Kini di sebuah kedai kopi duduk dua orang laki-laki dewasa yang tengah saling adu tatap. Di antara mereka berdua tak ada yang mengeluarkan suara sejak Melviano mengajak bicara di tempat ini dan mendapat persetujuan oleh Ryan.
Pelayan pun datang menawarkan menu dan keduanya secara kompak menyebutkan kopi americano. Setelah sama-sama memesan kopi keduanya kembali saling adu tatap bahkan seperti saling melotot satu sama lain.
Melviano mulai terkekeh kecil bahkan Ryan sendiri merasa tersinggung dengan kekehan dari Melviano.
“Anda gila, ya?”
Melviano justru tambah terkekeh mendengarkan penilaian dari laki-laki di depannya itu.
Merasa sudah capek terkekeh membuat Melviano diam kemudian membuang napas secara kasar. Ia pun menarik dan membuang napas berulang-ulang.
“Kok bisa sih laki-laki seperti ini selingkuh,” ujarnya.
“Jangan sembarangan kalau ngomong,” sangkal Ryan cepat.
“Hahaha. Say
Merasa kasihan dan tak ingin masalahnya berlarut-larut membuat Kiki memutuskan untuk berbicara dengan Ryan dari hati ke hati. Kiki pun akan mendengarkan penyebab kenapa Ryan sampai memiliki wanita lain dan parahnya ada anak meski kebenaran anak itu belum juga diketahui siapa bapaknya.Kiki mengembuskan napas panjang sebelum mendengarkan hal yang pasti akan membuat hatinya sakit. Ia pun mulai menatap manik mata Ryan dan sedikit memberikan senyuman kecil kepadanya.Ryan sendiri melihat Kiki tersenyum langsung membuang napas kasar dan berdeham pelan. “Sayang, aku mau minta maaf dulu sama kamu karena sudah bohong dan kurang terbuka selama ini. Jujur aja aku pengin banget ngomong ini sama kamu tapi takut.”“Takut kenapa, Ryan?”“Aku takut nanti kamu ninggalin aku dan nggak mau menikah sama aku makanya dengan bohong dan sembunyikan ini adalah caraku.”“Tapi ini justru bikin aku kecewa, Ryan. Kamu sembunyikan hal
Ryan pun langsung merasa ketar ketir sendiri melihat istrinya yang sudah marah kembali. Apalagi niatnya hanya menggoda saja tidak lebih dari itu. Melihat istrinya menanggapi terlalu serius membuat Ryan pun takut jika permintaan istrinya sungguhan.“Bercanda sayang.”“Ceraikan aku!”“Sayang … please ….” Ryan langsung memohon dengan tampang memelasnya. Ia nggak mau jadi duda saat ini. Belum tentu nanti dia bisa dapatkan perempuan sehebat istrinya. Apalagi istrinya sangat hebat di ranjang jika sedang agresif. “Tadi bercanda doang,” lirihnya.“Ini bukan waktu yang tepat untuk bercanda, Ryan. Kamu tahu kan ini lagi serius? Kamu harus bisa bedain dong, Ryan.”“Iya maaf sayang.”Kiki membuang napasnya kasar. Ia masih syok mendengarkan ucapan Ryan yang meminta poligami. Memang sih niat dia menolong, tapi tetap saja Kiki sebagai perempuan biasa tak kuat untuk di mad
Setelah seharian kerja ditemani oleh Ryan akhirnya Kiki memutuskan untuk kembali ke apartemen. Saat sudah sampai ia langsung merebahkan dirinya di sofa karena merasa begitu sangat lelah mengerjakan dokumen yang begitu banyak.“Kamu mau makan apa, hm?”“Malas makan.”“Sayang … kamu dari tadi di kantor nggak mau makan lho kerja terus.”Kiki hanya memijit pelipisnya karena merasa pusing juga mual. Apalagi selera makan pada dirinya telah lenyap kala kesibukan sudah lebih mendominasi.“Hueeek.”“Sayang.”Melihat istrinya berlari ke arah kamar mandi membuat Ryan langsung khawatir dengan menyusulnya. Ryan langsung menyibak rambut istrinya yang menutupi wajah dan sedikit memijit tengkuk sang istri.“Kepala aku pusing banget.”“Ya udah kamu istirahat.”“Tapi aku mau mandi. Badannya nggak enak banget kerasa lengket.”
