Merasa kasihan dan tak ingin masalahnya berlarut-larut membuat Kiki memutuskan untuk berbicara dengan Ryan dari hati ke hati. Kiki pun akan mendengarkan penyebab kenapa Ryan sampai memiliki wanita lain dan parahnya ada anak meski kebenaran anak itu belum juga diketahui siapa bapaknya.
Kiki mengembuskan napas panjang sebelum mendengarkan hal yang pasti akan membuat hatinya sakit. Ia pun mulai menatap manik mata Ryan dan sedikit memberikan senyuman kecil kepadanya.
Ryan sendiri melihat Kiki tersenyum langsung membuang napas kasar dan berdeham pelan. “Sayang, aku mau minta maaf dulu sama kamu karena sudah bohong dan kurang terbuka selama ini. Jujur aja aku pengin banget ngomong ini sama kamu tapi takut.”
“Takut kenapa, Ryan?”
“Aku takut nanti kamu ninggalin aku dan nggak mau menikah sama aku makanya dengan bohong dan sembunyikan ini adalah caraku.”
“Tapi ini justru bikin aku kecewa, Ryan. Kamu sembunyikan hal
Ryan pun langsung merasa ketar ketir sendiri melihat istrinya yang sudah marah kembali. Apalagi niatnya hanya menggoda saja tidak lebih dari itu. Melihat istrinya menanggapi terlalu serius membuat Ryan pun takut jika permintaan istrinya sungguhan.“Bercanda sayang.”“Ceraikan aku!”“Sayang … please ….” Ryan langsung memohon dengan tampang memelasnya. Ia nggak mau jadi duda saat ini. Belum tentu nanti dia bisa dapatkan perempuan sehebat istrinya. Apalagi istrinya sangat hebat di ranjang jika sedang agresif. “Tadi bercanda doang,” lirihnya.“Ini bukan waktu yang tepat untuk bercanda, Ryan. Kamu tahu kan ini lagi serius? Kamu harus bisa bedain dong, Ryan.”“Iya maaf sayang.”Kiki membuang napasnya kasar. Ia masih syok mendengarkan ucapan Ryan yang meminta poligami. Memang sih niat dia menolong, tapi tetap saja Kiki sebagai perempuan biasa tak kuat untuk di mad
Setelah seharian kerja ditemani oleh Ryan akhirnya Kiki memutuskan untuk kembali ke apartemen. Saat sudah sampai ia langsung merebahkan dirinya di sofa karena merasa begitu sangat lelah mengerjakan dokumen yang begitu banyak.“Kamu mau makan apa, hm?”“Malas makan.”“Sayang … kamu dari tadi di kantor nggak mau makan lho kerja terus.”Kiki hanya memijit pelipisnya karena merasa pusing juga mual. Apalagi selera makan pada dirinya telah lenyap kala kesibukan sudah lebih mendominasi.“Hueeek.”“Sayang.”Melihat istrinya berlari ke arah kamar mandi membuat Ryan langsung khawatir dengan menyusulnya. Ryan langsung menyibak rambut istrinya yang menutupi wajah dan sedikit memijit tengkuk sang istri.“Kepala aku pusing banget.”“Ya udah kamu istirahat.”“Tapi aku mau mandi. Badannya nggak enak banget kerasa lengket.”
