Share

Bab 15

last update Last Updated: 2024-09-23 23:14:19

“Baru keluar rumah sakit, guys! Saudara-saudaraku gak ada yang peduli sama keadaanku. Dipinjam uang buat bayar rumah sakit aja mereka ogah, di mana coba hati nuraninya mereka? Katanya orang kaya, sama saudara sendiri sulit. Untung saja ada ayang yang baik dan perhatian. Makasih Mas Alam!”

Itu kata-kata yang tertulis di status Facebook-nya Sania. Hmm ... gini amat punya saudara sambung, sekarang malah playing victim.

Di sana terlihat beberapa komentar dari teman-temannya Sania.

“Spill orangnya, dong!”

“Jahat banget, ya!”

“Orang kaya, mah, suka gitu!”

“Sabar, San!”

Aku melirik sekilas Bang Yuda, “Bang menurut Abang ini gimana? Dan apa yang harus kita lakukan?”

“Benar-benar keterlaluan, dia telah menebar fitnah di media sosial. Biarkan saja, Sayang. Nanti juga orang-orang akan tahu bagaimana kebenarannya. Abang akan pastikan itu,” jelasnya sembari masih melihat status Sania.

“Mau sampai kapan mereka terus berulah? Aneh banget, mereka itu munafik tahu gak, sih? Uang kita mereka harap
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • DIKIRA MENANTU MISKIN    Bab 16

    Bang Yuda segera siap-siap untuk memasak. Ia turun dengan niatnya yang begitu mantap. Oke aku akan lihat nanti, apakah masakannya memang enak atau tidak enak? “Bang? Masak apa?” tanyaku sedikit mengagetkannya. “Abang masak rendang daging sapi, yang gampang-gampang aja, lah. Kan belum tentu enak di lidah kamu juga?” ucapnya sembari fokus dengan daging yang sedang ia potong-potong.“Bakalan lama, dong kalau masak rendang?” tanyaku.“Daging sapinya sudah direbus dahulu. Apakah kamu tidak lihat warnanya?” “Kalau begitu curang, dong!”“Siapa yang curang, Sayang? Memangnya ini perlombaan masak? Nanti, kan, yang dinilai sama kamu enak apa tidaknya?”“Terus itu yang rebus dagingnya siapa? Si Mbak, ya?” tanyaku.“Abang, dong!” ucapnya penuh percaya diri.“Lah, kapan? Abang, kan seharian kerja. Terus tadi juga seharian sama Hanza?” tanyaku.“Abang merebus dagingnya di saat ... orang-orang tidur, haha!” celetuknya. “Jadi ... Abang sudah niat banget, nih?”“Ya iya dong, Sayang. Demi masakin i

    Last Updated : 2024-10-04
  • DIKIRA MENANTU MISKIN    Bab 17

    “Yang pasti Abang akan berpura-pura lagi. Abang pura-pura acuh dengan kejadian ini, Sayang,” ucapnya. “Loh, kenapa begitu, Bang?” tanyaku penasaran. “Nanti ketika waktunya sudah benar-benar pas, Abang akan masukkan dia ke penjara. Hal itu mudah sekali.” Aku hanya mengangguk, tak tahu pasti apa yang akan suamiku itu lakukan. Keesokan harinya, kami seperti biasa melakukan aktivitas. Bang Yuda kembali lagi bekerja ke kantor. Sedangkan aku, menunggunya di rumah. “Sayang, kalau ada apa-apa hubungi Abang, ya. Abang berangkat dulu!” “Iya, Bang. Hati-hati di jalan,” ucapku seraya mencium tangannya. “Siap, Sayang.” Bang Yuda pun, membalas dengan mencium keningku. Setelah mengantarnya menuju gerbang, aku kembali lagi masuk ke rumah. Namun, saat melihat tanaman-tanaman indah ini rasanya aku ingin menyiraminya. Kubuka kran air yang terhubung dengan selang panjang. Lalu kusirami, pohon-pohon akasia, dan tanaman bunga lainnya. Asri sekali. “Nyonya! Biar saya saja yang menyirami!” Mb

