Setelah Gadis itu pergi, suamiku terlihat menghela nafas, pria yang terlihat masih tegang itu, mengajak rambutnya sambil menggerutu frustasi.
"Arrrggg, sial!" Tapi betapa terkejutnya dia saat lelaki itu membalikkan badan karena aku tepat berada di belakangnya sambil membawa kotak bekal. Pria itu terperanjat, kaget dan langsung pucat. "Eh, umi, sejak kapan umi di situ?" "Sejak tadi." "Se-sejak kapan?" "Sejak kau bertengkar dengan Cantika!" "Ta-ta-tapi kenapa tidak memanggilku?" Tanya lelaki gugup itu dengan gagap, dia kelabakan dan gemetar, khawatir kalau aku akan berteriak dan memarahinya. "Aku sudah mengusirnya, aku sudah bilang jangan mencariku ke sini tapi dia terus datang." "Aku tidak khawatir tentang diriku sendiri tapi aku tapi memikirkan penilaian orang lain dan apa yang akan dibicarakan mereka tentang dirimu. Kupikir, saat seorang pria paruh baya, dikejar oleh gadis yang jauh lebih muda bahkan seumuran anaknya. Kira kira ... Itu karena apa?" "Dia sendiri yang gila Haifa, aku sudah bilang aku ingin berhenti berhubungan dengannya!" "Kau tidak menuntaskan semua hubungan baik denganku atau dengannya! kau tidak mencoba menyelesaikan masalah, minta maaf dan menenangkan hatiku. Bersamaan dengan itu, kau juga masih terjerat dengan wanita itu. Jadi, sebenarnya, keserakahan dalam hatimu menghancurkan kita semua!" "Haifa, boleh kita bicara nanti. Aku ada rapat dalam 10 menit dan aku harus makan dulu." "Aku tahu, aku harus memahami bahwa kau sibuk, amat sangat sibuk, dan di sela-sela kesibukan itu kau masih sempat pacaran!" Ujarku sinis. "Haifa ...hanya kau yang bisa mengerti keadaan ini dan hanya kau yang bisa memaklumiku!" "Tapi kesabaran ada batasnya," balasku sambil menyerahkan kotak bekal ke tangannya. Pria itu menerimanya dengan wajah tak enak. "Kita sepertinya memang harus bicara panjang lebar, kita harus membahas masalah ini termasuk kelanjutan hubungan kita." "Kelanjutan apa?" "Kau pikir ini lucu ...Kau kira setelah minta maaf lalu aku akan melupakan semuanya dan kita akan kembali normal?" Aku hanya menggelengkan kepala lalu pergi dari tempat itu. "Kukira kau begitu?" jawabnya menelan ludah. "Harus bagaimana menjelaskannya kalau kau telah menghancurkan hatiku. Ulang kali Aku berusaha memaafkanmu tapi bayangan tentang hubunganmu dan wanita itu menghantuiku, aku menggila karena itu," jawabku sambil melangkah pergi. Pria itu masih berdiri di lobby sambil memegang kotak bekal, nampaknya, dia terguncang dengan ucapanku, dia harus memahami bahwa dosa yang telah dia lakukan tidak semudah itu dimaafkan. ** Dan bom waktu itu...suatu saat akan meledak, jika aku tidak segera meredamnya. Bagaimanapun aku berusaha menyembunyikan aib suamiku, ada orang lain yang akan membongkarnya. Bangkai yang disimpan rapat-rapat, busuknya akan menguar di udara, dan tidak akan bisa disembunyikan lagi. Jika bibirku dan Mas Hengky tertutup rapat, ada mulut Cantika yang siap mengumumkan segalanya. Aku harus mendesak suamiku untuk membungkam wanita itu atau aku harus bernegosiasi dengannya agar dia menghilang dari kehidupan kami. Ya, dengan cara apapun juga. Jujur saja, kehadiran wanita ini membuatku khawatir dan tegang, ketegangan dan kekhawatiranku tentang aib suamiku melebihi kegelisahan atas luka pribadiku. Aku