Ryan pun mengulum senyumnya mendengar pertanyaan yang diajukan oleh Kiki. Entah kenapa mengetahui istrinya bersikap seperti ini justru membuatnya senang. Secara nggak sadar kalau istrinya benar-benar takut kehilangan.“Kenapa mesam-mesem?”“Kamu lucu sayang.”“Apanya yang lucu, hmm?”“Lihat kamu begitu aku suka.”Kiki berdecak kesal. “Aneh.”“Iyakan secara nggak langsung kamu cemburu kan?”“Jangan geer kamu.”Ryan tak menanggapi justru langsung mengeluarkan gelak tawanya yang membuat Kiki semakin kesal dan merajuk.“Nindi itu udah punya suami nggak mungkin lha dia suka sama aku.”“Tapi sikap dia kemarin kayak suka sama kamu.”“Ya … namanya juga teman dekat.”“Emang teman dekat harus begitu?”Ryan berdeham pelan. “Begitu gimana? Aku sama Nindi tu
Ryan kini sudah membeli alat tes kehamilan. Ia langsung kembali ke apartemen dan menjumpai istrinya sudah tertidur begitu pulas. Bibirnya terangkat melihat bibir istrinya yang tengah melongo bahkan bisa Ryan dengar kalau Kiki tengah mendengkur halus.“Kamu pasti capek banget ya sayang,” gumam Ryan sambil membelai rambut istrinya lembut.Alat tes kehamilan itu pun Ryan letakkan di dalam laci. Ia segera menyusul istrinya ke alam bawah sadar dengan memeluknya dari belakang dengan erat. Bahkan kepala Ryan terus mendusel dan mencari titik kenyamanan. Tak lupa juga bibirnya terus mengecupi punggung milik Kiki yang terbalut piyama.“Semoga mimpi indah,” katanya saat ikut terpejam.***Pagi-pagi sekali Kiki sudah menghirup aroma masakan yang menerpa hidungnya. Ia membuka matanya perlahan dan melihat kalau di sisinya tidak ada Ryan.Dengan gerakan malas, Kiki pun mencoba turun dari ranjang dan mengikat rambut panjangnya
Baik Kiki maupun Ryan tengah menunggu dengan cemas jawaban dari Mama Nina yang ingin menginap di apartemen atau tidak. Kiki yang berharap agar mama mertuanya menginap pun menunjukkan wajah memelasnya. Berbeda dengan Ryan yang menunjukkan wajah malas.“Mama nginep deh.”“Yeeeee … horeeeee,” teriak Kiki begitu bahagia dan menjulurkan lidah ke arah Ryan yang mendengkus kesal karena berakibat puasa lama.Nina sendiri tersenyum senang melihat menantunya bisa bahagia karena sikapnya. Dua perempuan beda generasi itu langsung menikmati sarapan kembali.Ryan melihat itu merasa sebal. Ia rasanya ingin membalikkan meja makan sekarang juga. Merasa tak ada gunanya membuat Ryan berdiri dan pergi meninggalkan dua perempuan yang tampak tak memedulikannya. Tanya mau kemana saja tidak. Benar-benar dua perempuan ini begitu menyebalkan tapi sangat ia sayangi. Sial.Niat ingin membolos kerja pun Ryan urungkan pagi ini. Ia langsung m
Mendengarkan permintaan sang istri membuat Ryan langsung semangat memberikan pemanasan. Ia terus menjelajah bibir istrinya yang selalu membuat dirinya selalu ketagihan. Ryan menelasakkan lidahnya untuk mengeksplor rentetan gigi milik Kiki.Suara lenguhan istrinya membuat Ryan semakin semangat dan menggebu-gebu untuk segera menelesakkan miliknya yang sudah siap tempur ini ke dalam milik Kiki yang sudah lama tak dikunjungi.“Ryan.”“Ya.”“Lebih kencang lagi.”Mendengarkan keinginan istrinya membuat Ryan semakin menambah remasan tangannya lebih kencang kedua gundukan yang menjadi favoritenya. Mereka berdua sama-sama mengeluarkan suara yang terdengar begitu merdu di telinga masing-masing.Suara geraman Ryan mampu membuat Kiki semakin membusungkan tubuhnya agar bisa diakses oleh suaminya lebih dalam lagi.Kemampuan tangan Ryan memang tak usah diragukan lagi. Semua pakaian yang menempel di tubuh istrinya
