KUKIRA CALON MANTU TERNYATA SIMPANAN SUAMIKU.
** Entahlah, dari mana asal mula kehancuran dan badai besar yang menimpa keluarga kami, semua baik-baik saja sampai rutinitas Mas Hengki berubah. Pertemuan mingguan, agenda main golf dengan para atasan, bertemu teman dan rapat klien berujung pada kerepotan yang akan menular ke semua anggota keluarga. Sebagai istri yang selalu memegang prinsip dan yakin pada keimananku sendiri, aku juga percaya bahwa suamiku memelihara kepercayaan dan cinta kami. Aku yakin sehari-hari dia hanya mencari nafkah lalu kembali pada keluarga dan anak-anaknya. Aku tidak pernah percaya gosip dan isu, tidak pernah juga ikut menimbrung dalam percakapan ibu ibu arisan tentang dan kabar yang beredar perihal suami-suami kami yang mulai mencari hiburan di luar sana. Figur suamiku adalah dia yang membangun citra dirinya sebagai pria yang berwibawa, taat agama dan tidak neko neko. Prinsip yang selalu membuatku bangga bersamanya adalah kejujuran dan bagaimana dia memegang kepercayaan orang lain. Dia bilang, "Selama kau percaya padaku dan keimananku maka semuanya akan baik-baik saja. Yang paling penting bagiku adalah keyakinan istriku, jika aku kehilangan kepercayaanmu maka hidupku hancur." Ya, ucapannya adalah acuan hidupku, bertahun-tahun aku hidup dengan kepercayaan itu, dengan segala keyakinan dan kebanggaan bahwa suamiku setia. Tak tahunya, di belakang sana, selagi aku yakin dengan cintanya orang-orang ramai menertawaiku. Menertawai betapa aku sangat naif dan bodoh. Dalam suatu hari badai itu datang ke rumah kami, datang dalam bentuk wanita cantik yang masih muda, dia mirip selebgram yang ramai dipuji karena kecantikan dan perawatan dirinya. Rambutnya tergerai panjang dan berkilau, kulitnya putih bersih bak gambaran bidadari dalam buku-buku ahli surga. Dia mengucapkan salam dan tersenyum lebar, ucapannya seperti denting mutiara yang berhamburan ke lantai. Dia terdengar lembut, mendayu dan sopan. "Assalamualaikum." "Walaikum salam, siapa yaa." Aku senang begitu melihat wanita cantik berdiri di depan pintu rumah. Tiba-tiba perasaan ini membuncah dipenuhi oleh perasaan bangga, kan aku pikir dia adalah kekasih putraku. Putra yang selama ini pendiam dan pemalu tiba-tiba punya kekasih yang amat sangat cantik. Tapi dugaanku salah! "Kamu siapa?" "Cantika lestari." "Kamu temannya Nathan?" Aku hanya menyebut nama putraku yang kini duduk di semester 3. Dia punya adik namanya Betari. "Enggak Mba, saya bukan anak kuliahan. Saya sudah bekerja di antor di bilangan Diponegoro." Tempat yang disebutkannya adalah deretan kantor-kantor dan gedung pencakar langit, pusat bisnis dan tempat yang selalu digambarkan sebagai tempat orang-orang yang bergaji besar dan kaya. Dilihat dari atas ke bawah, ia benar-benar sempurna, pakaiannya kaftan berwarna pink dengan detail tulle dan tali di pinggang. Di tangannya dia menjinjing tas merk Bottega. Masya Allah, Aku yakin dia juga anak orang kaya dengan perawatan badan yang tidak murah. "Lalu apa keperluan Cantika, sepertinya kamu panggil saya tante saja, karena umur kita sangat jauh berbeda," ucapku pada gadis muda itu dengan senyum dan gestur badan yang masih kuusahakan untuk tetap ramah dan tidak curiga sama sekali. "Engga Mba, saya panggil Mbak saja agar