DIKIRA MISKIN 44"Wid, tolong Embak." Mbak Ranti makin gemetar ketika Mas Pian sudah dekat dengan kami. Mbak Ranti tidak berlari lagi karena sudah ngos-ngosan dan memilih untuk bersembunyi di belakangku. Pasrah."Ada apa ini, Mbak?" tanyaku beralih pada Mbak Ranti yang meringkuk di belakangku sambil membawa seikat bokcoy yang masih segar."Ini loh, Wid. Aku kan habis metik bokcoy di sawah milikmu, eh, tiba-tiba Mas Pian datang dan neriakin aku maling. Tolong kamu kasih tahu kalau aku memetik milik adik sendiri. Jadi, tidak ada yang namanya maling di sini. Kamu sudah mengikhlaskan kalau hanya bokcoy yang sedikit ini, kan?" ucap Mbak Ranti kini berdiri, tapi masih tetap bersembunyi di belakangku."Oh, Mbak Ranti ini dari sawah dan memetik bokcoy di sawah milikku?" Aku mulai paham dengan apa yang terjadi."Iya, aku panik saat Mas Pian neriakin aku maling bahkan mengejar pakai golok, serem." Mbak Ranti bergidik ngeri."Mas, tolong jangan ikut campur urusan orang ya? Aku mengambil sayura
DIKIRA MISKIN 57"Mana uangnya, katanya kamu mau bayar utang secepatnya. Jangan sampai gara-gara si Ajun kecelakaan menjadikan alasan untuk lari dari dari tanggung jawab," kata pedagang olshop yang menjual produk kecantikan itu."Jeng ini punya otak tidak? Ini rumah sakit, kenapa malah nagih utang?" tanyaku dengan bibir mengerucut, sebal, bukannya dapat amplop malah begini."Enggak, otaknya aku tinggal di rumah," jawabnya santai dengan tangan bersedekap, bahkan ia tidak mendekat ke arah Mas Ajun yang masih terbaring di ranjang."Jeng ke sini mau nagih utang atau mau membesuk suami saya? Amplop mana amplop?" tanyaku dengan tangan menengadah ke arahnya."Amplop apa?" tanyanya dengan nada tinggi dan dahi mengernyit."Ya, amplop berisi uang, situ kan jenguk orang sakit, biasanya orang sakit akan dikasih di bawah bantal, tapi sekarang kasih aja ke aku, tidak usah taruh di bawah bantal," ucapku masih dengan tangan menengadah."Tidak ada amplop di sini. Kamu itu seharusnya ngaca! Seperti apa
DIKIRA MISKIN 58"Apa? Menukar resto dengn sawah? Ya Allah, Mbak kalau punya ide jangan terlalu pintar gitu kenapa?" tanya Yudi."Kamu setuju untuk itu?" tanyaku dengan mata berbinar bahkan sampai keluar bintang-bintang saking senangnya."Wah, kalau begitu juga mau, dong. Sawahku yang sebelah selatan itu juga saat ini sedang terbengkalai gara-gara mengurus si Fia yang enggak bisa jalan, jadi aku harus stand by di rumah terus dan tidak sempat ke sawah selama beberapa hari ini. Aku mau menukar sawahku dengan resto yang sempat aku kunjungi itu. Tempatnya luas dan nyaman, pasti omzet-nya lumayan dari pada sawah yang kupunya sekarang," ucap Mbak Ranti yang entah sejak kapan ia sudah berada di antara kami."Aku mau yang ada di jalan Anggrek itu," ucapku, meski aku sendiri belum pernah masuk ke sana dan hanya pernah lewat depannya saja."Enak saja, yang di jalan Anggrek itu aku. Kamu yang lain saja," ucap Mbak Ranti tidak mau kalah."Aku," "Aku," "Aku," "Kamu, kan Kakak?" ucapku seraya me
DIKIRA MISKIN 59Aku semakin penasaran saat melihat Mas Ajun yang terus tersenyum. Sebenarnya ide apa yang sedang muncul dalam otaknya? Semoga bukan hal konyol."Kalau begitu ayo kita pulang sekarang juga?" ucap Mas Ajun bersemangat."Sekarang?" tanyaku dengan mengernyitkan dahi."Ya, sekarang. Ide cemerlang tidak boleh ditunda, aduh." Mas Ajun meringis kesakitan saat ia bergerak."Kamu, kan baru saja selesai operasi? Pasti belum diijinkan untuk pulang? Aku tanya dokternya dulu, ya?" ucapku seraya memencet bel yang terletak di sebelah kanan tempat tidur Mas Ajun.Tidak berapa lama dokter yang kami tunggu datang setelah bel kami bunyikan. Ternyata ia belum mengizinkan Mas Ajun pulang dan meminta untuk menunggu satu atau dua minggu lagi bahkan bisa lebih tergantung kondisi pasien. Baru bisa pulang."Sebaiknya kamu pulang dulu dan coba cari pembeli," ucap Mas Ajun setelah dokter pergi lagi, ia terlihat kecewa karena tidak diperbolehkan pulang. Namun, apa boleh buat, ini demi kebaikannya