lebih tegang kalau Cantika mengunjungi mertua dari keluargaku, lalu dia mengatakan yang sebenarnya. Di samping aku harus fokus mengobati hatiku yang terluka, aku juga sibuk meredam hal-hal yang akan bisa jadi ledakan dalam keluarga ini. Dan seperti yang kuduga, Cantika mulai menyalakan sumbu mesiu dengan mendekati anak-anakku. "Ummi!" "Hari ini kita ada diskusi yang sangat menarik dengan mendatangkan dosen tamu yang sangat cantik. Materi tentang manajemen yang dibagikannya sangat bagus," ujar anak sulungku, pemuda tampan yang cerdas dan berprestasi itu. "Oh ya?" "Iya, ditambah Dia sangat cantik dan tak jauh umurnya dariku. Bayangkan umi, di usia 25 dia sudah jadi asisten manager yang sukses." "Oh, Masya Allah, kau harus terinspirasi dan mengikuti jejaknya. Kau juga harus sukses juga anakku!" Balasku sambil merentangkan tangan dan mencium pipinya. "Oh ya ummi, aku sempat berkenalan dan minta kontaknya, kami juga berfoto bersama. Dia sangat ramah dan menarik, aku menyukainya,".jawab Nathan sambil mengeluarkan ponsel dari kantongnya. "Ekhem, anak umi sudah mulai menyukai seseorang rupanya." Aku menggoda sambil mencuil pinggangnya. Dia tersipu malu-malu. "Iya, hanya kagum saja sih, aku cuma berharap bisa jadi temannya," balas anakku dengan wajah yang merona. "ini fotonya." Saat aku mengarahkan mataku untuk melihat layar ponsel putraku, bola mata ini nyaris melontar keluar dan terlepas dari rongganya. Betapa tidak, gadis cantik dengan blazer hitam itu tengah merangkul anakku, tidak lain dia adalah Cantika kekasih suamiku. Lihatlah, ia berhasil mendekati putraku dan membuat Nathan tertarik padanya. "Astaga ... aku harus bagaimana, saat suamiku berusaha untuk melepaskan jeratnya Cantika, kini putraku malah jatuh cinta padanya." Aku membatin dan mendadak, kepalaku pusing luar biasa!Aku pulang, membawa hati dengan sejuta luka yang menyakitkan. Karena tak sanggup menahan kesedihan kuhentikan motor di salah satu tempat sepi, kutumpahkan tangis yang sejak tadi menggumpal di dada sepuasnya."Ah, ya Allah, kenapa harus sesakit ini?"Betapa teganya suamiku, teganya dia mengkhianati dan memperlihatkan hubungannya pada orang tuanya, sementara aku sama sekali tak tahu apa apa." Aku merutuk dan menangisi kemalanganku.Selepas melegakan hati dan mengusap air mataKutemui ibuku yang sejak tadi nampak gelisah menunggu di rumah."Bagaimana?" tanya beliau dengan ekspresi penuh penasaran."Hhmm, hubungan mereka sudah jauh Bu, seserahan sudah siap, mereka akan menikah." Kuhenyakkan diri di sofa sambil menyandar lesu dan menyeka air mataku."Apa?! kurang ajar ...." Ibu langsung memberingas dan memberikan Hafiz padaku."Biar Ibu yang menemui mereka, dasar kurang ajar!"Ibu menyinsingkan lengan baju dan mengambil dompetnya bersiap pergi."Tapi, Bu, pergi dan membuat keributan ak