Menghabiskan waktu seharian di hotel untuk bermain hingga berujung salam perdamaian membuat kedua pasangan ini merasa bahagia tiada tara. Terlebih Ryan yang sedari tadi cengar cengir sepanjang jalan sambil menyetir. Rasa pening sekaligus pusing di kepalanya langsung plong dan digantikan rasa bahagia yang begitu meledak-ledak.Kepalanya menoleh ke samping yang terdapat istrinya tengah terlelap karena begitu kelelahan melayani dirinya yang tak cukup sekali. Pokoknya nggak cukup kalau main 19 detik doang harus 19 jam. Hahaha.“Makasih sayang,” gumamnya sambil membelai rambut milik Kiki yang menutupi sebagian wajahnya.Melihat jalanan yang tak macet membuat Ryan mendumel karena ingin sekali macet supaya bisa berduaan dengan istrinya lebih lama lagi. “Sial, kenapa nggak macet aja sih.”Perjalanan yang lancar membuat Ryan telah sampai apartemen di mana ia tinggal. Tak ingin mengganggu tidur istrinya membuat Ryan menggendong Kiki ala brid
Surya merasa dunia tengah berpihak kepadanya. Apalagi ia masih penasaran dengan adik iparnya itu. Bisa dibilang ia iri karena Ryan bisa dapatin istri yang bodinya aduhai sekali. Adik iparnya itu memiliki tubuh yang sempurna menurutnya. Bisa besar di bagian-bagian tertentu dan semestinya.“Sial! Membayangkan saja bikin on.” Kata umpatan dan sumpah serapah selalu keluar dari mulutnya. Tak sia-sia ia menyimpan kartu akses yang bisa menuju ke unit adiknya ini.Saat tiba di parkiran pun Surya langsung menahan sakit di antara kedua pahanya. Ia pun segera berjalan menuju lift khusus dan menempelkan kartu akses agar langsung menuju ke unit Ryan.Ting.“Duh sabar dong dedek kecil, jangan keras dulu begini. Sakit.”Tak kuasa menahan sakit membuat Surya segera berjalan ke arah kamar dan melihat sesosok perempuan yang selalu menjadi fantasinya di saat bercinta dengan Cantika.“Mantaps.”Surya berjalan dan langs
Mendengar cerita sang anak membuat Ryan sedikit khawatir jika ada teroris yang masuk ke kafenya. Ia pun berniat akan ikut memantau kafe secara langsung, tapi kalau pagi ia harus bekerja.“Ayah dengar begitu jadi khawatir.”“Khawatir kenapa?”“Takut dia teroris.”“Makanya jangan keseringan nonton berita gitu ah, jadi parno sendirikan?” omel Kiki.Pasalnya akhir-akhir ini Ryan lagi suka nonton berita tentang terorisme hingga otaknya merasa ke distrak.Kiki yang melihat sang suami suka parno langsung mengomeli agar tidak memperkeruh suasana. Terlebih Adeeva baru saja sembuh dan mulai melupakan bayang-bayang mantan suaminya. Jika dibebankan berita berat seperti ini ngerinya akan menambah beban pikiran.“Kayaknya bukan, deh. Soalnya itu cowok kayak manusia galau gitu. Ngelamun aja seperti orang habis putus cinta gitu.”“Nah, kalau ini Bunda setuju. Siapa tahu itu cowo
Adeeva pun akhirnya maju, dan menyapa seramah mungkin kepada customernya. Adeeva tersenyum simpul yang membuat orang itu tetap menatap kosong dan mengabaikan keberadaannya.“Pagi, Kak. Kakak mau pesan apa?” tanya Adeeva, ramah.Merasa tidak dijawab membuat Adeeva merasa kesal sendiri karena keberadaannya dianggap hantu? Adeeva pun memejamkan mata dan menahan napasnya meski dalam hati kesal diabaikan seperti ini.“Kita ada menu spesial jika Kakak membeli dua por—““Buatkan semuanya.”“Hah! Apa, Kak?”“Kamu budeg, ya? Buatkan semua menu di sini. Tidak usah banyak tanya lagi. Kamu pasti pelayan baru di sini makanya tanya menu pesananku,” cerocosnya yang membuat Adeeva kesal sampai ke ubun-ubun.“Baik, Kak.”Adeeva langsung berlalu pergi dengan wajah masamnya. Ia melempar buku note kecil ke arah Zia. Adeeva langsung mendengkus sebal karena ini masih jam s