lebih akrab." "Baiklah, kamu ada perlu apa?" "Saya mencari Mas Hengki." "Mas?" Aku terkejut dan tiba-tiba pikiranku blank, aku mengambang antara bingung kenapa seorang gadis muda yang sepertinya seumuran putriku Betari, tiba-tiba memanggil suamiku dengan sebutan 'mas. "Iya, saya mencari Mas Hengki." Wanita yang kupikir tadinya adalah calon menantu tiba-tiba memanggil suamiku dengan sebutan seakrab itu, aku jadi deg degan dan sedikit gemetar. Ada sedikit rasa tak nyaman dan sensasi tak tenang di telapak tanganku, aku juga merasa panas dingin, ketar ketir entah kenapa. Seperti sebuah firasat buruk. "Ada keperluan apa, Dik Cantika?" "Dia telah mengabaikanku, dia mengambil manfaat dariku lalu mencampakan diri ini begitu saja!" Deg! Jantungku seakan dipaksa berhenti lalu mendadak aktif tiba-tiba butuh. "Mengambil manfaat apa Dik?" Sampai detik itu aku masih berusaha berpikiran positif, kupikir mas Hengky telah menipu uang Gadis itu atau menyuruhnya bekerja tanpa membayarnya. Aku berusaha berpikir dengan jernih dan tidak segera mengarahkan akalku ke hal-hal buruk. "Manfaat apa lagi, Mbak. Apa Mbak nggak ngerti?" "Ga dik." "Mba, entah harus mulai dari mana tapi hubungan kami sudah berkembang jauh dan sulit dihentikan." "Hubungan?" "Iya. Mbak pikir Mas Hengki tiap sore bertemu dengan kliennya atau selalu rapat sepanjang Minggu? Enggak Mba! Dia sama aku!" Aku belum pernah mendengar petir yang begitu menggelegar di sekitarku, tapi kabar yang datang kali ini seperti dentuman guntur, seperti puncak batu yang berguguran dan tepat di atas kepalaku, seperti anak panah yang menancap ke jantung, ada badai yang tiba-tiba mendesing di telinga dan membuatku goyah seketika. Aku mau pingsan andai tidak segera mengucapkan istighfar dan mengusap dadaku. "Dia sama kamu ngapain?" Wanita itu tiba-tiba turun dari posisi duduknya dan bersujud di lututku, dia minta maaf dan mulai berurai air mata. "Apalagi yang bisa aku gambarkan mba? Menjanjikan pernikahan dan memperlakukan diri ini seperti istri. Aku minta maaf atas kelancangan dan kejujuranku ini tapi aku benar-benar terpaksa." "Lalu apa yang kau harapkan?" Wanita itu terdiam, matanya yang indah menatap mataku lalu ia segera mengusap lelehan bening yang ada di pipinya. "Karena lelaki itu telah meyakinkan dan membangun kepercayaanku, dia menjanjikan pernikahan, jadi dia harus menepatinya!" Secara tiba-tiba suamiku pulang, dan bertemulah kami bertiga di ruang tamu. Jangan tanya saat ekspresi Mas Hengky tiba-tiba berubah, dia menatapku dan Cantika secara bergantian lalu lelaki itu seperti kesusahan menelan ludahnya sendiri.DIA TAK TERIMA DITINGGALKAN. ** Aku yang masih kaget dan gemetar terkejut dengan kedatangan Mas Hengky, begitu pula dengan gadis bernama Cantika, gadis dengan rambut tergerai dan baju panjangnya yang elegan. Untuk beberapa detik suamiku membeku, sepertinya dia tidak pernah membayangkan hal ini akan terjadi di rumah kami. "Mas akhirnya aku temuin kamu juga di sini!" Cantika langsung berdiri dan mendekat ke arah Mas Hengki. Wanita itu menghapus air matanya dan berusaha menyunggingkan senyum yang manis.Hal berbeda malah terjadi, dia yang didekati langsung bersurut, seakan menjaga jarak dan pura-pura tidak kenal, Mas Hengky memasang wajah begitu