Ryan pun mengulum senyumnya mendengar pertanyaan yang diajukan oleh Kiki. Entah kenapa mengetahui istrinya bersikap seperti ini justru membuatnya senang. Secara nggak sadar kalau istrinya benar-benar takut kehilangan.“Kenapa mesam-mesem?”“Kamu lucu sayang.”“Apanya yang lucu, hmm?”“Lihat kamu begitu aku suka.”Kiki berdecak kesal. “Aneh.”“Iyakan secara nggak langsung kamu cemburu kan?”“Jangan geer kamu.”Ryan tak menanggapi justru langsung mengeluarkan gelak tawanya yang membuat Kiki semakin kesal dan merajuk.“Nindi itu udah punya suami nggak mungkin lha dia suka sama aku.”“Tapi sikap dia kemarin kayak suka sama kamu.”“Ya … namanya juga teman dekat.”“Emang teman dekat harus begitu?”Ryan berdeham pelan. “Begitu gimana? Aku sama Nindi tu
Ryan kini sudah membeli alat tes kehamilan. Ia langsung kembali ke apartemen dan menjumpai istrinya sudah tertidur begitu pulas. Bibirnya terangkat melihat bibir istrinya yang tengah melongo bahkan bisa Ryan dengar kalau Kiki tengah mendengkur halus.“Kamu pasti capek banget ya sayang,” gumam Ryan sambil membelai rambut istrinya lembut.Alat tes kehamilan itu pun Ryan letakkan di dalam laci. Ia segera menyusul istrinya ke alam bawah sadar dengan memeluknya dari belakang dengan erat. Bahkan kepala Ryan terus mendusel dan mencari titik kenyamanan. Tak lupa juga bibirnya terus mengecupi punggung milik Kiki yang terbalut piyama.“Semoga mimpi indah,” katanya saat ikut terpejam.***Pagi-pagi sekali Kiki sudah menghirup aroma masakan yang menerpa hidungnya. Ia membuka matanya perlahan dan melihat kalau di sisinya tidak ada Ryan.Dengan gerakan malas, Kiki pun mencoba turun dari ranjang dan mengikat rambut panjangnya
Baik Kiki maupun Ryan tengah menunggu dengan cemas jawaban dari Mama Nina yang ingin menginap di apartemen atau tidak. Kiki yang berharap agar mama mertuanya menginap pun menunjukkan wajah memelasnya. Berbeda dengan Ryan yang menunjukkan wajah malas.“Mama nginep deh.”“Yeeeee … horeeeee,” teriak Kiki begitu bahagia dan menjulurkan lidah ke arah Ryan yang mendengkus kesal karena berakibat puasa lama.Nina sendiri tersenyum senang melihat menantunya bisa bahagia karena sikapnya. Dua perempuan beda generasi itu langsung menikmati sarapan kembali.Ryan melihat itu merasa sebal. Ia rasanya ingin membalikkan meja makan sekarang juga. Merasa tak ada gunanya membuat Ryan berdiri dan pergi meninggalkan dua perempuan yang tampak tak memedulikannya. Tanya mau kemana saja tidak. Benar-benar dua perempuan ini begitu menyebalkan tapi sangat ia sayangi. Sial.Niat ingin membolos kerja pun Ryan urungkan pagi ini. Ia langsung m
Mendengarkan permintaan sang istri membuat Ryan langsung semangat memberikan pemanasan. Ia terus menjelajah bibir istrinya yang selalu membuat dirinya selalu ketagihan. Ryan menelasakkan lidahnya untuk mengeksplor rentetan gigi milik Kiki.Suara lenguhan istrinya membuat Ryan semakin semangat dan menggebu-gebu untuk segera menelesakkan miliknya yang sudah siap tempur ini ke dalam milik Kiki yang sudah lama tak dikunjungi.“Ryan.”“Ya.”“Lebih kencang lagi.”Mendengarkan keinginan istrinya membuat Ryan semakin menambah remasan tangannya lebih kencang kedua gundukan yang menjadi favoritenya. Mereka berdua sama-sama mengeluarkan suara yang terdengar begitu merdu di telinga masing-masing.Suara geraman Ryan mampu membuat Kiki semakin membusungkan tubuhnya agar bisa diakses oleh suaminya lebih dalam lagi.Kemampuan tangan Ryan memang tak usah diragukan lagi. Semua pakaian yang menempel di tubuh istrinya
