Share

Diintai

Penulis: Rosa Rasyidin
last update Terakhir Diperbarui: 2022-12-29 20:43:44

Gu terbangun karena bara api yang ia hidupkan telah hampir mati. Lekas ia tambahkan kayu agar tak menggigil kedinginan. Ia mengenakan baju tebal dari ujung rambut sampai kaki. Sudah terhitung dua minggu ia ditinggalkan oleh suaminya. Stok makanan masih sangat melimpah. Wanita itu tak terlalu berselera makan, ia hanya rajin minum teh atau cokelat panas saja. Gu juga tak bisa tidur di dalam kamar, sebab tak ada cerobong api di sana.

Kadang ia tak tahan dengan pusing di kepalanya, lalu ia benar-benar hanya berbaring saja sambil menonton televisi, satu-satunya media yang bisa menghiburnya. Ponselnya sendiri sudah lama dimatikan, kata suaminya agar tak ada yang melacak. Ali juga tak membawa handphone ke dalam camp. Sebab dari sana identitasnya nanti bisa ditemui. Terkadang ketika wanita bermata biru itu mulai bosan, ia hidupkan alat komunikasi tersebut lalu berbalas pesan dan tertawa sendiri. Diam dalam kesendirian membuatnya nyaris gila.

“Haah, lama sekali waktu berjalan,” gumamnya samb
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • DILEMA DUA HATI    Camp Konsentrasi

    “Bangunkan dia!” perintah Hendrik pada salah satu tentara. Bawahannya langsung menyiram wajah Naima dengan seember air yang sangat dingin. Gadis berusia tiga belas tahun itu langsung bangun dengan napas yang tak bisa dikendalikan. Musim salju dari semalam sangat tidak bersahabat. Lima orang gadis muda yang ditawan, empat diantaranya meninggal karena hipotermia, tak diberi makan dan selimut yang layak. Tersisalah hanya Naima yang hidup, ia juga yang paling dewasa dan dari segi fisik paling siap dipersembahkan bersama salah satu tentara terbaik di dalam camp. “Bawa dia, berikan pada tentara wanita. Ajari berdandan, jadi genit dan bersikap seperti pelacur. Tradisi harus diteruskan, yang terbaik harus mendapatkan yang paling cantik.” Hendrik menarik tangan Naima. Ia dorong dan gadis itu ditangkap oleh bawahannya. Kemudian sambil menangis Naima dibawa ke camp di mana dua orang tentara wanita telah siap menunggunya. Gadis cilik dengan rambut kemerahan tersebut akan dipersembahkan hari itu

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-29
  • DILEMA DUA HATI    Menghirup Udara Segar

    Naima didandani tak ubahnya pelacur. Lipstik merah, pipi merona, bulu mata lentik dan tak luput baju yang hanya menutupi tubuh bagian atas. Ditambah rok yang sangat mini sekian senti di atas lutut. Kedinginan? Tentu saja, hari itu salju turun tak menentu, sebentar lebat sebentar mereda.“Jadilah kau santapan beruang lapar.” Seorang tentara wanita melempar Naima ke dalam kamar khusus. Mengerikan sekali, ada gambar-gambar terbuka, ada borgol, ada cambuk, yang bahkan gadis itu tak mengerti apa gunanya. Ia hanya menangis sesenggukan. Gadis berambut kemerahan itu mengambil selimut lalu menutupi tubuhnya yang sangat terasa dingin. Namun, bukan itu yang ia takutkan. Melainkan, ketika pintu terbuka dan masuklah seorang anak laki-laki yang raut wajahnya seperti kebingungan. Matanya ditutup kain hitam dan jalannya sedikit terhuyung.“Selamat bersenang-senang, kawan. Nanti gantian denganku, ya.” Tentara yang tubuhnya tinggi itu menepuk bahu Sultan. Lalu penutup matanya dibuka. Adik Gu telah dibe