DIKIRA MISKIN 60"Kenapa tidak diangkat, Mas?" tanyaku saat melihat Mas Ajun hanya mendiamkan saja benda yang terus bergetar di atas meja hingga berulang kali. "Bagaimana mau diangkat? Kalau yang menelepon itu Yudi?" ucap Mas Ajun seraya menggaruk kepalanya yang mungkin memang gatal karena jarang keramas. Tidak bisa melakukan sendiri, terpaksa kujadwal keramasnya seminggu sekali."Angkat saja, siapa tahu penting?""Pasti penting buat dia, tapi tidak buat kita. Dia pasti mau menagih utang yang 40 juta karena tahu sawah kita sudah laku." Mas Ajun terlihat gelisah."Angkat saja dan bilang kalau uangnya tidak kita kasih dulu karena mau buat usaha," usulku."Halah, kayak enggak tahu sifat Yudi saja. Dia itu meski saudara, tapi perhitungan banget, mentang-mentang seorang pebisnis." Mas Ajun cemberut."Kita coba saja dulu. Siapa tahu kali ini ia mau memberi kita waktu untuk bayar utang kalau tahu usaha kita akan berhasil," ucapku berusaha mengambil ponsel yang terus berdering itu."Jangan d
DIKIRA MISKIN 61Geram rasanya melihat foto itu. Di sana terlihat dengan jelas Mas Wahyu tengah berhadapan dengan seorang wanita. Mereka terlihat sangat bahagia, tampak dari wajahnya yang tersenyum lebar.Dasar lelaki, istri di rumah mengurus anak, capek, dianya malah asyik berduaan dengan wanita lain. Awas saja kalau pulang, aku akan membuat perhitungan. Akan kuulek sampai lumat.Aku sudah tidak sabar rasanya menunggu kakak iparku itu pulang. Tidak berapa lama, terdengar deru sepeda motor berhenti di depan rumah. Itu pasti lelaki tidak tahu diri itu. Dengan amarah yamg menguasai dada, aku membuka pintu dan melihat keluar. Sesuai dugaanku, Mas Wahyu pulang, namun tidak sendiri melainkan dengan seorang wanita yang tadi kulihat ada di dalam foto. Oh my God, dia bahkan berani membawa pulang wanita tidak tahu diri itu. Ternyata benar kalau pelakor sudah merajalela, bahkan berani mendatangi rumah istri sah. Tanganku mengepal, gigi gemeletuk, segera kusisingkan lengan baju untuk menghadap
DIKIRA MISKIN 62Melihat Mbak Ranti bangun dan berteriak, refleks tangan Mas Wahyu melepaskan pegangannya sehingga aku pun terjatuh. Aduh, tega sekali dia menjatuhkan bidadari cantik yang turun dari kayangan ini."Dia yang menggodaku, Ma," ucap Mas Wahyu tanpa mau membantuku untuk bangun.Aku meringis kesakitan, karena Mas Wahyu mendorongku cukup keras sehingga pantat ini membentur lantai yang keras, semoga saja tidak lecet."Adik enggak tahu diri, bisa-bisamya menggoda suamiku, mentang-mentang suami sendiri tidak punya kaki." Mbak Ranti mendorong tubuhku sehingga aku jatuh untuk yang kedua kali."Aduh, sakit, Mbak," ucapku kembali meringis kesakitan."Sakit mana dengan hati ini yang dikhianati oleh adik sendiri." Mbak Ranti semakin membabi buta, ia kembali menarik dan menjambak rambutku. Aku tidak terima dan balik menjambak rambutnya. Adegan jambak menjambak tidak terelakkan lagi."Cukup! Kenapa kalain malah bersikap seperti anak kecil gini?" Mas Wahyu melerai kami.Mbak Ranti kembal
DIKIRA MISKIN 51Dengan lincah tangan ini membalas pesan dari Mas Wahyu. Bibir ini senyum-senyum sendiri saat membaca pesan dari kakak iparku itu. Padahal ia cuma bilang minta maaf karena tidak membantuku saat aku terjatuh tadi.Aku maklum, ia pasti tidak ingin Mbak Ranti salah paham dan membuatnya semakin marah. Hm, apa mungkin Mas Wahyu adalah salah satu anggota Ikatan Suami Takut Istri? Yang berbuat manis di depan istri, namun berubah jika berada di luar pengawasan? Aku tidak peduli. "Sayang, makanannya mana?" teriak Mas Ajun dari luar ruangan dapur.Aku menghela napas perlahan, ganggu saja. Dengan kesal, aku meletakkan ponsel dan berniat melanjutkan menggoreng telur yang sempat tertunda.Alangkah terkejutnya aku, saat mendapati teflon yang ada di atas kompor sudah mengepulkan asap. "Uhuk, uhuk, uhuk." Dengan tangan gemetar, aku mematikan kompor, terlambat satu detik saja bisa meledak. Ruangan dapur kini sudah dipenuhi asap yang mengepul. Aduh, gara-gara berbalas pesan dengan Ma