Aku tidak berani menghakimi putriku, sepanjang perjalanan pulang ke rumah aku hanya diam saja. Tak banyak yang kutanyakan tak pulang banyak hal yang kucecar padanya, selain,"Kau boleh melampiaskan isi hatimu tapi bersikaplah dengan bijak. Jangan sampai Ayah dan ibumu yang disalahkan karena perbuatanmu. Umi mohon, Nak.""Halah, tak selamanya orang harus selalu diam. Terlalu baik membuat kita terinjak," balasnya yang membuat diri ini terbungkam seketika. Saat aku masuk ke dalam Nathan sudah ada di ruang tamu, melihat adiknya datang dengan pakaian berantakan, dan wajah memberingas putraku hanya menghela nafas sambil menggeleng pelan. "Kau ini kak ...apa tidak ada yang bisa kau lakukan selain duduk saja? Rasanya hanya aku yang berjuang untuk keluarga kita!" teriak betari pada kakaknya. Tersulut oleh perkataan adiknya putraku langsung berdiri dan melotot. "Emangnya Apa yang bisa kulakukan? Haruskah aku memukul ayahku sendiri!""Setidaknya, jika kau tidak menyelamatkan kami, kau seharu
"Ayo kuantar pulang!" Ucap Mas Hengky pada Cantika sambil meraih lengannya, mengajak Gadis itu menjauh dari ruang makan."Kenapa aku harus diantar pulang, aku kemari untuk menemuimu, menyusulmu menginap di sini karena kau menolak menginap di rumah orang tuaku.""Tapi ini rumah istriku, kau dan aku tidak punya hak untuk menghabiskan waktu berdua diantara keluarga dan anak-anakku. Apa kau memahami itu?" "Tapi bukankah sekarang aku adalah anggota keluarga juga?""Betul, tapi beberapa orang butuh waktu untuk menyesuaikan diri. Ayo pergi!""Gak mau Maaas," wanita itu mengeluh dengan manja sambil menepis tangannya dari jangkauan Mas Hengky. Melihat tingkat Cantika seperti anak kecil suamiku kehilangan kesabarannya dan segera menyeretnya menjauh dari hadapanku. "Aku bahkan belum selesai makan dan kau sudah datang ke sini mencari masalah, sial kau Cantika!!" Jangankan wanita itu, bahkan aku juga ikut terperanjat dengan teriakan Mas Hengky yang benar-benar lantang. "Jika kau memang memiliki
"Bahkan kami pun meminta dia untuk sadar, berulang kali kami memberinya pengertian agar tidak terlalu terobsesi pada suami Nyonya, tapi janji yang telah diberikan Pak Hengki kepada putri kami membuat pikirannya teracuni."Ibunya Cantika mulai menangis, tetesan air matanya terlihat amat putus asa ditambah dengan rasa malunya padaku. "Sungguh kami sangat malu dan gemetar langkah kaki kami menginjak rumah ini, tapi mau bagaimana lagi? Demi menjaga kehormatan keluarga dan agar kami semua tidak terus dicibir, kami memaksakan diri datang ke sini.""Tapi saya tidak punya solusi untuk anak kalian. Saya benar-benar minta maaf karena situasi dalam rumah ini juga sangat rumit, seakan segalanya tidak tertolong lagi.""Mungkin benar kamilah yang paling bersalah atas kejadian ini. Kalau kami sedikit lebih tegas pada anak kami mungkin semua ini tidak terjadi!"Aku hanya dia mendengar ucapan ayahnya Cantika, pria itu mungkin sedikit lebih tua dari suamiku, usianya mungkin 55 tahun sementara ibunya m
"apa kau gila Mas?""Aku tidak gila aku hanya memperlakukanmu selayaknya istriku, Haifa juga melakukan tugas yang sama Jadi sekarang semua tanggung jawab itu akan beralih padamu!" "Tapi kenapa?""Karena kau istri baruku, kau akan bertanggung jawab pada keluarga dan rumah ini juga kepada anak-anakku!"Wanita itu tertegun dan terus menggelengkan kepalanya. "Kenapa?! kau tidak mau menerima tanggung jawab itu?! Bukankah kau sendiri yang bilang siap menjadi istri yang baik dan ibu bagi anak-anakku!""Iya tapi bukan begini! Kau akan memperlakukan diri ini seperti babu yang dikekang!""Sudah kubilang Kau adalah istrik, tapi jika itu adalah penilaianmu, maka pergilah sekarang juga dari rumah ini!""Kau tidak memberiku pilihan Mas!""Tidak ada pilihan lain. Berulang kali kau katakan agar kau kembali ke rumah orang tuamu dan tunggu aku di sana, tapi kau semakin hari semakin berulah saja! Aku bilang sebagian besar orang-orang yang mengenal dan keluargaku belum menerima pernikahan ini, tapi kau