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-29
  • DILEMA DUA HATI    Merasa Terasing

    Gu mengaduk segelas cokelat panas dalam gelas. Sudah sebulan lebih ia menanti dengan penuh ketidak pastian. Bahkan ia telah menghitung banyaknya butiran salju yang turun. Demi mengisi rasa bosan, terkadang wanita yang sedang hamil anak kedua itu membuat orang-orangan salju di halaman belakang. Tepat di atas makam lelaki yang ia bunuh. Mayat itu membeku seperti daging di dalam frezer. “Lama sekali ayahmu pulang, Nak. Apa terjadi sesuatu dengannya di dalam sana.” Gu menyesap cokelat yang sudah mulai dingin. Saat minuman itu sampai di mulutnya, langsung ia semburkan ketika pintu belakang terbuka tiba-tiba. Sosok yang ia rindukan muncul tiba-tiba. “Assalammualaikum, maaf, membuatmu terkejut. Kau dari tadi dipanggil tidak menyahut juga.” Ali muncul dengan menggandeng tangan Sultan juga Naima. Gu langsung menghamburkan diri dalam pelukan lelaki itu. Namun, secepatnya Ali tepis lagi, mereka tak punya banyak waktu untuk berduaan. Harus segera sampai di perbatasan dan masuk dalam terowongan

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-29
  • DILEMA DUA HATI    Kejiwaan

    Empat orang itu masuk ke dalam rumah yang telah ditinggalkan selama hampir dua bulan lamanya. Rumah Gu berdebu, lekas saja ia meminta bantuan orang lain untuk membersihkan dan memasak. Ia sudah tak punya daya dan kekuatan lagi untuk melakukan apa pun. Ali dan Gu masuk dalam kamar sebentar saja. Berniat menukar baju, lalu mengurus Sultan juga Naima yang sangat tidak mungkin akan tinggal satu rumah bersama. Namun, suara pecahan piring terdengar hingga membuat keduanya terpaksa berlarian. “Apa yang kau lakukan, Sultan?” Gu menarik tangan adiknya, ia memecahkan piring lalu mendekatkan pecahan itu ke leher Naima. Di dalam camp, Sultan diajarkan agar tak pernah berbuat baik terhadap perempuan muslim walau itu anak kecil. Tadi Naima bersin dan mengucapkan alhamdulillah. Satu kata yang jelas sekali bahwa gadis berambut merah itu muslimah yang berbahaya. “Aku ingin membunuhnya. Darah umah muslim itu murah di tanganku.” Tangan Sultan diputar hingga berada di tubuh bagian belakangnya. Ali mela

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-29
  • DILEMA DUA HATI    Membenci Salju

    Naima diajak ke pusat perbelanjaan baju muslimah oleh Gu. Berhubung di dalam toko itu isinya hanya perempuan semua, Ali memutuskan untuk menunggu di luar. Ia tertidur sebentar, merebahkan kepalanya di sandaran mobil. Letih? Tentu saja, jangan ditanya lagi. Tak ingat lelaki bermata abu-abu itu kapan ia tidur tenang sejak dua bulan lalu. Namun, baru sebentar ia terbangun lagi. Bayangan Naima dan Sultan dalam satu selimut berdua itu benar-benar menggangu pikirannya. “Dia tak ingat apa yang terjadi pada dirinya,” ucap Gu saat Ali mempertanyakan jawaban Naima. Ditambah pula Sultan yang merasa gelap setelah pengaruh obat itu. Keduanya anak kecil yang sama-sama jadi korban. Hanya saja yang Ali takutkan kalau misalnya Naima hamil, bagaimana pula anak itu akan menghadapi dunia? Sedangkan …. “Sakit kepalaku dibuatnya,” gumam Ali sendirian. Ini bahkan lebih rumit daripada masalahnya dulu. Saat Gu tertimpa masalah demikian, wanita bermata biru itu sudah memasuki usia cukup untuk menikah dan aka

