Pukul lima sore hari suamiku pulang, diparkirkannya motor seperti biasa lalu tanpa kuduga, dihempasnya helm dengan kasar di depan pelataran rumah.Prak!Sangat keras, sampai aku dan Hafiz terkejut.Lama dia menunggu di depan, tatapan matanya liar, nanar menghadap ke pintu rumah, mungkin dia menunggu aku keluar dan bertanya padanya mengapa kiranya dia membanting pelindung kepala.Tapi, ya, kubiarkan saja, aku sudah paham mengapa kemarahannya demikian."Apa perlumu, sampai kau harus pergi ke kantor Gita dan mempermalukan dia di depan bosnya?""Seorang pelakor harus dipermalukan agar mereka kapok dan tidak mengulangi perbuatan!""Heh, kau tak tahu malu apa, kau tak sadar bahwa kau yang memaksa dirimu padaku," celanya dengan jari telunjuk yang diarahkan ke mata kiriku."Kalau kamu merasa begitu, kenapa tidak jatuhkan talakmu, agar kepalamu tak pusing ... Tinggalkan anak istrimu dan bahagialah dengan wanita itu.""Kau menantangku?!""Ayo lakukan, sekarang kau ucapkan talakmu, besoknya
Alih alih membuat putriku berangkat sendirian ke kantor polisi, aku tak punya pilihan lain selain ikut bergegas dan mengantarnya pergi. Sungguh terbelalak diri ini begitu tiba di sana, anggota keluarga telah berkumpul, saudara ipar bahkan Mertuaku juga ada di sana. Begitu melihatku datang bersama putriku mereka langsung berdiri dan menyambut diri ini dengan ekspresi wajah tegang. "Nduk, kamu nggak tahu apa yang selama ini terjadi?" tanya ibu mertua, Aku bingung harus menjawab apa, haruskah aku bilang kalau aku tahu jika suamiku berselingkuh?"Bu, kenapa ini ramai sekali?""Kami dikabarkan polisi, katanya ada seorang wanita yang menuntut dinikahi oleh suamimu, Mba," jawab Arini adik iparku. "Mana Mas Hengki!""Ada, dia ditahan di dalam.""Dan siapa mereka.""Itu keluarga wanita yang namanya cantika, Kami sempat berdebat karena mereka terus marah-marah dan bilang kalau Mas Hengky harus bertanggung jawab," lanjut Arini."Ya Allah, Kenapa keadaannya jadi seburuk ini ya.""Emangnya mbak
"Saya terima nikahnya Cantika binti Amir Syarifudin dengan mas kawin uang Rp.200.000 dibayar tunai!""Bagaimana saksi?""Sah!"Telingaku berdenging saat akad itu berkumandang, rasanya suara-suara yang lalu belalang di luar sana hilang begitu saja, telingaku mendadak tuli dalam beberapa detik, hati dan perasaanku seakan direnggut hingga aku merasa sekarat. Aku ingin berteriak dan menjerit jadi-jadinya tapi aku tak kuasa. Suasana tetap hening bahkan saat penghulu mengangkat tangan untuk berdoa. Tak ada seorangpun yang mengucapkan Alhamdulillah setelah kata 'sah' biasanya momen pernikahan yang sakral akan selalu diikuti oleh doa restu serta kalimat Amin dari semua orang. Tapi situasi ini amat genting dan sebagian besar anggota keluarga nampak kesal.Ibunya Cantika terus menangis, ayahnya sendiri terdiam dengan tatapan lurus ke depan dan kosong. Wanita cantik yang yang mungkin umurnya tak jauh dariku itu, terus mengeluh tentang betapa malang nasib putrinya, dia menyesalkan takdir ini d
Entah apa yang kulakukan, duduk dalam kegelapan malam dan terus meneteskan air mata. Kutinggalkan apa yang terjadi di belakang dan sejenak aku tak mampi mengurusi sekelilingku karena sedang butuh waktu untuk diri sendiri. Entah ke mana putriku, Apa reaksi dan bagaimana hatinya, aku tak tahu. Mungkin keluarga sudah merangkulnya dan mengajaknya pulang, tapi, dia tak di sini sekarang. Begitu pula dengan Nathan, dia belum tahu apa-apa. Dia belum tahu kalau gadis yang disukainya kini telah menjadi istri ayahnya. Sejak siang putraku itu masih sibuk di kampusnya, sibuk dengan kegiatan organisasi dan akademi, ia tak tahu bahwa sekarang ini kami sedang terjebak masalah besar. Ayah kebanggaannya, telah mengkhianati ibunya, telah merenggut wanita yang disukainya. Bagaimana aku akan menebak perasaan anakku sementara aku pun dalam keadaan terpuruk. "Ya Allah, Kenapa bisa begini. Padahal aku sudah berusaha untuk melindungi keluargaku."Telah kugunakan cara baik-baik untuk menyingkirkan wanita