Saat Matahari mulai sepenggalah naik, suamiku kembali ke rumah, dengan langkah terburu-buru Dia menuju ke kamar kami, membuka pintu lalu segera mengambil handuk untuk mandi. "Assalamualaikum mi." "Walaikum salam." Aku yang masih sibuk di dapur bahkan tidak sempat menanyakan apapun, ia hanya mengucapkan salam tipis lalu berlalu begitu saja. Aku menyadari perubahan kecil itu seperti duri di hatiku. Tak ada sapaan hangat, pelukan dan candaan tentang hari-hari kami yang bahagia. Biasanya dia selalu menanyakan kabar dan menggodaku tapi sekarang beda sekali. Aku tahu, perlahan-lahan tabiat dan kebiasaan Mas Hengky akan dirubah seiring bersamanya dia dan Cantika. Perbedaan tabiat 2 orang istri akan berpengaruh pada suami mereka, mana yang lebih dominan maka itulah yang akan diikuti aturannya. Pertanyaan yang harus kutanyakan pada diriku sendiri, apa aku nyaman seperti ini, ataukah aku harus bersikap tegas dan dominan pada suamiku agar segalanya tetap berjalan sesuai dengan harapan? Aku
"Bisakah aku makan dengan tenang dan berhenti membahas Cantika setiap kali aku ingin istirahat dan damai?!" Lelaki itu menatapku."Sayangnya aku tidak ada kesempatan untuk bicara leluasa denganmu. Di malam hari, kau akan tertidur. Sementara pagi sampai sore kau habiskan untuk bekerja dan bersamanya. Bagian nyaman kau habiskan dengannya sementara tugas-tugas untuk mengurusmu hanya kau wajibkan pada diriku!""Bukankah itu sudah peran kita masing-masing?""Haruskah aku bekerja agar sikapmu adil?""Apa maksudmu?""Haruskah aku menghasilkan uang sendiri agar aku bisa menghabiskan waktu untuk memanjakan diri, dan kau pun bisa lebih mencintaiku?""Apa katamu? Emangnya apa yang bisa kau lakukan di umur yang sekarang. Fokus saja mengurus anak-anak dan rumah ini!""Ketika aku kau suruh untuk fokus dengan peranku sementara kau bersenang-senang dengan wanita itu dan tidak mewajibkan dia apapun!""Aku menyuruhnya untuk mengurusku kok!""Buktinya apa... Pakaianmu makananmu sepatu dan kaos kaki bahk
Drama suamiku akibat aduan istri keduanya itu membuat diri ini lama-lama kesal juga, sebenarnya aku ingin mengabaikan fakta bahwa dia telah menikah lagi, agar hatiku tidak selalu sakit begitu menatapnya. Kupikir akan kuabaikan kehidupannya di belakangku agar aku bisa menjalani masa depan dengan hati yang ikhlas dan tenang, tapi, drama itu terus berlanjut karena Cantika tidak pernah melepaskan dan membiarkanku hidup dengan tenang. "Apa yang kau katakan pada Cantika, apa dia berkunjung pagi tadi?" Lelaki itu datang terburu-buru dari pintu utama, tanpa mengucapkan salam dan menanyakan kabarku dia langsung mencecar diri ini perihal istri barunya. "Kukatakan sesuai dengan apa yang dia ceritakan padamu?" Aku yang sudah muak dan sudah tidak ingin membela diriku, hanya mengikuti permainan Cantika dan biarkan saja ... kalau ujung-ujungnya Mas Hengky akan marah. "Jadi, benar lau bilang kau tidak membutuhkanku lagi dan kau sebut aku barang bekas?""Entah siapa yang benar-benar sampah di anta
Mungkin tidak bijak melakukan tindakan cepat dan mengambil keputusan dalam keadaan marah. Aku bodoh telah meninggalkan rumah dan anak-anakku juga beberapa hal berharga yang telah kudapatkan dengan susah payah.Jika memikirkan nilainya ...mungkin aku akan menyesal pergi begitu saja, Mungkin aku akan menahan diriku dan terus bertahan dalam kebaikan yang diberikan suami, tapi harga diri dan martabatku terlukai oleh sikap Mas Hengky. Kuambil koperku, lalu aku berjalan menuruni tangga sementara lelaki itu berteriak mencoba menahan diri ini. "Tunggu dulu, Haifa, ini tidak benar."Anak-anak langsung keluar dari kamarnya karena suara gaduh yang ditimbulkan olehku dan dia."Mi, mau kemana?""Mau pergi!""Jika Umi pergi siapa yang akan mengurus kami dan rumah ini!""Kalian sudah besar jadi jagalah diri dan apa yang kalian miliki. Jika kalian tidak berhati-hati, maka kalianlah yang akan kehilangan.""Mi, tapi siapa yang bisa bertahan tanpa ibu?" "Aku akan pulang ke rumah Ibuku atau pergi ke m