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-29
  • DILEMA DUA HATI    Dunia Yang Berbeda

    Musim salju akhirnya berganti juga. Naima merasa bisa bernapas dengan lega. Sekolah pun kembali dibuka. Begitu juga dengan Ali dan Gu, mereka kembali pada urusan pekerjaan masing-masing. Maira diantar ke rumah kakek neneknya, dan Naima tak mungkin rasanya dibiarkan termenung seorang diri di rumah. Gadis itu harus diberi semangat agar terus menatap indahnya masa depan walau masa lalu sangatlah terpuruk. “Aku antar saja dia ke tempat belajar, yang usianya sepantaran. Kasihan kalau dia mengenang kejadian itu terus,” ujar Ali ketika telah mengantar istrinya sampai di rumah sakit. Wanita bermata biru itu hanya mengangguk saja. Apa pun demi kembalinya Naima jadi lebih ceria tidak masalah. Lagi pula keduanya sudah berkomitmen untuk menjadi wali bagi gadis berambut kemerahan itu. Ali dan Naima sampai di satu majelis yang isinya hanya perempuan saja, termasuk pula ustadzah, tukang bersih-bersih kecuali penjaga pagar. Ali mengantar gadis itu ke ruang guru. Ia daftarkan dan serahkan Naima agar

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-20
  • DILEMA DUA HATI    Si Kembar

    Hari bergati menjadi minggu, juga bulan. Naima masih betah dengan dunianya sendiri. Ia dipancing untuk berbicara baru akan mengeluarkan suaranya. Dan seperti biasa, hanya ketika bersama Ali dan Gu ia bisa tersenyum, sedangkan Maira ia perlakukan seperti adiknya sendiri. Teman? Gadis yang mulai beranjak dewasa itu tak memilikinya. Ia takut mengecewakan orang lain, juga takut mengecewakan hatinya sendiri. Rasa percaya dirinya terkikis habis akibat peristiwa mengerikan itu. Meski demikian indeks prestasi di dalam kelas terus menanjak, berbanding terbalik dengan kehidupan sosialnya sebagai manusia terkhusus sebagai muslimah. Di rumah Gu memberikan test pack pada Naima, gadis itu tak mengerti untuk apa guna benda tipis dan digunakan saat berada di kamar mandi. Gu hanya memintanya untuk menurut saja. Ali menunggu di kamar dengan harap-harap cemas, apalagi istrinya. Rasanya tak mungkin kalau Sultan di usia sepuluh tahun sudah punya benih yang bagus. Naima menyerahkan benda yang telah mempe

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-20
  • DILEMA DUA HATI    Hutang Budi

    “Kita bukan teman,” jawab Naima tanpa mau memandang wajah Sultan. Adik laki-laki Gu sedikit bingung, sebab yang ia ingat gadis di depan matanya disebut sebagai temannya saat ia masih kecil sekali. “Siapa, Naima?” tanya Gu setelah keluar dari kamar mandi. Wanita bermata biru itu mengintip dari dapur, lalu berjalan ke depan. Ia lihat di depan sana Sultan telah datang dengan penampilan yang sangat menyegarkan di musim panas yang terik dan menantang. “Kak,” ucap Sultan, senyum adik laki-laki Gu merekah. Wajahnya tak lagi beringas seperti dulu. Di usianya yang 11 tahun ia terlihat sama seperti anak-anak lainnya. Gu menyuruh adiknya masuk, wanita itu memeluknya sebentar, mengacak-acak rambut dan mencubit pipi Sultan. Rindu? Jangan tanya lagi, keduanya sama-sama terlihat senang, hanya Naima saja yang tidak. Gadis itu berdiri di depan pintu masuk tanpa tahu harus berbuat apa lagi. Ia masih takut dan tak ada satu pun ingatannya yang memudar. Menyadari hal itu, Gu meminta Naima untuk masuk k