Jujur saja saat ini Adeeva masih tidak menyangka jika Emilia tega melakukan ini semua kepadanya. Entah apa motifnya ia masih belum tahu.Kini Adeeva menghubungi nomor ponsel Emilia untuk memastikan semuanya. Namun, panggilannya belum juga diangkat-angkat.Disaat akan menyerah, mendadak telinga Adeeva mendengar suara gemeresak dari seberang telepon sana.“Hallo.”“Em.”“Oh, kau. Ada apa?”“Kenapa kau tega sekali melakukan ini kepadaku? Apa salahku, Em!” Suara Adeeva tampak menggebu-gebu saat ini. Ia masih kesal dan tidak menyangka jika orang yang selama ini dipercaya dan sudah dianggap saudara justru tega melakukan ini semua kepadanya.“Kau bicara apa, sih?”Adeeva langsung tertawa hambar mendengar Emilia yang masih saja pura-pura tidak mengetahui rasa kekesalannya saat ini. Apa perlu Adeeva harus meledak-ledak secara gamblang agar perempuan di seberan
Kini Adeeva dan keluarganya makan malam di salah satu restoran Korea di kawasan Jakarta Selatan. Meski habis menghadapi polemik rumah tangga yang begitu menguras energi, tapi tidak menyurutkan rasa kebahagiaan saat berkumpul bersama seperti ini bersama keluarga.Bahkan saat melihat sang ayah yang selalu menggoda bunda-nya membuat Adeeva tersenyum lebar. Melihat sang ayah yang meminta izin nikah lagi yang langsung direspon galak sang bunda membuat Adeeva menilainya sangat lucu. Meski hanya bercanda saja, tapi terkadang sang bunda tersulut rasa kesalnya.“Adeeva setuju enggak kalau punya Bunda lagi?” tanya Ryan, disela-sela makan.“Jangan mulai deh. Enggak lihat kalau sekarang Bunda lagi pegang gunting?” Justru Kiki yang menyahuti ucapan Ryan itu. lagian mentang-mentang Abangnya mau nikah lagi terus dia suka sekali menggoda meminta ikut-ikutan. Benar-benar menyebalkan.“Kalau Adeeva, sih, terserah Ayah saja. Selama membuat Ayah
Empat Bulan Kemudian.Akhirnya hasil sidang perceraian Adeeva dengan Leonel berjalan lancar hingga memakan waktu hanya empat bulan saja. Biasanya jika banyak tuntutan dan perkara akan memakan waktu enam bulan lebih.Kini Adeeva resmi menyandang status janda. Adeeva tersenyum getir, namun hatinya lega. Ia merasa tidak ada beban dalam hidupnya.Bahkan sang ayah benar-benar mensupport dan terus menemani sampai sidang selesai. Tidak seharipun Ryan melewatkan anaknya pergi ke sidang sendirian. Ryan pasti akan selalu mengutamakan anaknya terlebih dulu dibanding pekerjaan yang digelutinya.“Tidak apa-apa menjadi janda tidaklah buruk. Hanya saja terkadang pandangan orang soal status ini masih suka salah kaprah. Menganggap janda ini buruk. Padahal tidak. Ayah dan Bunda selalu dukung apapun keputusan kamu ke depannya.”Adeeva tersenyum tipis dan mengangguk mengiyakan ucapan sang ayah. Adeeva tahu jika kedua orangtuanya pasti lebih terluka namun m