    Last Updated : 2024-10-04
  • DIKIRA MENANTU MISKIN    Bab 18

    “Bang, hari ini Ibu nyuruh ke rumah. Kira-kira, berangkat apa enggak?” “Kita berangkat, gak papa hari ini Abang tidak ke kantor dulu. Kamu mengerti, kan?” “Ngerti banget, dong, Bang. Semoga saja kita menemukan topeng itu di rumah Ibu,” ujarku. Bang Yuda mengangguk, kecurigaan kami memang tertuju pada Bang Andi. Melihat ciri-ciri tubuhnya yang sudah tidak asing lagi saat terekam CCTV. Secara, Bang Andi juga baru-baru ini diturunkan jadi OB. Bisa jadi dia marah sama dendam. Harusnya Bang Yuda kali, yang dendam. Eh ini bukannya sadar malah kebalikannya. Pagi hari ini, kami berangkat ke rumah Ibu setelah Bang Yuda menelepon tukang CCTV yakni masih teman dekatnya yang ia percaya. Sehingga tidak perlu ditunggu saat memasangnya. Letaknya sudah ia beritahu pada pelayan rumah. “Kok, pikiran kita bisa sama, ya , Bang?” “Entah, Sayang. Abang yakin banget kalau dia pelakunya,” balasnya. Hanya butuh satu jam untuk sampai di rumah Ibu. Aku dan Bang Yuda beriringan melangkah ke rumah yang p

    Last Updated : 2024-10-04
  • DIKIRA MENANTU MISKIN    Bab 19

    POV AUTHORBu Ayu begitu gemas sekali pada tetangganya itu. Ia buru-buru mengambil sapu lidi yang ada di teras rumahnya untuk dilemparkan pada Bu Dedeh. Namun, Bu Dedeh sudah secepatnya pergi ke dalam rumahnya. Bu Ayu juga begitu gelisah setelah wanita seumurannya datang dan mengancam kehidupan Sania. “Yuda, Hanza. Tolongin Ibu, kalau nanti ada apa-apa sama Sania, ya? Kalian, kan, banyak uang. Kalian bisa lakukan apa saja, kan?” ucap Bu Ayu, panik. “Maaf, Bu. Kami tidak mau ikut campur urusan kalian. Biarkan saja, Sania menyelesaikan dengan tangannya sendiri. Itu, kan, ulahnya sendiri?” tutur Hanza. “Ih, kalian ini, ya! Jadi saudara gak ada baik-baiknya!”“Oh, iya. Kami mau pamit dulu ya, Bu. Banyak urusan di rumah,” pamit Hanza tanpa memedulikan ucapan ibu sambungnya itu. Mereka berdua, Yuda dan Hanza akhirnya meninggalkan Bu Ayu sendirian. Membawa bukti topeng yang dipakai dengan Andi sewaktu memecahkan kaca rumahnya. Yuda menyamakan topeng berwarna hitam corak putih itu denga

    Last Updated : 2024-10-04
  • DIKIRA MENANTU MISKIN    Bab 20

    “Sayang, mau minum?” “Boleh, Bang. Tenggorokanku rasanya kering sekali,” ucap Hanza sembari mengambil gelas berisi air putih yang disodorkan oleh Yuda.“Oh, iya. Kamu mau resepsi di gedung yang mana, Sayang?” “Gedung? Tidak di rumah saja, Bang?” Yuda tersenyum sekilas. “Di gedung, Sayang. Nih, kamu lihat-lihat dulu gambarnya.”Wanita bermata bulat itu mengambil ponsel milik suaminya, lalu menggeser-geser layar pipih itu dengan serius. Sesekali memperbesar gambar-gambar gedung mewah tersebut yang berada di Jakarta. “Abang saja yang pilih. Hanza tidak tahu, Bang. Semuanya juga bagus,” ujarnya sembari meletakkan ponsel Yuda.“Ya sudah, kalau begitu Abang akan pilih gedung termewah di sini.” “Pasti mahal, ya?” “Jangan pikirkan itu, Abang tidak akan memakai uang belanja kamu, kok, Sayang.” Yuda mencubit pipi Hanza gemas. “Bukan begitu-““Sayang uangnya, Bang. Pasti akan bicara seperti itu?” potong Yuda cepat sembari meledek Hanza.“Ih, Abang mah. Iya, lah. Sayang uangnya tahu!”“Gak