dingin kepada Cantika. "Apa yang kamu lakukan di sini?""Aku ga punya pilihan lain, Mas. Kamu sulit dihubungi." Wanita itu memelas dan seakan sedikit takut dengan Mas Hengky."Ayo pergi dari sini!" Tiba-tiba Mas Hengky menarik siku wanita itu, lelakiku menyeretnya menuju ke gerbang rumah dan hendak mengusirnya. Tapi wanita berkaftan warna pi
"Mi, Siapa tadi yang kedengaran nangis?" Betari yang baru saja bangun turun dari kamarnya dan mendekati diri ini yang masih duduk di ruang makan. Kaget yang melanda hati membuatku tidak fokus dan lupa apa yang harus kukerjakan, biasanya rutinitasku di pagi hari cukup padat, mulai dari membersihkan rumah menyiapkan makanan dan menyiram tanaman. Tapi di sinilah aku sekarang, duduk menyendiri dan mencoba menata hatiku yang terus berdebar. Menanggapi kenyataan bahwa tiba-tiba seorang wanita cantik mencari suamiku dan mengaku sebagai kekasihnya, aku tak serta-merta menangis dan histeris, aku butuh penjelasan lebih logis dan konfirmasi ulang, apakah benar suamiku memang punya hubungan ataukah wanita itu hanya datang dan mengaku-ngaku demi merusak hubungan kami. Tapi, Jika dia memang seniat itu untuk merusak keluarga orang, apa keuntungannya? Mustahil dia berbohong apalagi sampai bersujud dan memelas menangis. Aku kasihan padanya, dalam konteks bagi wanita cantik dan terlihat berpendidika
"aku sudah jelaskan kalau Cantika hanya pegawai magang dan aku selalu bersikap baik padanya. Mungkin dia salah mengartikan sikapku.""Dia bukan anak kecil mas. Dia pasti bisa bedakan mana kebaikan yang biasa dan mana hal yang disebutnya sebagai hubungan. Hai jujur saja sebelum aku lelah mendengarnya," ujarku sambil masih tetap tenang, kutatap wajah lelaki itu dengan seksama, ia terlihat terintimidasi dengan cara pandangku. "Penjelasan Apa yang kau harapkan?""Untuk apa ditutup-tutupi, rutinitas akhir pekan yang selalu kau anggap sebagai hiburan pribadi dan me time adalah perselingkuhan Mas?" "Aku mohon Haifa ..." Lelaki itu langsung duduk di hadapanku dan mencoba menggenggam tangan ini. Cincin pernikahan yang melingkar di jariku masih berkilauan, dan membuatnya tertegun sesaat seolah menyadari sesuatu. Dia memandangku dan jemariku secara bergantian lalu dia duduk dengan ekspresi putus asa. "Aku telah mengenalmu selama 20 tahun terakhir, tak lucu rasanya menyembunyikan kebohongan,
"akan kualihkan seluruh harta dan penghasilanku kepadamu, tapi jangan beritahu anak-anak dan keluarga. Tolong jagalah rahasia?""Hanya itu?""Ya."Jadi kau hanya memikirkan kemaslahatan dirimu, reputasi nama baik dan kehormatanmu?"Lelaki mendesah tidak berdaya. Aku terkejut karena dia sama sekali tidak memikirkan hatiku, dia sama sekali tidak berusaha agar aku memaafkannya, memberiku penjelasan yang layak kuterima dan bisa kupercayai adanya. Dia menganggap semuanya remeh. "Aku memang mencintaimu, aku tidak pernah marah atau berteriak padamu, tapi jangan manfaatkan kebaikanku! Aku bersikap lembut karena itulah sifatku, bukan karena takut padamu!""Aku tak bermaksud melunjak tapi...""Harusnya kau minta maaf atas perbuatanmu yang menjijikkan! kau menghancurkan hati dan menghianati keluarga ini. Kau juga mematahkan perasaanku." Aku pun mulai tersulut emoji."Maafkan aku, aku mohon Haifa.""Terima kasih, terima kasih untuk kejutan hari ini yang sangat luar biasa. Aku berdoa agar kesada
