Share

005 - Singapore

Author: Jezlyn
last update Last Updated: 2024-09-05 11:00:07

Menikah itu bukan perkara siapa cepat dia dapat.

Menikah itu soal ketepatan waktu.

Menikah itu ibadah, jadi dia akan menghampirimu di waktu yang tepat.

***

Bandara Internasional Changi, Singapura.

Setelah menempuh perjalanan dari Jakarta—Singapore. Aku bersama Pak Haidar mampir di salah satu coffe shop di bandara. Pak Haidar sepertinya paham kalau aku sangat ngantuk. Bahkan bisa aku lihat di kaca kalau kantung mataku benar-benar hitam seperti panda.

"Tidur jam berapa, Ki?"

"Jam enam, Pak."

"Serius?"

"Serius, Pak."

"Maaf, Ki."

"Gapapa, Pak. Lagian ini tugas saya."

Bisa aku lihat kalau Pak Haidar sedikit merasa tidak enak mendengar kalau aku baru tidur jam enam pagi tadi, dan hebatnya jam delapan aku harus bangun. Dua jam aku memejamkan mata di dalam pesawat. Bisa kalian bayangkan betapa terasa melayang tubuhku saat ini.

Tak lama, pelayan datang membawa dua cangkir kopi pesananku dan Pak Haidar. Kali ini aku memesan kopi americano. Sesekali minum kopi pahit biar kita nggak kaget saat menjalani kehidupan yang pahit ini.

Aroma kopi yang mengepul membuat indra penciumanku terangsang. Dengan cepat aku mengambil cangkir dan menyeruput kopi sedikit demi sedikit, menikmati rasa kopi yang melewati lidah hingga tembus ke kerongkongan.

"Masih ngantuk?"

"Ah, tidak Pak."

Terpaksa aku berbohong di depan Pak Haidar. Jujur saja aku masih ngantuk banget pengin tidur. Bisa aku lihat kalau Pak Haidar sudah berdiri dari kursinya. Artinya kita harus siap untuk pergi ke tempat meeting sekarang juga.

Aku buru-buru menelepon pihak hotel untuk konfirmasi mengenai sopir, dan penginapan nantinya. Ternyata pihak hotel sudah mengirim sopir untuk kami.

"Gimana?"

"Mereka sudah kirim sopir, Pak. Katanya menunggu di penjemputan."

"Ya sudah kalau gitu kita jalan ke sana."

Aku melihat langkah kaki Pak Haidar yang terlihat begitu cepat. Nggak heran kalau perusahaan Pak Haidar bisa maju pesat seperti sekarang karena memang Pak Haidar orang yang benar-benar cekatan. Sudah berumur saja jalannya bisa cepat banget dibanding aku yang masih muda.

***

Setelah sampai hotel pun, Pak Haidar menyuruhku untuk istirahat sebentar karena beliau tak tega melihat mata aku yang sisa lima watt. Awalnya aku menolak karena acara meeting sebentar lagi, tetapi Pak Haidar menelepon langsung rekan bisnisnya untuk memundurkan waktu, dan akan bertemu meeting nanti malam. Jujur aja aku dengar seperti itu merasa nggak enak sendiri sama Pak Haidar. Aku takut dianggap karyawan belagu dan songong.

Namun tetap saja Pak Haidar tak mendengarkan protesanku. Beliau tetap saja keras kepala menyuruhku untuk tidur. Dengan terpaksa kini aku langsung merebahkan diri di atas kasur yang begitu empuk. Mataku langsung terpejam begitu saja.

Beberapa jam kemudian.

Drrt ... Drrt ... Drrt.

Telingaku mendengar suara getaran ponsel yang memang aku letakkan di atas nakas. Masih dengan rasa yang begitu mengantuk tanganku mulai meraba-raba ke arah nakas. Aku menggeser tombol hijau ke samping tanpa memedulikan siapa yang menelepon.

"Halo."

"Masih tidur, Ki?"

"Astaga," Aku terkejut ketika Pak Haidar yang menelepon. Dengan cepat pula aku langsung duduk. Mataku melotot ketika melihat jarum jam yang sudah menunjukkan pukul setengah enam petang. Aku langsung merutuki diri dalam hati sambil mendengarkan segala perkataan yang diucapkan oleh Pak Haidar.

"Baik, Pak."