    Last Updated : 2024-10-04
  • DIKIRA MENANTU MISKIN    Bab 21

    "Pokoknya Ibu harus minta lagi sama Mbak Hanza, Bu," ujar Sania."Iya, tenang. Nanti Ibu minta lagi, San. Eh iya, kamu mana sumbangannya, Nit?" "Aku cuma ada lima juta. Gak papa, kan, Bu?""Yah, kok cuma segitu, sih. Terus nanti gimana kalau tidak cukup uangnya? Secara gedung yang disewa itu mahal banget?" protes Ayu."Lah, kan, si Sania juga punya simpanan, Bu. Uangku habis untuk kebutuhan sehari-hari kita, loh!" ucap Nita.Ayu benar-benar kebingungan, dari mana ia akan mendapatkan lagi uang. Harga sewa gedung saja seratus juta. Sementara uang baru terkumpul lima belas juta lima ratus rupiah. Mau turunin ke gedung yang lebih rendah gengsinya selangit. "Resepsi di rumah saja, lah, Bu. Gratis!" celetuk Nita."Ih, ogah, ya! Mau ditempatkan di mana nanti harga diriku, Mbak. Memangnya Mbak, nikahnya pasang tenda di depan rumah," ejek Sania."Lah daripada kamu bikin pusing orang lain!" timpal Nita."Eh, sudah-sudah jangan ribut kalian! Sania itu anak bungsu, jadi wajar harus mewah dari k

    Last Updated : 2024-10-17
  • DIKIRA MENANTU MISKIN    Bab 22

    “Heh, ngapain, lu liatin gua terus?” bentak Andi pada seorang cleaning service, pekerja baru.“Enggak, Bang. Sorry!” balasnya sembari pergi keluar meninggalkan Andi.“Baru jadi anak baru saja belagu, lu!” teriak Andi. Pria itu berhenti melangkah. Selanjutnya membalikkan badan lalu menatap Andi dengan tatapan sinis. “Apa, lu? Sudah sana keluar!” ketus Andi. Tidak ada yang tahu, pria baru itu hanyalah menyamar sebagai OB di kantor. Sesuai perintah Yuda, tugas sebenarnya adalah memata-matai gerak-gerik Andi. Pria itu lalu mengetikkan sebuah pesan untuk dikirim pada Yuda. (Dia merencanakan sesuatu, Yud. Katanya akan membuat kekacauan di kantor kamu) (Oke. Cari tahu apa yang akan dia lakukan, Bay)(Siap, Yud. Itu hal yang sangat gampang) Sudah satu bulan berlalu Andi bekerja sebagai OB. Dia begitu ketar-ketir saat melihat kalender. Orang lain senang gajian, ia malah ketakutan. Takut orang-orang mempertahankan gajinya yang turun drastis. Apalagi, Andi merupakan tipe suami takut istri.

    Last Updated : 2024-10-17
  • DIKIRA MENANTU MISKIN    Bab 23

    “Sania? Mau, kan ke rumah sakit?” tanya Alam lagi. “Enggak deh, Mas. Ini juga sudah mendingan kok. Benar gak papa.” Sania berbohong, ia hanya berpura-pura dan menahan rasa mualnya. “Ya sudah, kalau kamu memang sudah baikan. Kita langsung saja ke rumah.” Alam melajukan mobilnya sedikit cepat, agar Sania bisa cepat istirahat di rumahnya. Sekitar sepuluh menit, mereka sudah sampai di rumah. Alam begitu perhatian pada Sania, ia menggendongnya menuju kamar. “Istirahat ya, Sayang. Jangan capek-capek. Sebentar lagi kita akan menikah,” ujar Alam.“Terima kasih, Mas. Kalau boleh tahu sampai kapan pernikahan kita ditunda?” tanya Sania.“Sekitar dua sampai tiga harian, Sayang. Tidak lama, kok. Mas harap, kamu mengerti, ya?” “Baik, Mas. Aku gak mau lama-lama. Aku pengen Mas secepatnya nikahi aku,” rengek Sania. “Iya-iya. Kamu cepat sembuh, ya. Mas langsung pamit saja,” ucapnya, “Bu, Mbak Nita. Saya mau langsung pulang, ya. Kasihan Ibu tidak ada temannya.”“Iya, Nak Alam. Terima kasih sudah