Tanpa sengaja air mataku berderai, lututku gemetar dan aku berusaha membekap mulutku dengan kedua tangan, menghalau tangisanku agar tidak pecah dan terdengar oleh penghuni rumah. Aku tidak kuasa melihat benda berwarna merah marun yang teronggok di lantai kamarku itu. Aku merasa jijik menyentuhnya dan segera kulempar tapi aku tak bisa menepis fakta bahwa mereka memang melakukan sesuatu sebelum jam pulang kerja dan sebelum aku memukul wanita itu di tepi hutan. Aku rasa ini kan berusaha memprovokasi dan cari gara-gara denganku sehingga dia punya celah untuk masuk dan memanasi suamiku sehingga hubungan kami keruh.Ada tabir tipis antara penipuan dan rasa cinta yang sesungguhnya. Jika diperhatikan saat suamiku mengutarakan cinta padaku dia mengatakannya dengan begitu tulus jujur dan tatapan matanya benar-benar menunjukkan kalau dia mengatakan yang dia rasakan. Tapi saat aku menyaksikan dia mengatakan hal yang sama kepada Niken, maka aku tersadar, bahwa suamiku memang pandai bersandiwa
Setelah berakhir berbalas pesan dengan Cantika, kebetulan saat itu suamiku pulang, dia masuk ke dalam rumah dengan gontai. Setelah kejadian perselingkuhan itu terungkap jarang sekali aku dan Mas Hengki saling tersenyum bahagia dan merangkul. Dulu kehidupan kami penuh cinta, romantis dan sarat canda tawa. Sekarang, rumah ini sangat hening dan bahkan aku dan dia lebih banyak saling mendiamkan. Saat aku dan Mas Hengky saling bertatapan, dia yang gontai dan aku yang cemberut, saling mengalihkan pandangan kami ke arah lain. Situasi kehadiran Cantika dalam kehidupan kami merubah segalanya. Dulunya harmonis sekarang bermusuhan. "Dia menolak bujukanku, meski aku telah memberinya pengertian bahwa aku dan dia tidak bisa saling memaksa untuk bersama, tapi wanita itu malah meraung!"Lucu, suamiku curhat padaku tentang pacarnya, tentang rubiknya hubungan mereka yang ingin segera diakhirnya. Tentang segalanya yang makin kacau saja. "Hahaha." Aku tertawa, bola mataku sakit dan memanas, aku i
Mas Hengky terkejut mendengar anaknya kenal dengan Cantika. Pria yang hampir paruh baya itu kehilangan kata-kata. Sementara Nathan terus mencecarnya dengan pertanyaan suamiku nampak panik dan kebingungan. "Abi, Kenapa Abi menyeret mba Cantika?" "Eh, ada salah paham. Kami pikir dia salah alamat dan salah cari orang," jawabku."Meski begitu apakah pantas memperlakukan orang lain dengan kasar dan tidak manusiawi? Apa ini yang selalu Abi ajarkan padaku?" tanya Nathan pada ayahnya. Pria itu hanya menggelengkan kepala lalu masuk ke dalam rumah. Sementara Nathan mengajak Cantika duduk di teras."Kamu baik-baik aja Mbak?""Iya, nathan, Maaf ya karena sudah datang ke rumahmu tanpa memberitahu." "Tapi kamu tahu dari mana rumahku?""Hanya mencarinya dengan random lalu aku iseng-iseng mampir. Aku sangka aku akan disambut dengan cara seperti itu. Aku kaget sekali.""Maaafkan orang tuaku ya Mbak, mereka mungkin nggak tahu kalau kamu adalah temanku.""Ya ampun aku malu sekali," jawab Cantika sam
Setelah pertengkaran dengan ayahnya kedua anakku sama sekali tidak turun untuk makan malam, begitu juga sarapan pagi emang mereka memilih untuk langsung berangkat saja tanpa bergabung ke meja makan bersama ayahnya. Sikap dingin antara ayah dan anak membuatku tidak nyaman, sebagai ibu dan pengurus rumah tangga, qku benar-benar khawatir kalau situasi ini akan berlanjut da menghancurkan kami.Demi meredakan gejolak yang terus mendidih di dalam rumah kami. Aku berusaha untuk mencari nomor kontak Cantika dan ingin bicara padanya. Ku hubungi nomor wanita itu Dan Dia segera mengangkatnya. "Apa ini Cantika?""Betul.""Boleh aku bertemu dengan bicara padamu?""Hahaha, akhirnya Mbak Haifa menelepon aku. Maaf mbak aku nggak bisa ketemu kamu sekarang karena aku lagi di kampus! Aku masih ada jam pelajaran untuk anak-anak!" "Bagaimana kalau pulang kerja?""Boleh juga tapi jangan tawari aku untuk berpisah dari Mas Hengky, Aku tidak akan setuju dengan ide itu!"Kurang ajar sekali wanita itu, ber