Aku mendesah lega ketika Pak Haidar tak memarahi. Dengan gerakan cepat aku meloncat dari kasur menuju ke arah kamar mandi.

Bego banget, kenapa bisa tidur kayak kebo begini, sih.

Kurang lebih dua puluh menitan mandi, aku sholat magrib terlebih dulu. Aku berdoa supaya meeting kali ini bisa lancar selancar jalan tol.

Selesai sholat, aku berdandan secantik mungkin. Tak lupa memakai pakaian begitu formal. Kemeja putih dikombinasi dengan rok span selutut berwarna cream. Tak lupa juga aku menutupi kemeja putih dengan blazer berwarna senada dengan rok yang aku pakai.

Sebelum keluar kamar, aku semprot parfum keseluruh tubuh agar wangi.

***

"Maaf banget, ya, Pak," kataku meminta maaf karena telat bangun tidur. Jujur aja aku nggak enak sama Pak Haidar. Baliau yang atasan tapi malah menungguku mandi dan lainnya.

"Tidak apa-apa, Ki."

Aku pun langsung menyiapkan dokumen serta menyalakan laptop. Tak lama aku mendengar suara bariton seseorang menyapa Pak Haidar. Kepalaku langsung mendongak menatap orang yang ... benar-benar sangat tampan. Jujur aja hatiku langsung merasa deg-degan.

"Sudah lama menunggu, Pak? Maaf tadi ada urusan sebentar," katanya sambil tersenyum begitu manis.

Sumpah demi neptunus itu cowok cakep banget anjir. Aku memperhatikan cowok itu yang tengah bersalaman dan kemudian menatap ke arahku.

"Ryan," katanya sambil mengulurkan tangan ke arahku.

"Sha-sha-shakira," balasku terbata. Dengan hati yang masih deg-degan aku menerima uluran tangannya.

Aku melihat cowok bernama Ryan itu duduk di ujung meja. Dengan cepat aku langsung membuka topik meeting malam ini.

"Jadi perusahaan kita nanti akan membangun sebuah resort di daerah universal studio. Dan, perusahaan kami ingin memiliki konsep yang sangat nyaman untuk pengunjung. Misi kami ingin para pengunjung itu betah saat menempati resort kami," ujarku panjang lebar.

Tak lama, Pak Haidar pun ikut membuka suara keinginannya. Cowok bernama Ryan pun hanya diam mendengarkan perkataan demi perkataan Pak Haidar.

"Oke, kalau mendengar keinginan dari Pak Haidar yang seperti itu. Saya memiliki konsep untuk membuat kolam renang outdoor, serta akan ada pemandangan akuarium yang membuat para pengunjung begitu nyaman."

"Oke, saya setuju saja," sahut Pak Haidar menanggapi pembicaraan cowok bernama Ryan itu.

Yang aku lakukan hanya mencatat poin-poin penting yang dibicarakan oleh Pak Haidar juga cowok bernama Ryan itu. Dan, aku baru tahu kalau Ryan ini seorang arsitek.

Selang berapa menit, datang laki-laki paruh baya bernama Abimana yang akan menjadi partner perusahaan Pak Haidar untuk pengolahan resort di Singaporenya.

Aku memperhatikan ketiga laki-laki yang tengah berdiskusi dengan begitu serius hingga tak terasa memakan waktu cukup lama.

"Oke, jadi saya sih setuju saja apa yang menurut Pak Haidar katakan pasti itu yang terbaik," ujar laki-laki paruh baya bernama Abimana itu.

"Oke, jadi keputusan seperti itu saja, ya, Pak. Kalau begitu sebaiknya kita makan terlebih dulu. Nggak terasa kita sudah berdiskusi cukup lama," kata Pak Haidar sambil terkekeh.

Aku melihat Ryan yang sibuk dengan tabletnya. Entah apa yang tengah dimainkan. Sepertinya sih tengah menggambar konsep resortnya. Entahlah.

Kini pelayan restoran pun datang untuk mencatat berbagai menu pesanan di meja 07 yang dibuat untuk meeting barusan. Aku pun ikut memesan, tak lupa kalau ketiga laki-laki itu selalu memesan wine.

Kondisi seperti ini sudah nggak asing bagiku. Yang terpenting kata mama harus bisa jaga diri di saat para bos-bos tengah minum alkohol. Soalnya takut mereka yang tak sadar akan berbuat macam-macam yang tidak diinginkan. Meski jujur aja sampai detik ini ketika menemani Pak Haidar meeting dengan berbagai klien aku tetap mendapat perlakuan baik dari para klien.