    Last Updated : 2024-10-17

Latest chapter

  • DIKIRA MENANTU MISKIN    Bab 35

    “Selamat, Pak. Anak Bapak perempuan. Wajahnya cantik sekali, sehat, tidak ada kurang satu apa pun,” ujar Dokter. Hari ini adalah hari yang ditunggu-tunggu kedua pasangan Yuda dan Hanza. Setelah lamanya menanti selama sembilan bulan, akhirnya Hanza melahirkan seorang anak perempuan. Keluarga besar mereka ikut menemani persalinannya. Tak ada yang tak meneteskan air mata, semua terharu karena dapat menggendong cucu pertama mereka. Kehadirannya disambut begitu bahagia.“Alhamdulillah. Nak gadis. Kamu cantik sekali, Nak. Hidungmu mirip papamu dan wajahmu mirip ibumu. Jadi anak yang shalihah ya, Nak,” tutur Meli sembari menggendong dengan hati-hati bayi mungil itu. “Terima kasih, Dokter. Telah membantu proses persalinan istri saya.”“Sama-sama. Ini semua berkat do’a kalian dan pastinya ada campur tangan Allah yang melancarkan segalanya.” Dua hari kemudian, Hanza sudah berada di rumahnya. Setelah proses melahirkan di rumah sakit. “Ya Allah, gemes banget, Nyonya kecil ini,” Mbak Nani men

  • DIKIRA MENANTU MISKIN    Bab 34

    Sepanjang perjalanan, Bu Ayu terus saja menepuk-nepuk pelan Sania agar ia tersadar dari pingsannya. Keluarga mereka begitu kacau. Sementara Nita, ia hanya menatap kosong, memikirkan Andi yang dipenjara.“Apa mau ke rumah sakit, Bu?” tanya sopir taksi. Ia melihat iba pada Sania.“Tidak usah, Pak. Kita pulang saja ke alamat tujuan,” ketus Bu Ayu.“Nita! Kamu malah bengong aja dari tadi! Bantu kek, biar Sania cepat sadar!” bentak Ayu membuat Nita terkesiap dari lamunannya.“Ya udah, sih! Nanti juga sadar sendiri!” timpal Nita kesal.“Kamu ini! Sama adik sendiri gak ada tolongnya!” “Ibu tuh! Yang pilih kasih! Si Sania itu udah kurang ajar sama aku sebagai kakaknya tahu gak, Bu? Tapi Ibu selalu saja belain dia walaupun dia salah! Selama ini aku berbaik hati pada dia karena dia adikku! Tapi, kalau ingat kelakuannya sama aku yang suka ngatain gak sopan kalau gak dikasih uang, rasanya aku akan berhenti peduli saja sama dia! Ibu aja yang urus sendiri!” Nita begitu marah. Tak peduli ada sopir

  • DIKIRA MENANTU MISKIN    Bab 33

    “Semoga, kalian selalu bahagia ya, Nak. Tinggalkan yang membuat kalian tak nyaman.” Ghazi berujar.“Iya, Pa. Mulai hari ini, aku tidak akan membiarkan Hanza dekat dengan mereka. Mereka bukan darah daging Hanza, juga tak pernah mempunyai hutang Budi,” balas Yuda. Sementara Hanza tidak berkomentar apa pun. Sepanjang perjalanan pulang, ia hanya menatap jalanan dengan lalu lalang kendaraan. Yuda dan Ghazi mengerti perasaannya, membiarkan Hanza dengan pikirannya sendiri. “Oh iya, Pa, mau menginap di rumah kami saja?”“Tidak perlu, Nak. Papa banyak pekerjaan juga di kantor.”“Papa tidak perlu bekerja lagi, biar semuanya aku yang handle, Pa.”“Selama badan Papa masih kuat dan sehat, Papa tidak mau mengandalkan hasil keringat anak Papa. Papa masih bisa mencari nafkah, Nak. Papa ingin menambah tabungan Papa untuk hari nanti saat Papa tak mampu untuk bekerja lagi.” Ucapan Ghazi membuat kedua pasangan itu tersentuh. Rasa kagumnya pada orang tuanya begitu dalam. Ghazi memang orang tua yang pa

