MARI MERAPAT, INI CERITA YANG INDAH. Jangan lupa untuk like subscribe dan share. ❤️❤️Rinai hujan di luar toko telah berhenti, meninggalkan jejak genangan air dan aroma tanah basah yang segar. Perlahan awan kelabu menunjukkan mentari sore yang mulai redup, langit indah, dengan semburat kemerahan seperti bara api yang mulai padam. Aku udah mau sekarang masih berdiri dengan tatapan mata yang lekat satu sama lain, netra kami bertemu dalam keadaan saling meneteskan air mata. "Kau belum dengar penjelasanku, sebelum kau menghakimiku." Lelaki itu masih memegangi pipinya yang merah bekas gambar tanganku. Mendengarnya berusaha menahanku langkahku terhenti, entah ingin membela diri ataukah cari pembenaran, tapi aku tak habis pikir penjelasan apa yang akan dia utarakan agar aku berhenti menyalahkan dan menilainya jahat. Pergi selama 12 tahun tanpa kabar, lalu tiba-tiba muncul dengan wanita lain, kira-kira apa yang akan orang lain pikirkan? Haruskah aku berpikir bahwa suamiku telah diculik la
"Tolong jangan katakan ini pada adikmu. Dia pasti akan syok sekali."Aku menyentuh bahu putriku dengan lembut, berusaha membujuknya agar dia memahami bahwa yang sekarang situasi yang tidak tepat untuk menceritakan segalanya. "Kenapa Bunda diam saja, kenapa Bunda tidak marah dan mengungkapkan yang sebenarnya pada wanita itu.""Sayang, tidak baik merusak kebahagiaan orang lain hanya karena kita menderita. Kesengsaraan kita bukan tanggung jawab wanita itu.""Tapi ayah membohongi dan meninggalkan kita demi dia!" Anakku bicara dengan tatapan mata berapi. "Belum tentu, kita tidak bisa menghakimi seperti itu karena kita tidak tahu apa yang terjadi. Sudah Nak, Bunda mohon agar kamu bisa menyimpan semua ini sementara. Bisa ya." Aku membujuk sambil menggenggam tangannya, anakku hanya membuang nafasnya dengan kasar. "Terserah bunda saja, tapi aku benar-benar sakit hati," jawab Delia sambil menghempaskan celemeknya di atas meja etalase. Putriku merajuk dan segera kembali ke dapur untuk mengam
Musim hujan yang lebih cepat datang, menciptakan suasana tersendiri di setiap malamku. Tetesannya yang deras seolah tanpa henti membasahi kelopak bunga yang ada di balkon kamar. Aroma tanah dan daun-daun segar menciptakan kerinduan. Selalu kulalui malam demi malam dalam sepi di peraduan dingin ini. Aku sadar aku telah menghancurkan diriku sendiri. Kukira aku telah menambatkan cinta pada orang yang tepat. Saat dia pergi dengan janji-janjinya, di sanalah aku membangun cinta dan kepercayaan bahwa suatu saat kami akan kembali bersama dan hidup bahagia. Tak pernah terlintas dalam angan bahwa lelaki itu menipuku. Kupikir telah terjadi sesuatu padanya yang membuat dia tak bisa menghubungi, ada hal yang membuatnya tak bisa pulang, setiap malam aku gelisah dan selalu mengkhawatirkannya, ternyata dibalik kekhawatiranku dia telah berbahagia dalam lautan asmara bersama wanita lain. Jauh langkah yang membawa suamiku pergi, membuatnya berlabuh dalam pelukan wanita berkulit putih dengan tatapan t
Aku tiba di kedai setelah 15 menit berjalan kaki melewati paving blok dengan deretan tokoh-toko estetik di kanan dan kirinya. Kupercepat langkah sambil sesekali menoleh ke belakang berharap bahwa lelaki berbantel hitam itu tidak mengikutiku.Saat membuka pintu kedai, lonceng kecil di pintu kaca berdenting, aroma vanilla dan coklat panggang yang tercampur di udara menciptakan suasana hangat di dalam cafe. Asistenku Kaila yang tengah memanggang kue menyapa diri ini dengan senyumnya yang ceria. Seperti biasa apron kotak-kotak pink mempercantik penampilannya. "Selamat pagi, Bu." "Pagi, Kaila. Aku senang melihatmu dan syukurlah kau sudah sembuh."Dua hari kemarin dia tak datang ke toko, cuaca dingin dan terkena hujan membuat asisten sekaligus wanita yang kuanggap adik itu menjadi sakit. "Alhamdulillah Bu, dua hari sakit membuatku rindu dengan toko ini, jujur saja, aku bosan di rumah."Aku tertawa kecil mendengarnya,"Tidak masalah kau habiskan waktu untuk istirahat. Lita dan Delia men
Mentari pagi merangkak perlahan dari balik gedung pencakar langit dan deretan toko-toko di sekitarku, cahayanya redupnya menerobos celah bangunan dan menembus asap tipis yang mengepul dari cerobong pusat industri menciptakan panorama kota yang dramatis.Masih jam 08.00 pagi, tapi suasana hati yang sejak tadi kupaksakan untuk tetap tenang kini bergejolak seperti segelas air yang diletakkan di atas kobaran api. Di luar sana suara klakson mobil dan deru mesin motor menciptakan simfoni khas kota yang tak pernah berhenti. Berpadu dengan semua itu, pikiranku mulai kalut tak menentu. "Kami tidak menjual apapun untuk Anda," tegasku sekali lagi. "Bila kau tak izinkan aku untuk minum kopi di kedaimu... maka biarkan aku membawanya pergi," jawab Mas Arham dengan seulas senyum tipis yang menggetarkan hati, selalu begitu, dia berhasil melelehkanku dengan tatapan mata yang menusuk ke relung hati. Senyumnya meluluhkan segenap jiwa."Iya, Bu, izinkan aja Bapaknya beli kopi yang takeaway!" Kayla y
Suamiku ... kemana kau menghilang meninggalkanku di tengah kejamnya dunia. Bahuku terlalu rapuh untuk mengumpulkan kepingan hati dan memeluk anak-anak kita. Tidak ingatkah kau padaku dan binar mata buah hati kita setiap kali berjumpa denganmu?** Oktober, 2024Hujan mengguyur kota dengan deras membasahi seluruh sudut jalan dan gedung-gedung sekitar toko kami. Sejak pagi mendung yang menggelayut di awan tak beranjak agar sinar matahari dapat mengeringkan kaca toko sehingga kue-kue yang kugelar di etalase bisa terlihat jelas. Angin berhembus dengan kencang menampar-nampar jendela toko yang telah berdiri selama 10 tahun terakhir, toko kue Delta, gabungan nama kedua anakku, Delia dan Lita. Kucoba memperbaiki kancing sweater dan syalku agar udara dingin tidak membuatku masuk angin, semalam aku demam jadi keadaanku tak begitu baik hari ini. Mungkin karena hujan jadi orang-orang enggan berlama-lama di luar rumah. Di dapur, putriku dan adiknya yang duduk di kelas 3 SMP sedang sibuk meman