"Cheers," seru Pak Haidar yang mengangkat gelas berkaki agar semuanya bersulang.

Selesai makan, dan sedikit minum-minum. Kini Pak Haidar dan Pak Abimana pergi ke arah Marina Bay Sands untuk berkunjung ke Casino.

Aku? tentu saja masih di restoran bersama Ryan itu. Masih berlanjut membahas soal gambaran yang akan ditunjukkan oleh Ryan.

"Ini gambaran secara kasar aja, nanti saya tunjukkan kalau sudah bagus," katanya sambil memperlihatkan tabletnya ke arahku.

"Oke, memang butuh waktu berapa lama?"

"Kurang lebih semingguan."

"Hah!?" Aku terkejut mendengar waktu yang dibutuhkan oleh Ryan. " Apa nggak bisa lebih cepat? Soalnya besok saya dan Pak Haidar sudah kembali ke Jakarta."

"Its oke, saya pun besok kembali ke Jakarta."

"Lho, kamu ada kerjaan di Jakarta juga?"

"Kurang lebih seperti itu."

"Ya udah kalau gitu saya minta nomor ponsel kamu buat atur ketemu di Jakarta nanti."

Aku langsung mencatat nomor ponsel Ryan. Merasa sudah tak ada yang dibahas lagi, aku langsung pamit pergi.

"Sepertinya meeting kali ini cukupkan saja sampai di sini. Lagi pula para bos-bos saja sudah pergi terlebih dulu, hehehe."

"Iya, seperti itulah orang kalau memiliki jabatan. Tinggal alihkan saja kepada bawahan."

"Hehehe, iya betul."

Aku langsung berdiri. Aku menatap Ryan begitu canggung. Bingung antara mau salaman atau tidak.

"Kenapa?" tanyanya sambil mengerutkan kedua alisnya menatapku.

"Ah, gapapa. Kalau begitu selamat malam."

Aku langsung pergi meninggalkan restoran dengan hati yang begitu lega. Karena proses meeting kali ini bisa lancar. Aku melihat arloji yang menempel sudah menunjukkan waktu cukup larut. Sudah pukul sebelas malam.

"Tunggu."

Aku menoleh ke arah belakang. Ternyata itu suara Ryan yang menyuruhku berhenti.

"Iya."

"Maaf sedikit mengganggu, kamu pulang sendirian?"

"Iya."

"Mau saya antar?"

"Nggak usah, saya bisa pulang sendiri kok."

"Tapi ini udah malam banget. Bahaya buat cewek seperti kamu."

"Iya saya tahu ini udah malam, dan saya nggak mengatakan kalau ini siang, kan?"

Aku melihat Ryan terkekeh. Senyumnya begitu manis. Dengan cepat pula aku menyadarkan diri sebelum Ryan melihat kalau aku kagum melihat ketampanannya.

"Kamu ternyata ada bakat melawak."

"Ah nggak juga, lagipula saya bukan anaknya Sule atau Andre."

"Tuh kan, kamu sangat lucu."

Tanpa disadari ucapan Ryan bikin perutku mendadak mulas. Bukan ingin buang air besar tetapi terasa geli seperti ada yang menggelitikinya. Pipiku bahkan terasa panas dengan sendirinya.

"Ya sudah kalau begitu hati-hati, Shakira," katanya sambil tersenyum manis.

Aku pun mengangguk sebagai respon.

Tak ingin ketahuan, dengan cepat aku berbalik badan dan berjalan kencang menuju gedung sebelah. Di mana aku dan Pak Haidar menginap.

Setelah berjalan cukup lumayan, aku akhirnya sampai di dalam kamar hotel yang aku tempati. Bibirku langsung tersenyum begitu lebar. Tangan pun memegang dada, merasa jantungan saat ini.

Apa aku jatuh cinta pada pandangan pertama!?