Terbangun di pagi hari dan menyadari kalau tempat tidurku sudah sepi, hanya jejak bekas tidur Mas Hengki yang masih terasa, aroma tubuh dan parfumnya masih tertinggal di bantal. Entah kenapa, setiap kali meninggalkan tempat tidur, tiap kali meninggalkan rumah, dia tak lagi berpamitan dan mencium diri ini. Aku meringkuk sambil merangkul diri, kasur ini terasa dingin, dengan gaun tidur yang masih melekat, aku tetap merasa dingin dan kesepian. Jujur saja, aku merindukan kasih sayang. Aku merindukan suamiku, bukan hanya sosoknya... aku merindukan dia yang dulu, yang romantis dan penuh cinta.Kupejam mata sembari mencoba mengingat kembali kapan terakhir kali ranjang kami memanas oleh cinta dan pergumulan penuh kasih antara aku dan dia. Dan ya, itu sudah lama, lama sekali bahkan, sampai aku lupa bahwa aku juga wanita biasa yang memerlukan perhatian dan cinta. Andai kami tidak terlalu sibuk dengan rutinitas masing-masing, mungkin ini tidak akan terjadi. Andai aku mampu mengisi kekosongan
Setelah Gadis itu pergi, suamiku terlihat menghela nafas, pria yang terlihat masih tegang itu, mengajak rambutnya sambil menggerutu frustasi. "Arrrggg, sial!"Tapi betapa terkejutnya dia saat lelaki itu membalikkan badan karena aku tepat berada di belakangnya sambil membawa kotak bekal. Pria itu terperanjat, kaget dan langsung pucat."Eh, umi, sejak kapan umi di situ?""Sejak tadi.""Se-sejak kapan?""Sejak kau bertengkar dengan Cantika!""Ta-ta-tapi kenapa tidak memanggilku?" Tanya lelaki gugup itu dengan gagap, dia kelabakan dan gemetar, khawatir kalau aku akan berteriak dan memarahinya. "Aku sudah mengusirnya, aku sudah bilang jangan mencariku ke sini tapi dia terus datang.""Aku tidak khawatir tentang diriku sendiri tapi aku tapi memikirkan penilaian orang lain dan apa yang akan dibicarakan mereka tentang dirimu. Kupikir, saat seorang pria paruh baya, dikejar oleh gadis yang jauh lebih muda bahkan seumuran anaknya. Kira kira ... Itu karena apa?""Dia sendiri yang gila Haifa, aku
Aku pulang, membawa hati dengan sejuta luka yang menyakitkan. Karena tak sanggup menahan kesedihan kuhentikan motor di salah satu tempat sepi, kutumpahkan tangis yang sejak tadi menggumpal di dada sepuasnya."Ah, ya Allah, kenapa harus sesakit ini?"Betapa teganya suamiku, teganya dia mengkhianati dan memperlihatkan hubungannya pada orang tuanya, sementara aku sama sekali tak tahu apa apa." Aku merutuk dan menangisi kemalanganku.Selepas melegakan hati dan mengusap air mataKutemui ibuku yang sejak tadi nampak gelisah menunggu di rumah."Bagaimana?" tanya beliau dengan ekspresi penuh penasaran."Hhmm, hubungan mereka sudah jauh Bu, seserahan sudah siap, mereka akan menikah." Kuhenyakkan diri di sofa sambil menyandar lesu dan menyeka air mataku."Apa?! kurang ajar ...." Ibu langsung memberingas dan memberikan Hafiz padaku."Biar Ibu yang menemui mereka, dasar kurang ajar!"Ibu menyinsingkan lengan baju dan mengambil dompetnya bersiap pergi."Tapi, Bu, pergi dan membuat keributan ak