  • DIKIRA MENANTU MISKIN    Bab 32

    Hari ini adalah hari pernikahan Sania. Semua orang di rumah Bu Ayu, tampak sibuk dengan acara tersebut. Mereka bersiap-siap menunggu jemputan mobil yang akan membawanya ke gedung pernikahan. Sementara di rumah Alamsyah. Wanita paruh baya bersetelan rapi mengetuk pintu beberapa kali. Setelah pintu terbuka, wanita itu tersenyum begitu puas. “Maaf, ada yang bisa dibantu, Bu?” tanya seorang pembantu.“Saya mau bertemu dengan tuan rumah ini. Ini penting, tolong sampaikan,” ucapnya. Pembantu mengangguk, lalu ia melangkah menuju ruang keluarga. Di mana ada Alamsyah dan ibunya yang juga sedang bersiap. “Permisi, Bu. Pak, ada tamu di luar,” ucapnya.“Suruh ke dalam saja, Bi. Nanti aku ke sana,” ucap Alam. “Baik, Pak.” Pembantu itu segera kembali ke luar mempersilakan masuk tamu wanita itu. Bi Ina, segera menyuguhkan air dan camilan di atas meja. Lalu ia kembali dengan pekerjaannya. Alamsyah dan Bu Sri, menghampiri wanita yang kini sedang menunggu di ruang tamu.“Maaf, Bu. Ada keperluan

  • DIKIRA MENANTU MISKIN    Bab 31

    “Bang Andi. Besok akan dijemput polisi atas kasus yang telah ia perbuat.” “Syukurlah. Dia memang harus dapat pelajaran. Agar cepat sadar,” timpalku. Kini kami telah sampai di rumah. Para pelayan sepertinya sedang istirahat. Memang aku yang meliburkan mereka untuk hari ini. Begitu memasuki rumah, banyak sekali kado yang berjajar di ruang tamu. “Bang, dari siapa ini? Kok banyak sekali?”Bang Yuda tampak melihat satu persatu kado yang berbagai macam ukuran itu. “Dari karyawan kantor, Sayang. Mungkin mereka sengaja mengantarnya langsung ke rumah. Ada-ada saja mereka.”“Berterima kasihlah, Bang pada mereka,” ucapku. “Iya, Abang foto dulu. Habis itu kita kirim ke grup wa. Kita ucapkan terima kasih pada mereka semua.” Bang Yuda mengambil ponselnya lalu memotret kado-kado. “Ya sudah, Bang. Kita istirahat dulu. Rasanya lelah sekali, walaupun cuman duduk di kursi pelaminan,” ajakku. Kami berdua menaiki anak tangga menuju kamar. Kuhempaskan tubuhku di atas kasur lalu kunyalakan AC. Lelahn

  • DIKIRA MENANTU MISKIN    Bab 30

    Jujur, hari ini seluruh kebencian dan kekecewaanku pada Ibu lenyap begitu saja. Aku hanya ingin melepas rindu dengan Ibu setelah berapa lamanya kita tak bertemu. Ibu sudah meminta maaf padaku. Aku ikhlas memaafkannya. Aku mengangguk, lalu kembali memeluk erat wanita yang telah melahirkanku. Kini kami menjadi pusat perhatian banyak orang. Bang Yuda, dan Papa mertua begitu terkejut juga. Pak Sony juga tampaknya mengeluarkan air mata haru. “Ya sudah, Nak. Ini Papa sambungmu. Pak Sony namanya.”“Iya, Bu.” Aku mengecup takzim tangan Pak Sony yang kini menjadi Papa sambung. “Nak, kami turun dulu, ya? Kasihan orang lain mengantri,” ucap Ibu. “Iya, silakan, Pak, Bu. Selamat menikmati hidangan di sini,” balasku masih dengan suara bergetar.Mereka berdua turun dari pelaminan. Suasana kembali lagi seperti semula, aku lihat ibu sambungku terus saja memperhatikanku lalu mereka terlihat berbisik-bisik. Entahlah, mungkin mereka juga kaget ternyata Ibu kandungku masih hidup. “Sungguh, Abang masi

