“Dia bilang masih cinta sama kamu. kalau aku nggak mergokin, mungkin dia bakalan maksa ngajak kamu ke Kalimantan,” katanya lagi dan menyenderkan punggungnya ke sandaran ranjang. Wajahnya tampak kecut walau di keremangan cahaya lampu kamar.“Emangnya kenapa kalau Mas Agus masih cinta sama aku? Aku, kan, cintanya sama Pak Dokter.” Aku sengaja menggodanya.Dia melengos. “Aku tadi lihat kamu asik banget ngobrolnya sama Mas Agus. Kayak yang lagi CLBK,” sindirnya membuat aku tidak tahan ingin tertawa.“Iya, asik banget sampai-sampai rasanya pengen ikut ke Kalimantan.” AKu sengaja makin menggodanya. Dia mendelik lalu kembali berbaring. Hihii. Lucu. Ternyata lelaki yang dulu dingin ini kalau cemburu justru lebih hebat ngambeknya.“Sana, lah, ikut,” katanya mendengkus kesal.“Mas, kamu lucu sekali kalau cemburu.” Aku mencubit pipinya gemas, lalu mencium bekas cubitan itu penuh kasih sayang.“Siapa yang cemburu?” katanya masih terdengar marah.“Ya sudah, kamu nggak cemburu. Terus kenapa marah s
“Itu, kan, uang Mas Adit, nggak perlu izin dariku,” jawabku datar. Aku bersungguh-sungguh mengatakan itu, karena memang selama ini aku selalu dicukupi dalam segala hal. Jadi, kalau Mas Adit berniat membantu orang, apa salahnya?“Uangku adalah uangmu juga, makanya aku harus minta izin,” katanya pelan.“Mas ikhlas minjemin sama Pak Undang?” tanyaku. “Walaupun mereka sudah sering menghina dan menyakiti Mas, dulu?”Dia mengembus napas kasar. “Suatu kemuliaan jika kita bisa membalas kejahatan orang dengan kebaikan. Aku berharap mereka bisa belajar dari kesalahan mereka dulu. aku tidak punya dendam,” sahut Mas Adit. Aku mengulurkan tangan dan meremas jemari suamiku. “Lakukanlah, jika itu memang baik,” jawabku. Mas Adit mengangguk, lalu melanjutkan langkahnya ke kamar.Pak Undang mengucapkan terima kasih berkali-kali sebelum pulang. Dia juga meminta bertemu denganku untuk mengabarkan jika Mas Agus akan menikah lagi. Aku berpura-pura agak kaget, padahal sudah mendengarnya tadi.“Selamat, ya,
POV LilisAku menikah dengan Wahyu setelah melahirkan seorang bayi laki-laki. Jarak yang tidak terlalu jauh dengan kelahiran anaknya Dokter Radit. Hanya beda dua minggu, aku duluan yang lahiran.Ketika tahu anaknya Dokter Radit perempuan, aku berdoa, semoga saja anak kami nanti berjodoh. Aamiin. Emaknya gagal, kali aja anaknya jadi. Iye, kan?Uups, harus! Karena Ibu nggak nerima pernikahanku dengan Wahyu, jadinya terpaksa aku tinggal di gubuknya dia dengan emaknya. Nasib, nasib. Bayangin punya suami ganteng dan kaya raya, jebule malah kawin sama orang kismin, pleus B aja. Ah, sudahlah!Nggak lanjut kawin sama Mas Agus aja udah syukur rasanya. Ternyata keluarga itu bermasalah. Dari Mas Agus yang dipenjara karena ringan tangan. Lalu Bu Mae yang juga dipenjara karena membunuh. Udah gitu dia gancet pula sama Pak Didi, orang yang dikira kaya karena bisnis halal, ter
POV AgusAkibat aku pernah dipenjara itu, akhirnya membuatku susah mencari kerja. Mantan pesakitan terus melekat di diriku sampai tua bahkan sampai aku mati nanti.Bohong jika aku katakan kalau aku tidak cemburu melihat kebahagiaan mantan istriku, Yasmin dengan suaminya sekarang. Dia terlihat jauh lebih cantik dan terawat. Setiap baju yang dipakainya pasti bagus dan sangat pas di tubuh mungilnya.Salahku sendiri, dulu begitu percaya dengan kata-kata yang diucapkan oleh Ibu tentang Yasmin yang katanya tidak lagi perawan hanya karena lipstiknya yang pucat. Dia juga bilang kalau kemungkinan Yasmin lagi hamil dengan lelaki lain. Buktinya, sekarang kebenaran itu menampakan dirinya. Yasmin wanita baik dan suci.Sesal sudah tidak berguna. Yasmin kini sudah menjadi milik orang lain. Meski aku mengharapkan jandanya, tetapi rasanya dokter itu tidak akan melepaskan Yasmin begitu saja. Kecuali mereka dipisahkan