Related chapters

  • DINIKAHI PRIA PLAYBOY   006 - Back To Jakarta

    Pertemuan dengan Ryan kemarin benar-benar membawa efek tersendiri dalam jantungku. Pagi ini yang aku lakukan cuma memegang dada, memastikan kalau diriku nggak jantungan. "Kenapa, Ki?" "Ah, enggak, Pak." Malu. Ya, aku malu banget sumpah lagi ngelamun tapi ketahuan sama boss besar. Terlebih pipi kayaknya panas banget pula. Buat goreng telur kayaknya mateng nih. Akhirnya aku berdeham pelan sebelum memutuskan untuk mengajak Pak Haidar buat ngobrol masalah proyek semalam yang dibahas. Terlebih proyek itu tidak bisa selesai di Singapura. Alhasil aku dan Pak Haidar kembali ke Jakarta pagi ini. "Pokoknya, saya serahkan ke kamu, Ki," kata beliau saat membahas proyek Singapore ini. "Iya, Pak." "Nanti saya di Papua itu kurang lebih sebulanan, jadi nanti tolong kamu ajari anak saya masalah kantor di sini. Dia belum terlalu mengusai perusahaan," ujar beliau menceritakan anaknya yang super duper tampan. "Baik, Pak." "Tidak salah kalau HR memilih kamu sebagai sekertaris saya. Sudah cantik.

    Last Updated : 2024-09-06
  • DINIKAHI PRIA PLAYBOY   007 - Ketemuan Di Mal

    “Assalamualaikum,” salamku dengan suara yang sedikit lirih. Sumpah ini capek banget. Badanku kayak mau rontok macam ketombe yang digaruk-garuk. “Lho, anak Mama kenapa lemes gitu?” “Capek.” “Makanya cari suami biar ada yang kasih duit.” Nah. Mulaikan pembahasan soal jodoh. Males banget asli. “Mana oleh-oleh?” tanya mama sambil menyodorkan telapak tangan ke depan wajahku. Melihat kelakuan mama hanya bisa embusin napas kasar. “Kiki kerja bukan liburan, Ma.” “Iya tapikan sekalian dong, Ki. Tempelan kulkas gitu.” “Duh, Ma, tempelan kulkas beli aja di tanah abang banyak.” “Aiss ... Mama pengin yang dari luar negeri biar bisa pamer sama tetangga.” Ck! Kumatkan jiwa pamer mama. Pengin marah tapi nanti jadi anak durhaka. Duh, serba salah jadi anak. “Yaudah kapan-kapan.” Senyum mama langsung mengembang lebar saat aku bilang kapan-kapan. Padahal jujur aja nggak tahu juga kapan-kapannya tahun berapa nanti. Merasa benar-benar letih, aku memilih masuk ke kamar dan langsung berbaring. Bo

    Last Updated : 2024-09-07
  • DINIKAHI PRIA PLAYBOY   008 - Boss Barunya Mirip Iblis

    Saat lagi fokus di depan laptop. Seperti biasa, aku melihat Joko tengah berjalan ke arahku membawa peralatan kebersihan lengkap yang menempel di badannya. Meski begitu aku tetap aja penasaran ada info atau gosip apa yang akan Joko sampaikan. Terlebih Joko mengepel sambil bersiul riang gembira. Joko berdeham yang membuatku menoleh ke arahnya. “Ada apa?” tanyaku yang nggak bisa menahan rasa penasaran dalam diriku sendiri. “Gapapa.” “Kok cengar-cengir gitu sih.” “Lagi seneng aja.” “Kenapa emangnya? Dapat tip dari Mbak Sila?” Joko menggeleng dengan bibir tersenyum. Sumpah Joko bikin aku penasaran sampai ubun-ubun. Terpaksa aku mengeluarkan duit dua puluh ribu kembalian naik taksi online tadi. Aku sodorkan ke arah Joko dan langsung diterima dengan cepat. Kampret emang anak satu ini. “Mbak Sila tadi ngomel-ngomel sama anak baru, katanya mau ke kantor apa mangkal gitu.” Aku langsung menatap ke arah Joko dengan tatapan kesal yang ditahan. Kalau begini doang tadi Mbak Sila udah kasih ka