  • DIKIRA MENANTU MISKIN    Bab 29

    ***Hari-hari yang ditunggu itu kini telah datang. Pagi ini, aku sudah didandani begitu cantik oleh seorang MUA. Aku begitu pangling melihat diriku dalam pantulan cermin besar. Gaun putih elegan ini dan hijab yang senada tak lupa juga disematkan mahkota di atasnya membuat aku tak kenal dengan diriku sendiri. “Mbak, jago banget riasannya,” seruku.“Bagaimana, Bu Hanza? Suka?”“Suka banget, Mbak. Terima kasih, ya.” “Lihat, Pa. Menantu Papa ini, cantik sekali,” ujar Bang Yuda membuat aku tersenyum malu.“Anak Papa benar-benar lihai dalam memilih pasangan hidup.” Papa memuji Bang Yuda sembari menepuk pundaknya pelan.“Sebagaimana Papa memilih Mami dulu, kan?” “Benar sekali.”Kedua lelaki itu tertawa renyah, aku dan tim MUA pun, ikut tertawa mendengar percakapan mereka itu. “Ya sudah, Papa mau keluar dulu, ya? Teman-teman Papa sepertinya sudah ada yang datang,” pamit Papa. “Siap, Pa.” Aku memandangi kekasih halalku dengan tatapan penuh kekaguman. Hari ini, Bang Yuda begitu tampan se

  • DIKIRA MENANTU MISKIN    Bab 28

    “Mbak, semua makanan sudah siap?” tanyaku pada Mbak Nani.“Sudah, Nya. Ini aku mau menaruhnya di meja makan dan ruang tamu,” ucap Mbak Nani.“Kok, Mbok gak tahu, kalau Sinta ada yang mau lamar, Nya? Tahu tadi subuh dari Nani,” ucap Mbok Rusli.Mbok Rusli sudah tidur malam itu, jadi dia tidak tahu dengan kejadian semalam. “Gak papa, Mbok. Yang penting sekarang Mbok sudah tahu,” jawabku.“Iya, Mbok malah tidur lebih awal jadinya gak tahu, Nya. Ya sudah, Mbok mau lanjutkan pekerjaan, Nya.” Wanita paruh baya itu begitu cekatan kerjanya meskipun usianya tak muda lagi. Sementara aku mengecek ke kamar Mbak Sinta. Aku memberikan baju baru untuknya agar dipakai di hari penyambutan keluarga Andri. Mbak Sinta tampak cantik sekali, dia memakai make up tipis natural. Meskipun begitu auranya begitu beda hari ini. Gamis berwarna merah marun senada dengan kerudungnya membuat wanita bertubuh sintal itu anggun sekali. “Nyonya, aku bingung, nanti harus bagaimana?” “Jika dia baik, lebih baik terima

  • DIKIRA MENANTU MISKIN    Bab 27

    Hanza PovMalam ini kami berdua makan malam di kamar kami. Aku merasa geram sekali setelah mendengar kabar kalau Bang Andi hendak membakar kantor milik suamiku. Manusia macam apa dia, tak pernah sekali pun, bersyukur. Aku juga begitu penasaran, siapa malam-malam bertamu kemari untuk menemui Bang Yuda. Makan malam segera kami selesaikan. Karena penasaran, aku ikut ke bawah sembari membawa piring bekas kami makan. “Bang, siapa itu?” bisikku pada Bang Yuda, saat kami menuruni anak tangga.“Abang juga tidak tahu, Sayang. Kita samperin saja,” balas Yuda. Kami telah sampai di lantai bawah. Bang Yuda terlihat heran, siapa lelaki asing ini. Sementara, aku menyimpan piring kotor ke dapur. Lalu aku juga ikut duduk bersama suamiku.“Maaf, Anda siapa? Dan ada perlu apa datang kemari?” tanya Bang Yuda.Pria berhodie biru itu tampak gugup, lalu sedikit berdehem. Mungkin untuk menghilangkan kegugupannya.“Sebenarnya saya ke sini untuk meminta maaf, Pak,” ucapnya membuat kami berdua semakin kebin

DMCA.com Protection Status