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-20

Bab terbaru

  • DILEMA DUA HATI    Home Sweet Home

    Bagian 195 Home Sweet Home Maira melebarkan bola matanya, dua bulan menikah dengan Fahmi berat badannya sudah bertambah empat kilogram. Bayangkan kalau setahun jadi berapa, dan ia pun jadi bertambah gemuk dan gemuk saja. Bagaimana tidak, masakan milik Fahmi jauh lebih enak daripada masakannya. Awal mulanya Maira letih melihat cara memasak orang India yang begitu rumit dan banyak sekali proses yang harus dilalui. Wajar saja kalau dapurnya besar. Lama-lama dicoba makanan itu enak sekali rasanya. Terus-terusan dimasak oleh Fahmi ditambah pula ekstra kentang goreng yang merupakan makanan favorit Maira dari kecil. Sedikti demi sedikit dimakan, enak, tambah lagi, begitu saja terus sampai perut Maira yang kemarin-kemarin rata, mulai menggembung. “Ya Allah, sebentar lagi akan ada lipatan lemak di mana-mana.” Putri Ali memandang cermin di kamarnya. Ia naikkan seragam kepolisian dan benar celana yang longgar itu mulai teras sesak. Ia tarik napas baru terlihat ramping lagi seperti dulu, tapi

  • DILEMA DUA HATI    Bersama Zahra

    Bagian 194 Bersama Zahra Maira tiba-tiba memeluk suaminya karena rasa bahagia yang membuncah dalam dadanya. Dulu, jangankan rayuan, membaca doa saja Amran tak pernah ingat. Untung saja tidak ada jejak yang tertinggal dalam diri Maira dulu sehingga tak perlu repot-repot mengurus anak seorang diri. Fahmi terkejut dengan reaki istrinya. Tentu saja reaksi yang menimbulkan aksi. Lelaki itu tek henti-hentinya menyentuh puncak kepala Maira, wanita yang ia cintai sejak masih ingusan.Diam saja Fahmi, hanya sampai di sana lalu tidak ada pergerakan fluktuatif yang menunjukkan grafik peningkatan amat pesat. Maira jadi bertanya-tanya sendiri. Mengapa suaminya jadi berubah lagi, padahal tadi rayuan maut sudah dilontarkan, giliran dia sudah menyerah, malah membeku di musim panas. Payah sekali Fahmi. ‘Apa aku harus memulai terlebih dahulu?’ tanya putri Ali di dalam hatinya. Ia menjauh sejenak dari pelukan Fahmi, tapi tak bisa, lelaki itu masih mendekapnya sangat erat. “Sesak napas aku lama-lama,

  • DILEMA DUA HATI    Gombal

    Bagian 193 Gombal Fahmi menyodorkan minuman dingin untuk istrinya. Satu botol besar, dan habis sekali napas oleh Maira. Tertegun lelaki itu melihat cara makan dan minum Maira. 11 12 dengan Naima, hanya saja putri Ali lebih mudah gendut, karena itu ia menjaga makan. Namun, untuk hari ini tidak ada kata diet. Maira makan semua yang ada di meja. “Kau lapar?” tanya Fahmi daripada tak ada bahan yang dibicarakan. “Tinggal batu saja yang belum aku makan,” jawab Maira, ia merobek bungkusan cokelat dan sekali hap sudah tinggal setengah batang. “Wow,” gumam Fahmi. “Mau aku belikan kentang?” tawarnya. Wajar Maira lapar, jadi pengantin kemarin ia susah buka mulut karena pengaruh kerudung dan riasan. Terus waktu berjalan sampai pagi ia sibuk mengatur lalu lintas dan bertengkar dengan suaminya. Semua kegiatan itu membutuhkan tenaga ekstra. “Dua bungkus,” ujar Maira. Fahmi pun lekas pergi, agak jauh sedikit penjual kentang goreng itu tapi ia datangi saja karena cinta. Setengah jam kemudian tig