    Last Updated : 2024-09-08
  • DINIKAHI PRIA PLAYBOY   009 - Alasan Jomlo Lama

    Pas sampai depan rumah, aku langsung membayar taksi, dan berjalan secepat mungkin karena penasaran dengan tamu yang datang ke rumah. “Assalamualaikum,” salamku saat akan masuk rumah dan mataku langsung terbelalak nggak percaya siapa yang datang. “Hai adik manis,” katanya seperti biasa. Dengan cepat pula aku langsung menghampiri kakak ketemu gedeku, dan memeluknya erat. Sumpah, aku kangen banget sama dia. Mana sekarang dia sibuk banget ngurusin kafe yang cabangnya di mana-mana pula. “Kok bisa ada di sini sih? Sengaja ke sini apa gimana?” “Tadi nganterin cewekku main ke rumah temannya, di situ sih deketan.” “Oh ... sumpah aku kangen banget sama kamu, Kak.” Seperti biasa, dia selalu mengusap-ngusap kepalaku selayaknya adik kecilnya. Bahkan aku nggak peduli ada mama yang memperhatikan gerak-gerikku, yang mungkin baginya sangat terlihat murahan. Tapi, biarin ajalah. Toh, dia itu sudah aku anggap seperti kakakku sendiri. “Ma, kenalin ini Kak Doni. Temen Kiki. Pas Kiki baru masuk ku

    Last Updated : 2024-09-09
  • DINIKAHI PRIA PLAYBOY   010 - Circle Hidup Gue Itu-Itu Aja

    Sumpah aku benar-benar syok saat melihat siapa wanita bernama Zemira itu. Dia itu anaknya Tante Rania yang selalu jadi bahan perbandingan mama sama aku. “Kenal, Ki?” tanya Kak Doni yang melihatku diam dengan ekspresi begitu terkejut. Bahkan aku mengangguk pelan sebagai jawaban. “Kenal Kak, inikan Nasya.” “Ah, iya lupa. Orang-orang panggil dia Nasya.” “Dia nikah sama sahabatnya Kak Doni?” tanyaku dengan rasa penasaran. Kenapa hidup aku jadi berputar-putar dengan orang yang itu-itu saja. Circle kehidupanku rasanya ada yang nggak beres nih. “Iya, nikah sama Naren sahabat kecilku. Aku salut sama perjuangan cinta mereka, Ki. Kuat dan kokoh banget.” “Kenapa? Denger-denger dari tetangga yang hamilin Nasya masih saudara suaminya. Emang benar, Kak?” “Iya benar, masih saudara sepupu.” “Ih, gila ya,” komentarku mengenai kehidupan yang dialami oleh Nasya. Setahu aku juga Nasya ini dulu kuliah dan putus di tengah jalan karena hamil duluan. Dan nasib dia sekarang malahan jauh lebih baik diba

    Last Updated : 2024-09-10
  • DINIKAHI PRIA PLAYBOY   011 - Deg-Degan Saat Berdua

    Entah kenapa aku mendadak deg-degan melihat ada Ryan yang duduk di kursi tunggu. Kira-kira dia mau ketemu sama siapa? Semua boss besar nggak ada di kantor saat ini. Bahkan aku mengabaikan Mbak Sila yang tengah menatapku dengan penuh tanda tanya. “Ada apa?” tanya Mbak Sila kembali. “Itu ada arsitek yang aku ceritain Mbak, dia yang duduk di sana sendirian.” Mbak Sila langsung menoleh dan memperhatikan Ryan kembali. Bahkan bisa aku lihat kalau mata ganjen Mbak Sila udah mulai beraksi. “Itu cakep banget, Ki. Udah pepet aja sih.” “Apaan sih, Mbak.” Aku merasa kalau Sofi, Priyo, bahkan Bang Rinto yang berjalan di depan pun ikutan berhenti dan menoleh ke arahku dan Mbak Sila. “Kalian bisik-bisik apaan sih?” tanya Priyo yang merasa curiga terhadapku dan Mbak Sila. “Ada cowok ganteng,” ceplos Mbak Sila yang bikin aku memejamkan mata. Sumpah ini mulut Mbak Sila mirip banget sama keran bocor. “Mana?” tanya Priyo kembali. “Itu yang lagi duduk di kursi tunggu,” kata Mbak Sila. Kini semu

    Last Updated : 2024-09-11
  • DINIKAHI PRIA PLAYBOY   012 - Paling Malas Kondangan Ditanya Kapan Nyusul