Setelah sadar dari pingsan, Adeeva langsung memilih duduk bersandar di penyangga ranjang. Menatap kedua orangtuanya secara bergantian. Bahkan menatap ke arah sang grandma yang memang berada di dekat Kiki.Adeeva tersenyum senang, karena masih bisa merasakan kasih dan cinta dari keluarganya. Adeeva langsung menggenggam telapak tangan Kiki erat. Menatapnya sendu.“Bun, maafkan segala kesalahan Adeeva yang tidak pernah menurut selama ini. Maaf belum bisa menjadi anak yang baik untuk Bunda. Belum bisa menyenangkan hati Bunda, juga Ayah serta Grandma. Maaf beribu-ribu maaf jika Adeeva masih suka membantah ucapan Bunda. Maaf sudah sering buat nangis atas kelakuan Adeeva yang bandel. Maaf Bun ….”Adeeva langsung memeluk dan mencium pipi sang bunda. Adeeva menangis karena teringat suka membantah ucapan bundanya.Lain hal dengan Kiki yang membalas erat pelukan sang anak. Mengusap dan menepuk-nepuk pelan punggung sang anak. Matanya pun ikut
Setelah sudah tidak ada lagi yang bisa dipertahankan, kini Adeeva memilih untuk kembali ke Indonesia sesuai perintah Kiki. Adeeva sudah memberikan kabar jika hari ini ia akan kembali ke Indonesia. Mungkin rasa-rasanya ia sudah tidak akan merantau lagi. Adeeva akan memilih stay di Jakarta bersama keluarga kecilnya. Adeeva akan menghabiskan sisa usia bersama Ayah, Bunda, juga Grandma.“Adeeva,” panggil Ryan.“Ayah.”Ryan pun langsung berjalan cepat untuk menyambut kedatangan putrinya. Ryan segera memeluk putrinya erat. Mencium pipinya dan segera mengusap buliran air mata yang mulai menetes di pipi mulus milik Adeeva.“Jangan sedih, Ayah akan selalu ada untukmu, Nak.”Adeeva masih tidak menyangka jika pernikahannya akan berakhir seperti ini. Padahal dulu juga pas awal nikah memang niat bercerai. Namun, seiring berjalannya waktu perasaan mulai timbul dan keduanya benar-benar sepakat melupakan perjanjian itu. Tapi, te
Hari ini Adeeva mendapat kabar jika Leonel tinggal di sebuah apartemen milik Darrel. Ternyata kehidupan Leonel selama seminggu ini ditanggung oleh Darrel. Dengan cepat pula Alex langsung menjemput Adeeva dan segera menuju ke kawasan El Born.Alex bilang jika Darrel memiliki apartemen di kawasan yang sangat sepi. Katanya dia lebih suka ketenangan dibanding hirup pikuk keramaian kota.Bahkan kawasan ini dihiasi jalan-jalan sempit hingga tampak sangat misterius. Tak pelak juga tempat ini banyak terdapat kafe kecil di sekitarnya untuk menikmati berbagai jenis minuman juga hidangan catalan.Mereka berdua pun memillih memarkirkan mobil di bahu jalan depan gedung apartemen. Alex dan Adeeva langsung berjalan menuju ke unit Darrel.Alex yang sudah pernah ke sini dan mengetahui password sahabatnya langsung memencetkan sederet password hingga suara ‘klik’ terdengar di telinganya juga Adeeva.“Alex … apa tidak apa-apa kita masuk?
Satu minggu sudah Adeeva melalui hari-harinya begitu berat. Bukan hanya dirinya saja, namun Marinka merasakan hal yang sama.Leonel bahkan tidak masuk kantor sudah semingguan ini. Parahnya, semua kunci mobil, ATM, beserta semua fasilitas lainnya dikirim ke mansion Marinka.Perempuan paruh baya itu merasa sedih dengan sikap Leonel yang sangat gegabah ini. Adeeva pun terus menguatkan Marinka. Entah dengan apa pria itu hidup saat ini jika semua fasilitas dikembalikan kepada Marinka.“Mom, dia pasti nanti kembali. Kau tenang saja, ya.”Marinka mengangguk dan kembali menguatkan Adeeva untuk tetap tabah dalam menghadapi ujian ini. Adeeva pun mendadak dapat telepon dari Indonesia—Bunda Kiki menelepon tiada henti yang membuat Adeeva mengerut bingung.Merasa penasaran membuat Adeeva mengangkat telepon itu dan menyapa bundanya dengan suara yang dibuat seceria mungkin agar tidak ketahuan.“Halo, Bunda,” sapanya dengan nada