  • DILEMA DUA HATI    Terlalu Polos

    Bagian 192 Terlalu Polos Selesai shalat Maghrib, Fahmi tak langsung pulang. Jujur saja dia agak takut dengan istrinya. Termenung lelaki itu di dalam masjid, duduk bersila, kepala ditundukkan, mata terpejam, seolah-olah sedang dzikir panjang, padahal hatinya sedang memikirkan Maira. Untuk kali ini dia memang tak bisa tenang, sekali ini dzikirnya tak fokus. “Kupikir dia kan pemalu seperti gadis-gadis yang ada dalam cerita,” gumam lelaki berdarah India itu perlahan. Malu kalau didengar orang lain. “Apa karena dia sudah janda, jadi pengalamannya lebih banyak, dan tak sabar untuk mengulanginya? Begitukah? Aduh mana aku minus ilmu hal-hal begitu. Apakah aku terlalu polos jadi laki-laki?” Putra Naina menggaruk kepalanya yang tak gatal.“Tak bisa, tak boleh seperti ini. Walau bagaimanapun aku adalah pemimpin. Aku harus jadi yang, aduh, Ya Allah kenapa kepalaku jadi pusing. Aku harus terlihat pemberani dan tegas di matanya. Sudah cukup di kantor dia jadi atasanku jangan sampai di rumah jug

  • DILEMA DUA HATI    Lelaki Yang Gugup

    Bagian 191 Gak ada Judul Khalifah memberikan penghargaan bagi para polisi juga tentara yang jujur dan amanah dalam mengemban tugas. Tentu saja nama Humaira dan lima orang timnya disebutkan. Barisan telah disusun, untuk polisi perempuan sangat sedikit sekali jumlahnya, dan baru dibuka penerimaan besar-besaran setelah berhasil membuang semua pengaruh Ex Gubernur Asad yang telah tewas. Satu demi satu mereka maju menerima penghargaan. Fahmi dan empat polisi yang lain naik pangkat satu tingkat, sedangkan Maira mendapatkan lencana kesetiaan walau pangkat tidak bertambah. Seharusnya semuanya pulang, tapi tidak dengan lima polisi yang pernah dikumpulkan jadi satu oleh Maira itu. Mereka berkumpul mengenang masa-masa indah ketika masih bertugas bersama-sama. Sekarang sudah kembali ke kota masing-masing. Maira melihat mereka dari jauh, walau bagaimanapun dia masih punya perhitungan pada Fahmi juga Musa. Kenapa Musa? Terserah dia, karena ikut-ikutan mengelabuhinya. “Ehm.” Kedatangan Maira me

  • DILEMA DUA HATI    Benang Merah

    Bagian 10 Benang Merah Ali menelan kekecewaan saat ke rumah Fahmi. Ternyata orangnya tidak ada. Ia pun tak berniat masuk ke rumah ketika kepala keluarga itu tidak ada di tempat. Sudahlah lelah, jauh, musim panas lagi. Sang kapten yang seharusnya sudah pensiun itu pun kembali ke kotanya. Menaiki kereta api super cepat. Beruntungnya di musim panas, siang sangat lama daripada malam, walau angin yang bertiup jadi ikut-ikutan panas. Beberapa jam kemudian ia sampai di pemberhentian kotanya, dan bertemu dengan teman lamanya lagi yang sama-sama kecewa—Hamdan.“Kenapa mukamu ditekuk begitu?” tanya Ali yang langsung menghampiri temannya. “Yang dicari tak ada di rumah,” jawab Hamdan. Mereka memang tak selemah orang-orang tua pada umumnya, tetapi kalau disuruh bepergian dan yang dicari tak ada juga, lelah terasa tubuh mereka. “Sama kalau begitu. Sudah lelah pergi ke sana, salahku juga, kenapa tak memberi tahu dulu.” Ali menarik napas panjang. Ia melirik jam tangannya, Dzuhur masih panjang sek