Menghabiskan waktu seharian di hotel untuk bermain hingga berujung salam perdamaian membuat kedua pasangan ini merasa bahagia tiada tara. Terlebih Ryan yang sedari tadi cengar cengir sepanjang jalan sambil menyetir. Rasa pening sekaligus pusing di kepalanya langsung plong dan digantikan rasa bahagia yang begitu meledak-ledak.Kepalanya menoleh ke samping yang terdapat istrinya tengah terlelap karena begitu kelelahan melayani dirinya yang tak cukup sekali. Pokoknya nggak cukup kalau main 19 detik doang harus 19 jam. Hahaha.“Makasih sayang,” gumamnya sambil membelai rambut milik Kiki yang menutupi sebagian wajahnya.Melihat jalanan yang tak macet membuat Ryan mendumel karena ingin sekali macet supaya bisa berduaan dengan istrinya lebih lama lagi. “Sial, kenapa nggak macet aja sih.”Perjalanan yang lancar membuat Ryan telah sampai apartemen di mana ia tinggal. Tak ingin mengganggu tidur istrinya membuat Ryan menggendong Kiki ala brid
Malam ini tepat pukul delapan Leonel sudah berada di rumah Adeeva kembali setelah tadi istirahat sebentar dan cari makan bersama Adeeva.Sebelum menemui kedua orangtua Adeeva kembali, tadi mereka berdua sudah berdiskusi tentang budaya di Indonesia jika akan menikah. Adeeva sudah menjelaskan semua jika di negaranya banyak tata cara jika ingin mempersunting anak orang. Berbeda dengan budaya milik Leonel.Dan kini Leonel sudah duduk berhadapan dengan Ryan yang baru saja pulang dari kantor. Tadi siang istrinya memang menelepon jika putrinya pulang membawa pacar namun saat siang tadi Ryan tak bisa pulang.Sebelum mengobrol, Ryan berdeham terlebih dulu sambil mengamati dan menatap Leonel lekat-lekat.“Kau sudah berapa lama kenal dengan putriku?” Ryan mulai mengeluarkan pertanyaan untuk Leonel.“Baru ini, pas Adeeva kerja di Joeyi.”Ryan mengusap-ngusap dagunya pelan. Meski sudah tua tapi kharismanya tidak pernah luntur. Buk
Benar dugaan Adeeva jika yang datang itu grandma-nya. Bahkan yang lebih mengejutkan lagi grandma-nya memakai wig berwarna pirang.“Adeeva … cucu grandma,” sapanya heboh.Adeeva sendiri hanya meringis dan melihat kelakuan sang grandma yang semakin tua semakin jadi aja.“Uwow, tampan sekali itu Adeeva. Dia pacar kamu kan?” tanya sang grandma antusias dan dijawab Adeeva dengan anggukan saja. “Oh no … ini benar-benar bibit unggul! Pokoknya segerakan menikah,” imbuh grandma benar-benar tanpa tedeng aling-aling.Dan tanpa malunya sang grandma langsung ngajak salaman kepada Leonel yang ditatap bingung. Sedangkan Adeeva hanya terkikik geli melihat Leonel digoda oleh grandma-nya.Tak lama Kiki keluar dari arah dapur sambil membawa bakwan yang baru selesai matang. Dari pada beli belum tahu enak apa enggaknya mendingan buat lagi.“Hai, your name?”Grandma yang bahasa inggrisnya campur