    Saat ini kakiku tengah ragu melangkah ke dalam gedung resepsi pernikahan teman SMA—Cantika—Dia ternyata nikah sama Abangnya Ryan. Setelah hasil googling kemarin dan tahu silsilah mengenai keluarga Anggara ternyata memang benar yang menikah itu kakak kandungnya Ryan.“Hai, Ki,” sapa salah satu teman SMA-ku yang datang sama suaminya. Bahkan suaminya tengah menggendong balita usia setahunan gitu.“Hai,” balasku sambil meringis. Perasaanku mendadak nggak enak setelah saling sapa-sapaan. Apalagi temanku seperti mencari-cari seseorang di samping tubuhku.“Sendirian aja? Mana calonnya nih!?”Nah kan. Benar dugaanku. Males banget kalau datang ke kondangan itu ditanya masalah pasangan. Bisa nggak, sih, ngertiin perasaan jomlo sedikit saja. Meski kadang senyum, tapi jujur hatinya perih tahu.“Belum ada, Rat,” jawabku apa adanya.“Aduh kasihan banget, sih. Panji aja udah punya anak lho s

    Last Updated : 2024-09-12
  • DINIKAHI PRIA PLAYBOY   013 - Kondangan Yang Bikin Pusing

    Jujur aja aku nggak nyangka banget bakalan bisa ketemu sama Kak Doni diacara kondangan seperti ini. Lagian terakhir ketemu pas dia main ke rumah habis itu nggak ada kontekan sama sekali.“Kok, kamu di sini, Ki?”“Lagi kondangan. Kak Doni ngapain di sini?”“Ya, aku juga kondangan.”Aku mengangguk paham. Mungkin Kak Doni itu temannya Surya, mempelai laki-laki. Tapi, ada hal yang bikin aku terkejut saat Kak Doni menyapa Ryan.“Hai, bro, kenapa di sini? Bukannya di sana sama keluarga.”“Males ah. Entar ditanya sama Ibu kapan nikah.”“Whoa, cocok nih,” seru Doni yang justru langsung menarik lenganku dan menghadapkan ke arah Ryan. Sumpah aku masih nggak paham dengan semua ini. “Kiki juga jomlo.”“Kak, apaan sih,” ketusku sewot sama Kak Doni.“Hahaha, ini lho, Ki. Teman yang aku ceritain sama kamu itu.”“Hah, maksudnya? Cowok bangsad yang suka gangguin istri sahabat Kak Doni?”Aku mendengar R

    Last Updated : 2024-09-13

Latest chapter

  • DINIKAHI PRIA PLAYBOY   182 - Meeting Ansell Dan Azekiel

    Disapa seperti itu membuat Melviano langsung menoleh karena posisi duduknya yang membelakangi Mirza.Mulut Melviano langsung terbuka dan tertutup dengan cepat saat melihat ekspresi memohon dari mantan sekertarisnya itu. Apalagi mata dari Kiki sampai kedip-kedip segala.Entah kenapa mantan sekertarisnya itu kenapa jadi kayak orang cacingan begitu? Apa kurang bahagia kerja di Ansell?“Hmm, Pagi.”“Oh maaf, Mr. Saya gerogi sampai nyapa saja salah.” Mirza tersenyum lebar. Ia pun langsung mengulangi sapaan kepada Melviano kembali. “Pagi Mr,” ulang Mirza yang merasa gugup.“Hmm, siang.”Kiki langsung menahan kikikannya. Entah kenapa melihat boss dan mantan boss-nya itu rasanya ingin tertawa. Apalagi hanya soal sapaan saja mereka berdua begitu rempong.Ternyata melihat orang-orang kaya kalau udah eror mirip orang sableng. ‘Orang sableng bersatu,’ batin Kiki.&ldqu

  • DINIKAHI PRIA PLAYBOY   181 - Ansell Dan Azekiel

    Selesai mandi dan berpakain rapi, Kiki langsung berlari ke luar kamar dan mendapati Ryan yang masih tertidur di sofa sambil memeluk gambar desainnya. Ia pun hanya menggelengkan kepalanya saja. Merasa tak ingin telat ke kantor pun membuat Kiki langsung menuliskan sebuah note untuk Ryan. Sengaja ia tak membangunkan Ryan agar nanti keberangkatan dirinya ke kantor tak telat. Sebab Kiki tahu betul jika membangunkan Ryan akan beresiko tinggi, dan akan menghambat pekerjaannya.Buru-buru Kiki meletakkan note itu di lengan tangan Ryan. Kiki sedikit memberikan solasi agar menempel di lengan.Selesai dengan urusan note, Kiki langsung pergi keluar apartemen dan memesan gojek untuk mengantarkan ke tempatnya ia bekerja di daerah Kuningan Jakarta.Saat sampai lobby, Kiki menunggu sekitar tiga menitan dan datang ojek online yang dipesannya barusan. Sopir ojek online itu pun langsung menyerahkan helm untuk Kiki pakai.“Ansell grup, ya, Mbak?”&ldq