"Oke ... oke, aku mengaku salah, wanita itu pergi pasca berita tentang hubungan kami viral. Orang orang di kantor heboh dan sedang menunggu untuk memberiku hukuman, orang tuaku juga tak kalah malunya karena tercoreng sebagai mertua yang jahat, begitu juga kakakku, apakah menurutmu itu belum cukup hukumannya?" Dia mulai berbicara dengan nada cepat."Aku membutuhkan permintaan maaf dihadapan semua orang, karena aku sudah mengunggahnya ke sosial media maka yang harus kau lakukan adalah memberikan klarifikasi ke sosial media juga," jawabku dingin.Pria itu langsung memberingas dan mendekatiku, dicekalnya lengan ini yang hendak mengambil gagang sapu lalu ditatapnya mata ini dengan tatapan kesal."Apa maumu! Kini aku sudah pulang padamu, kembalikan keadaan seperti semula!"Beraninya dia melotot padaku, memaksaku mengembalikan keadaan padahal orang yang memperkeruh suasana jelas jelas adalah dia."Mengapa menuntutku untuk mengembalikan keadaan seperti semula? harusnya kamu yang memperbaiki
Lalu kecanggungan itu terjadi di antara kami, meski aku dan dia saling berhadapan dengan jarak hanya semeter saja, sakit hati dan kebencian telah membuatku tak sudi menyentuhnya lagi. Begitupun dirinya ... aku tak mau dia mendekatiku atau bersikap akrab padaku lagi.Seorang tetangga dan kenalanku pernah mengalami hal seperti ini dan mereka memilih mempertahankan keluarganya. Temanku itu berpura-pura tidak mengetahui apapun agar perhatian dan waktu suaminya tetap utuh untuknya. Agar uang belanja tidak dibagi dua dan agar perhatian untuk anak-anak juga tetap jadi prioritas suaminya. Dia menelan pahit-pahit Kenyataan poligami yang menyakitkan hati demi mempertahankan keluarga. Aku tidak yakin aku bisa sekuat dia tapi mungkin akan kucoba untuk beberapa saat saja. Bila aku mampu bertahan mungkin Cantika akan cemburu dan menyerah, mungkin suamiku akan kembali padaku lalu perlahan-lahan dia mulai mengembalikan kepercayaan anak-anak. Tapi Cantika tidak akan semenyerah itu. Bila dia berani me
Kekhawatiran sebagai seorang ibu membuatku seharian ini terpaksa mengikuti Putri bungsuku. Aku mengawasi dia di sekolahnya khawatir saat pulang sekolah dia akan mencari rumah Cantika dan melabrak wanita itu. Putriku emosinya masih labil jadi dia bisa berbuat apa saja yang ia pikirkan. Boleh jadi dia akan pergi ke rumah Cantika lalu menjamak rambut wanita itu. Tentu tak akan kubiarkan dia bertindak jauh karena yang akan disalahkan dan disebut tidak bisa mendidik anak pasti aku satu satunya. *Pukul dua siang, saat bel sekolah itu berbunyi dan siswa-siswa menghambur keluar dari gerbang. Menangis satu persatu raut wajah pada remaja yang keluar dengan ekspresi masing-masing, ada yang berseri, ada yang terlihat berbincang seru dengan sahabatnya, ada juga yang terlihat biasa saja. Lama kucari Betari di antara mereka semua, bahkan sampai situasi mulai sepi aku masih tak menemukan anakku hingga kau putuskan untuk turun dari mobil dan mencarinya. "Permisi Dek, kalian kenal betahari anak ke
Aku tidak berani menghakimi putriku, sepanjang perjalanan pulang ke rumah aku hanya diam saja. Tak banyak yang kutanyakan tak pulang banyak hal yang kucecar padanya, selain,"Kau boleh melampiaskan isi hatimu tapi bersikaplah dengan bijak. Jangan sampai Ayah dan ibumu yang disalahkan karena perbuatanmu. Umi mohon, Nak.""Halah, tak selamanya orang harus selalu diam. Terlalu baik membuat kita terinjak," balasnya yang membuat diri ini terbungkam seketika. Saat aku masuk ke dalam Nathan sudah ada di ruang tamu, melihat adiknya datang dengan pakaian berantakan, dan wajah memberingas putraku hanya menghela nafas sambil menggeleng pelan. "Kau ini kak ...apa tidak ada yang bisa kau lakukan selain duduk saja? Rasanya hanya aku yang berjuang untuk keluarga kita!" teriak betari pada kakaknya. Tersulut oleh perkataan adiknya putraku langsung berdiri dan melotot. "Emangnya Apa yang bisa kulakukan? Haruskah aku memukul ayahku sendiri!""Setidaknya, jika kau tidak menyelamatkan kami, kau seharu