Jakarta, Indonesia.Setelah sepakat dan berdiskusi yang terlalu alot kemarin, akhirnya Adeeva dan Leonel tiba di tanah kelahiran Adeeva.Mereka kini sudah sampai Jakarta setelah menempuh perjalanan yang membuat keduanya lelah. Sepanjang jalan menuju rumah pun Adeeva selalu diam membisu karena mengingat seminggu yang lalu jika dirinya dan Leonel selalu terbawa suasana hingga sering melakukan kissing.Lebih sialnya lagi Adeeva tidak sanggup menolak karena pria itu benar-benar pandai mengusai dirinya hingga luluh dan takluk.Dan kali ini rasanya pengin menjerit yang keras karena merasa gagal untuk mempertahankan diri di hadapan Leonel. Sial.“Wah, sangat panas sekali di sini.”Mendengar keluhan Leonel tentang iklim Indonesia pun membuat Adeeva mendengkus sebal. Dan lebih parahnya kulit Leonel sudah mulai tampak merah-merah seperti terbakar. Padahal belum genap 24 jam hidup di Negara tercintanya tapi sudah seperti cacing kepanasan.
Saat ini Adeeva dan Leonel sudah berada di kediaman Marinka. Dan tentu saja kedatangan Adeeva disambut hangat oleh Marinka.Bahkan ada sebersit rasa kasihan saat melihat Marinka begitu baik kepada Adeeva. Namun ini merupakan jalan yang terbaik untuk membahagiakan mommy-nya.“Dear, aku merindukanmu.”“Aku juga Mom.”“Aku tidak berbicara denganmu. Aku berbicara dengan Adeevaku.”Glek.Leonel hanya menelan ludahnya saja saat mommy-nya lebih sayang dengan Adeeva. Bahkan kini mommy-nya sudah memeluk Adeeva penuh kasih sayang. Sedangkan dirinya diabaikan begitu saja. Sialan! Sebetulnya anak mommy itu siapa sih? Adeeva atau dirinya?“Mom, kau tidak merindukan putramu yang tampan ini?”“Tidak.”Adeeva langsung terkekeh begitu puas mendengar jawaban yang dilontarkan oleh Marinka hingga wajah Leonel langsung berubah begitu pias.Bahkan Adeeva melihat jika Leonel la
Telinga Adeeva terasa berisik-berisik mendengar sesuatu tapi apa. Bahkan matanya saat ini untuk terbuka saja sangat berat sekali.Sebisa mungkin Adeeva melawan alam bawah sadarnya agar bisa membuka matanya dan dengan gerakan perlahan Adeeva mulai membuka mata.Mata Adeeva menangkap banyak sosok orang mondar mandir namun pandangannya masih terasa remang-remang. Memang manusia mana yang berani masuk ke apartemennya sekarang?Disaat sudah terbuka dengan sempurna, Adeeva terkejut dengan sosok Leonel yang tengah tersenyum menatapnya sambil bertolak pinggang menatapnya. Bahkan tubuhnya kini menjulang begitu tinggi di mata Adeeva.“Kau.”“Sudah puas tidurnya?”Merasa belum sadar seratus persen membuat Adeeva langsung mulai duduk dan merasakan ada selimut di atas tubuhnya. Pasalnya tadi pagi ia langsung pergi keluar kamar karena emosi dengan sikap Leonel yang mengusai kamarnya.“Kau masih di sini.”&