Tanpa sengaja air mataku berderai, lututku gemetar dan aku berusaha membekap mulutku dengan kedua tangan, menghalau tangisanku agar tidak pecah dan terdengar oleh penghuni rumah. Aku tidak kuasa melihat benda berwarna merah marun yang teronggok di lantai kamarku itu. Aku merasa jijik menyentuhnya dan segera kulempar tapi aku tak bisa menepis fakta bahwa mereka memang melakukan sesuatu sebelum jam pulang kerja dan sebelum aku memukul wanita itu di tepi hutan. Aku rasa ini kan berusaha memprovokasi dan cari gara-gara denganku sehingga dia punya celah untuk masuk dan memanasi suamiku sehingga hubungan kami keruh.Ada tabir tipis antara penipuan dan rasa cinta yang sesungguhnya. Jika diperhatikan saat suamiku mengutarakan cinta padaku dia mengatakannya dengan begitu tulus jujur dan tatapan matanya benar-benar menunjukkan kalau dia mengatakan yang dia rasakan. Tapi saat aku menyaksikan dia mengatakan hal yang sama kepada Niken, maka aku tersadar, bahwa suamiku memang pandai bersandiwa
Melalui pengacara di mana aku sudah tak mau lagi bertemu dengan Mas hengki, aku menggugat perceraian dan meminta dia untuk membagikan harta gono gini dengan adil. sekalipun lelaki itu mati-matian ingin berjumpa denganku tapi aku tak sudi bertemu dengannya. tentang anak-anak aku tidak perlu mengkhawatirkannya karena mereka sudah dewasa dan bisa menentukan mau ikut siapa. mereka tidak harus memilih mereka bisa datang padaku atau ayahnya kapan saja mereka inginkan. 3 bulan setelah perceraian. Matahari pagi menyapa dengan lembut, menyapa aku yang baru saja bangun dari tidur. Cahaya mentari menembus celah gorden tipis, menari-nari di dinding kamar. Aku tersenyum. Udara pagi di kota ini terasa segar, berbeda dengan hiruk pikuk Jakarta yang selalu mencengkeram jiwa. Aku menghirup udara dalam-dalam, mencoba menikmati ketenangan yang selama ini kucari. Ini adalah hari ke-100 sejak aku meninggalkan Hengky. 100 hari yang terasa begitu singkat, namun begitu penuh makna. 100 hari yang mengajar
Mentari pagi menyapa dengan lembut, udara segar masuk melalui tirai jendela kamar hotelku yang mewah. Aku tertidur pulas dalam mimpi yang tenang untuk pertama kalinya tidak harus terbangun oleh alarm dan segera melakukan rutinitas pagi untuk menyiapkan sarapan anggota keluarga. Untuk pertama kalinya aku bisa bernapas dan tidur tenang untuk diriku sendiri. Setelah bangkit dari tempat tidur aku membuka jendela dan menarik nafas dalam-dalam, menghirup udara pantai yang menyegarkan seakan ingin menyingkirkan segala beban yang selama ini menumpuk di hatiku. Aku tahu persis meski aku sudah berumur 40 tahun tapi aku masih memiliki paras yang menawan serta tubuh yang sehat. Mungkin aku harus memutuskan untuk pergi dan memulai kehidupanku sendiri. Aku tahu ada konsekuensi saat harus meninggalkan rumah dan meninggalkan Mas Hengky, saat suamiku tak kunjung memberikan kebahagiaan dan malah menambah kerumitan kuputuskan untuk mencari kebahagiaanku sendiri. Ditambah sekarang Cantika sudah hadir