  • DINIKAHI PRIA PLAYBOY   180 - Semakin Cuek

    "Habis dari mana?""Depan.""Ngapain?""Gojekin makanan buat Joko.""Oh ...."Kiki pikir kalau suaminya akan marah atau ngambek. Tapi Ryan hanya bertanya dan kembali jalan ke arah dapur untuk mengambil minum air dingin.Kiki yang baru saja keluar apartemen pun langsung segera berjalan menuju ke kamar untuk istirahat sebelum besok bekerja."Ki.""Iya Mas.""Bisa pijitin aku bentar nggak? Aku capek banget nih tadi banyak klien dan mereka minta cepet semua.""Tapi aku juga capek Mas. Besok juga mau ada meeting.""Ck! udahlah resign aja.""Mas ....""Ya ya ya, kamu memang sangat mencintai kerja dibanding jadi ibu rumah tangga saja."mendapat respon seperti ini justru membuat Kiki semakin terluka. Hal yang sudah pernah dibahas dan disetujui oleh Ryan justru sekarang menjadi boomerang-nya."Bukan nggak mau nurut, tapi aku anak satu-satunya yang mau tak mau harus menjadi tulang punggung

  • DINIKAHI PRIA PLAYBOY   179 - Kiki Anak Emas Ansell

    Kiki ragu menjawab pertanyaan dari Manda selaku HRD di Ansell grup. Apalagi dirinya diterima dengan jalur expres karena Mbak Sila yang kenal dekat dengan Manda. Kalau bukan pertemenan dan mereka saling tetangga mungkin dirinya saat ini masih menjadi pengangguran sejati.Kiki pun akhirnya menggeleng pelan. “Belum,” cicitnya.Baik Manda dan Tasya langsung melongo tak percaya. Mereka berdua bahkan langsung saling menatap satu sama lain.“Nggak bohong kan?” tanya Tasya memastikan jika jawaban yang dilontarkan Kiki itu hanya bualan. Tasya masih nggak yakin jika boss-nya bisa menjadi manusia sabar.“Enggak kok, Pak Mirza justru ngajarin saya di hari pertama kerja.”Lagi dan lagi Tasya dan Manda saling menatap satu sama lain. Mereka seakan masih kurang percaya mendengarnya.“Jadi gini Shakira,” kata Manda. “Pak Boss itu merupakan manusia kaku, dia juga begitu perfeksionis. Nggak sabaran ju

  • DINIKAHI PRIA PLAYBOY   178 - Kiki Mendadak Jadi Informan Gosip

    Meski hatinya menyuruh untuk tak ikut campur soal Mirza dengan artis sekaligus model papan atas itu. Tapi naluri kepoan dirinya lebih dominan ketimbang hati dan logikanya.Dengan gerakan pelan agar tak ketahuan, Kiki mulai mengintip dibalik tembok. Ia membuka pintu besi secara pelan agar tak menimbulkan suara.Setelah berhasil, ia mulai tengak tengok ke arah kanan dan kiri untuk mencari keberadaan Mirza juga Laudia Arabella.“Nah itu dia,” gumamnya kala melihat Mirza juga Laudia Arabella tengah saling berhadapan.Jiwa detektipnya mulai muncul dengan sendirinya. Ia melangkah pelan dan langsung mengelurkan ponsel-nya untuk memotret Mirza dan Laudia Arabella.“Yes berhasil, berita eksklusif banget ini,” katanya sambil tersenyum lebar.Merasa sudah punya bukti yang otentik pun membuat Kiki langsung berbalik badan dan kembali ke meja kerjanya sebelum ketahuan.Saat sudah sampai meja kerja dengan selamat, Kiki

  • DINIKAHI PRIA PLAYBOY   177 - Karir Nomer Satu!

