Sekalipun aku di kantor, tapi pikiranku tak bisa fokus, bayangan Iriana dan anak-anak berputar di kepalaku dan mengganggu konsentrasi. Aku ingin menjumpainya tapi langkah kakiku terbatas, seakan aku dipasung oleh rantai yang ketat."Tuhan, ya Tuhan...." Aku hanya bisa mendesah seperti itu. "Pak, sudah membaca semua poin persetujuan cerai sebelum anda menandatanganinya?" Tanya asistenku yang mendekat zaat melihatku begitu resah dan tidak fokus pada pekerjaan sendiri. "Aku tidak membacanya. Aku pikir itu hanya persetujuan cerai biasa tanpa gugatan d

  • DUA BELAS TAHUN TANPA KAMU    48

    Sesampainya di rumah, Mariana mengajakku untuk langsung ke meja makan, sebenarnya hati ini sudah dipenuhi oleh ketakutan yang membebani tapi istriku tetap memaksa diri ini untuk makan. "Kau membutuhkan energi untuk menghadapi semua ini jadi mari kita makan.""Sungguh aku tidak selera.""Tetap saja kau harus memikirkan kesehatanmu.""Baiklah." Lagi aku dan dia menikmati hidangan dalam keheningan rumah makan tiba-tiba ponsel istriku berdering, nama tuan Rudi Hartawan terpampang dengan jelas di sana."Iya Papa, apa kabar?" tanya istriku perlahan."Aku mendengar semua yang terjadi dan Aku sudah muak dengan istri suamimu! Aku akan menyingkirkannya apapun caranya!" Aku bisa mendengar samar-samar suara dari speaker ponsel Mariana. "Pa, aku mohon pada Papa, tolong berhentilah ikut campur ini adalah masalah pribadi kami. Apa yang Papa lakukan telah menyusahkan seseorang dan membuat suasana semakin rumit.""Kalau aku menunggu tindakanmu, kau terlalu lamban, Merry""Tapi Papa merusak segalany

  • DUA BELAS TAHUN TANPA KAMU    47

    Entah apa yang terjadi setelah kegelapan panjang menelanku, akibat kata-kata Iriana. Aku seperti tersedot dalam pusaran hitam di mana waktu berhenti dan dunia memudar.Seperti cahaya yang muncul dari ujung lorong, seolah bayang kecil yang tiba tiba datang dari kejauhan lalu perlahan membesar, aku seperti dikejar oleh mimpi-mimpi buruk yang mengerikan, perlahan aku mampu mendengarkan suara samar yang kemudian berkumpul seperti gemuruh ombak memecah pantai. Pada akhirnya, aku terbangun dengan satu teriakan minta tolong dan menyadari tubuhku telah berada di tempat yang berbeda. Kuedarkan pandangan ke sekelilingku dengan mata yang dibuka perlahan, tapi begitu terpapar oleh cahaya menyilaukan, aku hanya bisa menutupnya dengan sebelah tanganku."Di mana aku?""Di rumah sakit," Jawab suara bariton dari sosok pria yang ada di sisiku, itu papa. Aku tersadar bahwa aku tengah berada di rumah sakit. "Kenapa aku bisa di sini?""Justru aku yang harus bertanya padamu, kenapa kau tidak jujur tent

  • DUA BELAS TAHUN TANPA KAMU    46

    Toko Delta dengan segala pesona dan popularitas kelezatan kuenya, telah mencuri perhatian dan perasaanku. Toko kecil yang ada di seberang jalan Saint Maria, pusat pertokoan lama dan cagar budaya yang masih dijaga pemerintah itu, telah membuatku tertarik dan ingin berinvestasi kepada pemiliknya. Kue kue yang mereka tawarkan, suasana kafe yang nyaman serta suguhan makanan jadul yang otentik, membuatku terpedaya.Aku pernah begitu ingin melihat sosok Iriana sukses dan menjadi wanita yang kaya. Tanpa menyadari kalau wanita itu adalah bagian dari masa lalu suamiku yang paling penting, ya! dia wanita yang sangat dicintai Mas Arham.Mobil yang meluncur seakan berjalan di tempatnya, Aku berjalan begitu lambat sementara aku ingin menyudahinya. Aku duduk bersisian dengan suamiku dalam mobil yang akan membawa kami ke toko Delta. Aku harus menghitung detakan jantungku, memikirkan kalimat apa yang akan kukatakan di sana, serta bagaimana reaksiku jika suasana mulai tidak terkendali. "Kau baik-baik

  • DUA BELAS TAHUN TANPA KAMU    45

    "Aku terpaksa menahan perasaanku dan menyakitinya demi tidak menyakitimu!"Alasan lagi, selalu dan selalu penuh alasan yang terdengar tak masuk akal"Oh wow, dan wanita itu juga menahan tangisan dan kejujurannya demi tidak menyakitiku. Aku bisa bayangkan betapa bergejolak hati wanita itu saat pertama kali berjumpa denganmu. Wah, Aku tidak tahu apa aku harus terharu atau merasa terhina, karena dua orang yang saling mencintai sedang mengasihani diriku. Apa aku semenyedihkan itu sampai kalian begitu prihatin atas perasaan ini?!""Aku tidak bermaksud meremehkanmu! Aku hanya ingin menjaga agar kau tetap bahagia!""Jika demikian kenapa kau harus jujur? Jaga saja rahasia masa lalumu sampai mati dan jangan beritahu aku, agar aku tidak menderita. Apa yang kau harapkan dengan jujur padaku dan memintaku untuk memaklumi pernikahan poligami. Apa kau gila?!""Ucapanmu sangat membuatku malu Mariana, Aku tidak tahu aku harus bagaimana," jawab lelaki itu sambil menggeleng lemah dan menahan kesedihan

  • DUA BELAS TAHUN TANPA KAMU    44 POV Mariana

    Sinar keemasan mentari menerobos lewat celah kaca jendela, bayangan gorden menari di lantai marmer, namun kehangatannya tak mampu menembus dinginnya suasana hati. Di meja makan, kami hanya saling mendiamkan, meski aroma kopi dan makanan yang disediakan asisten terlihat menggugah tapi aku sama sekali tak menyentuh makanan itu. Suamiku duduk di kursi dan tak banyak bicara, sementara aku menatapnya sambil menahan kepalan tangan di seberang meja, pemberitahuan semalam dan jejak pertengkaran masih terasa dalam ingatanku, sebuah hal yang tidak bisa kuterima dan tak pernah kubayangkan sebelumnya. Aku tahu suatu hari secuil kenangan dari masa lalu itu akan teringat oleh suamiku, aku tahu dia menelusuri masa lalu dan yakin dia terus berusaha mencari jati dirinya, memeriksa apa yang telah terjadi di masa lampau orang-orang yang pernah terkait dengan itu. Aku tahu suatu saat ini akan terjadi, tapi aku tak menyangka dia ternyata punya keluarga yang belum ditinggalkannya. Kupikir suamiku duda

DMCA.com Protection Status