Melihat uminya Nathan pergi begitu saja aku jadi panik dan gelisah. Aku tahu ada perubahan dalam gesture wajah dan tatapan matanya saat dia menyeret kopernya pergi. Wanita itu seakan bukan istriku, dia butuh kemerdekaan dari hubungannya denganku, dan aku tahu persis Haifa mulai ingin lepas dari semua ini.Hanya aku yang bisa menyelamatkan keadaan dan keluargaku bila aku tidak bisa berpikir bijak dan bertindak maka aku akan kehilangan kedua wanita itu. Bahkan anak-anak dan keluargaku.**Aku terbangun dengan perasaan hampa yang menggerogoti hati, ketidakhadiran Haifa dan kekosongan kamar ini menularkan dingin dan kosong ke hatiku. Rumah kopi yang biasa diseduh hari haifa hari ini tidak tercium. Sana rumah terasa sepi dan hampa, saya akan tempat ini hanya kuburan saja. Saya turun ke lantai bawah dan menuju ke meja makan, tidak ada apapun di sana. Tidak ada secangkir kopi atau sarapan yang dibuat dengan penuh cinta, atau hal yang paling sederhana satuan Haifa yang selalu membangkitkan
"Aku mulai mengerti maksud perkataan Mbak Haifa sekarang!"Bahkan setelah aku tiba di kamar utama, masih kudengar percakapan antara Cantika dan Mas Hengky di teras rumah. Wanita itu belum pergi juga dan masih sibuk mengumbar kemarahannya pada suamiku. "Aku mengerti bahwa Mbak Haifa ingin aku menyingkir sendiri dari hubungan kalian! Dia ingin mendorongku untuk meninggalkanmu!" "Sudahlah, Jangan salah paham begitu! Haifa sedang marah jadi dia tidak tahu apa yang dia ucapkan." "Aku tidak salah paham Mas...dia mengatakannya dengan jelas, aku memang benalu, aku merusak segalanya tapi aku tidak meragukan perasaanku padamu. Aku tulus Mas!" Dia mulai menangis sementara aku menatapnya dari jendela balkon lantai dua."... Aku tidak bisa memaksa seseorang untuk menyukaiku, dan aku tidak berdaya mengendalikan keadaan selanjutnya. Istrimu akan terus mengganggu hidupku, merusak suasana dan menimbulkan kekacauan dalam keluargaku. Dia akan memberikan pembalasan dendam yang pantas untuk perbuatanku
Suasana tiba-tiba berubah menjadi begitu canggung dan memalukan, wanita itu hanya tersenyum canggung sambil memegang bagian belakang lehernya. "Maaf, boleh saya pergi.""Bagaimana kabar Cantika? Tempo hari dia datang ke rumah dan memaksa kami untuk membagi waktu dengan adil. Dia juga mengancam akan membuat aku dan suamiku bercerai bila Mas Hengky tidak menuruti keinginannya.""Kurasa kau tidak perlu membahas ini di tempat umum," desis wanita itu."Memang tidak boleh, tapi aku tidak pernah punya kesempatan bertemu denganmu. Kau harus tahu perilaku anakmu Dan mungkin kau akan memperbaikinya.""Aku sudah sering bicara pada Cantika.""Berhasil mendapatkan suamiku saja dia belum puas, dia ingin menguasai semuanya," ujarku yang membuat sahabatku Sabrina langsung menggenggam tangan ini dan mengajakku mundur. "Hehe, sudah sudah, nanti bicara lagi, banyak orang yang belum kita temui, mari kita membaur," ajak Sabrina sambil menyeretku menjauh. Suasana benar-benar sudah tidak nyaman karena or
Berkat kemarahan itu seisi rumah menjadi begitu hening, anak-anak tetap di kamarnya dan aku juga masih setia di peraduanku. Membaca buku dan bermain ponsel. Aku mengabaikan keberadaan Mas Hengky yang biasanya selalu ingin ditemani untuk menghabiskan waktu dan menonton TV. Di hari-hari biasa kami akan berkumpul di ruang keluarga, bercanda tertawa dan berbagi cerita, tapi sekarang suasananya berubah, terbalik seakan-akan aku dan dia tak begitu saling mengenal, anak-anak kami hanya seperti anak-anak yang kebetulan datang ke dunia ini, seperti tidak terlalu dekat pada ayah dan ibunya. Brak!Suara pintu terbuka keras, Aku menoleh dan mendapati suamiku berdiri di sana. Dia menatapku sambil berkacak pinggang dan menghela nafasnya. "Apa kemarahanmu sudah reda?""Aku tidak mengerti. Aku tidak mengerti bagaimana kehidupan kalian setelah ini. Rumah ini berubah jadi kuburan dan dapur tidak berisi makanan. Aku lapar.""Kamu bisa pesan makanan karena anak-anak sudah pesan makanan untuk diri mere