    Yang awalnya tetap sabar kini Kiki mulai terbakar emosi karena Ryan membawa-bawa soal karirnya. Padahal ia sudah jujur kalau dirinya sangat mencintai pekerjaannya. Ia sangat bahagia jika kerja.“Mas, aku nggak suka kalau kamu bawa-bawa soal karirku.”“Tapi nanti yang ngerawat Danis siapa?”“Ya kamu carilah babysitter.”“Kamu ini belajar dong jadi ibu, Ki.”“Jadi ibu nggak usah belajar. Nanti juga bisa sendiri,” sahutnya ketus. Tatapannya kembali panas. Kiki mulai menatap ke arah jendela mobil dan lebih memilih memperhatikan jalanan.“Keras kepala,” gumam Ryan yang masih bisa Kiki dengar.Mendengar itu membuat Kiki hanya mendengkus sebal. Entah kenapa dirinya selalu salah. Heran banget. Padahal kalau dipikir secara logika yang masih terlihat anak-anak itu Ryan bukan dirinya.Tak ingin menambah keributan membuat Kiki memilih diam sampai Jakarta. Lebih tepatny

  • DINIKAHI PRIA PLAYBOY   176 - Salahku Apa, Mas!?

    Setelah setuju untuk berkunjung ke rumah Nindi dan Adnan. Baik Ryan juga Kiki masih duduk dan ngobrol santai dengan sepasang suami istri itu. Apalagi saat ini Danis sudah tertidur dengan begitu pulas.Merasa cukup dengan obrolan yang kurang penting, kini Nindi berdeham dan mencoba membicarakan soal Danis kedepannya. Apalagi dirinya saat ini tengah hamil muda.“Sebelumnya aku minta maaf banget sama kamu, Yan. Kalau aku …. Maaf banget,” kata Nindi yang ragu dan bingung saat akan berbicara soal Danis.“Apaan sih, Nin, tumben banget jadi gagap begitu.”Adnan berdeham dan menggenggam tangan istrinya erat. “Jadi gini, Yan. Kalau Nindi saat ini tengah hamil muda. Dia nggak boleh terlalu capek, dan gue juga mau pindah ke Kalimantan. Lo tahu kan kalau Rena ngamuk suka minta ketemu sama Danis.”Ryan pun mengangguk-angguk paham apa yang ingin disampaikan oleh Nindi barusan. Dan mungkin dia nggak enak untuk ngomongnya

  • DINIKAHI PRIA PLAYBOY   175 - Siapa Ayahnya Danis!?

    Kiki kini tengah menunggu jawaban Rena atas pertanyaan yang diajukan olehnya barusan. Entah kenapa tiba-tiba Rena meminta hal yang tak pernah Kiki duga sebelumnya.“Karena aku percaya perempuan yang dipilih Ryan pasti dia perempuan baik.”“Itu hanya jawaban global. Aku pengin tahu spesifikasinya.”Ditantang seperti itu oleh Kiki membuat Rena diam, tatapannya justru langsung menunduk ke lantai dan tiba-tiba saja langsung tertawa begitu kencang yang membuat Kiki terkejut.Merasa kaget pun membuat Kiki langsung memegang dadanya dan mengusap pelan. ‘Dasar sinting,’ batinnya.Tak lama sosok Ryan masuk ruangan dan menatap Kiki serta Rena secara bergantian. Ryan segera mengecek seluruh anggota tubuh istrinya dengan cara diputar-putar yang membuat Kiki memutarkan bola matanya jengah.“Apaan sih Mas diputer-puter begini.”“Kamu nggak diapa-apain, kan?”“Enggak kok.”

  • DINIKAHI PRIA PLAYBOY   174 - Tawaran Untuk Kiki

    Entah sejauh apa kakinya melangkah. Tapi untuk saat ini Kiki merasa tenang karena jauh dari Ryan. Ia duduk di salah satu sebuah taman rumah sakit sambil memandang segala aktifitas pasien di sana.“Kembang? Hihi kembang jadi ironman.”Mendengar suara di sampingnya membuat Kiki terkejut. Ia ingin tertawa jika keadaan tak seperti ini. Apalagi seorang laki-laki yang duduk di sampingnya terus mengoceh yang terkadang kalau didengar dalam keadaan baik akan membuat siapapun tertawa.“Ah cintaku memang dahsyat seperti odading.”Melihat laki-laki yang terus mengoceh duduk mendekatinya membuat Kiki semakin menggeser ke samping hingga mentok. Apalagi laki-laki itu membawa sebuah bunga dan diserahkan untuknya.“Untukmu kasih yang selalu bersinar menyinari dunia.”Kiki hanya meringis dirayu orang gila macam ini. Ia pun sedikit ragu menerima bunga itu. Bahkan Kiki melihat laki-laki itu langsung bertepuk tangan saat buang

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status