Pukul lima sore hari suamiku pulang, diparkirkannya motor seperti biasa lalu tanpa kuduga, dihempasnya helm dengan kasar di depan pelataran rumah.Prak!Sangat keras, sampai aku dan Hafiz terkejut.Lama dia menunggu di depan, tatapan matanya liar, nanar menghadap ke pintu rumah, mungkin dia menunggu aku keluar dan bertanya padanya mengapa kiranya dia membanting pelindung kepala.Tapi, ya, kubiarkan saja, aku sudah paham mengapa kemarahannya demikian."Apa perlumu, sampai kau harus pergi ke kantor Gita dan mempermalukan dia di depan bosnya?""Seorang pelakor harus dipermalukan agar mereka kapok dan tidak mengulangi perbuatan!""Heh, kau tak tahu malu apa, kau tak sadar bahwa kau yang memaksa dirimu padaku," celanya dengan jari telunjuk yang diarahkan ke mata kiriku."Kalau kamu merasa begitu, kenapa tidak jatuhkan talakmu, agar kepalamu tak pusing ... Tinggalkan anak istrimu dan bahagialah dengan wanita itu.""Kau menantangku?!""Ayo lakukan, sekarang kau ucapkan talakmu, besoknya
Alih alih membuat putriku berangkat sendirian ke kantor polisi, aku tak punya pilihan lain selain ikut bergegas dan mengantarnya pergi. Sungguh terbelalak diri ini begitu tiba di sana, anggota keluarga telah berkumpul, saudara ipar bahkan Mertuaku juga ada di sana. Begitu melihatku datang bersama putriku mereka langsung berdiri dan menyambut diri ini dengan ekspresi wajah tegang. "Nduk, kamu nggak tahu apa yang selama ini terjadi?" tanya ibu mertua, Aku bingung harus menjawab apa, haruskah aku bilang kalau aku tahu jika suamiku berselingkuh?"Bu, kenapa ini ramai sekali?""Kami dikabarkan polisi, katanya ada seorang wanita yang menuntut dinikahi oleh suamimu, Mba," jawab Arini adik iparku. "Mana Mas Hengki!""Ada, dia ditahan di dalam.""Dan siapa mereka.""Itu keluarga wanita yang namanya cantika, Kami sempat berdebat karena mereka terus marah-marah dan bilang kalau Mas Hengky harus bertanggung jawab," lanjut Arini."Ya Allah, Kenapa keadaannya jadi seburuk ini ya.""Emangnya mbak
"Saya terima nikahnya Cantika binti Amir Syarifudin dengan mas kawin uang Rp.200.000 dibayar tunai!""Bagaimana saksi?""Sah!"Telingaku berdenging saat akad itu berkumandang, rasanya suara-suara yang lalu belalang di luar sana hilang begitu saja, telingaku mendadak tuli dalam beberapa detik, hati dan perasaanku seakan direnggut hingga aku merasa sekarat. Aku ingin berteriak dan menjerit jadi-jadinya tapi aku tak kuasa. Suasana tetap hening bahkan saat penghulu mengangkat tangan untuk berdoa. Tak ada seorangpun yang mengucapkan Alhamdulillah setelah kata 'sah' biasanya momen pernikahan yang sakral akan selalu diikuti oleh doa restu serta kalimat Amin dari semua orang. Tapi situasi ini amat genting dan sebagian besar anggota keluarga nampak kesal.Ibunya Cantika terus menangis, ayahnya sendiri terdiam dengan tatapan lurus ke depan dan kosong. Wanita cantik yang yang mungkin umurnya tak jauh dariku itu, terus mengeluh tentang betapa malang nasib putrinya, dia menyesalkan takdir ini d