"Jadi bagaimana selanjutnya?" tanya Irwan."Ah, entahlah, aku akan mencoba membicarakan ini dengan anak-anak." "Ada banyak yang menunggu cinta dan dirimu, Mengapa kau harus terjebak dengan lelaki tak tahu diuntung. Sekalipun dia tampan dan banyak uang bila hatimu tersiksa apakah pantas hidup dalam kesengsaraan?""Kau benar.""Aku bersedia menampung hatimu," ujarnya tergelak, aku juga tertawa. "Aku juga pria lajang yang mapan, aku tidak punya anak yang akan jadi beban atau mantan istri yang akan membayangi pernikahanku dengan istriku nanti," lanjutnya sambil tertawa ngakak. Aku hanya menggeleng samar sambil tersenyum padanya.Selagi kami tertawa, rupanya Ada Mas Hengky di sana, entah kenapa lelaki itu mampir di swalayan dan kebetulan melihatku sedang berbincang dengan teman SMAku itu. Melihat kami tertawa bahagia Mas Hengky membulatkan mata dan melotot padaku. Bersegera lelaki itu masuk ke dalam toko ritel tersebut dan menyambangi kami. "Kau bicara dengan siapa?" tanya suamiku sambil
Melihatnya bersungut Aku makin emosi, sudah tahu dia telah mempermalukan kami dan membuat keributan tapi tingkahnya seakan-akan dia tidak bersalah. Begitu pula pandangannya terhadap mas Hengki, tak mudah itu memandang suamiku dengan cara yang rendah, seakan-akan dia adalah ratu di dunia ini. "Perbuatanmu sudah keterlaluan, jika kau mengulanginya aku akan membuat Mas Hengky meninggalkanmu!"wanita itu hanya tertawa malah dia mengejekku dengan mengajak suamiku pulang. "Mas, mau kan pulang sama aku!""Kalau kayak gini ...aku makin nggak tahan sama kamu.""Kok gitu sih...""Dulu kamu janji akan jadi istri yang baik dan saudara untuk istriku. Pengertian juga pada anak-anakku Tapi sekarang kau menciptakan masalah demi masalah tiap harinya. Aku tak tahan Cantika!""Mas, aku bisa memperbaiki keadaan ini kok, setelah anak-anakmu menerima kehadiranku dan mau akrab, tidak akan ada masalah di antara kita, aku janji.""Bagaimana mau akrab, kalau tingkahmu sangat keterlaluan!" jawab Betari."Kau t
Setelah kemarahanku Nathan, aku dan Betari berusaha untuk memberi pengertian kepada Mas Hengky agar membawa Cantika kembali pulang ke rumahnya. Aku tidak mau ada drama dalam rumah ini dan keributan yang bisa jadi gunjingan tetangga, Aku lelah dengan semua drama itu."Tolong bicara dengannya aku akan bicara pada anakku," ujarku sambil memberi isyarat agar Betari mengikutiku. Mas hengki sendiri membawa Cantika pergi ke teras.Di lantai dua, di ruang keluarga tempat biasanya kami sekeluarga berkumpul dan menghabiskan waktu, anakku terlihat cemberut di sana, dia berusaha menenangkan dirinya dan masih nampak sekali ketegangan di wajah itu. "Nathan... Aku minta maaf atas semua yang terjadi. Umi tidak tahu apa yang Umi harus lakukan agar semua drama ini berakhir.""Berikan saja apa yang wanita itu inginkan sehingga kita semua bisa hidup dengan tentram.""Maksud kakak agar Umi mengalah dan menyerahkan abi kepada Cantika.""Jika Umi bertahan maka cantik akan terus merongrong kehidupan kita."