  • DILEMA DUA HATI    Pertandingan Sepak Bola

    Bagian 189 Pertandingan Sepak Bola Pagi-pagi selepas Shubuh Maira sudah siap dengan seragam lengkapnya, minus rompi anti peluru saja, pistol dan HT turut serta ia bawa. Ia ada pekerjaan penting dari pagi sampai sore, makan dan sholat di sana saja. Namun, sebelum pergi ia sempat berpamitan pada Ali yang memandangnya agak berbeda pagi itu. “Ayah pergi menonton sepak bola nanti?” tanya Maira. “Tidak, Ayah sudah cukup tua untuk urusan itu, biar yang muda-muda saja.” “Terus rapi sekali pagi ini, Ayah mau pergi ke mana?” Agak curiga Maira. “Ada urusan penting, demi keluarga ini juga.” Ali menyembunyikan tujuannya hari itu pada putrinya. Jika Maira tahu sedang dicarikan jodoh, bisa-bisa ia mengelak lagi. “Oh, kabari bagaimana hasilnya, ya. Aku pergi dulu.“ Pagi itu Maira menggunakan mobil polisi karena tugas besar yang ia emban. Maira memimpin tim untuk menjaga keamanan pertandingan sepak bola di salah satu stadion olahraga. Putri Ali mengawasi di tempat duduk khusus perempuan, yang

  • DILEMA DUA HATI    Pengorbanan Seorang Ayah

    Bagian 188 Pengorbanan Seorang Ayah. Gu dan tiga putrinya pulang ke kota tempat tinggal mereka menggunakan kereta cepat. Di dalam kendaraan ekpres itu, Maira hanya diam membisu memandang salju yang terus turun dari langit. Salju sebentar lagi akan berhenti, dan Hira kembali sekolah menyelesaikan pendidikannya, lalu Zahra yang masuk pendidian tingkat pertama. Maira sendiri? Tetap bekerja. Kantor tempatnya mengabdi juga mengalami revolusi besar-besaran, imbas dari kasus Gubernur Asad. Jadi sampai musim panas nanti putri Ali akan sangat sibuk. Namun, tak mengapa, dia jadi bisa melupakan Fahmi. “Kau pasti sudah kembali hidup di kota asalmu. Semoga kita tak akan pernah berjumpa lagi,” gumam Maira dalam keheningan. Ibu dan dua adik kandungnya sedang terlelap, jadi polisi wanita itu menjaga mereka dengan baik. Masalah luka hatinya, ia yakin akan membaik dengan sendirinya. Sampai juga empat perempuan beda generasi itu di stasiun. Tadinya Gu ingin menelepon Ali untuk menjemput mereka. Na

  • DILEMA DUA HATI    Selesai

    Bagian 187 Selesai Fahmi dan Maira membuka matanya perlahan-lahan ketika dua ember air dingin disiramkan ke wajah mereka. Dingin di tengah musim salju yang masih turun. Mereka saling melihat diri masing-masing. Tubuh keduanya terikat dan berada di sebuah gedung kosong juga luas. “Maira, Fahmi. Kalian dua parasit pengganggu, gara-gara kalian, saudaraku banyak yang tewas ditembak.” Lelaki itu duduk di depan keduanya. “Ya, kematian sebenarnya terlalu mudah buat kalian, tapi aku yakin di alam kubur juga kalian kena cambuk malaikat,” jawab putri Ali, sedangkan Fahmi berusaha membuka ikatan di tangannya.“Bawa mereka ke dalam mobil. Terlalu banyak bicara, bosan aku mendengarnya.” Perintah suruhan Harun. Lalu dua orang itu diangkat dalam keadaan terikat dan dimasukkan ke dalam mobil. Sebuah alat berat datang dari belakang hendak menghancurkan mobil Maira dan orangnya di dalam sekalian. Para pesuruh Harun sudah bepergian dan tinggal supir alat berat itu saja dan satu orang pengawas.“Ast

DMCA.com Protection Status