Hari ini rasanya nano-nano bagi Adeeva. Dikantor dibuat kesal sekaligus kebawa suasana sama sikap Leonel. Dan sekarang ia lagi bersama Danis untuk makan malam bersama.Gimana mau nolak coba? Orang kalau udah suka sama cinta itu langsung mendadak jadi bego. Padahal udah tahu bakalan sakit hati tapi tetap aja mau dijalani begini. Harusnya menghindar Adeeva! Bodoh kamu.Selain merutuki diri sendiri kini Adeeva juga tersenyum senang karena menikmati makan bersama Danis. Sikap manis Danis yang selalu mengusap bibirnya jika berantakan saat makan pun membuat Adeeva semakin meleleh. Baper parah.“Makasih, Kak.”“Sama-sama. Meski udah gede tapi kamu kalau makan masih tetap kayak waktu kecil. Berantakan. Belepotan.”Adeeva hanya meringis saja mendengar ucapan Danis. Bahkan Adeeva bingung mau ngomong apa. Karena menatap Danis mengubah otak cerdasnya menjadi bego begini.“Besok Kakak pulang.”“Hah, kok ce
“Kau sekarang di mana?”“Di kedai bersama Emilia.”“Sebaiknya cepat kembali ke kantor.”“Oh no, ini jam istirahatku Josh.”“Atasan kita marah besar soalnya.”“Siapa memangnya?”“Tuan Rudolpho.”“Oh no, katakan dengan dia ini jam istirahat hingga tak bisa diganggu.”“Cepat kembali Adeeva! Atau kau akan aku pecat!”Adeeva mendengar ancaman yang dilontarkan Josh langsung berdecak kesal. Kenapa orang yang berkuasa suka sekali mengancam kaum bawah sepertinya sih.“Ya, aku segera ke sana. Dan aku sangat membencimu Josh!” teriak Adeeva kemudian mematikan sambungan telepon dengan kesal.Deru napas Adeeva terdengar jelas di telinga Emilia hingga membuat perempuan itu langsung bertanya apa yang terjadi.“Ada apa?”“Josh memintaku kembali ke kantor.”&ldqu
Danis langsung tersenyum dan mengacungkan tanda jempol ke arah Adeeva sebagai penilaian teh buatan adiknya ini rasanya enak.Melihat itu membuat Adeeva langsung merasa senang bukan kepayang. Padahal hanya dipuji teh-nya enak saja, bagaimana jika dicintai balik coba? Pasti Adeeva akan menjadi manusia paling bahagia sedunia kayaknya.Setelah menghabiskan satu cangkir teh, Danis langsung pamit pergi yang membuat Adeeva merasa tampak kecewa juga sedih.“Jaga diri baik-baik.” Danis selalu berpesan itu untuk Adeeva karena bagaimanapun Adeeva hanya gadis kecil yang mencoba menjadi dewasa. “Bye.”Adeeva hanya menatap diam kepergian Danis dari apartemennya. Entah dia harus melakukan hal ini atau tidak yang pasti Adeeva tidak ingin membuang kesempatan ini.“Kak Danis,” panggil Adeeva yang langsung berlari dan memeluk Danis erat. Lain hal dengan Danis yang terkejut dengan sikap Adeeva. Melihat adiknya semakin mempererat pel
Satu minggu kemudian.Sudah hampir satu minggu ini Adeeva dan Leonel tidak pernah bertemu satu sama lain. Bukan karena mereka bertengkar atau habis baku hantam. Tapi keduanya sama-sama sibuk bekerja, dan Leonel juga habis dari Moskow. Dia mendatangi Darrel Blaxton yang memang sudah pindah warga Negara di sana bukan lagi di Los Angeles.Dan hari ini Leonel pulang dari Moskow. Hal utama yang ingin dilakukannya pas sampai bandara itu mengunjungi Adeeva.Entah kenapa sikap galak dan barbarnya membuat kangen. Ada rasa sepi yang hinggap di dadanya selama di Moskow.Biasanya Leonel akan memilih pulang ke apartemennya namun khusus malam ini dia langsung pergi ke apartemen Adeeva. Apalagi pertemuan terakhir mereka saat makan bersama di restoran cepat saji itu. Niat ingin menginap waktu itupun Leonel batalkan karena ada telepon mendadak yang membuat esoknya terbang ke Moskow.Selama perjalanan menuju ke apartemen pun Leonel tak henti-hentinya tersenyum memba