POV LilisJalan kupercepat menuju warung Bu Ipah. Tempat di mana dulu aku sering jadikan tempat nongkrong ketika masih berpacaran dengan Wahyu. Ternyata, sekarang dia juga masih menggunakan tempat itu untuk berpacaran sama si Pelakor itu. Sialan.Dari kejauhan aku bisa melihat si Wahyu yang ketawa-ketiwi sambil makan bakso sama si Yani. Yang lebih membuatku geram ketika perempuan sundal itu tanpa malu menyuapi si Wahyu di depan ibu-ibu yang memperhatikan kemesraan mereka.“Hei, nikmat sekali ya kalian!” tegurku dan mengambil mangkuk yang masih berisi kuah bakso dan kusemburkan ke muka keduanya. Sengaja kupilih kuah bakso milik Yani, karena aku tahu kuah punya dia pasti pedas dan asam. Keduanya berteriak karena kaget juga pasti kepanasan. Panas air juga karena panas dari cabe.Hahaha. Rasakan kalian para tukang selingkuh! Aku berkacak pinggang dan mengumpat mereka.“Rasakan gimana pedesnya mataku saat lihat kalian malah asik-asikan pacaran di sini.” AKu marah sekaligus ingin tertawa me
Aku tersenyum dan mengangguk, lalu menatap pada Yani yang tersenyum penuh kemenangan. Dia bahkan memepet tubuh Wahyu hingga mereka berdempetan.“Tapi … kamu jangan mau enaknya aja. Ambil sekalian ini anaknya. Urus. Susuin. Jangan sampai dia terlantar,” ucapku sambil melepaskan si Wadni dari kain gendongan lalu menyerahkannya pada dua orang itu.“Eh, Lis. Tega kamu. Masa mau ninggalin si Wandi?” kata si wahyu melongo. Aku tertawa menyeringai.“Kamu yang bertanggungjawab harus merawatnya. Sekarang kamu mau kawin sama si Yani, kan? Biar dia saja yang ngurus si Wani. Aku mau pergi,“ ucapku ketus dan berbalik meninggalkan dua orang itu juga riuh cibiran orang-orang yang nongkrong di warung. Mereka itu biang gosip. Aku yakin tidak perlu sampe besok kabar ini akan menyebar sekampung Suniagara.Emaknya si Wahyu melotot saat melihat aku ngeloyor b
POV Yasmin Perlu berbulan-bulan untukku dan Mas Adit bisa bermesraan setelah proses lahiran putri kami yang diberi nama Meisya. Aku sering merasa kelelahan setelah mengurus bayi kami. Sering kali Mas Adit terbengkalai masalah sarapan juga pakaiannya. Untung saja suamiku itu bukan orang yang manja. Dia sudah terbiasa hidup mandiri saat kuliah dan kerja di Jakarta, dulu. Dan lagi, semua pekerjaan sudah diselesaikan oleh Mbak Sri. Hanya saja, aku tidak bisa menemani Mas Adit makan malam ataupun sekadar sarapan. Baru saja duduk untuk menemani suamiku itu, terdengar rengekan dari mulut kecil Meisya. Aku segera kembali ke kamar dan membiarkan Mas Adit makan sendirian atau kadang hanya ditemani ibunya. Sering terdengar dengkusan pelan dari mulutnya saat malam tiba. Mungkin hasratnya yang sudah ditahan selama dua bulan lebih dan kini tengah menggebu. Rasa kasihan menelusup dalam hati. Aku segera menidurkan Meisya dan sengaja menyimpannya di boks. Mas Adit terdengar mulai mendengkur halus
“Neng Yasmin, ada tamu di depan,” ucap Sri yang baru saja menyapu halaman.“Tamu? Siapa, ya, Bi?” Yasmin mengerutkan keningnya.“Bibi kurang tau, Neng. Soalnya baru lihat mereka sekarang,” jawab Sri yang juga kebingungan.“Bukan orang sini? Siapa ya?”“Nggak tau, Neng. Cuman bilangnya nyari Neng Yasmin.”“Ya sudah, Bi. Saya ke sana sebentar lagi. Mau nidurin Rafa dulu.” Yasmin yang menimang bayinya lantas menyimpan anak itu ke boks. Namun, baru saja disimpan, anak itu kembali bangun dan menangis.“Sstt.” Yasmin kembali mengambil bayinya dan kembali menimang dalam gendongan. Terdengar dengkusan pelan dari mulutnya. Dia merasa lelah karena Rafa kecil begitu rewel dan tidak mau digendong orang lain.Sambil melangkah ke luar, Yasmin mengambil bergo yang tersampir di sofa tempat dia biasa menyusui.“Wah rumahnya bagus sekali, Pak. Nggak nyangka kalau anak kita akan menjadi orang kaya.” Terdengar bisik-bisik dari arah ruang tamu. Yasmin menautkan alisnya, merasa aneh saat tamu itu bilang ji